Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DWI FUNGSI ABRI DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU


Rizky Ayu Wulandari
Universitas Negeri Semarang
E-mail : rizkyawlnd@students.unnes.ac.id

Abstract
This research aims to determine the implementation of policies during the New
Order era, namely the ABRI dual function policy. Analyze the reasons underlying the
birth of ABRI's Dual Function policy which has a broad impact on the military's
function in the defense sector alone but also in the socio-political and economic fields.
In conducting this research, historical methods were used because this research
examines past events. The Dual Function Policy of ABRI (Armed Forces of the
Republic of Indonesia) was implemented during the reign of the Second President of
the Indonesian nation. The results of this research are that ABRI's dual function policy
implementation, both in the socio-political and economic fields, has its own role. In the
socio-political field, ABRI has 2 main functions, namely dynamist and stabilizer
functions. In economic terms, ABRI has a role in securing the development momentum
of various sectors. state-owned company.
Keywords: New Order, Dual Functions of ABRI, Social Politics, Economics
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan pada masa orde baru
yakni kebijakan Dwi fungsi ABRI. Menganalisis alasan yang mendasari lahirnya
kebijakan Dwi Fungsi ABRI yang berdampak luas terhadap fungsi militer di bidang
pertahanan saja namun di bidang sosia politik dan ekonomi. Dalam melakukan
penelitian ini digunakan metode historis karena penelitian ini mengkaji mengenai
kejadian masa lalu. Kebijakan Dwi Fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia) yang di implementasikan pada masa pemerintahan Presiden Kedua bangsa
indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah perapan kebijakan Dwi Fungsi ABRI baik
pada bidang sosial politik serta ekonomi memiliki perannya masing-masin pada bidang
sosial politik ABRI memiliki 2 fungsi utama yaitu fungsi dinamisator dan stabilitator,
dalam bilang ekonomi ABRI memiliki peran untuk mengamankan momentum
Pembangunan dari berbagai sektor perusahaan milik negara.
Kata Kunci : Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI, Sosial Politik, ekonomi
Pendahuluan
Militer adalah istilah yang digunakan untuk mengacu pada segala hal yang terkait
dengan angkatan bersenjata, termasuk organisasi, personel, peralatan, strategi, taktik, dan
operasi yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara. Ini mencakup berbagai
cabang militer seperti angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara, serta komponen
lainnya seperti kepolisian militer. Tujuan utama militer adalah untuk menjaga kedaulatan
negara, melindungi wilayah, dan menjaga ketertiban dalam negeri.
Peran tentara memang tidak bisa terlepas dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia
karena pada faktanya mereka-lah yang merupakan ujung tombak kedaulatan dan
memperjuangkan kebebasan dari penindasan penjajah di masa lampau. Transformasi
lembaga militer di Indonesia pada era pasca kemerdekaan sangat dinamis, contohnya saja
kehadiran TKR yang selanjutnya berubah menjadi TRI, AURI, ALRI, dll. Sejak awal
berdirinya Republik Indonesia sendiri sebenarnya para perwira militer sudah mempunyai
kecenderungan untuk berpolitik sebagai prajurit revolusioner. Pada bulan Juli 1958, militer
diakui sebagai kekuatan politik dan tidak sedikit dari mereka yang mampu menempati
singgasana-singgasana birokrat dan terjun dalam politik kenegaraan.
Istilah "Orde Baru" dapat merujuk pada berbagai konteks, tergantung pada bidang
atau negara yang dibicarakan. Di banyak negara, "Orde Baru" digunakan untuk menyebut
perubahan besar dalam pemerintahan atau kebijakan nasional yang menggantikan rezim
sebelumnya. Seperti di Negara kita Indonesia Istilah Orde baru digunakan untuk memberi
pembeda antara masa pemerintahan Soekarno (Orde Lama) dan Soeharto (Orde Baru).
Melalui TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968 Soeharto resmi menjadi Presiden Republik
Indonesia yang memiliki pengaruh yang besar pada masa pemerintahannya. Rezim Soeharto
bertahan begitu lama dikarenakan strategi yang digunakan dalam memimpin dan
mengeluarkan kebijakan yang kuat. Orde baru lahir dengan sokongan dari kelompok-
kelompok yang memiliki keinginan untuk terbebas dari kekacauan di masa sebelumnya. 1
Sistem pemerintahan yang digunakan Presiden Soeharto pada kala itu adalah konsep
demokrasi Pancasila. Visi yang paling utama adalah dengan menerapkan seluruh nilai-nilai
yang terdapat pada Pancasila dan UUD 1945, yang secara murni berdampak pada kehidupan
Masyarakat Indonesia. Dalam periode ini terjadi banyak perubahan kebijakan politik dan
ekonomi. Salah satu kebijakan yang memiliki imbas yang besar adalah dengan
dikeluarkannya kebijakan Dwi Fungsi ABRI.

1
Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta; PT Serambi Ilmu Semesta
Berdirinya kebijakan Dwi fungsi ABRI berawal dari sebuah gagasan yang di
kemukakan oleh A.H Nasution. Beliau menginginkan militer tidak hanya bergelut pada
bidang pertahanan dan keamanan negara, namun ikut juga bergelut pada bidang sosial politik
dan ikut berperan arah kebijakan politik yang ada di indonesia. Konsep dwi fungsi ABRI
diasumsikan sebagai jiwa, ambisi dan semangat dalam melaksanakan pengabdian. ABRI
bersama-sama dengan kekuatan pejuang lainnya memiliki tugas serta tanggung jawab untuk
memperjuangkan bangsanya, baik dalam bidang pertahanan dan keamanan atau dalam bidang
kesejahterahan bangsa demi terwujudnya tujuan nasional menurut Dasar Negara dan UUD
1945.2
Namun dengan dibentuknya kebijakan dwi fungsi ABRI dan di implementasikan
dalam kehidupan bermasyarakat di masa orde baru pastilah memiliki dampak yang positif
bagi Masyarakat dan bisa saja menjadi dampak yang negatif dalam kehidupan Masyarakat.
Dalam artikel ini penulis ingin menyampaikan mengenai respon Masyarakat dengan di
implementasikannya kebijakan dwi fungsi ABRI di masa itu.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode histori, metode historis ini
terdiri dari empat proses yaitu Heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. 3Yang
pertama adalah Heuristik yang artinya proses/kegiatan mengumpulkan sumber atau data yang
ada di masa lalu.
Heuristik merupakan bagian awal dalam metode penelitian Sejarah berupa aktivitas
mencari, menemukan dan megumpulkan sumber sebanyak-banyaknya untuk dijadikan bahan
dalam memasuki tahap berikutnya. Sumber Sejarah dapat berupa sumber material, sumber
tertulis dan sumber lisan. Heuristic pada metode penelitian sejarah digunakan untuk mencari
sumber skunder seperti buku, jurnal, dan dokumen yang berkaitan. Yang kedua adalah kritik
sumber atau tahan verifikasi yang berfungsi untuk memperoleh keabsahan sumber. 4
Yang ketiga interpretasi adalah Upaya untuk menafsirkan dan menganalisis fakta
sejarah sehingga seluruhnya menjadi logis dan seragam. Sebagai tahap terahir dalam metode
penelitian sejarah, Historiografi merupakan cara penulisan, pelaporan, dan pemaparan dasi
hasil sebuah penelitian sejarah yang telah dilakukan. Pelaporan penelitian ilmiah, penulisan

2
I Putu Nopa Suryawan and I Ketut Laba Sumarjiana, “Ideologi Dibalik Doktrin Dwifungsi Abri,” Jurnal Santiaji
Pendidikan (JSP) 10, no. 2 (2020): 182–91, https://doi.org/10.36733/jsp.v10i2.1092.
3
- Dudung Abdurahman, “Metodologi Penelitian Sejarah Islam,” Penerbit Ombak, 2011, 10–11.
4
Syifa S. Mukrimaa et al., “No Metode Kualitatif Dan Kuantitatif,” Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah
Dasar 6, no. August (2016): 128.
hasil penelitian sejarah itu seharusnya dapat memberikan ilustrasi lebih jelas mengenai proses
penelitian sejak awal hingga akhir(kesimpulan) 5.
Hasil dan Pembahasan
1. Latar Belakang Munculnya Kebijakan Dwi Fungsi ABRI
Kebijakan dwi fungsi ABRI pertama kali berasal dari gagasan Jendral Besar
yakni Abdul Haris Nasution. Gagasan ini muncul akibat ketartarikanya dengan
pemikiran Karl von Clausewitz yaitu seorang jendral perang yang juga berperan
sebagai ahli strategi militer dari Prusia. Pemikiran Cluasewitz yang membuat A.H
nasution tertarik adalah tenrang perang yang selalu mengkaitkan aspek militer dengan
aspek-aspek lain seperti aspek politik, sosial dan ekonomi. Clausewitz dalam
pandanganya menyatakan bahwa perang bukan sekedar digunkan untuk aktivitas
militer dan hanya dalam perspektif militer saja, namun militer merupakan
kesinambungan politik dengan model lain. Oleh karena itu, perang dapat dikatakan
sebagai suatu tindakan politik. dengan demikian politik dan militer merupakan satu
kesatuan yang secara formal saja terpisah, namun dalam tingkat dan hakikatnya
merupakan sebuah satu kesatuan yang diibaraktan sebagai sisi-sisi dari sebuah benda.
Jendral A.H Nasution mencoba mengusulkan gambaran ikatan antara sipil-militer
yang memuat didalamnya bersifat akomodatif(keleluasaan) dan kompromis.
Maksutnya adalah hubungan sipil-militer di Indonesia harus diidentifikasi dengan
suatu kerja sama yang kuat dan harmonis antar keduanya. Dalam pengambilan
keputusan politik tingkat tinggi, baik politisi sipil ataupun perwira ABRI harus secara
bersama-sama ikut terlibat. 6
Pada bulan Oktober 1958 usulan dari Jendral A.H Nasution belum juga
mendapat respom seperti yang diharapkan, hal ini terjadi karena keadaan politik pada
tahun itu seakin memanas dan diikuti adanya kekhawatiran akan terjadinya sebuah
kudeta ABRI. Kemudian Jendaral A.H Nasuition merumuskan konsep Dwi fungsi
ABRI yang bertepatan dengan hari jadi Akademi Militer Nasional (AMN) yang
pertama di Magelang pada tanggal 11 November 1958. Ruusan konsep tersebut
adalah konsep “Jalan Tengah”atau disebut juga sebagai the Armies’ middle way.

5
Dudung Abdurahman, “Metodologi Penelitian Sejarah Islam.” “Metodologi Penelitian Sejarah
Islam.” Penerbit Ombak, 2011, 10–11.

6
Anwar Anwar, “Dwi Fungsi ABRI : Melacak Sejarah Keterlibatan ABRI Dalam Kehidupan Sosial Politik Dan
Perekonomian Indonesia,” Jurnal Adabiya 20, no. 1 (2020): 23, https://doi.org/10.22373/adabiya.v20i1.6776.
Konsep ini desebut sebagai konsep jalan Tengah karena A.H Nasition menginginkan
bahwa Abri tidak ingin hanya sebagai alat belaka dari pemerintah yang dikuasai oleh
politisi sipil, namun juga tidak menginginkan peranan ABRI menguasai politik secara
mutlak seperti negara-negara lain.
Konsepsi “jalan Tengah” yang dirumuskan oleh A.H Nasution semakin
eksplisit dengan adanya doktrin perjuangan TNI AD Tri Ubaya Cakti yang merupakan
hasil seminar dari Angkatan Darat-I pada 2 September 1965. Dan dipertegas lagi
dengan doktrin Angkatan Darat-II yang dilaksankan di Bandung pada 25-30 Agustus
1966. Melalui ini untuk pertama kalinya memformulasikan Dwifungsi ABRI.
Kebijakan Dwi Fungsi ABRI secara resmi telah disetujui dengan dikeluarkanya
Undang-undang No.20 Tahun 1982 dengan itu landasan hukum Dwifungsi ABRI
menjadi lengkap seperti landasan konstitual dan landasan hukum terutama fungsi
ABRI sebagai kekuatan sosial politik.
2. Implementasi Kebijakan Dwifungsi ABRI dalam Bidang Sosial Politik
Keterlibatan ABRI dalam bidang sosial politik pada masa orde baru berjalan
melebihi tujuannya. Pada masa orde baru peran ABRI semakin meningkat, sedangkan
peran partai politik semakin redup. Berbeda dari tujuan awal dibentuknya kebijakan
ini, dimana kebijakan ini semula ABRI diharapkan tidak lagi menjadi alat sipil
semata, tetapi tidak juga dijadikan sebagai rezim militer, ternyata pada masa
7
pemerintahan Presiden Soeharto memainkan peran yang melampau jauh.
Pada masa orde baru yang paling mendasar adalah keikutsertaan ABRI dalam
proses pengambilan keputusan politik nasional dengan tujuan untuk mencegah
diambilnya keputusan politik yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan
Proklamasi. Sehingga dengan adanya pandangan tersebut menjadi karakteristik
pemerintahan orde baru dalam bidang sosial politik dimana kemunculan Dwifungsi
ABRI sebagai kekuatan politik yang ditandai dengan duduknya anggota ABRI dalam
berbagai jabatan (eksekutif) baik di pusat maupun daerah dan adanya porsi khusus
untuk sejumlah anggota ABRI di lembaga legeslatif yang diangkat tanpa memalui
prosedur pemilu.
Menurut Bilveer Singh mengemukakan faktor yang difokuskan terhadap
perluasan peran ABRI dalam aspek sosial politik dan ekonomi, yaitu sebagai berikut:

7
Nurkhasanah Leni, “Keterlibatan Militer Dalam Kancah Politik Di Indonesia,” Jurnal Tapis: Jurnal Teropong
Aspirasi Politik Islam 9, no. 1 (2013): 45.
1. Kegagalan yang dilakukan oleh politisi sipil mendorong ABRI untuk
memainkan peran sosial politik lebih luas.
2. ABRI dianggap sebagai penyelamat nasional satu-satunya, melihat dari
beberapa krisis negara yang telah ditangani oleh ABRI.
3. ABRI dianggap sebagai satu-satunya kekuatan yang dapat menjamin
Pancasila tetap menjadi ideologi nasional. 8

Jadi, melihat dari argument diatas dapat dipahami bahwa ABRI dianggap
memiliki cakupan cukup besar dalam kemajuan sosial politik pada masa orde baru
karena dianggap sebagai kekuatan yang mutlak. Dalam pelaksanaanya abri sendiri
memiliki 2 buah fungsi, yakni sebagai berikut:

1. Fungsi ABRI sebagai Dinamisator


Fungsi dinamisator adalah dimana ABRI harus memiliki kemampuan
untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan rakyat, yang tujuanya untuk
merasakan dinamika masyarakat, untuk memahami kebutuhan rakyat,
menampung aspirasi-aspirasi masyarakat. Hal tersebut memungkinkan
ABRI untuk secara nyata membimbing dan mendorong rakyat untuk
berpartisipasi dalam Pembangunan. Fungsi ABRI sebagai dinamistator
dicontohkan dengan adanya program ABRI masuk ddesa atau manunggal
desa. ABRI masuk desa maksutnya untuk melakukan kegiatan pengabdian
kepada Masyarakat seperti ikut membangun jembatan, menggali sumur
dan pengabdian masyarakat lainya.9
2. Fungsi ABRI sebagai Stabilisator
Selain memiliki kemampuan komunikasi dan interaksi dengan rakyat,
kesadaran nasionalisme yang tinggi yang dimiliki oleh setiap prajurit ABRI
merupakan suatu pencegah adanya pengaruh negatif dari budaya dan nilai-
nilai dari luar(asing). Sifat-sifat yang dimiliki ABRI seperti sifat realistis
dan pragmatis dapat membawa rakyat agar dalam mengatasi masalah
selalu berlandaskan tata pilar, sehingga dengan demikian Masyarakat dapat
menentukan seara tepat prioritas permasalahan utama. Dengan demikian
permasalahan akan berkurang keteganganya, keresahan dan gejolak yang

8
Dede Wahyu Firdaus, “Kebijakan Dwifungsi Abri Dalam Perluasan Peran Militer Di Bidang Sosial-Politik Tahun
1965-1998,” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2013): 1689–99.
9
Suryawan and Sumarjiana, “Ideologi Dibalik Doktrin Dwifungsi Abri.”
melanda rakyat dimana mereka sedang bersemangat melaksanakan
pembangunan. 10
Dengan demikian, berdasarkan pendapat informan dapat dijelaskan
bahwa ABRI juga ikut duduk di dalam pemerintahan. ABRI di Majelis
Permusyawaratan Rakyat(MPR) berperan mengamankan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan di DPR(Dewan Permusyawaratan
Rakyat) ABRI berperan sebagai stabilisator dan dinamisator. ABRI
mempunyai jatah 20 % dan tidak dapat diganggu gugat.
3. Implementasi Kebijakan Dwifungsi ABRI dalam Bidang Ekonomi
Dalam pelaksanaan kebijkan dwifungsi ABRI pada bidang ekonomi tidak jauh
berbeda dengan keterlibatanya pada bidang sosial politik. ABRI dilibatkan
penugakaryaan pada program PELITA. Pada masa orde baru, peran ABRI dalam
bidang ekonomi yang dimaksudkan adalah mengamankan momentum Pembangunan
yang dijalankan. Selain itu, peran ABRI digunakan untuk menjamin pengalihan dana
yang tetap ke kas Angkatan darat tanpa menimbulkan kekacauan ekonomi. Sehingga
para petinggi ABRI ditugaskan dalam berbagai sektor usaha negara. Pertamina
menjadi salah satu sektor usaha negara dari BUMN yang dipakai untuk mengisi kas
AD. 11
Perusahaan lain yang dikuasai oleh ABRI adalah Bulog. Perusahaan ini
dipimpin oleh Letnan Jenderal Tirtosudiro yang berdiri pada tahun 1966. Pada saat itu
tuhas bulog adalah pembelian beras untuk pegawai negara dan ABRI, tidak hanya
beras kemudian ditambah juga bahan pangan yang lain untuk mempertahankan
stabillitas harga. Selain perusahanan milik negara seperti BUMN, beberapa badan
usaha yang dinaungi oleh koperasi dan Yayasan juga melibatkan ABRI didalamnya.
Alasan didirikan badan usahan ini adalah karena biaya rutin negara yang tidak bisa
mencukupi, sehingga mereka perlu anggaran tambahan untuk memcukupi
kesejahteraan anggotanya. Oleh kerena hal tersebut, banyak Yayasan dan koperasi
yang berleber Angkatan darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara dan kepolisian
tumbuh menjamur kala itu.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwasanya seiring dengan keterlibatannya
dalam bidangsosialpolitik,ABRIjugaberperan dalam sosial ekonomi walaupun pada

10
Suryawan and Sumarjiana, 187.
11
Hadi Wahyono Dwi and Kasuma Gayung, “Propaganda Orde Baru 1966-1980,” Verleden 1, no. 1 (2012): 1–
109.
awalnya hanya sebatas pada usaha pengamanan perusahaan swasta nasional
peninggalan perusahaan asing. Namun pada masa pemerintahan Orde Baru Dwifungsi
ABRI dikukuhkan bahkan perannya lebih luas. Hampir semua sektor ekonomi
strategis dikuasai oleh ABRI.
4. Kesimpulan
Kebijakan Dwifungsi ABRI yang dirumuskan oleh Jendral A.H Nasution yang
bertujuan untuk menjaga keharmonisan dan kerja sama antara sipil-militer. Namun,
pada masa orde baru peran ganda ABRI justru menjadi hal yang super power, hal ini
terjadi karena adanya kegagalan politisi sipil yang mendorong ABRI untuk berperan
pada bidang sosial politik. ABRI juga diberikan jatah khusus untuk duduk pada
Lembaga eksekutif fan legeslatif. ABRI dalam bidang sosial politik memiliki 2 buah
fungsi yang disebut sebagai fungsi Dinamistator dan fungsi stabilistator, sert ikut serta
dalam menjalankan sektor usaha milik negara seperti Pertamina dan Bulog.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Anwar. “Dwi Fungsi ABRI : Melacak Sejarah Keterlibatan ABRI Dalam Kehidupan
Sosial Politik Dan Perekonomian Indonesia.” Jurnal Adabiya 20, no. 1 (2020): 23.
https://doi.org/10.22373/adabiya.v20i1.6776.
Dudung Abdurahman, -. “Metodologi Penelitian Sejarah Islam.” Penerbit Ombak, 2011, 10–
11.
Firdaus, Dede Wahyu. “Kebijakan Dwifungsi Abri Dalam Perluasan Peran Militer Di Bidang
Sosial-Politik Tahun 1965-1998.” Journal of Chemical Information and Modeling 53,
no. 9 (2013): 1689–99.
Hadi Wahyono Dwi, and Kasuma Gayung. “Propaganda Orde Baru 1966-1980.” Verleden 1,
no. 1 (2012): 1–109.
Leni, Nurkhasanah. “Keterlibatan Militer Dalam Kancah Politik Di Indonesia.” Jurnal Tapis:
Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam 9, no. 1 (2013): 45.
Mukrimaa, Syifa S., Nurdyansyah, Eni Fariyatul Fahyuni, ANIS YULIA CITRA, Nathaniel
David Schulz, ‫د‬. ‫غسان‬, Tukiran Taniredja, Efi Miftah. Faridli, and Sri Harmianto. “No
Metode Kualitatif Dan Kuantitatif.” Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah Dasar
6, no. August (2016): 128.
Suryawan, I Putu Nopa, and I Ketut Laba Sumarjiana. “Ideologi Dibalik Doktrin Dwifungsi
Abri.” Jurnal Santiaji Pendidikan (JSP) 10, no. 2 (2020): 182–91.
https://doi.org/10.36733/jsp.v10i2.1092.

Anda mungkin juga menyukai