FORMULASI KEBIJAKAN
DALAM ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas UTS Mata Kuliah
Manajemen Pemasaran, Humas, dan Analisis Kebijakan
Dosen Pengampu :
Dr. Fatkuroji, M. Pd.
Disusun oleh :
Ummu Hanifah
1500128013
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian formulasi kebijakan?
B. Apa saja jenis dan tingkat kebijakan publik?
C. Bagaimana langkah-langkah dalam formulasi kebijakan publik?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Formulasi Kebijakan
Perumusan (Formulasi) kebijakan publik merupakan salah satu tahap dari rangkaian proses
pembuatan dan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Setelah tahapan agenda setting dilalui atau
suatu isu telah masuk agenda pemerintah, maka tahapan berikutnya adalah membuat formulasi
kebijakan. Para ahli mengemukakan pandangan tentang definisi fomulasi kebijakan publik sebagai
berikut:
Menurut Anderson yang dikutip oleh Nugroho, policy formulation is, “The development of
patinent and acceptable proposal courses of action for dealing with problem”. Formulasi
kebijakan menyangkut upaya menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati
untuk masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi.[2]
Menurut Dunn, perumusan kebijakan (policy formulation) adalah, “pengembangan dan sintesis
terhadap alternatif-alternatif pemecahan masalah”. [3]
Menurut Eugene, The complete formulation is “Alternative will very probably lead to
Outcome, which we judge to be the best of the possible outcomes; therefore, we judge a
alternative to be the best.”[4] Formulasi yang lengkap adalah menentukan alternatif yang
mungkin untuk dibuat kebijakan, dimana kita menilai (mencari) yang terbaik dari kemungkinan
yang ada; oleh sebab itu, kita mencari satu alternatif yang terbaik.
Tahapan formulasi kebijakan merupakan mekanisme yang sesungguhnya untuk
memecahkan masalah publik yang telah masuk dalam agenda pemerintah. Tahapan ini lebih
bersifat teknis dibandingkan tahapan agenda setting yang lebih bersifat politis dengan
menerapkan berbagai teknis analisis untuk membuat keputusan terbaik.[5] Pada tahap formulasi
kebijakan para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif
kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan
legislatif. [6]
Menurut Dunn, dalam formulasi kebijakan dilakukan proses peramalan, yaitu menguji
masa depan yang pleusibel, potensial, dan secara normatif bernilai, mengestimasi akibat
kebijakan yang diusulkan, mengenali kendala yang mungkin terjadi dalam pencapaian tujuan,
dan mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.[7] Proses
ini terkait dengan proses pemilihan alternatif kebijakan oleh pembuat kebijakan yang biasanya
mempertimbangkan besaran pengaruh langsung yang dapat dihasilkan dari pilihan alternatif utama
tersebut. Proses ini biasanya akan mengekspresikan dan mengalokasikan kekuatan dan tarik menarik
diantara berbagai kepentingan sosial, politik dan ekonomi.[8]
Dalam formulasi kebijakan pendidikan, pendekatan teori kelompok mengumapamakan
bahwa kebijakan pendidikan merupakan titik keseimbangan (equilibrium). Inti gagasannya
adalah bahwa interaksi dalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan, dan keseimbangan
adalah sesuatu yang terbaik. Berdasarkan teori kelompok, individu dalam kelompok kepentingan
berinteraksi baik secara formal maupun informal, dan secara langsung atau melalui media massa
menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang
diperlukan. [9]
Sedangkan pendekatan teori rasional mengedepankan gagasan bahwa kebijakan pendidikan
sebagai “maximum social gain” yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan pendidikan
harus memilih kebijakan pendidikan yang memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. Proses
formulasi kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimal bagi
masyarakat dan haruslah didasarkan pada keputusan yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya.
Rasionalitas yang diambil adalah perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang dicapai. Jadi
pendekatan rasional lebih menekankan pada aspek efisiensi atau aspek ekonomis.[10]
Secara fondamental tahapan formulasi terjadi tatkala pemerintah mengakui keberadaan
masalah-masalah publik dan menyadari adanya kebutuhan dan tuntutan untuk melakukan sesuatu
dalam rangka mengatasi masalah tersebut. Karenanya dalam perumusan kebijaksanaan publik,
persoalan mendasar adalah merumuskan masalah kebijakan (policy problems) dan merancang
langkah-langkah pemecahannya (solution).[11]
Aktor-aktor yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan menurut Peters (1985) antara
lain sebagai berikut:[12]
1. Birokrasi publik merupakan aktor yang menonjol peranannya dalam setiap proses formulasi
kebijakan, bureaucracies are central to the process of policy formulation, karena birokrasi
mempunyai pengalaman yang paling banyak dalam prosedur formulasi kebijakan.
2. Tangki-tangki pemikir dan kabinet bayangan yang berada di sekitar birokrasi merupakan
alternatif lain sebagai formulator kebijakan publik diluar birokrasi pemerintah, karena bisa
disebabkan oleh kepakarannya.
3. Kelompok kepentingan (interest groups) dengan memberikan tekanan kepada pemerintah agar
suatu masalah dapat masuk dalam agenda pemerintah dan berlanjut pada proses formulasi
kebijakan.
4. Anggota dewan secara individual juga merupakan salah satu aktor yang cukup berperan dalam
proses formulasi kebijakan, kadangkala bertujuan menunjang karir politik mereka sebagai
perumus kebijakan.
Berdasarkan pengertian pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
formulasi kebijakan merupakan cara untuk memecahkan suatu masalah yang di bentuk oleh para
aktor pembuat kebijakan dalam menyelesaikan masalah yang ada dan dari sekian banyak
alternatif pemecahan yang ada maka dipilih alternatif kebijakan yang terbaik.
IV. KESIMPULAN
Formulasi kebijakan merupakan cara untuk memecahkan suatu masalah yang di bentuk
oleh para aktor pembuat kebijakan dalam menyelesaikan masalah yang ada dan dari sekian
banyak alternatif pemecahan yang ada maka dipilih alternatif kebijakan yang terbaik.
Kebijakan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, sesuai sasaran atau objek apa yang
mendasari lahirnya sebuah kebijakan tersebut. Anderson membagi kebijakan publik dalam 12
jenis: Substansive Policies, Procedural Policies, Distributive Policies, Redistributive Policies,
Regulatory Policies, Self Regulatory Policies, Material Policies, Symbolic Policies, Collectve
Good Policies, Private Good Policies, Liberal Policies, Conservative Policies. Dilihat dari
perspektif pengambilan kebijakan, kebijakan memiliki tingkatan yang dapat dibagi menjadi
empat tingkat kebijakan, yaitu: tingkat kebijakan nasional, tingkat kebijakan umum, tingkat
kebijakan khusus, dan tingkat kebijakan teknis.
Nugroho mengemukakan Model Proses Ideal Perumusan Kebijakan yang diambil dari
Pedoman Umum Kebijakan Publik sebagai berikut: (1) Munculnya isu kebijakan, (2) Setelah
pemerintah menangkap isu tersebut, perlu dibentuk tim perumus kebijakan. (3) Setelah terbentuk,
rumusan draf nol kebijakan didiskusikan bersama forum publik. Banyak faktor yang berpengaruh
dalam proses formulasi kebijakan, namun u ntuk menghasilkan formulasi kebijakan pendidikan
yang baik, kriteria yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) Formulasi kebijakan pendidikan tidak
mendiktekan keputusan spesifik atau hanya menciptakan lingkungan tertentu, (2) Formulasi
kebijakan dapat dipergunakan menghadapi masalah atau situasi yang timbul secara berulang.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang penulis susun. Apabila terdapat kekurangan
dan kesalahan dalam penyusunan maupun penjelasan pada makalah ini penulis mohon maaf serta
mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Kebijakan Publik, Jakarta:Yayasan Pancur Siwah, 2000
Bardach, Eugene, A practical guide for policy analysis : the eightfold path to more effective problem solving , Los Angeles:
Sage, 2012
Basyarahil, Abubakar, “Kebijakan Publik dalam Perspektif Teori Siklus Kebijakan”, Jurnal Ilmiah
Administrasi Negara , Tahun II, Nomor 2, 2011
Budi, Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta: Media Pressindo, 2007
Dunn, William N., Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Terj. Samodra dkk, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2003
Edi, Suharto, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2008
Hasbullah, H. M., Kebijakan Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015
Nawawi, Ismail, Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek), Surabaya,: PMN, 2009
Nugroho, Riant, Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011
Sutapa, Mada, “Analisis Kebijakan Pendidikan”, Buku Pegangan Kuliah, Yogyakarta: Jurusan
Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2005
Syamsuri, Formulasi Kebijakan, Juni
2012 dalam http://kebijakanpublik12.blogspot.co.id/2012/06/formulasi-kebijakan.html, diakses
tanggal 2 Juni 2016
Tilaar, H.A.R. & Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009
Zakaria, Yahya dan Paulus Israwan Setyoko, “Pelibatan Masyarakat Sebagai Etika Dalam
Formulasi Kebijakan Publik Guna Mencegah Praktik Korupsi”, Jurnal Ilmu Administrasi
Unsoed, Magister Ilmu Administrasi Universitas Jenderal Soedirman, 2012
[1] Yahya Zakaria dan Paulus Israwan Setyoko, “Pelibatan Masyarakat Sebagai Etika Dalam Formulasi
Kebijakan Publik Guna Mencegah Praktik Korupsi”, Jurnal Ilmu Administrasi Unsoed, (Magister Ilmu
Administrasi Universitas Jenderal Soedirman, 2012), hlm. 11
[2] H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 186
[3] William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Terj. Samodra dkk, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2003), hlm. 132
[4] Eugene Bardach, A practical guide for policy analysis : the eightfold path to more effective problem
solving, (Los Angeles: Sage, 2012), hlm. 32
[5] Mada Sutapa, “Analisis Kebijakan Pendidikan (Suatu Pengantar)”, Buku Pegangan Kuliah, (Yogyakarta:
Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2005), hlm. 19
[6] H. M. Hasbullah. Kebijakan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 64
[7] William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik..., hlm. 26-27
[8] Ismail Nawawi, Public Policy (Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek, (Surabaya,:
PMN, 2009), hlm. 79
[9] H. M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan..., hlm. 89
[10] H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan..., hlm. 195
[11] Abubakar Basyarahil , “Kebijakan Publik dalam Perspektif Teori Siklus Kebijakan”, Jurnal Ilmiah
Administrasi Negara , (Tahun II, Nomor 2, 2011), hlm. 7
[12] Mada Sutapa, “Analisis Kebijakan Pendidikan (Suatu Pengantar)”..., hlm. 19
[13] H. M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan..., hlm. 52
[14] H. M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan..., hlm. 52-55
[15] H. M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan..., hlm. 48-50
[16] H. M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan..., hlm. 47-48
[17] Suharto Edi, Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 23
[18] Abidin, Kebijakan Publik. (Jakarta:Yayasan Pancur Siwah, 2000), hlm. 123
[19] Yahya Zakaria dan Paulus Israwan Setyoko, “Pelibatan Masyarakat Sebagai Etika Dalam Formulasi
Kebijakan Publik Guna Mencegah Praktik Korupsi”..., hlm. 13
[20] Riant Nugroho, Public Policy, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011), hlm. 551
[21] H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan..., hlm. 196
[22] H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan..., hlm. 195
[23] Winarno Budi, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2007), hlm. 16
[24] Syamsuri, Formulasi Kebijakan, Juni
2012 dalam http://kebijakanpublik12.blogspot.co.id/2012/06/formulasi-kebijakan.html, diakses tanggal 2 Juni 2016
[25] Mada Sutapa, “Analisis Kebijakan Pendidikan (Suatu Pengantar)” ..., hlm. 20
[26] H. M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan..., hlm. 81