Dosen :
AIDIL ARIFIN
Oleh :
Nama : NANA
Nim : 197054012
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan pokok yang dihadapi oleh Indonesia saat ini di bidang politik
dalam negeri adalah adanya ketidakseimbangan kekuasaan di antara lembaga-lembaga
tertinggi/tinggi negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif); belum akomodatifnya
konstitusi (UUD 1945) dan perundang-undangan yang ada terhadap dinamika perubahan
masyarakat; rentannya konflik, baik vertikal maupun horizontal; menguatnya gejala
disintegrasi bangsa yang sering kali mencari pembenaran dan dukungan dari pihak luar
negeri tertentu; serta merebaknya berbagai tindak kekerasan dan aksi massa yang sering
kali memaksakan kehendak. Selain itu, permasalahan lain yang muncul sebagai akibat
dari warisan sistem politik pada masa lalu adalah ketidaknetralan serta keberpihakan
pegawai negeri sipil (PNS) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) terhadap kepentingan penguasa; lemahnya
pengawasan terhadap kinerja penyelenggara negara, sehingga menjadi penyebab
2
meluasnya tindakan KKN; belum terlaksananya prinsip-prinsip penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance); lemahnya kelembagaan dan
ketatalaksanaan penyelenggaraan negara, dan lemahnya kapasitas sumber daya manusia;
serta belum memadainya sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan
pemerintahan umum dan pembangunan.
Berkenaan dengan hubungan dan politik luar negeri, permasalahan pokok yang
dihadapi adalah kekurangsiapan Indonesia dalam mengantisipasi berbagai ekses
globalisasi politik dan ekonomi; dan lemahnya posisi tawar Indonesia dalam percaturan
internasional. Di samping itu, Indonesia belum mampu memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi secara optimal guna memperkuat daya saing dalam
menghadapi tantangan global serta dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kesadaran politik rakyat.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pembangunan secara tidak langsung menyatakan kemajuan, pertumbuhan, dan
perubahan. Hal ini menyangkut dengan peralihan budaya, negara-negara, dan
masyarakat dari tingkat yang kurang majuke tingkat yang kurang maju ke tingkat social
yang jauh lebih maju. Sama dengan industrialisasi, modernisasi, urbanisasi telah
digunakan untuk memperluas istilah pembangunan. Istilah pembangunan secara kasar
merupakan sinonim dari kemajuan. Dalam konteks ini, pembangunan berarti
transformasi social dalam mengatur distribusi potensi social kepada semua orang seperti
pendidikan, layanan kesehatan, perumahan rakyat, partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan politik, dan dimensi lain dari peluang kehidupan manusia.
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “suatu usaha atau
rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara
sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka
pembinaan bangsa.
Dalam khasanah ilmu ekonomi pembangunan, yang menjadi sangat populer dan
berkembang setelah Perang Dunia 2, Roy F. Harrod dan Evsey Domar, dua ekonom
yang membangun teori masing-masing tanpa kerja sama jelas tidak bisa dilupakan
dalam sejarah teori tersebut. Gagasan dalam teori Harrod-Domar berfokus pada satu
pernyataan penting bahwa kunci pertumbuhan ekonomi ada pada investasi. Dengan
demikian, ekspektasi terhadap kenaikan pendapatan masyarakat dan kapasitas produktif
selalu berkait dengan pertanyaan mengenai seberapa besar laju kenaikan investasi Dunia
Ketiga dengan produktivitas sumber daya manusia yang rendah, kemiskinan,
pertumbuhan penduduk yang tinggi, tidak demokratis, feodal, dan cenderung
militeristik, pasar yangtidak sempurna, atau standar hidup yang rendah (Todaro, 1998)
Pakar politik Lucien W. Pye yang dikutip oleh Budi Harjanto memberikan
dimensi/unsur dari pembangunan politik sebagai berikut :
Pembangunan politik sebagai : pertambahan persamaan (equality) antara individu
dalam hubungannya dengan system politik, pertambahan kemampuan (capacity) system
politik dalam hubungannya dengan lingkungan, dan pertambahan pembedaan
(differentiation and specialization) lembaga dan struktur di dalam system politik itu.
Ketiga dimensi tersebut senantiasa ada pada “Dasar dan jantung proses
pembangunan”.
Dalam proses pembangunan, dimensi ini berkaitan erat dengan budaya politik,
legitimasi dan keterikatan pada system. Sedangkan dimensi kapasitas (capacity)
dimaksudkan sebagai kemampuan system politik yang dapat dilihat dari output yang
dihasilkan dan besarnya pengaruh yang dapat diberikan kepada sistem-sistem lainnya
seperti system sosial dan ekonomi. Dimensi ini berhubungan erat prestasi pemerintah
yang memiliki wewenang resmi, yang mencerminkan besarnya ruang lingkup dan
tingkat prestasi politik dan pemerintahan, efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan
kebijakan umum dan rasionalitas dalam administrasi serta orientasi kebijakan.
Sedangkan dimensi diferensiasi dan spesialisasi (differentiation and specialization),
menunjukkan adanya lembaga-lembaga pemerintahan dan struktur-strukturnya beserta
fungsinya masing-masing, yang terdapat pada sistem politik. Dengan diferensiasi berarti
bertambah pula pengkhususan atau spesialisasi fungsi dari beberapa peranan politik di
dalam sistem. Di samping itu diferensiasi melibatkan pula Masalah integrasi proses-
proses dan struktur-struktur yang rumit (Spesialisasi yang didasarkan pada perasaan
integrasi keseluruhan).
Oleh karena itu, dapatlah ditarik benang merah dari pembangunan politik adalah
kedaulatan ditangan rakyat. Di negara berkembang seringkali muncul kelabilan politik.
Labilnya politik tersebut dalam suatu negara salah satunya diakibatkan dari ekstrimitas
sipil/militer yang dapat menghambat pembangunan.
5
10. Pembangunan politik sebagai satu segi dari proses perubahan social yang
multidimensional.
6
keberagaman aspirasi, dan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi
manusia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
- Memasyarakatkan dan menerapakan prinsip persamaan dan anti diskriminasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Menyelenggarakan pemilihan umum umum secara lebih berkualitas dengan
partisipasi rakyat seluas-luasnya atas dasar prinsip demokratis, langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, adil dan beradap
- Membangun bangsa dan watak bangsa menuju bangsa dan masyarakat Indonesia
yang maju, bersatu, rukun, damai, demokratis, dinamis, toleran, sejahtera, adil,
dan makmur.
7
1. Literature-literatur teori pembangunan banyak dditulis oleh intelektual barat yang
memiliki sedikit atau tidak sama sekali pengalaman hidup dinegara-negara non-
Western yang berkembang. Fakta ini memengaruhi skema pembangunan yang
disusun dengan referensi barat tidak serta-merta mampu mendiskripsikan
masyarakat di negara-negara non-barat.
2. Perang Vietnam yang dianggap sebagai uji coba teori untuk negara-negara
berkembang menemui kegagalan. Penerapan kapitalissme dan demokrasi di
Vietnam tidak tercapai, justru lebih banyak tentara amerika yang mati. Symbol
kegagalan perang Vietnam menjadi symbol kegagalan ekspektasi teori
pembangunan diterapkan di negara berkeembang.
3. Prediksi bahwa pertumbuhan ekonomi, mlbilisasi sosial dan demokrasi akan
menghasilkan kehidupan masyarakat yang stabil dan sejahtera. Samuel P.Huntinton
dalam “Political Order in Changing Societies” (1968) justru berargumen
sebaliknya. Pertumbuhan sosial akan memproduksi instabilitas alih-alih stabilitas
sosial.
4. Fondasi filosofis teori pembangunan berdasarkan pada pengalaman negara barat.
Kebijakan yang dditurunkan menjadi skema pembangunan mengikuti pola negara
barat sehingga sulit diaplikasikan secara utuh.
5. Para pendukung teori pembangunan berpendapat, uang yang disuntikkan untuk
pembangunan di dunia ketiga akan menggerakkan ekonomi, kemudian menciptakan
perubahan sosial dan politik. Ekspektasi semacam ini tidak realistis dan penuh
kepalsuan. Dalam bebrapa kasus, suntikan finansial justru menimbulkan konflik
dan kekerasan yang timbul akibat perubahan sosial dan politik.
6. Bantuan amerika serikat melalui USAID ke negara-negara berkembang justru
menghancurkan struktul tradisional yang secara historis menjadi fondasi berdirinya
negara. Kebijakan developmentalis dianggap menciptakan lebih banyak keburukan
bagi negara berkeembang, ketimbang kemajuan.
8
BAB III
PENUTUP
Permasalahan pokok yang dihadapi oleh Indonesia saat ini di bidang politik
dalam negeri adalah adanya ketidakseimbangan kekuasaan di antara lembaga-lembaga
tertinggi/tinggi negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif); belum akomodatifnya
konstitusi (UUD 1945) dan perundang-undangan yang ada terhadap dinamika perubahan
masyarakat; rentannya konflik, baik vertikal maupun horizontal; menguatnya gejala
disintegrasi bangsa yang sering kali mencari pembenaran dan dukungan dari pihak luar
negeri tertentu; serta merebaknya berbagai tindak kekerasan dan aksi massa yang sering
kali memaksakan kehendak. Selain itu, permasalahan lain yang muncul sebagai akibat
dari warisan sistem politik pada masa lalu adalah ketidaknetralan serta keberpihakan
pegawai negeri sipil (PNS) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Polri) terhadap kepentingan penguasa; lemahnya
pengawasan terhadap kinerja penyelenggara negara, sehingga menjadi penyebab
meluasnya tindakan KKN; belum terlaksananya prinsip-prinsip penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance); lemahnya kelembagaan dan
ketatalaksanaan penyelenggaraan negara, dan lemahnya kapasitas sumber daya manusia;
serta belum memadainya sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan
pemerintahan umum dan pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pye, Lucian W, Aspect Of Political Development, Boston: The Litle Brown, 1966
2. Surbakti, Ramlan. (1992), Memahami Ilmu Politik: Gramedia.
3. Sekretariat Jenderal MPR RI. (2002). Persandingan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta.
4. Undang-Undang Republik Indonesia, No. 31 Tahun 2002, Tentang Partai Politik,
(2003), Citra Umbara, Bandung.
5. Huntinton, Samuel P and joan M. Nelson. (1997). No. Easy Choise, Political
Participation in Developing Countries. Harvard University Press.
10