Anda di halaman 1dari 12

RESUME BUKU

“SISTEM POLITIK INDONESIA: Kestabilan, Peta


Kekuatan Politik, dan Pembangunan”

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Politik

Dosen Pengampu: Dr.H. Nurudin Siraj, Drs., MA., M.Si.

Oleh:

1. Sulaimah (120100150)
2. Avissa Abli Umayyah (120100152)
3. Ghina Fikriya Putri (120100163)

KELAS E

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL & POLITIK

UNIVERSITAS GUNUNG JATI

2020
Keterangan Buku

Penulis: Arbi Sanit

Halaman: 114 halaman

Cetakan ke-: 18 (delapanbelas)

Tahun terbit: 2015

Penerbit: PT RajaGrafindo Persada, Jakarta


BAB 1

Kestabilan Politik dan Peta Politik

Tidak kurang dari 25 buah kabinet yang memerintah di Indonesia selama Indonesia
merdeka. Dari jumlah tersebut hanya 7 kabinet yang berhasil memerintah selama 12
sampai 23 bulan. Lalu terdapat 12 kabinet yang berumur antara 6 sampai 11 bulan. Dan 6
buah kabinet yang hanya bisa bertahan di antara 1 sampai 4 bulan.

Demikian salah satu gambaran dari ketidakstabilan politik Indonesia, yakni di lihat
dari kesempatan yang tersedia bagi setiap pemerintah (kabinet) untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapinya. Dalam pada itu terdapat 45 buah protes melaluí
sumber daya, 83 huru-hara (kerusuhan) dan 615.000 kematian yang disebabkan kekerasan
politik di antara tahun 1948 dan 1967. Betapa rapuhnya kestabilan politik di Indonesia.

Kalau ketidakstabilan yang terdahulu lebih bersumber daripada kelemahan elit untuk
bekerja sama satu sama lain, maka yang terakhir ini lebih disebabkan oleh belum
melembaganya struktur dan prosedur politik yang mampu memberi tempat kepada
masyarakat luas untuk mengambil bagian di dalam proses politik.

Oleh karena itu adalah logis program politik Orde Baru pada awal kekuasaannya untuk
menegakkan kestabilan politik untuk memberi landasan kepada pembangunan. Secara
teoritis, stabilitas politik banyak ditentukan oleh 3 variabel yang berkaitan satu sama lain,
yakni perkembangan ekonomi yang memadai, perkembangan perlembagaan baik struktur
maupun proses politik, dan partisipasi politik.

Kesimpulan bahwa masalah politik yang penting pada masa ini bersumber dari
perkembangan industri yang cepat. Dengan cepat perkembangan industri tersebut
memperbesar jumlah buruh tidak ahli yang berasal dari pedesaan, karena masyarakat tidak
mampu menyediakan tenaga ahli sesuai dengan kecepatan perkembangan kebutuhan
Industri akan tenaga ahli. Akibatnya pengangguran menjadi masalah politik yang perlu
diselesaikan dengan segera. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab dari penerimaan
masyarakat, terutama kaum buruh Jerman kepada Litler dengan harapan Hitler akan
membawa perubahan yang mendasar bagi sistem politik dan sosial Jerman pada waktu itu.

Bagi Indonesia yang tidak kurang dari 70 persen penduduk hidup dalam sektor
pertanian, kenyataan sejarah di atas masih bermakna untuk diperhatikan. Persoalan pokok
adalah bagaimana menyeimbangkan antar daya serap tenaga kerja dari semua sektor
ekonomi dengan persediaan tenaga kerja yang ada di dalam masyarakat. Kecenderungan
ini menyebabkan tumbuhnya potensi radikal pada petani di pedesaan dan lapisan bawah
masyarakat di kota, karena rasaketidakpuasan serta perasaan tidak aman tentang kehidupan
baik masa kini maupun masa yang akan datang. Para ahli yang meneliti sebab-sebab yang
hakiki dari relatif mudahnya Partai Komunis Indonesia (PKI) menggerakkan massa petani
untuk melakukan aksi sepihak pada awal tahun enampuluhan, melihat bahwa
ketidakpuasan di kalangan petani menyebabkan mereka lebih mudah tertarik ke dalam
taktik perjuangan PKI, seperti pembagian tanah dan lain-lain.

