Anda di halaman 1dari 5

Fauzy Ahmad Nafis Azizi

NIM : 185120500111008
KELAS : A-3 Ilmu Politik

1. Trajektori studi politik Indonesia menawarkan bentangan fenomena politik, yang


menantang para peneliti, untuk melakukan kajian lebih jauh dengan perspektif dan
lokus analisa tertentu. Dalam konteks dinamika kekuatan politik di Indonesia,
pendekatan historis merupakan salah satu cara memahami konstelasi dan kontestasi
kekuatan politik. Elaborasi bagaimana analisis atau eksplanasi terhadap
dinamika kekuatan politik di Indonesia dilakukan?
Jawab:
Ada 3 fokus analisis terhadap dinamika kekuatan politik di Indonesia yang mana
dikategorikan sebagai berikut, yaitu : 1) trajektori politik Indonesia era kolonial dan
pasca kolonial awal (1945-1966) . 2) trajektori politik Indonesia pasca kolonial. 3)
trajektori politik Indonesia pasca reformasi.
 Trajektori Politik Indonesia Era Kolonial dan Pasca Kolonial Awal (1945-1966)
Fase trajektori politik era kolonialisme ini dititikberatkan pada pembacaan
politik Indonesia dengan melihat basis sosial-ekonomi dan budaya politik
masyarakat.
Dari kacamata analisa tersebut muncul kajianmendalam tentangstruktursosial
masyarakat Indonesia yang dikaji oleh JSFurnivall. Dalam studinya, Furnivall
(1939) memandang bahwa strukturmasyarakat Hindia Belanda bukanlah sebuah
kesatuan entitas masyarakatyang homogen melainkan masyarakat yang plural
yang dihubungkan olehinteraksi dan relasi ekonomi. Konsep
‘plural society’ Furnivall sedikit banyak telah menjelaskan bahwa di dalam
masyarakat yang plural terdapat beberapa sistem sosial yang saling berdampingan
satu sama lain tanpakesatuan politik yang konkret. Furnivall juga menekankan
bahwa pembagian kerja didasarkan pada golongan etnisitas dan interaksi di antara
mereka hanya terjadi di pasar dalam mekanisme transaksional. Struktural sosial
tersebut biasa kita kenal dengan sebutan abangan, santri dan priyayi. Menurut
Gertz (1981, hh. VII-VIII) masyarakat pada zaman tersebut aktif dalam
membentuk dan mengorganisasi simbol-simbol sebagai sarana untuk
mengaktualisasikan integrase dalam struktur sosial tersebut.
 Trajektori Politik Indonesia Pasca Kolonial
Terjadi pada masa orde baru yang mana analisis ini fokusnya pada kajian
tentang karakter negara Orde Baru dan relasinya dengan masyarakat dan kapitalis.
Analisis dari kajian ini melihat negara sebagai aktor kunci dalam kontestasi
politik. Orde Baru dikenal sebagai negara yang otonom dan berdiri sendiri tidak
terikat dari kontrol masyarakat karena negara tumbuh lebih kuat dari masyarakat
setempat. Peneliti Indonesia menemukan perubahan yang mendasar secara masif
telah terjadi dalam perekonomian Indonesia ketika kelompok pengusaha yang
telah terbentuk dan berjalan di tingkat Internasional.
 Trajektori Politik Indonesia Pasca Reformasi
Setelah turun nya Soeharto pada 1998, kajian politik Indonesia mengalami
pergeseran fokus kajian dalam cara ilmuwan menganalisa politik Indonesia.
Trajektori politik Indonesia pasca reformasi menjelaskan tentang munculnya
aktor-aktor politik yang bersifat informal yang juga berkompetisi satu sama lain
dan mengambil alih sebagian peran dan kapasitas negara.
Kajian politik Indonesia dalam trajektori pasca reformasi sedikit banyak
menjelaskan tentang munculnya aktor-aktor politik informal yang berkompetisi
satu sama lain dan mengambil alih sebagian peran dankapasitas negara. Dalam
periode ini, muncul analisa tentang “local bossism” oleh John T. Sidel (2005)
yang menganalisa praktek informal politics di Indonesia, Filipina, dan Thailand.
Fenomena local bossism dipahami sebagai munculnya local strongmen yang
mengisi ruang ketidakhadiran negara dalam konteks lemahnya kapasitas fungsi
negara. Namun, praktek local bossism tidak boleh semata-mata dipahami dalam
konotasinya yang negatif dan destruktif karena dalam realitasnya, kehadiran local
bossism justru berhasil menarik modal dan investasi yang implikasinya pada
pertumbuhan ekonomi.
2. Ketika Orde Baru, muncul istilah ABG atau ABRI-Birokrasi-Golkar. Ketiga
Kekuatan politik ini menjadi episentrum kekuasaan di Indonesia. Dominasi dan
hegemoni yang dilakukan tak hanya pada suprastruktur politik, tetapi juga pada
infrastruktur politik.
a) Jelaskan bagaimana ketiga kekuatan tersebut tumbuh dan berkembang,
serta elaborasi posisi dan peran politik ketiganya !
b) Jelaskan bagaimana relasi ketiganya dapat terkonsolidasi dan menjadi
kekuatan politik determinan di Indonesia pada masa Orde Baru ?
c) Jelaskan bagaimana implikasi keberadaan ketiganya terhadap
pelembagaan kekuatan politik yang lain ?

Jawab :

a) ABG atau ABRI Birokrasi Golkar berkembang selama 32 tahun


terutama dalam memanfaatkan birokrasi pemerintah, menurut Eep
Saefulloh Fatah (1998) terbangun melalui setidaknya empat proses.
Pertama, sentralisasi. Orde baru memilih model pengelolaan kekuasaan
yang sentralistis dalam birokrasi. Pada awal kelahiran Orde Baru,
penguasa berdalih bahwa sentralisasi (salah satunya dalam bidang
birokrasi) adalah satu-satunya pilihan yang tersedia untuk menyokong
proyek stabilisasi ekonomi dan politik secara cepat.
Kediktatoran atau kekuasaan Soeharto membuat dia menjadi seseorang
yang memiliki peran sosial politik yang berdampak besar terhadap
Angkatan Besar Republik Indonesia disingkat ABRI. Hubungan antara
sipil dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dilaksanakan
dengan penuh rasa tanggung jawab. Hal tersebut dikarenakan agar dapat
menciptakan dan menjaga stabilitas dan ketepatan yang sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan yang disepakati. Pada saat Soeharto berkuasa, dan
kekuasaannya yang dapat dikatakan sangat lama, dia melakukan
propaganda melalui media-media yang ada pada era tersebut yaitu era
Orde Baru. Pada saat itu media yang ada berhasil mendongkrak suara
Golkar pada Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1977. Slogan yang
dicetuskan media pada masa itu adalah “Yang Apatis Terhadap Pemilu
Adalah Pengkhianat”. Dengan slogan tersebut, memaksa rakyat untuk turut
mendukung jalannya hasil pemilihan umum.
b) Relasi antara ketiganya yaitu ABRI Birokrasi dan Golkar dan menjadi
kekuatan politik pada saat orde baru yaitu militer sebagai stabilisator,
birokrasi sebagai penggerak, dan golkar sebagai penjaga. Dimana Peran
militer dalam politik Indonesia semakin kuat ketika Jenderal Abdul Haris
Nasution memperkenalkan konsepsinya tentang Dwifungsi ABRI atau
yang saat itu dikenal sebagai konsepsi "Jalan Tengah" pada 1958. Konsep
"Jalan Tengah" sendiri sebenarnya dibentuk oleh Nasution untuk
mengupayakan pembatasan peran dan keterlibatan militer dalam politik,
terutama dalam hal pengambilalihan kekuasaan pemerintah dari tangan
sipil. Namun, menurut Nasution, militer juga tidak boleh "buta" sama
sekali dengan politik, bagi Nasution militer harus sadar dan mengerti
politik dan tata Negara.
Birokrasi kemudian menjalankan perannya dalam pemerintahan Orde
Baru sebagai pembangun jaringan dan struktur yang berfungsi sebagai
penjamin terlaksananya kebijakan pemerintah kepada masyarakat agar
lebih efektif dan efisien. Di era Orde Baru, bila militer menjadi stbilisator
dan birokrasi sebagai regulator dan penggerak, maka Golkar menjadi
penjaga kans kekuasaan militer dalam pemilihan umum sebagai kendaraan
politik yang sejajar dengan partai politik.
c) Pada masa Orde Baru, terdapat pengerucutan dan penyederhanaan
partai politik sehingga hanya tersisa dua partai politik yaitu Partai
Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan Pembangunan. Selain kedua
partai tersebut, muncul organisasi yang berperan aktif dalam perpolitikan
saat itu yakni Golongan Karya. Keberadaan dan eksistensi organisasi ini
dalam proses demokrasi masa Orde Baru dilegalkan melalui UU No. 3
Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya, sehingga
pemerintah hanya mengakui dua buah partai politik yakni Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu
Organisasi Sosial yakni Golongan Karya. Presiden Soeharto menempatkan
militer/ ABRI menjadi instrument penting dalam menjaga stabilitas
kebijakan kooperatisme. Dengan dalih menjada stabilitas, presiden
soeharto memberikan banyak peran istimewa, menempatkan banyak
perwira sebagai mentri, gubernur, walikota, bupati, dan lain sebagainya.
Posisi istimewa ABRI tidak hanya pada ruang politik, namun berada pada
runag yang lain seperti ekonomi. Pemerintahan orde baru menempatkan
banyak perwira aktif dalam lembaga lembaga strategis pemerintahan
atupun di direktur utama BUMN dan BUMN. Hal ini dilakukan untuk
memuluskan jalan Soeharto dalam menjalankan pemerintahannya yang
diktator.
REFERENSI

Dwi Wahyono Hadi, G. K. (2012). Propaganda Orde Baru. Verledeen.

Kamil, H. N. (2009). Militer dan Kekuatan Politik: Studi Tentang Keterlibatan TNI dalam
Perpolitikan Nasional Era 1945-1998. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Purnaweni, H. (2004). Demokrasi Indonesia: Dari Masa Ke Masa. Jurnal Administrasi


Publik, 3(2).

Tirto.id/dwifungsi-abri-dan-jalan-terbuka-politik-tentara-cC1R diakses pada tanggal 24


Oktober 2019 pukul 21.00

Anda mungkin juga menyukai