Anda di halaman 1dari 15

1

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI


SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN TINGGI

RANGKUMAN MODUL 4 : MANAJEMEN KEAMANAN

BAB I
INTISARI MODUL

A. Manajemen Harkamtibmas
Keamanan selalu menjadi sektor yang amat penting disetiap negara.
Variabel keamanan merupakan determinan bagi terpenuhinya atau terhambatnya
variabel-variabel lain dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu “Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama untuk
mendukung terwujudnya masyarakat Madani yang adil, makmur, dan beradab
berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945” (lihat konsideran UU
No.2 Tahun 2002).
Sesungguhnya keamanan tidak lagi sebatas menjadikan “negara” sebagai
objek yang harus dijaga, tetapi harus menjaga dan melindungi rasa aman dan
kemanusiaan. Setiap individu, kelompok maupun sebagai bangsa berhak untuk
menikmati rasa aman, berhak dan wajib ikut serta dalam usaha keamanan
negara, dengan menempatkan kewajiban Negara untuk mengatur dan
mengelolanya, sinergis dengan segenap elemen bangsa untuk mewujudkan
kondusivitas keamanan Negara, keamanan dalam negeri, Kamtibmas termasuk
didalamnya adalah peran dan fungsi kepolisian maupun pengemban fungsi
kepolisian.
1. Usaha Penyelenggaraan Keamanan
Usaha penyelenggaraan keamanan setidaknya mendasari kepada
beberapa aspek yaitu :

1
2

a. Filosofis
Mendasari pada Pancasila. Implementasi dari kelima Sila
dengan penyelenggaraan usaha keamanan Negara.
b. Yuridis
Sesuai dengan pasal 30 UUD RI 1945, bidang pertahanan
dan keamanan negara, inti dari pasal tersebut antara lain bahwa;
“usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan dengan
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
c. Sosiologis
Penyelenggaraan usaha keamanan juga harus
memperhatikan cita-cita / tujuan Negara dan perlu
mempertimbangkan harapan masyarakat.
d. Politis/kemanfatan
Mewujudkan dan menjamin keamanan bukan hal yang
mudah, oleh karena itu harus disikapi oleh Negara dan segenap
elemen bangsa, perlu adanya Grand strategy dan sinergitas untuk
memelihara, mewujudkan kondusivitas dan menjamin keamanan
Negara sehingga memiliki nilai / manfaat untuk mencapai tujuan.

2. Pengertian dan konsep inti keamanan


a. Keamanan
Meliputi upaya mewujudkan dan memelihara situasi serta
kondisi agar aman dan kondusif bagi kelangsungan kegiatan
pembangunan negara dalam rangka mencapai cita-cita nasional.
b. Keamanan dalam negeri
Suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya hukum, serta
terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat. (Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang nomor 2 tahun
2002).

c. Keamanan dan ketertiban masyarakat


Suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu
prasyarat terselengaranya proses pembangunan nasional dalam
3

rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya


keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta terbinanya
ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam
menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk
pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang
dapat meresahkan masyarakat (pasal 1 ayat 5 Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2002).

3. Spektrum Ancaman
Secara umum spektrum ancaman dapat diproyeksikan dalam 3
bentuk ancaman yaitu dari mulai yang paling mendasar berupa akar
permasalahan dan belum berbentuk gangguan (faktor korelatif kriminogen/
Potensi Gangguan) yaitu semua faktor dalam kehidupan masyarakat yang
meliputi semua aspek Panca Gatra : Faktor kewilayahan, kependudukan,
sumber daya alam, Ipoleksosbud, Hankam terutama yang sifatnya negatif
dan berpotensi mengganggu Kamtibmas. Berikutnya adalah bentuk
ancaman berupa kerawanan (Police Hazard /Ambang Gangguan) sampai
pada bentuk Gangguan Nyata (Ancaman Faktual).

4. Tentang Polri
a. Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di
bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat (Pasal 2 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002).
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta
terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002).
c. Peran Polri, sesuai Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002
adalah :
1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara
yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
4

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada


masyarakat dalam rangka terpeliharanya kemanan dalam
negeri.
2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian
Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam
melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
di atas.

a. Pasal 13 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002, Tugas Pokok


Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
2) Menegakkan hukum.
3) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat.
b. Wewenang umum Polri (Pasal 15 ayat 1). Dalam rangka
menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14.

5. Kebijakan dan Strategi Dalam Pemeliharaan Keamanan


a. Landasan penugasan
1) Sasaran/obyek dirumuskan dalam hukum, yaitu hukum
materiil.
2) Prosedurnya harus sesuai hukum, yaitu hukum formil.
b. Pola Penanganan
1) Pembagian tugas, peran dan fungsi aktor pelaksana dengan
penegasan unsur utama sebagai penanggung jawab, dan
unsur pendukung dengan aturan prosedur pelibatan sesuai
batas kewenangan masing-masing.
2) Mekanisme pelibatan semua aktor keamanan diatur jelas
guna menghindari kerancuan/tumpang tindih, sehingga
terkoordinasi dan harmonis pelaksanaannya.
c. Metode/strategi
Untuk menghadapi potensi gangguan digunakan pola
preeemtif, guna mengantisipasi secara dini perkembangan semua
faktor dalam kehidupan masyarakat terutama yang bersifat negatif
dan berpotensi menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan
ketertiban masyarakat dengan kegiatan utama melalui pembinaan
5

masyarakat. Untuk ancaman berupa ambang gangguan atau Police


Hazard, penanggulangannya digunakan strategi yang bersifat
preventif yaitu melalui upaya pencegahan dengan sasaran untuk
mengurangi faktor kesempatan dan menurunkan faktor niat melalui
kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan maupun patroli.
Sedangkan untuk menangani gangguan nyata, digunakan strategi
yang bersifat represif yaitu melalui kegiatan penegakan hukum.

d. Subyek / aktor pelaksana


Ketiga jenis strategi penanggulangan tersebut di atas dalam
pelaksanaannya tidak dilakukan sendiri oleh Polri sebagai aktor
pelaksana utama, tetapi juga melibatkan segenap komponen
masyarakat dan unsur instansi terkait sesuai batas kewenangan
masing-masing. Gambaran atas hal tersebut, antara lain :
1) Penanganan akar permasalahan Potensi Gangguan (PG),
aktornya adalah Polri dan dengan mengedepankan semua
unsur masyarakat dan instansi.
2) Penanganan kerawanan Ambang Gangguan (AG), aktornya
adalah Polri, bersama-sama potensi masyarakat
aparat/potensi Polsus, Satpam, PPNS, TNI, sesuai dengan
batas peran dan kewenangannya.
3) Penanganan Gangguan Nyata (GN), aktornya adalah Polri
sebagai unsur utama dengan mengedepankan penegakan
hukum dan tindakan kepolisian terhadap gangguan
keamanan.

e. Kebijakan
1) Pembenahan di lingkungan Polri dari aspek struktural,
instrumental dan kultural.
2) Pencanangan grand strategi Polri 2005 s/d 2025 yang di
susun secara bertahap.
3) Kebijakan Kapolri berupa program Revitalisasi Polri menuju
pelayanan prima guna meningkatkan kepercayaan
masyarakat dengan menghidupkan, membangun, dan
memberdayakan kembali nilai-nilai kemampuan yang telah
di miliki Polri di segala bidang.
6

4) Membangun postur Polri yang paripurna (world class


organization).

B. Kajian Kerjasama dan Koordinasi Lintas Sektoral Bidang Keamanan


Menyadari intensitas gangguan keamanan semakin tinggi, maka dalam
menghadapi perkembangan ke depan perlu dilakukan upaya pencegahan, yaitu
dengan suatu pola penanganan dari tindakan reaktif menjadi proaktif (Proactive
Policing). Pola proactive policing, apabila dilakukan bersama-sama dengan
masyarakat dalam Postur Keamanan Rakyat Semesta (Kamrata) disebut
Perpolisian Masyarakat (Polmas), sedangkan apabila dilakukan bersama-sama
antar Kementerian / Non Kementerian ditempuh melalui Sistem Sinergi Polisional
Inter Kementerian (Sis Spinkemen). Di tingkat Mabes Polri ditunjuk Komisioner
Sinergi sebagai pengemban misi sinergi dan di tingkat Kementerian terkait
ditunjuk Pembina Utama Sinergi.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 pasal 41 dan 42 mengatur tentang
kerjasama antara Polri dengan lintas sektoral yang sinergis dalam upaya
melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta penegakan hukum dalam
rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Kemudian dalam
Renstra Polri Tahun 2010-2014, telah dirumuskan tentang visi Polri yaitu
“terwujudnya pelayanan Kamtibmas prima, tegaknya hukum dan Kamdagri
mantap serta terjalinnya sinergi polisional yang proaktif”. Keempat substansi yang
terdapat dalam visi Polri tersebut, merupakan satu kesatuan sehingga dapat
dirangkum dalam pengertian secara umum sebagai pelayanan masyarakat. Untuk
mendukung Visi ke-4, maka misi nya adalah membangun Sistem Sinergi
Polisional Inter Departemen/Kementerian dan lembaga internasional maupun
komponen masyarakat dalam rangka membangun kemitraan dan jejaring kerja
(Partnership Building/networking). Tujuannya adalah agar terwujud kerjasama
lintas departemen dan lintas negara dalam rangka mewujudkan upaya
menciptakan keamanan melalui sinergi polisional.
Gagasan untuk membangun Sis Spinkemen bertolak dari teori yang
diajarkan oleh George S. Day dan Paul J.H. Schoemaker dengan
memperkenalkan teori Peripheral Vision yaitu suatu teori yang mengajarkan
bagaimana mendeteksi signal-signal lemah di sekitar perusahaan sebagai akibat
Policy / kebijakan Pemerintah yang perlu penanganan segera agar tidak menjadi
hancur perusahaan tersebut.
7

Perlu diketahui kerjasama aksi sinergi oleh Polri bersama Kementerian/Non


Kementerian terkait, baik dalam maupun luar Negeri, bukan karena adanya Pasal
42 UU No. 2/2002 tentang Polri, tapi secara legitimasi pelaksanaannya benar-
benar dibutuhkan oleh semua pihak. Hal ini bertolak pada permasalahan yang
dihadapi Polri yaitu ada indikasi signal-signal lemah dalam pelaksanaan tugas
pokok Polri. Sehingga perlu penanganan segera agar tidak berkembang menjadi
problema konvensional /perilaku polisional.
Fungsi sinergi antara Polri dengan Kementerian / Non Kementerian, baik
dalam maupun luar Negeri merupakan jembatan reactive policing menjadi
proactive policing dan tindakan preventif Polri, dilaksanakan melalui :
1. Audiensi (Pendengar, Pertemuan);
2. Diskusi (Perundingan / Pembahasan);
3. Elaborasi (Perluasan / Pengembangan);
4. Transkripsi (Tulisan);
5. Asistensi dan Supervisi (Bantuan / Pertolongan);
6. Negosiasi (Perundingan);
7. Advokasi (Pembelaan).

C. Kebijakan Intelijen Negara


Posisi dan peran penting penyelenggara intelijen bagi upaya menjaga
stabilitas nasional, menuntut adanya lompatan paradigmatik dan lompatan
strategis dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi intelijen. Pasal 9 UU
No.17/2011 menyebutkan bahwa penyelenggara intelijen negara meliputi ;
1. Badan Intelijen Negara;
2. Intelijen Tentara Nasional Indonesia;
3. Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia;
4. Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia; dan
5. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

Banyaknya lembaga negara penyelenggara intelijen negara, maka


Koordinasi dan Sinegritas menjadi salah satu terobosan bagi lompatan
paradigmatik dan lompatan strategis dalam rangka menjaga stabilitas keamanan
nasional. Hal tersebut juga diamanatkan oleh UU No.17/2011, pasal 38 yang
menyebutkan bahwa ;
8

1. Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a


berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara.
2. Penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e wajib berkoordinasi dengan Badan
Intelijen Negara.
3. Ketentuan mengenai koordinasi Intelijen Negara diatur dengan Peraturan
Presiden.
Pasal 39; Badan Intelijen Negara dalam kedudukannya sebagai koordinator
penyelenggara Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1)
bertugas :
1. Mengkoordinasikan penyelenggaraan Intelijen Negara;
2. Memadukan produk Intelijen;
3. Melaporkan penyelenggaraan koordinasi Intelijen Negara kepada Presiden;
dan
4. Mengatur dan mengkoordinasikan Intelijen pengamanan pimpinan
nasional.

Adapun pelaksanaan koordinasi BIN dengan Badan Intelijen Kepolisian


(BIK) dilakukan melalui :
1. Rapat Intelligence Community (IC).
2. Pembentukan satuan-satuan Tugas (Satgas) untuk menangani masalah
masalah tertentu.
3. Kepala Polri mendapat tembusan produk Intelijen BIN yang disampaikan
kepada Presiden.

Sinergitas BIN dan BIK merupakan wujud akan pentingnya upaya


menangkal gangguan keamanan yang membahayakan Negara dari bidang
ideologi, Politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
9

BAB II
REFERENSI TAMBAHAN

A. Keamanan Nasional, Polisi, dan Intelijen Keamanan (Intelkam)

Keamanan nasional dalam dimensi ketertiban publik dan keamanan insani


membutuhkan instrumen tersendiri. Suparlan (2004) menjelaskan bahwa untuk
mengatur dan menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat diperlukan adanya pranata,
aturan, dan norma; sedangkan institusi yang dapat bertindak sebagai ‘wasit’ yang adil
salah satunya adalah polisi. Secara universal, peran polisi dalam masyarakat adalah
sebagai penegak hukum (law enforcement officers), sebagai pemelihara ketertiban
(order maintenance) yang di dalamnya mengandung pengertian polisi sebagai
pembasmi kejahatan (crime fighters) (Samego, 2008: 6).
Dilandasi oleh peran sebagai pemelihara keamanan, Polri memiliki tugas-tugas
yang bersifat pre-emptif, preventif, dan represif sesuai dengan fungsi polisi dalam
konteks universal (Djamin, 2007: 54). Tugas pre-emptif diarahkan untuk menciptakan
kondisi yang kondusif dengan cara mencermati atau medeteksi lebih awal faktor-faktor
korelatif kriminogen yang berpotensi menjadi penyebab, pendorong, dan peluang
terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban. Tugas preventif diarahkan untuk
mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban melalui kehadiran polisi di
tengah masyarakat. Tugas represif diarahkan pada upaya penindakan hukum jika
gangguan keamanan dan ketertiban tersebut terlanjur terjadi untuk mengembalikan pada
situasi yang kondusif.
Tindakan preventif kepolisian akan tampak dalam bentuk tugas-tugas
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta pencegahan terjadinya
pelanggaran hukum. Dalam tindakan tersebut melekat tugas-tugas kepolisian yang
bersifat preemtif dengan melaksanakan deteksi dini untuk mengidentifikasi gejala-gejala
terjadinya permasalahan yang diperkirakan akan muncul dan berkembang menjadi
gangguan keamanan dan ketertiban masayarakan. Dalam konteks inilah diperlukan
fungsi khusus dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian yaitu fungsi intelijen
selanjutnya disebut Inleijen Keamanan (Intelkam).
Secara spesifik dapat dikemukakan bahwa intelijen keamanan adalah salah satu
dimensi intelijen yang secara khusus berfokus pada keamanan dalam negeri serta
penegakan khukum. Menurut Randol (2009: 6): “Security intelligence is defined as the
intelligence behind the police function. Its job is to protect the nation and its members
10

from malefactors who are working to our national and individual hurt”. Intelijen keamanan
adalah intelijen di balik fungsi kepolisian yang tugasnya untuk melindungi negara dan
rakyatnya dari tindak kejahatan yang dapat menganggu keamanan nasional dan
keamanan individu. Intelijen keamanan mencakup proses pengumpulan, evaluasi,
analisis, serta interpretasi data dan informasi tentang kegiatan yang berpotensi
mengancam keamanan nasional dan keamanan individu. Pengertian ini mengandung
makna bahwa intelijen keamanan diarahkan untuk melakukan deteksi serta peringatan
dini atas kemungkinan munculnya ancaman gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat.
Dilandasi oleh pemahaman terhadap eksistensi kepolisian, intelijen dapat
dipandang salah satu bentuk operasi kepolisian dalam rangka pemeliharaan keamanan
dan ketertiban masyarakat untuk mewujudkan keamanan nasional. Pelaksana tugas
itelijen di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes/Pusat) disebut
Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam). Penekananya pada intelijen keamanan dalam
negeri seperti dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 52 Tahun 2010 tentang
Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) Kepolisian Negara RI Pasal 18, yang berbunyi:
“(1) Badan Intelijen Keamanan disingkat Baintelkam adalah unsur pelaksana tugas
pokok bidang intelijen keamanan yang berada di bawah Kapolri’ (2) Baintelkam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertugas membantu Kapolri dalam membina dan
menyelenggarakan fungsi intelijen bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan
tugas operasional dan mana-jemen Polri guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri”. Unsur pelaksana
tugas Intelkam pada tingkat kewilayahan masing-masing terdiri atas: (1) Direktorat
Intelijen Keamanan (Ditintelkam) pada tingkat Polda yang berada di bawah Kapolda; (2)
Satuan Intelijen Keamanan (Satintelkam) pada tingkat Polres yang berada di bawah
Kapolres; serta (3) Unit Intelijen Keamanan (Unitintelkam) pada tingkat Polsek yang
berada di bawah Kapolsek.

https://csuryana.wordpress.com/2013/04/15/keamanan-nasional-polisi-dan-
intelijen-keamanan-intelkam-literature-review/
11

BAB III
TANGGAPAN/PENDALAMAN

Stabilitas keamanan merupakan kebutuhan hakiki masyarakat di dunia termasuk


masyarakat di Indonesia. Untuk menjamin tercipta dan terpeliharanya stabilitas
keamanan di dalam negeri diperlukan upaya-upaya pengelolaannya. Kepolisian Negara
Republik Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia berkewajiban untuk melaksanakan pembinaan keamanan
dan mewujudkan situasi dan kondisi keamanan negara yang kondusif guna mendukung
kelancaran dan mewujudkan pembangunan nasional Indonesia. Dalam konteks
penciptaan dan keamanan tersebut ketentuan perundang-undangan telah
mengamanatkan kepada Polri untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tegaknya hukum,
terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia.
Berkaitan dengan adanya kisruh (Golkar dengan PPP) dan dalam waktu dekat
akan adanya Pemilukada serentak maka langkah-langkah yang harus diambil dalam
menghadapi hal tersebut, antara lain :
1. Mempersiapkan sumber daya (SDM, anggaran, sarpras dan metode) untuk
pelaksanaan operasional dan kerjasama dengan instansi terkait.
2. Membangun sinergitas dengan instansi terkait (TNI, Pemda, KPUD, Panwaslu)
dan Satgas Parpol melalui komunikasi dan koordinasi.
3. Membuat SOP terpadu dalam mencegah terjadinya kisruh antar Parpol baik faktor
intern dan ekstern Parpol tersebut.
4. Mempersiapkan sinergitas kegiatan dalam pelaksanaan preemtif dan preventif.

Adapun hal yang perlu diperhatikan dan harus menjadi komitmen bersama
seluruh instansi terkait terutama Polri, TNI, Panwaslu, KPUD dalam menghadapi
Pemilukada serentak, dan untuk menghadapi potensi konflik yang terjadi di internal
Partai Golkar dan PPP, maka perlu adanya integritas dan netralitas. Disamping itu
kerjasama harus didasari dengan prinsip-prinsip kerjasama yang serasi, selaras dan
seimbang serta saling menumbuhkan kepercayaan dan menerapkan prinsip gotong
royong mendasari pada Sila 3 dari Pancasila.
12

Masih berkaitan dengan akan dilaksanakannya Pemilukada serentak, sudah


barang tentu memerlukan perhatian perencanaan yang matang oleh Polri apabila
menghadapi berbagai gangguan Kamtibmas. Dapat disadari dalam menghadapi situasi
tersebut Polri masih dihadapkan pada kondisi keterbatasan personil yang ada di satuan
kewilayahan. Adapun sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan personil tersebut,
maka langkah-langkah upaya yang perlu dilakukan, antara lain :
1. Mengajak potensi masyarakat untuk bersama-sama menanggulangi gangguan
kamtibmas.
2. Kerjasama dengan instansi terkait seperti dengan Pemda (Satpol PP) dan TNI
dalam perbantuan kekuatan personil untuk menanggulangi gangguan kamtibmas.
3. Menggelar 2/3 kekuatan personil Polda, Polres dan Polsek secara konsisten.
4. Kerjasama dengan Polda terdekat dan perbantuan dari Mabes Polri untuk
menambah kekuatan personil.

Agar dalam pelaksanaan pelibatan partisipasi masyarakat dan instansi terkait


dalam menanggulangi gangguan kamtibmas sesuai harapan, maka Polri harus mampu
untuk menumbuhkan kepercayaan terhadap masyarakat dan instansi terkait karena
kepercayaan merupakan hal yang sangat krusial yang mempengaruhi partisipasi
tersebut, oleh karena itu maka kiranya Polri di daerah harus melakukan hal berikut :
1. Mengefektifkan dan mengintensifkan kegiatan Polmas.
2. Konsisten dalam memberikan pelayanan Prima.
3. Menindak tegas oknum yang mencoreng citra Polri.
4. Transparan dan akuntabel dalam penyelenggaraan tupoksi Polri.

Kemudian sebagaimana diketahui gerakan ISIS di kawasan timur tengah telah


merlibatkan beberapa WNI. Hal ini sangat berpengaruh pada stabilitas keamanan dalam
negeri dan citra Indonesia di dunia internasional. Terkait dengan hal itu, maka upaya
antisipasi pengaruh ISIS terhadap WNI, antara lain :
1. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat akan bahaya ISIS melalui :
a. Memberikan pengarahan kepada masyarakat agar dapat mengenali setiap
pendatang baru di lingkungan masing-masing.
b. Mengadakan pelatihan kepada aparat RT RW dan kelurahan tentang
bahaya ISIS dan cara menangani tindakan pertama apabila adanya
kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi masyarakat bergabung dengan
ISIS.
13

2. Meningkatkan sosialisasi dan program penghayatan pengamalan nilai-nilai


Pancasila melalui :
a. Meningkatkan peran Polmas dalam mensosialisasikan Pancasila.
b. Menunjuk anggota Polri untuk menjadi Consellor dalam memberikan
pemahaman nilai-nilai Pancasila terhadap WNI yang bergabung dengan
ISIS.
3. Meningkatkan pemahaman masyarakat / WNI yang telah bergabung dengan ISIS
terhadap makna Jihad sebenarnya melalui :
a. Kerjasama dengan MUI dalam mensosialisasikan fatwa tentang Jihad.
b. Menyatukan persepsi tentang Jihad.
c. Menjalin kerjasama dengan ormas-ormas Islam dan istitusi yang telah
dirangkul BNPT untuk memberikan wawasan kepada WNI yang sudah
tergabung ISIS tentang makna jihad sebenarnya.
4. Peningkatan metode antisipasi melalui pendekatan lunak (soft approach) yaitu
pelaksanaan program deradikalisasi dengan mengintensifkan kegiatan deteksi
dini, preventif dan pembinaan terhadap para WNI yang terlibat termasuk
kelompok dan pendukungnya dalam rangka mereduksi gerakan yang berkaitan
dengen ISIS serta mengikutsertakan instansi terkait dan masyarakat untuk
berperan aktif mencegah perkembangan radikalisme ISIS.

Dengan beredarnya Beras Sintetis baru-baru ini, memperlihatkan bahwa intelejen


dipandang tidak mampu memberikan informasi dini kepada publik sehingga terjadilah
kasus penyelundupan beras sintetis tersebut. Padahal fenomena baru masyarakat
sekarang sangat menghendaki adanya informasi penting dari intelejen tentang suatu
bahaya atau kejahatan akan terjadi. Terkait itu maka intelejen keamanan (Intelkam) yang
merupakan salah satu fungsi Polri harus selalu dapat mendeteksi dan menganalisis
setiap perkembangan lingkungan strategis serta tuntutan-tuntutan akan perubahan yang
terjadi. Kemudian diperlukan sinergi antar aparat intelijen agar tidak terjadi ego sektoral,
melalui upaya-upaya sebagai berikut :
1. Badan Intelejen Negara yang berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara
intelejen negara, harus mampu mengkoordinasikan dan memadukan produk
intelejen semua unsur intelejen pada instansi terkait.
2. Menetapkan SOP terpadu pelaksanaan antisipasi masuknya barang-barang
illegal.
14

3. Pertukaran informasi secara kontinyu dan analisis bersama terhadap informasi.


4. Meningkatkan pemahaman bersama terhadap target penyelidikan agar tidak
berjalan masing-masing.
5. Melaksanakan operasi bersama (joint investigation and operation).
6. Meningkatkan hubungan interpersonal diantara pimpinan-pimpinan
penyelenggara intelejen negara melalui pertemuan-pertemuan atau komunikasi
yang bersifat formal maupun informal.
7. Mengefektifkan dan mengintensifkan peran Kominda (Komunitas Intelejen
Daerah).

Kemudian berkaitan dengan implikasi kelemahan dan ketidak akuratan deteksi


dini oleh community intelijen terhadap oknum aparat yang ada pada masing-masing
instansi yang terlibat narkoba, antara lain :
1. Akan semakin meningkatnya oknum aparat yang terlibat narkoba.
2. Memberi peluang semakin meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam
penyalahgunaan narkoba (trend narkoba meningkat).
3. Memperburuk citra indonesia di mata dunia.
4. Penegakkan hukum akan tumpul terutama berhadapan dengan kasus narkoba
aparat yang memiliki jabatan tinggi.
5. Kepercayaan masyarakat terhadap community intelejen akan semakin menurun
karena dipandang tidak mampu mengantisipasi keterlibatan aparat dalam
penyalahgunaan narkoba.

Adapun upaya untuk meningkatkan deteksi dini terhadap kasus narkoba tersebut,
antara lain :
1. Perlu dilaksanakan pelatihan teknik penyelidikan tindak pidana narkoba antara
lain : surveilence, undercover dan controlled delivery.
2. Pelatihan penggunaan dan penguasan terhadap peralatan khusus deteksi dan
sistem komunikasi yang digunakan dalam pengungkapan tindak pidana narkoba.
3. Pelatihan psikologi untuk dapat mengenali gelagat dan ciri-ciri perubahan
psikologi seseorang sebagai pelaku narkoba.
4. Melaksanakan operasi gabungan dengan Ditresnarkoba dan Propam terhadap
anggota Polri yang terindikasi narkoba di tempat hiburan, asrama atau kos-kosan
ataupun di tempat lain yang menjadi target operasi.
15

DAFTAR PUSTAKA

A. Perundang-undangan

B. Literatur

______________ Robinson (2008: 192) Intelijen keamanan menurut mengacu


pada intelijen yang terkait dengan ancaman terhadap
keamanan.
______________Samego, (2008: 6).polisi sebagai pembasmi kejahatan (crime
fighters)
______________Suparlan, (2004) ketertiban publik dan keamanan insani
membutuhkan instrumen tersendiri.
______________Manajemen Harkamtibmas bahan ajaran Sespimti Polri Dikreg
ke -25 T.A. 2016
______________Kajian Strategi Kerjasama dan Koordinasi Lintas Sektoral
Bidang Keamanan bahan ajaran Sespimti Polri Dikreg ke -25
T.A. 2016

C. Internet

https://csuryana.wordpress.com/2013/04/15/keamanan-nasional-polisi-dan-
intelijen-keamanan-intelkam-literature-review/

Anda mungkin juga menyukai