Demikian pula dengan terjadinya peristiwa Bogor dan Sukabumi dalam tahun 1964
peristiwa Bandung tahun 1973, dan mungkin sekali peristiwa Jakarta dalam bulan Januari
tahun 1974; sebab hakiki dari peristiwa-peristiwa tersebut jauh terletak pada rasa
ketidakpuasan umum terhadap suasana kehidupan yang dirasakan oleh masyarakat. Di
samping kesemuanya itu, dalam situasi di mana “perkembangan ekonomi yang tidak
diimbangi oleh perluasan partisipasi masyarakat secara politik, sukar pula diharapkan
terpeliharanya kestabilan politik.”

Kalau kita perhatikan perkembangan politik Indonesia semenjak merdeka, perhatian


masyarakat terhadap politik lebih banyak terangsang daripada perhatian kepada
perkembangan ekonomi. Perkembangan partai yang pesat di dalam tahun lima puluhan.
pembentukan lembaga-lembaga politik seperti Front Nasional, Paran, KOTI, dan lain-lain
di dalam tahun enampuluhan; lebih memberi tempat kepada partisipasi dan pengerahan
masyarakat secara politik.

Kepercayaan massa kepada kepemimpinan karismatis dari presiden Soekarno di masa


sistem politik demokrasi terpimpin banyak pula berpengaruh kepada kestabilan politik
dalam jangka pendek. Lalu kestabilan politik dalam waktu tidak begitu lama dipengaruhi
pula oleh seni dan keahlian berpolitik lainnya, seperti kemampuan untuk berkompromi di
antara pihak yang beroposisi. Apabila jabatan politis sudah diisi, maka jabatan tersebut
biasanya akan dihadapkan dengan kenyataan bahwa mengatur organisasi yang dibawahi
oleh jabatan tersebut tidak lebih mudah daripada memperolehnya.

Sukar untuk mengatakan bahwa perkembangan ekonomi, pelembagaan struktur dan


proses politik, dan partisipasi politik mempunyai pengaruh yang tidak berarti kepada
stabilitas politik dalam jangka pendek. Akan tetapi adalah jelas bahwa ketiga faktor
stabilitas politik tersebut amat menentukan bagi stabilitas dalam jangka panjang.

Lalu tercetusnya ketidakpuasan massa terhadap kepemimpinan Presiden Soekarno di


dalam tahun 1965, banyak didorong oleh gabungan antara kemerosotan ekonomi dan
semakin banyak kekuatan politik yang tidak memperoleh kesempatan untuk berperan di
dalam arena politik. Mahasiswa sebagai kekuatan politik yang sudah perlu diperhatikan
malah diperkecil pengaruhnya antara lain melalui usaha membubarkan HMI. Artinya di
samping mampu melandasi perkembangan ekonomi, sistem politik hendaklah pula
membuka dirinya sendiri terhadap perubahan-perubahan yang tumbuh sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi.

Bab 2
Partai Politik: Partisipasi Politik dan Legitimasi Sistem Politik

Sistem Politik
Masyarakat yang secara minimal mengenal berbagai sistem politik di dunia dan
mencoba mempraktekkan salah satu atau kombinasi sistem politik yang dikenalnya.
Demikian halnya dengan partai politik yang sebelum kemerdekaan sudah menghadapi
berbagai masalah kehidupan partai. Para perintis kemerdekaan sudah memikirkan sistem
kepartaian apa yang akan dikembangkan di Indonesia, namun mereka tidak berkesempatan
mempraktekkan pemikiran-pemikiran mereka. Di samping itu, perkembangan ekonomi dan
kemasyarakatan belum memberi kesempatan meletakkan dasar-dasar kehidupan partai
politik yang diharapkan.

Pengorganisasian Partai Politik


Ikatan primordial yang mencakup agama, suku, dan kedaerahan berpengaruh terhadap
pengorganisasian partai-partai politik dan hubungannya dengan massa jelas sekali terlihat
seperti pada masa perjuangan kemerdekaan. Sementara itu, organisasi kepentingan seperti
organisasi-organisasi wanita, pemuda, veteran, buruh, petani, dan lain-lain membentuk
suatu aliran politik. Banyak peneliti politik Indonesia setuju memakai istilah “bapakisme”
untuk menyimpulkan sifat-sifat kepemimpinan di Indonesia. Sifat ini menunjukkan pada
kita bahwa hubungan pemimpin dengan yang dipimpin seperti hubungan antara anak dan
bapak. Anak harus setia dan patuh pada bapak dan sebaliknya bapak harus mengayomi
anaknya.
Sifat kepemimpinan “bapakisme” ini mempersulit penggantian pemimpin partai, oleh
karena pengikut sulit untuk menarik kesetiaannya pada pemimpin. Apalagi bila pemimpin
memang memenuhi kewajiban pengayomannya. Pola kepemimpinan ini mengakibatkan
ketertutupan lingkaran kehidupan politik yang mana dapat memicu kurangnya pemikiran-
pemikiran baru yang masuk ke dalam kehidupan politik.

Pengelompokan Partai
Faktor sejarah, sifat-sifat hubungan masyarakat, kemampuan organisasi elit, dan sikap
ideologi berpengaruh negatif pada kehidupan partai politik. Namun, seringkali pemimpin
cenderung mempermasalahkan jumlah partai yang terlalu banyak sebagai masalah pokok
di balik lemahnya partai. Masalahnya ialah apakah dengan menyederhanakan jumlah
partai, perbaikan kehidupan partai dapat dilaksanakan.
Usaha penyederhanaan partai politik dengan menyederhanakan jumlah partai politik
dilakukan pada masa Orde Baru dengan hanya mengizinkan tiga parpol dan satu golongan
karya untuk mengikuti pemilu setelah tahun 1971. Berhasil atau tidaknya akan diukur dari
perkembangan sejarah. Tidak mudah memperkirakan kemungkinan yang akan dialami dari
pendekatan tersebut.

BAB 3
Angkatan Bersenjata: Pembangunan dan Pembaruan Politik

Memperoleh kekuasaan merupakan suatu tujuan di dalam kehidupan politik. Di


samping itu kekuasaan yang sudah dipunyai itu, merupakan pusat kegiatan yang tidak
penting dan meminta perhatian dari kegiatan yang pertama Tidak terkecuali bagi ABRI
yang sekarang berperan sebagai aktor utama arena politik Indonesia, kedua masalah di atas
mesti pula yang dikendalikan. Oleh karena itu di dalam kehidupan politik Indonesia dan
prosedur yang bagaimana yang dicapai ABRI untuk menjaga kelangsungan perannya di
bawah simbol-simbol pembangunan yang sekarang sedang dalam proses.
Munculnya militer dipanggung politik, sosial dan ekonomi negara-negara berkembang,
berpangkal kepada lemahnya pihak sipil untuk mengendalikan kesemua unsur-unsur
kehidupan masyarakat.
Umpamanya di dalam masa sistem politik Demokrasi Konstitusional di Indonesia, tidak
satupun kabinet yang berumur lebih dari 23 bulan. Di samping itu, menjelang pemilihan
umum tahun 1955 pertumbuhan partai begitu cepat sehingga tidak kurang dari 28 buah
partai yang muncul di dalam DPR hasil pemilihan tersebut.
Sekiranya pandangan yang dikemukakan di atas mendekati kebenaran, maka
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kemampuan militer untuk mengelola
kehidupan politik di Indonesia. Peneliti politik cenderung melihat keunggulan militer
terutama terletak di dalam bidang organisasi. Herman Finer misalnya mengetengahkan
bahwa "tentara lebih terorganisir daripada sipil. melalui sentralisasi komando, hirarki,
disiplin, komunikasi intern yang lancar, dan esprit de corps". Sukar dikatakan bahwa sipil
tidak mempunyai sifat-sifat ini, akan tetapi bagaimanapun juga sipil tidak memupuk sifat-
sifat tersebut secara sistematis dan utuh.
Militer lebih mengesankan hubungan dengan negara secara keseluruhan simbol-simbol
seperti sangsaka kepangkatan pahlawan kesatuan juga merangsang berkembangnya
keterikatan tersebut diatas dengan kata lain militer lebih mampu mengembangkan
keterikatan melalui simbol kondensasi.
Bergesernya ABRI ke bidang politik sosial dan ekonomi berjalan dalam waktu yang
cukup lama proses itu meminta waktu 20 tahun. ABRI meyakinkan diri untuk berperan
sebagai kelompok utama dalam proses kehidupan politik Indonesia secara keseluruhan.
Dapat dikemukakan bahwa kemampuan politisi sipil memberikan kepuasan kepada militer
sesuai dengan politis yang diperoleh di bidang bersenjata tidak menyokong usaha-usaha
politik sipil untuk memulai tradisi militer berada di dalam politik Indonesia.
Munculnya Nasution dengan Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan pernyataan dari
penolakan militer untuk dikontrol oleh politisi sipil. Pada waktu sistem politik demokrasi
terpimpin keutuhan ABRI diperlukan kembali untuk menghindarkan pemisahan pemisahan
daerah-daerah dari Indonesia sebagai negara kesatuan kedua untuk mengimbangi PKI yang
semakin berhasil menyatakan dirinya sebagai kekuatan politik utama dengan demikian
secara praktis peranan Abri di luar bidang kemiliteran sukar untuk dielakan.
Lebih utuhnya kepemimpinan militer disokong pula oleh sistem hirarki yang
dilaksanakan dengan disiplin dengan demikian pengendalian dan pengawasan terhadap
organisasi organisasi tingkat daerah dapat dilaksanakan dengan efektif lalu rasa keterikatan
diantara Anggota militer seperti juga diantara anggota anggota ABRI membantu pula
efektivitas kepemimpinan militer setidak-tidaknya rasa keterikatan di dalam korp telah
membantu memelihara keutuhan TNI atau Angkatan Darat di antara tahun 1942 dan 1945
sebagai diketahui setelah terjadinya peristiwa 17 Oktober 1992 kepemimpinan TNI
Angkatan Darat menjadi lemah sebagai sebab jabatan kepala staf Angkatan Darat (KSAD)
dipegang oleh orang yang kurang disepakati oleh mayoritas komando komando daerah.
Sesungguhnya pembentukan ABRI secara formal dimulai oleh keputusan yang diambil
oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia di dalam rapatnya tanggal 22 Agustus 1945
yang keluar dengan 3 keputusan di antaranya ialah pembentukan badan keamanan rakyat
(BKR).
Di dalam garis komando, ada tiga macam lembaga yang disebut Komando Utama
Operasional. Ketiga Komanto Utama ini ialah Komando Strategi Nasional
(KOSTRANAS), Komando Pertahanan Udara Nasional (KOHANUDNAS), dan Komando
Komando Wilayah Pertahanan (KOWILHAN). Salah satu dari garis komando ini yang erat
sekali hubungan nya dengan kehidupan politik di Indonesia ialah Komando wilayah
pertahanan.

BAB 4
Mahasiswa dan Angkatan Muda

Sumpah Pemuda tahun 1928 dianggap merupakan yang pertama kali mengeluarkan
pendapat bahwa angkatan muda adalah komponen dalam masyarakat yang juga mengambil
bagian di dalam kehidupan politik Indonesia. Tercapainya kemerdekaan, tidaklah
mengendorkan kegiatan angkatan muda di dalam politik Indonesia, dengan kata lain teknik
perjuangan, permasalahan yang menjadi titik tolak kegiatan dari aktivitas bisa berbeda dari
waktu ke waktu.
Menurut pandangan partai politik, perkembangan jumlah mahasiswa dilihat sebagai
kekuatan potensial, karena itu menjelang pemilu tahun 1955 partai politik meningkatkan
kegiatan di kalangan mahasiswa dalam rangka memperoleh dukungan, karakteristik dari
mahasiswa sendiri merupakan faktor pendorong bagi meningkatnya peranan mereka di
dalam kehidupan politik angkatan muda.
Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik,
mahasiswa mempunyai horizon yang cukup luas di antara keseluruhan untuk lebih mampu
bergerak di antara pelapisan masyarakat.
Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah,
mahasiswa dianggap telah melalui proses sosialisasi yang terpanjang di antara angkatan
muda. Di damping oleh sosialisasi di bidang politik yang sekiranya didapat dari berbagai
organisasi mahasiswa, baik yang pro kepada salah satu partai politik, maupun yang bukan.
Maka mahasiswa merupakan kelompok dari angkatan muda yang mempunyai pengetahuan
sosial dan politik yang lebih banyak.
Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa,
jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga sosial lainnya, maka universitas lebih kentara
maknanya bagi pembentukan akulturasi sosial dan budaya dikalangan angkatan muda.
Keempat, mahasiswa dianggap sudah menjadi atau merupakan kalangan elit di antara
kalangan angkatan muda lainnya, sebab mahasiswa yang merupakan bagian kecil dari
angkatan muda umumnya mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan yang
lebih baik dibandingkan angkatan muda lainnya.
Kelima, meningkatnya kepemimpinan mahasiswa di kalangan angkatan muda tidak
terlepas daripada perubahan kecenderungan orientasi universitas. Mahasiswa sebagai
komponen universitas mempunyai kesempatan untuk terlibat di dalam pemikiran,
pembicaraan serta penelitian tentang masalah-masalah seperti halnya, hampir separuh dari
tamatan universitas yang berasal dari daerah tidak kembali ke daerah asalnya malah
mencari pekerjaan di kota, hal ini dikarenakan lapangan pekerjaan di daerah tidak
memadai untuk tamatan universitas.
Adapun faktor-faktor pendorong mahasiswa untuk terjun ke dunia politik tidaklah
terpisah dari unsur-unsur penyebab politik angkatan muda. Perbedaan nilai antara generasi
angkatan muda dengan generasi angkatan yang lebih tua mendorong terbentuknya generasi
muda sebagai kekuatan politik di Indonesia, akan tetapi sesuai dengan tanggapan mereka
terhadap lingkungan dan diri sendiri membuat generasi muda lebih tertarik kepada
masalah-masalah kesempatan kerja, kebebasan berbicara dan berkumpul, karena menurut
mereka hal-hal tersebut akan mereka hadapi secara nyata dan akan mempengaruhi
kehidupan mereka di hari depan.
Umumnya mahasiswa yang aktif berpolitik adalah mereka yang memiliki pandangan
pesimis mengenai kemungkinan untuk memperoleh posisi yang baik di dalam masyarakat,
sebaliknya mahasiswa yang berhasil studinya dan lebih yakin akan ketersedianya
kesempatan untuk memperoleh jabatan yang baik, pada umumnya memperlihatkan
kecenderungan yang kecil untuk berpolitik. Di dalam hal ini, faktor idealisme yang
mendorong bagi kegiatan politik mahasiswa pada umumnya mungkin akan memberikan
jawaban yang bermakna untuk diperhatikan.
Semua unsur-unsur yang telah dibahas adalah yang bersama-sama mendorong kegiatan
politik mahasiswa disekitar pergantian sistem politik Demokrasi Terpimpin kepada sistem
politik Demokrasi Pancasila.

BAB 5
Politik, Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat

Kehidupan politik dan ekonomi di Indonesia tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kedua unsur kehidupan itu sebagai sub-sistem yang mempunyai sifat dan fungsi tersendiri.
Misalnya pada perencanaan dan pengerahan masyarakat terhadap pembangunan
perekonomian merupakan contoh dari hubungan yang sangat erat antara politik dan
ekonomi.
Di Indonesia, hubungan antara politik dan ekonomi Indonesia bisa terjalin dengan erat
dikarenakan beberapa faktor.
Pertama, sebagai negara yang baru lepas dari sistem ekonomi kolonial di mana sistem
ekonomi terpecah menjadi dua unsur yaitu, ekonomi ekspor dan ekonomi lokal. Tindakan
seperti itu diperlukan pula mengingat perekonomian lokal terjerat di dalam sistem produksi
untuk kebutuhan sendiri. Bahkan untuk pasar yang menghendaki produksi yang cukup
besar.
Kedua, sebagai akibat dari sistem ekonomi penjajahan di mana masyarakat lebih
terpusat kepada sektor produksi pertanian, maka sektor industri dan perdagangan
menengah atau perantara dengan sektor ekspor amatlah lemah. Masyarakat kurang mampu
mengembangkan keahlian seperti manajemen dan permodalan.
Ketiga, kelompok ekonomi yang baru tumbuh ini juga lemah kedudukannya untuk
bersaing dengan kelompok ekonomi yang telah berpengalaman sebagai perantara di dalam
sistem ekonomi kolonial. Seperti kelompok ekonomi pribumi menghadapi kelompok
ekonomi Tionghoa dan orang asing lainnya.
Keempat, secara nasional kelompok-kelompok ekonomi tersebut belum mampu melihat
potensi sesungguhnya yang dimiliki Indonesia, sehingga sulit bagi mereka untuk bersaing
dengan kelompok ekonomi lainnya. Keseluruhan faktor ini memperlihatkan adanya
kebutuhan akan suatu pengorganisasian yang meliputi perekonomian masyarakat Indonesia
secara keseluruhan.
Pada umumnya dikenal tiga usaha pokok yang harus dilaksanakan pemerintah dalam hal
perekonomian ini. Pertama, mengatur kegiatan ekonomi secara keseluruhan, menekan
pengangguran, dan menjaga kestabilan harga. Kedua ialah membagi kembali penghasilan
nasional kepada masyarakat melalui pajak progresif, sumbangan-sumbangan, dan subsidi
jaminan sosial. Dan yang ketiga yaitu menyediakan prasarana bagi perekonomian dalam
bentuk fasilitas komunikasi.
Di Indonesia, pengusaha sebagai kelompok masih lemah dan perusahaan besar nasional
masih kecil jumlahnya. Sedangkan kecenderungan generasi muda untuk terjun ke dalam
dunia usaha masih kecil. Akhirnya perhatian kita tertuju kepada daerah pedesaan yang
sesungguhnya merupakan basis dari kehidupan sosial, ekonomi, dan politik bangsa
Indonesia.
Hal yang paling penting antara hubungan sistem ekonomi dan politik adalah politik
memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang nantinya dapat
digunakan sebagai salah satu solusi untuk menstabilkan perekonomian atau bahkan untuk
memajukan perekonomian di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai