Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PERBANDINGAN SISTEM POLITIK

“ANALISIS PERBANDINGAN DUA NEGARA ANTARA INDONESIA DAN


TIONGKOK TERHADAP KLASIFIKASI MODEL BUDAYA POLITIK”

Disusun Oleh :

Amanda Salsabila (E1112201006)


Putri Yolanda Suharman (E1112201008)
Dolly Hamonangan (E1112201035)

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Budaya politik merupakan keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti
norma, pola orientasi terhadap politik, dan pandangan hidup. Dimensi yang diutamakan
dalam budaya politik dimensi psikologis dari sistem politik yakni sikap-sikap, sistem
kepercayaan, simbol-simbol yang dimiliki oleh individu, harapan-harapan dan beroperasi
dalam seluruh masyarakat. Bentuk budaya politik dalam sebuah masyarakat dipengaruhi oleh
sejarah perkembangan dari sistem, agama yang ada dalam masyarakat tersebut, kesukuan,
status sosial, konsep kekuasaan, dan kepemimpinan.
Salah satu model budaya politik yang dibahas pada makalah ini adalah Indonesia dan
Tiongkok. Dilatarbelakangi adanya hubungan persahabatan antar dua negara dengan
dimulainya hubungan diplomatik pada 13 April 1950 hingga saat ini, selama 72 tahun
berbagai tantangan telah dilalui dengan baik dan dapat diselesaikan secara bersama.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berpenduduk banyak, karena
beragamnya penduduk Indonesia menyebabkan kebudayaan yang beraneka ragam sehingga
berimplikasi terhadap budaya politik Indonesia yang juga beragam. Budaya politik
masyarakat Indonesia tidak mengarah pada satu tipe saja. Parokial tersebut dapat dilihat dari
minimnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan di bidang politik. Kurangnya keterlibatan
ini dapat disebabkan oleh beberapa alasan misalnya, keberadaan masyarakat di daerah yang
sulit dijangkau, daerah pegunungan, daerah pesisir, dan desa-desa terpencil. Faktor lainnya
seperti ekonomi, kurangnya pendidikan, dan infrastruktur.
Budaya politik partisipan yang ada di Indonesia dapat dilihat dari masyarakat
berperan aktif seperti halnya membuka suara setiap ada aktivitas politik. Selanjutnya,
Indonesia menganut sistem demokrasi, di mana kebebasan berpendapat adalah hak
rakyat.Ikhsan Darmawan (2015) bahwa ada tiga jenis budaya di wilayah ini. Budaya politik
di Indonesia termasuk dalam kategori tersebut di atas. Ketiga kategori tersebut antara
lain:Pertama, Parokial. Parokial mempunyai lingkup daerah yang terbatas. Antusiasme
masyarakat dalam bidang politik rendah. Sering terjadi pada masyarakat yang berada di
daerah terpencil, sehingga sarana untuk turut berpartisipasi kurang memadai. Hal ini ditandai
dengan masyarakat yang kurang tertarik terkait masalah politik. Kedua, Partisipan. Budaya
politik partisipan dicirikan dengan masyarakat memiliki kesadaran untuk ikut berpartisipasi
dalam bidang politik. Masyarakat pada partisipan menyadari bahwa sebagai warga negara
memiliki hak serta kewajiban terhadap masalah politik. Kontribusi yang diberikan
masyarakat dapat berpengaruh terhadap kebijakan politik. Masyarakat memang memiliki
peran di dalam penetapan kebijakan, dan itu bukan hanya penguasa saja yang memiliki peran.
Partisipan diterapkan pada kawasan yang sistemnya menganut sistem demokrasi. Pada sistem
ini, masyarakat mempunyai hak dan kebebasan yang setara. Ketiga, Subjek yakni masyarakat
kurang peduli terhadap keberlangsungan sistem pemerintahan. Masyarakat lebih tertarik hasil
dari penyelenggaraannya saja, sehingga keterlibatan dan partisipasi dinilai rendah.
Sedangkan secara historikal kultur perpolitikan Tiongkok tidak terlepas dari
kepercayaan mitogi kekaisaran dinasti China yang menganggap bahwa seorang kaisar adalah
“Son of Heaven“ yang memiliki “Mandate of heaven“ untuk menciptakan keharmonisan
masyarakat china. Perpolitikan China juga tidak terlepas dari paham konfusianisme yang
menekankan pada moral, kepemimpinan otoriter dan hubungan yang baik antara masyarakat
dan pemerintah. Namun perpolitikan Tiongkok mengalami pengaruh dari pedagang dan
misioner Barat yang melakukan perdagangan dan hubungan diplomatik dengan Tiongkok.
Selanjutnya perpolitikan Tiongkok juga dipengaruhi oleh revolusi nasional dan adanya
modernisasi yang akhirnya memberi kemenangan pada kaum komunis dibawah pimpinan
Mao Zedong yang bersifat radikal. Setelah berakhirnya kepemimpinan Mao Zedong arah
politik China kemudian bergeser menjadi politik yang bersifat pragmatis.
Dalam proses pergantian pemimpin negara di Tiongkok memiliki keunikan karena
pemilihan umum tersebut telah menetapkan calon pemimpin melalui Kongres Nasional Partai
Komunis. Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan ekonomi di Tiongkok mengalami
peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Namun, saat itu merebaknya gelombang
demokratisasi dari satu negara ke negara lain yang disebut dengan fenomena “Arab Spring”.
Isu demokratisasi kemudian menyebar dengan cepat di Tiongkok melalui sistem informasi
era globalisasi, serta membawa ide-ide kebebasan. Sehingga muncul sebuah petisi yang
mengajak warga negara Tiongkok untuk melakukan protes agar revolusi yang terjadi kembali
diserukan. Pemerintah Tiongkok menunjukkan kekhawatiran atas protes yang terjadi dan
melakukan strategi represif untuk menghadapi tuntutan demokratisasi yang muncul di
masyarakat. Represif itu sendiri sebagai bentuk pengendalian sosial guna memulihkan
keadaan sebelum terjadinya pelanggaran. Dilakukannya strategi tersebut sebagai langkah
mempertahankan stabilitas politik dan ekonomi terjamin, serta mempertahankan kemapanan
pemerintahan komunis yang berkuasa selama ini. Partai komunis di Tiongkok tetap
mempertahankan kekuasaannya sebagai negara otoriter satu partai seiring dengan laju
perubahan sosio-ekonomi dan modernisasi, negara ini masih mengekang kebebasan.
Berdasarkan Penjelasan diatas, maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui “Perbandingan
Dua Negara Antara Indonesia dan Tiongkok Terhadap Klasifikasi Model Budaya Politik”.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PERBEDAAN MODEL BUDAYA POLITIK ANTARA INDONESIA DAN


TIONGKOK

Menurut Gabriel Almond dan Verba, budaya politik merupakan sikap individu
terhadap sistem politik beserta komponennya. Kebudayaan politik bukanlah kebudayaan
modern melainkan kombinasi antara modernitas dengan tradisi. Budaya politik masyarakat
terhadap pemerintahan dan politik terbagi menjadi tiga model menurut Almond. Pertama,
model masyarakat demokratik industrial ialah cenderung lebih besar kesadaran politik
masyarakatnya, banyak aktivis politik yang menjamin adanya kompetisi partai-partai politik
serta banyak memberikan suara. Kedua, model masyarakat sistem otoriter dimana beberapa
partisipan politik seperti kaum intelektual dan mahasiswa mencoba menentang melalui
tindakan agresif sekalipun, kekuasaan politik pemerintahan terlalu kuat untuk ditentang. Pada
sistem ini sebagian masyarakat menjadi subjek yang pasif yang tidak melibatkan diri pada
urusan pemerintahan. Ketiga, model masyarakat sistem demokratis pra-industrial yakni
sebagian masyarakatnya hidup di pedesaan dan buta huruf. Sehingga dapat dipastikan bahwa
keterlibatan dan partisipasi politik yang berasal dari kelompok terbesar masyarakatnya seperti
petani dan buruh sangat rendah.
Tiongkok termasuk ke dalam model masyarakat dengan sistem otoriter, meskipun
memiliki keberhasilan ekonomi Tiongkok disebut belum menjadi lebih demokratis
negaranya. Tiongkok diklasifikasikan sebagai rezim otoriter dalam indeks demokrasi karena
ruang gerak semakin dibatasi, termasuk proses pemilihan umum yang tidak bebas. Negara ini
memiliki skor 0,88 untuk kebebasan sipil karena tidak ada kebebasan berekspresi dan
penggunaan internet memiliki batasan, tidak terdapat media cetak, siaran, dan media sosial
yang gratis. Kemudian, negara tidak mempraktekkan tentang toleransi beragama serta rutin
menggunakan penyiksaan. Dalam sistem politik yang tertutup seperti Tiongkok ini, banyak
masyarakat yang memperjuangkan kebebasan namun dibungkam. Di sisi lain, kader partai
memegang peran dalam menjaga soliditas guna mengamankan sistem politik tersebut.
Tercatat lebih dari 250 jurnalis menjadi tahanan di dalam jeruji besi bagi jurnalis yang
bersikap terlalu kritis dalam menjalankan tugasnya. Sebagian besar mereka ditangkap karena
telah mengungkap rahasia negara dan beberapa hal yang sengaja disembunyikan dari
masyarakat umum.1
Pada model masyarakat pra-industrial cenderung memiliki pola pikir yang sederhana,
dimana dalam kehidupannya tersebut politik tidak dijadikan sebagai prioritas utama.
Kesadaran politik di Indonesia cenderung masih rendah sehingga akan berdampak terhadap
partisipasi politik, seperti halnya bersikap apatis kepada kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Ciri khas rezim yang berkuasa di Indonesia sering sekali
memanfaatkan daya tarik tertentu yang dapat menarik masyarakat, sering memberikan
janji-janji yang dapat menjadi bumerang atas ketidakadilan dan ketidakpuasan rakyat.
Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan
bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat,
dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya
politik juga dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang
memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan
penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Dari perbandingan budaya politik
di negara China dan Indonesia, ternyata memiliki budaya politik yang khas sebagai ciri dan
identitas negara. Masing-masing negara berupaya bertransformasi menuju politik yang
demokratis dengan menggunakan budaya politik yang sudah mengakar di dalam masyarakat,
sehingga negara-negara tersebut mencapai apa yang dicita-citakan untuk kepentingan
nasional. Dalam konteks perbandingan ini, Indonesia dapat dikatakan akan mendekati
perkembangan budaya politik demokratis China. Indonesia sudah menerapkan pemilu yang
demokratis dan sudah menerapkan pemilihan calon presiden melalui konvensi nasional.
Dengan demikian, Indonesia dipastikan memiliki budaya politik yang relatif maju dan ingin
belajar di setiap tahapan-tahapan menuju negara demokrasi.

B. ANALISIS KEDUA NEGARA

Problematika yang terjadi di Indonesia ialah kehidupan di pedesaan cenderung


mengarah kepada model pra-industrial, politik tidak dijadikan sebagai prioritas utama di

1
Wahyono. (2020). Rezim Otoriter Pembungkam Jurnalis Dunia, China Urutan Pertama.
https://international.sindonews.com/read/143212/45/rezim-otoriter-pembungkam-jurnalis-dunia-china-
urutan-pertama-1598328506 (diakses tanggal 31 Mei 2022).
dalam kehidupan. Sehingga menyebabkan orang berpengaruh seperti kepala kampung, kepala
suku, dan kyai dapat menghandle semua peran baik bersifat ekonomis, politis, maupun
religius. Dengan pemikiran sederhana yang mereka punya mengakibatkan keterlibatan
masyarakat pra-industrial ke dalam politik sangat kecil.
The Economist Intelligence Unit (EIU) meluncurkan indeks demokrasi Indonesia
2021 yang mengalami peningkatan dan meraih skor rata-rata 6,71 dan peringkat 52 dari 167
negara. Sementara Tiongkok meraih skor 2,21 dan duduk di posisi 148 dari 167 negara.2

Tiongkok (sistem otoriter)


China (Tionghoa) merupakan salah satu negara yang menggunakan model
pemerintahan otoritarian. Dalam tahun belakangan, kita dapat melihat munculnya protes di
Cina yang menuntut adanya reformasi politik menuju pemerintahan yang demokratis. China
(Tionghoa ) berdasarkan Kepress nomor 12/2014 tentang penggantian istilah China menjadi
Tionghoa atau Tiongkok merupakan negara Asia Timur yang memiliki pertumbuhan yang
paling signifikan selama 30 tahun terakhir, baik dalam sektor ekonomi maupun politiknya.
Pertumbuhan dan perubahan yang terjadi di Tionghoa tersebut tidak lepas dari dinamika
kebijakan domestik yang diambil oleh pemerintah Tionghoa. Keberhasilan pemerintah
Tionghoa memilih kebijakan ekonomi dan politik bagi negerinya mengantarkan tumbuh
Tionghoa sebagai salah satu macan Asia dan negara yang paling berpengaruh di dunia.
Review ini akan membahas mengenai dinamika ekonomi dan politik domestik Tionghoa dan
bagaimana dinamika tersebut berhasil membuat China ( Tionghoa ) menjadi salah satu negara
terkuat di Asia dan dunia.
China (Tionghoa) saat ini merupakan negara sosialis-leninis yang pada awalnya
berbentuk Autoritarian. Budaya politik Tionghoa mengalami perkembangan dari yang
awalnya berupa Autoritarian menjadi Anarki hingga kemudian menjadi Totalitarian. Budaya
politik autoritarian dimulai ketika awalnya daratan Tionghoa dikuasai oleh sebuah kekaisaran
dimana terdapat kerajaan yang menguasai sebuah dinasti yang mempunyai kekuatan dan
legitimasi yang besar dikarenakan ia dianggap sebagai “Son of Heaven. Taoisme menjadi
paham utama dalam kehidupan di Tionghoa saat itu, dimana pemujaan terhadap kerajaan
adalah sebuah tradisi yang selalu dilakukan. Terdapat total 24 dinasti pada masa autoritarian,
sebelum Tionghoa gempa dahsyat kemudian menghancurkan Beijing pada tahun 1976 dan

2
Reditya, Tito Hilmawan. (2022). Laporan Indeks Demokrasi EIU 2021 : China Tetap di Posisi Bawah,
Indonesia Alami Peningkatan.
https://www.kompas.com/global/read/2022/02/10/111500970/laporan-indeks-demokrasi-eiu-2021--chi
na-tetap-di-posisi-bawah-indonesia?page=all (diakses tanggal 31 Mei 2022).
membuat kematian Mao Zedong menjadi tanda berakhirnya masa authoritarianisme-empire
Tionghoa.
Selanjutnya, menjadi sebuah filosofi yang mempengaruhi budaya politik. Sistem
imperialisme diterapkan dan penguasa baru dipilih berdasarkan seleksi masyarakat atas
beberapa kriteria seperti kompetensi, merit, dan profesionalisme. Kandidat pemimpin
imperial ini kemudian dipilih berdasarkan kemampuan dan pengetahuannya atas ajaran
Confucius. Hanya kandidat yang lolos provincial examination saja yang dapat menjabat
sebagai pejabat pemerintah terendah. Confucianism sebagai ideologi negara pada masa itu
dianggap lebih berpengaruh terhadap kebijakan politik Tionghoa karena Confucianism dapat
disebut juga sebagai authoritarianism. Keduanya sama-sama mementingkan legitimasi benar
dan salah daripada anggapan mengenai ’mandate of heaven’ seperti yang dipergunakan oleh
pemerintah pada masa sebelumnya. Pada masa ini juga menjalin hubungan dengan orang
asing (westerners) namun dengan cara mengisolasi keberadaan mereka di wilayah pelabuhan.
Modernisasi pertama kali diterapkan di Tionghoa pada masa pemimpin partai
Nasionalis, Chiang Kai-Shek menjadi pemimpin Tionghoa pada tahun 1927-1937. Tionghoa
mulai menggunakan politik komunisme semenjak tahun 1949, sistem politik Tionghoa ini
terpengaruh dari ajaran Marxisme dan Leninisme yang berbasiskan pada paham sosialis. Hal
ini membuat pemerintahan Tionghoa terpusat dan dipimpin oleh satu partai politik nasional
yakni Partai Komunis Tionghoa yang merupakan partai tunggal dan amat berpengaruh
terhadap kehidupan perpolitikan Tionghoa. Partai Komunis Tionghoa menjalankan
pemerintahan Tionghoa dengan Presiden yang diangkat dari partai. Presiden memiliki
legitimasi yang tinggi dalam memimpin negara dan kebijakan luar negerinya, di samping
partai dan institusi kenegaraan.

Indonesia
Ada tiga ciri tipe budaya politik yang berkembang di Indonesia yaitu :
(1) Hirarki yang tegas atau ketat, yaitu adanya pemilihan tegas antara penguasa dengan
rakyat; (2) Kecenderungan Patronage, yaitu hubungan antara orang berkuasa dengan rakyat
biasa; (3) Kecenderungan Neo-patrimonialistik, yaitu perilaku negara masih memperlihatkan
tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.
Indonesia menganut budaya politik yang bersifat parokial-kaula di satu pihak dan
budaya politik partisipan di pihak lain. Sikap ikatan primodalisme masih sangat mengakar
dalam masyarakat Indonesia dan juga masih kuatnya paternalisme dalam budaya politik
Indonesia. Gejala budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia sebagai
contoh adalah sejak reformasi tahun 1998. Kesadaran politik masyarakat Indonesia
meningkat cukup tajam, sebagai contohnya adalah demonstrasi mahasiswa, buruh, atau
masyarakat sipil. Pada masa kepemimpinan Soeharto atau era Orde Baru, demonstrasi tidak
diperbolehkan karena dianggap mengganggu stabilitas keamanan. Tetapi saat ini, demonstrasi
tidak dilarang karena merupakan hak rakyat untuk menyampaikan aspirasinya kepada
pemimpin.
Ditambah lagi, di masa Orde Baru kekuasaan patrimonialistik telah menyebabkan
kekuasaan tak terkontrol sehingga negara menjadi sangat kuat sehingga peluang tumbuhnya
civil society terhambat. Contoh budaya politik Neo Patrimonialistik adalah:
(1) Proyek di pegang pejabat;
(2) Promosi jabatan tidak melalui prosedur yang berlaku (surat sakti);
(3) Anak pejabat menjadi pengusaha besar, memanfaatkan kekuasaan orang tuanya dan
mendapatkan perlakuan istimewa; dan
(4) Anak pejabat memegang posisi strategis baik di pemerintahan maupun politik.
Di era reformasi sekarang ini sistem politik Indonesia mengalami perkembangan yang
cukup bagus dan lebih demokratis dalam melibatkan partisipan di berbagai macam kegiatan
politik seperti pemilu langsung untuk memilih wakil rakyat.
Budaya politik yang berkembang di Indonesia adalah budaya politik campuran,
artinya gabungan dari ketiga tipe budaya politik di atas. Hal ini disebabkan karena adanya
beberapa ciri dari masyarakat Indonesia seperti adanya sub-budaya yang beraneka ragam, dan
karena Indonesia memiliki budaya sendiri sendiri. Selain itu kecenderungan masyarakat
Indonesia yang masih kuat ikatan primordial yang dikenali melalui indikator berupa sentimen
kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan.
Nazaruddin Syamsuddin menyatakan dalam sebuah budaya ciri utama yang menjadi
identitas adalah sesuatu nilai atau orientasi yang menonjol dan diakui oleh masyarakat atau
bangsa secara keseluruhan. Jadi simbol yang selama ini telah diakui dan dikenal masyarakat
adalah Bhinneka Tunggal Ika, maka budaya politik kita di Indonesia adalah Bhinneka
Tunggal Ika.
Menurut pendapat ahli, budaya politik masyarakat Indonesia sendiri tidak hanya
menganut satu tipe saja. Melainkan ada parokial yang mana bisa dilihat dari partisipasi warga
negara terhadap politik rendah, bisa karena banyak hal seperti berada di wilayah yang sulit
dijangkau misalnya pedalaman gunung, pesisir, maupun desa terpencil. Terdapat faktor
lainnya seperti ekonomi, rendahnya pendidikan, serta sarana prasarana. Sementara, budaya
politik partisipan dapat dilihat dari aktifnya aktivitas politik yang dijalankan masyarakat.
Apalagi sistem di Indonesia menganut sistem demokrasi yakni kebebasan berpendapat yang
merupakan hak rakyat.
Dikutip dari buku karya Michael G. Roskin dkk. berjudul Pengantar Ilmu Politik
(2016), Sidney Verba, seorang ilmuwan politik Amerika, mengatakan bahwa budaya politik
adalah sebuah sistem simbol-simbol ekspresif, kepercayaan empirik, serta nilai-nilai yang
mengukuhkan suatu situasi terhadap pengambilan tindakan politik. Budaya politik tercipta
dari nilai-nilai adat istiadat, pengetahuan, dan norma-norma yang dipegang oleh masyarakat.
Unsur-unsur tersebut menjadi landasan aturan hidup masyarakat suatu negara. Budaya politik
memfokuskan pada aktivitas non perilaku fisik diantaranya berupa sikap, pandangan, nilai,
dan kepercayaan. Oleh karena itu, budaya politik merupakan kerja-kerja psikologis yang
mempunyai pengaruh penting bagi keberadaan sistem politik.

Budaya politik dan sistem politik adalah dua hal yang saling terkait satu sama lain.
Sistem politik sebuah negara ada karena budaya politik warganya. Sementara, dalam sistem
politik memuat fungsi sistem politik, struktur politik, hingga gabungan antara keduanya.
Apabila ingin mengetahui budaya politik sebuah negara maka dapat dilihat dari perilaku
warganya secara massal yang berkaitan dengan politik. Dalam artian, budaya politik adalah
sikap serta tindakan dalam merespons struktur dan kegiatan politis yang terdapat dalam suatu
negara.

Indonesia sendiri menganut dua jenis budaya yang sering kita temukan. Budaya yang
berlangsung tergantung dari banyak faktor, tetapi yang paling dominan adalah lingkungan.
Cirinya sebagai berikut.
1. Parokial
Masyarakat parokial dicirikan sebagai masyarakat apatis, ruang lingkup sempit dan
kecil, pengetahuan masyarakat terhadap aspek ini tergolong sangat rendah, masyarakat tidak
tertarik bahkan menarik diri dari bidang politik. Ciri lainnya yakni sistem ini jarang sekali
berhadapan dengan masyarakat, kesadaran masyarakat terhadap kewenangan serta kekuasaan
negara sangat rendah. Jadi pada dasarnya budaya politik di Indonesia membuat
masyarakatnya kurang berpartisipasi.
2. Partisipan
Ciri-ciri dari partisipan adalah bahwa masyarakat sadar untuk berperan aktif di bidang
ini dan menyadari bahwa masyarakat memiliki hak dan kewajiban dalam kehidupan politik.
Ciri lainnya adalah masyarakat tidak hanya menerima situasi yang ada, tetapi juga secara
sadar memberikan penilaian terkait masalah politik. Budaya politik jenis partisipan ini
merupakan yang paling ideal untuk negara demokrasi.
Dalam budaya politik di Indonesia terdapat beberapa contoh, yakni mengikuti
pemiihan umum bagi yang memenuhi syarat, mengikuti forum untuk menyampaikan aspirasi,
dan melakukan unjuk rasa secara tertib dan damai. Kegiatan masyarakat di bidang ini akan
memberikan dampak positif bagi perkembangan negara, apalagi Indonesia menganut sistem
demokrasi. Oleh karena itu, budaya politik di Indonesia perlu membuat masyarakatnya
berperan aktif, apalagi sistemnya adalah demokrasi.

PENUTUP
KESIMPULAN

Dalam mengatasi permasalahan rendahnya partisipasi politik di masyarakat


pra-industrial ialah memberikan sosialisasi atas pentingnya partisipasi politik ataupun cara
hidup berpolitik. Budaya politik suatu negara bisa dilihat dari perilaku warga negaranya
secara massal, yang berkaitan dengan politik. Jadi bisa diterjemahkan budaya politik
merupakan sikap dan tindakan masyarakat dalam merespons struktur dan kegiatan politis
yang terdapat dalam suatu negara. Budaya politik di Indonesia masuk ke dalam tipe yang
sudah disebutkan sebelumnya. Dua tipe tersebut antara lain: Pertama, Parokial. Parokial
menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat dalam kegiatan bidang politik rendah. Biasanya
terjadi pada kelompok masyarakat yang tradisional atau berada di wilayah terpencil, sehingga
sarana untuk ikut berpartisipasi pun kurang memadai. Kedua, Partisipan. Budaya politik di
Indonesia partisipan ditandai dengan kesadaran rakyat untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatan aspek ini. Masyarakat pada partisipan sadar bahwa sebagai warga negara
mempunyai hak dan kewajiban terkait masalah politik.
Perpolitikan Tiongkok mengalami pengaruh dari pedagang dan missioner Barat yang
melakukan perdagangan dan hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Sistem politik Tionghoa
ini terpengaruh dari ajaran Marxisme dan Leninisme yang berbasiskan pada paham sosialis.
Hal ini membuat pemerintahan Tionghoa terpusat dan dipimpin oleh satu partai politik
nasional yakni Partai Komunis Tionghoa yang merupakan partai tunggal dan menjalankan
pemerintahan Tionghoa dengan Presiden yang diangkat dari partai. Presiden memiliki
legitimasi yang tinggi dalam memimpin negara dan kebijakan luar negerinya. The Economist
Intelligence Unit (EIU) meluncurkan indeks demokrasi Indonesia 2021 yang mengalami
peningkatan dan meraih skor rata-rata 6,71 dan peringkat 52 dari 167 negara. Sementara
Tiongkok meraih skor 2,21 dan duduk di posisi 148 dari 167 negara.

DAFTAR PUSTAKA

Yenrizal, Y. (2003). Budaya ‘Politik Kulit’dan Komunikasi Politik


Demokratis di Indonesia. Mediator: Jurnal Komunikasi, 4(1), 151-156.
Dewi, N.T (2014) Strategi Represif Cina dalam Menghadapi Pengaruh
Gelombang Arab Spring Tahun 2011 Terhadap Perkembangan Isu Demokratisasi di
Cina. http://journal.unair.ac.id/downloadfull/JAHI7210-b0ee513db0fullabstract.pdf (diakses
tanggal 31 Mei 2022).
Wahyono. (2020). Rezim Otoriter Pembungkam Jurnalis Dunia, China Urutan
Pertama.
https://international.sindonews.com/read/143212/45/rezim-otoriter-pembungkam-jurnalis-dun
ia-china-urutan-pertama-1598328506 (diakses tanggal 31 Mei 2022).

Reditya, T. H. (2022). Laporan Indeks Demokrasi EIU 2021 : China Tetap di


Posisi Bawah, Indonesia Alami Peningkatan.
https://www.kompas.com/global/read/2022/02/10/111500970/laporan-indeks-demokrasi-eiu-
2021--china-tetap-di-posisi-bawah-indonesia?page=all (diakses tanggal 31 Mei 2022).

Suryo, H. (2015). Budaya Politik Negara Maju Dan Negara Berkembang: Suatu
Perbandingan. Volume 1 Halaman 1-47.

Almond, Gabriel dan Sidney Verba. (1984). Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara. Penerjemah Sahat Simamora Jakarta: PT Bina Aksara.

UMSU. Budaya Politik di Indonesia. https://fahum.umsu.ac.id/budaya-politik-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai