Anda di halaman 1dari 4

1.

Pendahuluan
Studi keamanan pada awalnya berfokus pada isu militer/strategis yang
memiliki kecenderungan terpengaruh oleh aliran realisme. Pada perkembangannya,
studi keamanan menjadi bagian dari teori politik, namun tetap membahas hal teknis
seperti senjata, personil militer, dsb. Selanjutnya, pendekatan kritis terhadap studi
keamanan berusaha menantang pendekatan yang bersifat tradisional. Pendekatan
ini dikenal dengan Copenhagen School yang terdapat pemikir-pemikir seperti Ole
Waever, Barry Buzan, dll. Copenhagen school menambahkan 5 dimensi keamanan
dan referent object. Adapun 5 dimensi tersebut meliputi ekonomi, sosial, politik,
lingkungan, dan militer. Sementara itu, referent object dari keamanannya yaitu
negara dan masyarakat. Suatu isu dapat dikatakan isu keamanan apabila aktor
keamanan menyatakan melalui tindakan speech act bahwa isu tersebut merupakan
ancaman (meskipun tadinya isu tersebut bersifat non-politik dan politik). Tindakan
tersebut dikenal dengan istilah sekuritisasi, yang menjadi tawaran Copenhagen
school terkait penyelesaian suatu ancaman.
Terdapat kelebihan dan kekurangan dari sekuritisasi. Kelebihan dari
sekuritisasi adalah konsep ini menjadi tools bagi pemegang kekuasaan dalam
menanggulangi suatu ancaman secara cepat (tanpa melalui logika politik).
Sementara itu, kelemahan dari konsep ini adalah pemegang kekuasaan cenderung
dapat melakukan abuse of power ketika hak sipil dan hak oposisi ditekan karena
alasan penanggulangan ancaman melalui tindakan sekuritisasi.

2. Persoalan yang ditemukan


Dalam beberapa tahun ke belakang, situasi geo politik, geo strategi, geo
ekonomi antar negara yang direpresentasikan aktor negara, aktor non negara dan
masyarakat di dalam dan luar negeri mengindikasikan isu keamanan baik traditional
dan lima komponen human security. yang semakin Volatile, Uncertain, Complex
and Ambigu (VUCA). Ancaman keamanan nyata saat ini antara lain masih
berlangsung seperti operasi militer khusus Russia di Ukrainia, Latihan Perang
negara China di Taiwan, epidemic covid 19 yang belum mereda dan penyebaran
penyakit Monkey Pox di beberapa negara serta permasalahan human security
lainnya di belahan dunia. Untuk itu perlu adanya penelitian terkait tata kelola
pemerintahan yang diperlukan hubungkan dengan konsep sekuritasi, bagaimana
para aktor melakukan sekuritasi dalam rangka mensinergikan ketahanan dan
keamanan nasional yang efektif dan efisien dalam mensikapi potensi ancaman
tradisional dan human security.

3. Analisis.
Dalam kajian keamanan, pemahaman tentang konsep keamanan setidaknya
dapat dilihat dari dua pendekatan yakni pendekatan tradisional dan non-tradisional.
Secara umum, keduanya sama-sama berkutat mendebatkan wilayah cakupan
keamanan (refferent object of security).
Dalam pendekatan tradisional keamanan diartikan sebagai keamanan sebuah
negara yang dapat diancam oleh kekuatan militer negara lain dan harus
dipertahankan melalui kekuatan militer negara itu sendiri. Dalam pendekatan ini,
negara (state) menjadi subyek dan obyek dari upaya mengejar kepentingan
keamanan. Pandangan kelompok ini menilai bahwa semua fenomena politik dan
hubungan internasional. Secara sederhana, tujuan pengelolaan keamanan
sepenuhnya ditujukkan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia seperti sebagaimana di
maksud dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
Indonesia perlu memiliki strategi keamanan. Karena lingkungan strategis Indonesia
terus berubah, maka setidaknya Indonesia harus melakukan tiga tindakan penting
dalam strategi keamanan, yakni:
1) mengambil keputusan-keputusan sehubungan dengan perubahan-
perubahan lingkungan eksternal dan internalnya;
2) memobilisasi sumber-sumber daya untuk menjalankan keputusan yang
telah diambil;
3) mengaplikasikan instrument tertentu untuk mendukung keputusan
yang telah diambil.
Strategi keamanan untuk menghadapi dinamika ancaman tersebut
hendaknya disusun dengan mempertimbangkan konteks dan eskalasi ancaman,
manifestasi konflik, efesiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya pertahanan
dan keamanan negara dan penghormatan atas nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi
dan hak-hak asasi manusia. Di sini, penting untuk memperhatikan persoalan
sekuritisasi serta penggunaan alat kekerasan merupakan pilihan yang terakhir. Lebih
lanjut, kebijakan keamanan yang menyeluruh (comprehensive security) sebagai
hakikat dari keamanan sesungguhnya mengharuskan pemerintah untuk
mengembangkan kebijakan keamanan yang menyeluruh dengan tahapan-tahapan
yang jelas, diawali dengan pembentukan sistem peringatan dini, mekanisme
pencegahan kejahatan, prosedur penindakan, dan proses penegakan hukum.
Dengan demikian, pelibatan aktor-aktor yang beragam untuk menjalankan tahapan-
tahapan tersebut menjadi sebuah keharusan, yakni lembaga intelejen menjalankan
fungsi deteksi dini, kepolisian menjalankan fungsi penegakkan hukum serta
keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), TNI menjalankan fungsi
penindakan untuk operasi militer perang dan operasi militer selain perang serta
komponen keamanan lainnya menjalankan fungsi-fungsi yang sudah seharusnya.
Mengingat penataan aktor-aktor keamanan itu berada dalam sistem negara
demokrasi maka adalah penting untuk menjadikan prinsip supremasi sipil sebagai
dasar pijakan di dalam menata sistem keamanan.
Di dalam sistem negara demokrasi adalah sebuah kewajiban bagi seluruh
aktor keamanan, tidak hanya militer, untuk tunduk dan patuh pada otoritas politik
yang telah terpilih melalui pemilihan umum. Dalam konteks ini peran Presiden dan
parlemen menjadi penting untuk mewujudkan keamanan. Dalam tataran legislasi,
pemerintah telah memiliki beberapa peraturan perundang-undangan baru di bidang
pertahanan keamanan yakni UU Pertahanan Negara no 3/2002, UU TNI no 34/2004,
UU Polri no 2/2002 dan UU Intelijen no 17 tahun 2011 sebagai basis dasar legal
dalam memperkuat sistem keamanan.
Setelah tahun 1980an pada masa kepemimpinan Jenderal Murdani, pasca
perkembangan ekonomi Indonesia, pemerintah kemudian memformulasikan
perluasan makna keamanan untuk mewujudkan dimensi keamanan yang lain
sebagai sebuah pertahanan geostrategik yang mumpuni. Pendekatan pertahanan
dan keamanan pemerintah Indonesia dikenal dengan “Sishankamrata”, Sistem
Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta atau disebut juga sebagai “Total
Defence Sistem”. Perkembangan kemudian memperluas dan memperdalam makna
rakyat semesta menjadi lebih professional-based dan perkembangan studi
keamanan yang juga dibarengi dengan agenda reformasi sektor pertahanan
Indonesia ikut memperluas dan memperdalam makna keamanan Indonesia
sehingga visi keamanan tersebut juga melingkupi aspek-aspek vital di social-
kemasyarakatan, tidak hanya aspek kemiliteran dan ancaman invasi dari luar.
Karakteristik dari Sishankamrata tersebut antara lain: 1) resistensi tanpa gangguan;
2) dijalankan oleh unit besar dan kecil secara terpisah dengan fleksibilitas; 3) di
bawah kepemimpinan yang konstan; ) sentralisasi strategi dan desentralisasi
implementasi; 5) fleksibilitas waktu dan ruang; 6) pantang menyerah (no surrender);
7) dijalankan dengan tiga fase frontal, konsolidasi-tantangan-penahanan, dan
konter-ofensif; 8) keselarasan kepemimpinan nasional dan identitas nasional.
Konsepsi tersebut didasari oleh sebuah Grand Strategy, dengan tiga situasi
yang direncanakan: 1) Sebelum perang: penguatan dan persiapan akan adanya
ancaman; 2) Masa perang: penggunaan seluruh potensi negara untuk menunjang
pertahanan dan keamanan; 3) Pasca perang: mengatasi hasil dari perang baik
secara material dan spiritual.
Indonesia juga melakukan Operasi Bersama dengan negara-negara lain
untuk menjaga pertahanan dan keamanan bersama. Secara geografis Indonesia
memaknai bahwa ancaman yang datang ke Indonesia berpotensi tinggi masuk lewat
jalur Barat dan Timur dan hampir dari keseluruhan target ini lewat jalur laut.
Meskipun berdasarkan analisis perkembangan lingkungan strategis, ancaman yang
datang dari luar negeri dalam bentuk invasi dinilai sangat kecil kemungkinannya,
adanya beberapa kerawanan dan peluang terhadap timbulnya konflik, merupakan
suatu isyarat untuk tetap meningkatkan kewaspadaan dan kepekaan agar dapat
segera dilakukan antisipasi sebelum berkembang secara nyata menjadi suatu
gejolak yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional.
Pada tataran ini, posisi Pemerintah Daerah menjadi begitu penting, sesuai
dengan yang tertera pada Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015 bahwa dalam
skema sistem pertahanan negara, pertahanan nirmiliter menempatkan
Kementerian/Lembaga lain dan Pemerintah Daerah sebagai unsur utama yang
harus berperan dalam mengantisipasi dan mencegah terjadinya ancaman nonmiliter
melalui penataan ruang wilayah nasional dan terutama daerah dengan tata ruang
wilayah pertahanan untuk mewujudkan ruang pertahanan yang tangguh
(Kementerian Pertahanan, 2015). Pembangunan wilayah pertahanan negara harus
diselenggarakan secara terintegrasi antara unsur Pemerintah dan Pemerintah
Daerah agar dapat secara maksimal menghadapi ancaman nonmiliter baik ancaman
nyata maupun ancaman belum nyata (potensial).

4. Kesimpulan
Dinamika keamanan nasional sejalan dengan perubahan lingkungan strategis yang
terus berkembang memerlukan pemahaman mengenai keamanan yang
komprehensif (comprehensif security). Karena itu, diperlukan sistem pengelolaan
keamanan yang melibatkan beragam aktor keamanan untuk mengelolanya dengan
diferensiasi fungsi dan tugas yang berbeda. Keamanan yang bersifat multidimensi
saat ini keamanan tidak hany bersifat menjaga batas-batas teritorial negara
(kedaulatan nasional), tetapi juga harus menjamin keamanan dan melindungi warga
negara (manusia). kondisi yang menempatkan aparat militer diluar pertahanan
hanya akan menyebabkan distorsi terhadap tatanan demokrasi. Sejarah Indonesia
telah membuktikan bagaimana kehidupan demokrasi dan civil society mengalami
kelumpuhan sepanjang pemerintahan Orde Baru akibat penyatuan dimensi
pertahanan dan keamanan dijadikan satu. Akhirnya, dinamika keamanan nasional
yang melahirkan konsep keamanan yang multidemensi memerlukan pengelolaan
sistem keamanan nasional yang komprehensif. Hal ini membutuhkan dukungan dan
sinergi dari berbagai stake holders agar cita-cita demokrasi yang dirintis oleh para
pendiri bangsa dapat direalisasikan sesuai dengan ideologi pancasila dan konstitusi
dasar pancasila
5. Rekomendasi
1. Dalam upaya pemutusan mata rantai Covid -19 dan Monkey Pox
mohon dapatnya pemerintah Indonesia melalui pendeketan Human Security
seperti yang dilakanakan jepang dengan metode “State of Emergency”  ini
lebih dipahami sebagai pemberian wewenang kepada pemerintah daerah
untuk meminta warganya, termasuk pelaku usaha, untuk mengikuti protokol
pencegahan COVID-19. pemerintah juga telah menyiapkan kompensasi untuk
konsekuensi atas kebijakan yang diambil sehingga kebijakan yang diambil
bisa berjalan dan berdampak secara sistemik.
2. Pemerintah tidak terpancing dengan adanya perang antara Ukraina
dan Rusia, serta Ketegangan China dan Taiwan. Indonesia tetap memegang
teguh sebagai Negara Non-block.
3. Terkait dengan eskalasi Ancaman, Pemerintah Indonesia diharapkan
dapat segera melaksanakan pemenuhan Alutsista TNI sebagai Komponen
Utama Agar dapat membentuk sistem pertahanan yang kuat didukung
dengan penyiapan Komponen cadangan dan Komponen Pendukung yang
dapat di mobilisasi pada saat diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai