Anda di halaman 1dari 6

PERBANDINGAN BUDAYA POLITIK INDONESIA DENGAN NEGARA MAJU

A. BUDAYA POLITIK
Berdasarkan pendapat dari Almond dan Verba: “Budaya politik adalah suatu sikap
orientasi khas dari warga negara terhadap sistem politik dengan aneka ragam bagiannya
dan sikap terhadap peranan warga negara dalam sistem politik tersebut”. Budaya politik
mengacu pada keseluruhan pengetahuan, sikap emosional dan penilaian etika moral
yang berkaitan dengan isu-isu politik yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Partisipasi politik adalah komponen penting dalam budaya politik. Partisipasi politik
merupakan bagian dari budaya politik karena keberadaan struktur-struktur politik di
dalam masyarakat seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, dan
media massa.

Banyak ahli berpendapat bahwa kemajuan suatu negara ditentukan oleh sikap dan
budaya rakyat atau warga negaranya yang terbiasa berperilaku demokratis, kritis dan
partisipatif. Hal ini merupakan salah satu indikator yang menilai apakah negara tersebut
demokratis. Perilaku demokratis merupakan pencerminan dari budaya politik nasional
atau negara. Suatu masyarakat membutuhkan budaya politik yang kuat agar dapat
memajukan stabilitas negara.

ORIENTASI BUDAYA POLITIK (ALMOND & VERBA)


a. Orientasi kognitif  pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap sistem
politik, isu-isu politik, proses politik. Ini juga termasuk pengetahuan tentang
kebijakannya pemerintah, bagaimana individu merespon menggunakan
pengetahuan politik
b. Orientasi afektif  aspek emosional masyarakat terhadap sistem politik. Perasaan
untuk menolak atau menerima suatu sistem politik atau kebijakan yang berlaku
c. Orientasi evaluatif  opini atau penilaian masyarakat tentang objek-objek politik
yang melibatkan nilai-nilai moral dalam masyarakat

B. BUDAYA POLITIK DI INDONESIA


Ada beberapa tipe budaya politik yang dicetuskan Almond dan Verba:
1. Budaya Politik Parokial
Budaya politik parokial ini menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat dalam
berbagai kegiatan terbilang rendah. Biasanya terjadi pada kelompok masyarakat
tradisional yang berada di daerah terpencil.
Ciri-ciri:
a. Kelompok masyarakat dipimpin oleh kepala suku atau pemimpin adat.
b. Pola budaya politik ini cenderung membuat masyarakat tidak mengharapkan
perubahan apa-apa dalam sistem politiknya.
c. Masing-masing anggota masyarakat tidak memiliki spesifikasi tugas yang
berkaitan dengan sistem politik yang berlaku.
d. Hal yang kental dengan budaya politik parokial adalah keberadaan pranata dan
unsur-unsur adat yang masih melekat di dalam masyarakat.

2. Budaya Politik Kaula


Budaya politik kaula adalah budaya politik dengan masyarakatnya yang sudah
mengenal politik namun partisipasinya pasif. Budaya politik ini didominasi
masyarakat pada umumnya. Budaya ini termasuk gambaran dari kepemimpinan
yang diktator.
Ciri-ciri:
a. Masyarakat dalam budaya politik kaula biasanya memiliki partisipasi yang
berfrekuensi tinggi, namun tidak ikut menentukan perubahan politik.
b. Masyarakat menjadi kekuatan yang lebih besar dalam budaya politik ini. Hanya
saja keberadaannya tidak berdampak lebih dari otoritas si penguasa.
c. Masyarakat cenderung tunduk kepada keputusan pemerintah, karena kebijakan
pemerintah dianggap tidak dapat diubah dan bersifat mutlak.

3. Budaya Politik Partisipan


Budaya politik dengan kesadaran masyarakat akan politik sangat tinggi. Budaya
politik ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam
menentukan arah kebijakan pemerintah.
Ciri-ciri:
a. Masyarakat ikut serta memberi masukan dan kritik terhadap kebijakan yang
kurang sesuai
b. Masyarakat sadar bahwa peranannya sebagai kesatuan dari individu memiliki
hak untuk menolak atau menerima keputusan dari sang penguasa.
c. Masyarakat terlibat dan aktif dalam sistem politik
d. Masyarakat sangat paham sistem politik secara umum

Dari penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwa budaya politik yang dianut Indonesia adalah
budaya politik parokial dan partisipan. Ini dilihat dari bagaimana kepedulian dan keikutsertaan
masyarakat terhadap budaya politik yang berlaku di Indonesia.

BUDAYA POLITIK DALAM DEMOKRASI


Untuk dapat melihat tingkat kehidupan demokratis suatu negara, tergantung pada
budaya politiknya. Budaya politik merupakan variabel determinan atau berpengaruh
terhadap sistem politik.
Pertanyaan : Apakah masyarakat Indonesia memiliki potensi budaya politik yang kondusif bagi
berkembangnya sistem demokrasi?

 Indonesia adalah sebuah wilayah dengan karakteristik budaya masyarakatnya yang unik
dan kompleks. Dengan ciri masyarakatnya yang bersifat plural itu, maka dapat dilihat
sebagai pengaruh yang ada terhadap pembentukan budaya masyarakatnya. Misalnya,
aspek sejarah, geografi, floralitas agama, etnik dan, bahasa.

Pertanyaan Apakah benar dalam budaya politik lokal di Indonesia tidak terdapat nilai-nilai
demokratis?
 Demokrasi berhubungan erat dengan demokratisasi. Demokratisasi adalah sebuah
proses politik yang dijalankan oleh pemerintah bersama masyarakat untuk menciptakan
kehidupan politik yang demokratis. Demokratisasi sendiri dasarnya merupakan sebuah
usaha yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dalam menciptakan keadaan yang
lebih sesuai dengan tuntutan budaya politik yang demokratis. Demokratisasi tidak akan
bisa berjalan bila tidak ditunjang oleh adanya budaya politik yang sesuai dengan prinsip-
prinsip demokrasi. Budaya politik yang matang termanifestasi melalui orientasi
pandangan dan sikap individu terhadap sistem politiknya. Budaya politik yang
demokratis akan mendukung terciptanya sistem politik yang demokratis. Budaya politik
yang demokratis menurut Almond dan verba adalah suatu kumpulan sistem keyakinan
sikap norma persepsi dan sejenisnya yang mendorong terwujudnya partisipasi. Budaya
politik yang demokratis merupakan budaya politik yang partisipatif karena itu, hubungan
antar budaya politik dengan demokrasi dalam konteks tidak dapat dipisahkan.

C. PERKEMBANGAN BUDAYA POLITIK INDONESIA DARI MASA KE MASA


Di Indonesia, atmosfer budaya politik berubah-ubah seiring perkembangan waktu, mulai
dari masa penjajahan hingga masa reformasi saat ini. Hal tersebut tentunya dipengaruhi
oleh bagaimana gaya kepemimpinan yang berlaku pada masing-masing periode.

1. Masa Penjajahan Belanda


Budaya politik yang ada pada masa penjajahan Belanda ini tentunya menyimpan
banyak upaya untuk memerdekakan tanah air Indonesia. Pada masa ini, banyak
partai politik yang muncul untuk memperkuat usaha perebutan kekuasaan dari
Belanda. Munculnya banyak partai politik di masa ini menimbulkan banyaknya
anggota partai politik yang ditangkap, disingkirkan hingga diasingkan oleh pihak
Belanda. Beberapa partai politik yang ikut andil dalam usaha merebut kemerdekaan
antara lain Partai Indonesia, Partai Indonesia Raya, Gerakan Rakyat Indonesia,
Gabungan Politik Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan masih banyak lagi.

2. Masa Penjajahan Jepang


Pada masa penjajahan Jepang, budaya politik sangatlah ditentang keras. Masyarakat
Indonesia tidak diperkenankan mengadakan kegiatan politik. Oleh karena itu, pihak
Jepang sendiri yang membentuk organisasi-organisasi bagi masyarakat Indonesia untuk
berdiskusi misalnya Gerakan Tiga A, Putera, dan Jawa Hokokai.

3. Era Demokrasi Parlementer (1945-1950)


Budaya politik yang berkembang pada era demokrasi parlementer sangat beragam,
dengan tingginya partisipasi massa dalam menyalurkan tuntutan mereka, menimbulkan
anggapan bahwa seluruh lapisan masyarakat telah berbudaya politik partisipan.
Anggapan bahwa rakyat mengenal hak haknya dan dapat melaksanakan kewajibannya
menyebabkan tumbuhnya deviasi penilaian terhadap peristiwa-peristiwa politik yang
timbul ketika itu 5 percobaan kudeta dan pemberontakan, di mana dibelakangnya
sedikit banyak tergambar adanya keterlibatan/keikutsertaan rakyat, dapat diberi arti
bahwa kelompok rakyat yang bersangkutan memang telah sadar, atau mereka hanya
terbawa-bawa oleh pola-pola aliran yang ada ketika itu.

Selain itu, dengan gaya politik yang ideologis pada masing-masing partai politik
menyebabkan tumbuhnya budaya paternalistik. Adanya ikatan dengan kekuatan-
kekuatan politik yang berbeda secara ideologis mengakibatkan fungsi aparatur negara
yang semestinya melayani kepentingan umum tanpa pengecualian, menjadi cenderung
melayani kepentingan golongan menurut ikatan primordial. Selain itu, orientasi
pragmatis juga senantiasa mengiringi budaya politik pada era ini.

4. Era Demokrasi Terpimpin (dimulai pada 5 Juli 1959 sampai 1965)


Budaya politik yang berkembang pada era ini masih diwarnai dengan sifat
primordialisme seperti pada era sebelumnya. Selain itu, paternalisme juga bahkan dapat
hidup lebih subur di kalangan elit-elit politiknya. Adanya sifat karismatik dan
paternalistik yang tumbuh di kalangan elit politik dapat menengahi dan kemudian
memperoleh dukungan dari pihak pihak yang bertikai, baik dengan sukarela maupun
dengan paksaan. Dengan demikian, muncul dialektika bahwa pihak yang kurang
kemampuannya, yang tidak dapat menghimpun solidaritas di arena politik, akan
tersingkir dari gelanggang politik. Adapun pihak yang lebih kuat akanmerajai/menguasai
arena politik.

Pengaturan soal-soal kemasyarakatan lebih cenderung dilakukan secara paksaan.


Hal ini bisa dilihat dari adanya teror mental yang dilakukan kepada kelompok-kelompok
atau orang-orang yang kontra revolusi ataupun kepada aliran aliran yang tidak setuju
dengan nilai-nilai mutlak yang telah ditetapkan oleh penguasa.

Dari masyarakatnya sendiri, besarnya partisipasi berupa tuntutan yang diajukan


kepada pemerintah juga masih melebihi kapasitas sistem yang ada. Namun, saluran
input-nya dibatasi, yaitu hanya melalui Front Nasional. Rakyat dalam rapat-rapat raksasa
tidak dapat dianggap memiliki budaya politik sebagai partisipan, melainkan
menunjukkan tingkat budaya politik kaula, karena diciptakan atas usaha dari rezim.

5. Era Demokrasi Pancasila (1966-1998)


Budaya politik yang berkembang pada era Orde Baru adalah budaya politik subjek, di
mana semua keputusan dibuat oleh pemerintah, sedangkan rakyat hanya bisa tunduk di
bawah pemerintahan otoritarianisme Soeharto. Kalaupun ada proses pengambilan
keputusan hanya sebagai formalitas karena yang keputusan kebijakan publik yang hanya
diformulasikan dalam lingkaran elite birokrasi dan militer.

Contoh budaya politik Neo Patrimonialistik adalah :


1. Proyek dipegang pejabat.
2. Promosi jabatan tidak melalui prosedur yang berlaku (surat sakti).
3. Anak pejabat menjadi pengusaha besar, memanfaatkan kekuasaan orang tuanya dan
mendapatkan perlakuan istimewa.
4. Anak pejabat memegang posisi strategis, baik di pemerintahan maupun politik.

6. Era Reformasi (1998 sampai sekarang)


Budaya politik yang berkembang pada era reformasi ini adalah budaya politik yang
lebih berorientasi pada kekuasaan yang berkembang di kalangan elite politik. Budaya
seperti itu telah membuat struktur politik demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik.
Walaupun struktur dan fungsi-fungsi sistem politik Indonesia mengalami perubahan dari
era yang satu ke era selanjutnya, namun tidak pada budaya politiknya.

Namun, kuatnya budaya politik patrimonial dan otoritarianisme politik yang masih
berkembang di kalangan elite politik dan penyelenggara pemerintahan masih senantiasa
mengiringi. Walaupun rakyat mulai peduli dengan input-input politik, akan tetapi tidak
diimbangi dengan para elite politik karena mereka masih memiliki mentalitas budaya
politik sebelumnya. Sehingga, budaya politik yang berkembang cenderung merupakan
budaya politik subjek-partisipan.

D. BUDAYA POLITIK NEGARA MAJU

AMERIKA SERIKAT
Negara Amerika Serikat masyarakatnya cenderung menganut budaya politik partisipan.
Budaya politik partisipan adalah budaya politik yang lebih tinggi tingkatannya ketimbang
subyek, di Amerika Serikat individu mengerti bahwa mereka adalah warga negara yang
punya sejumlah hak maupun kewajiban. Hak misalnya untuk menyatakan pendapat,
memperoleh pekerjaan, penghasilan, pendidikan, dan di sisi lain kewajiban untuk,
misalnya, membayar pajak.
Dalam budaya politik partisipan, sering dan merasa bebas mendiskusikan masalah
politik. Mereka merasa bahwa, hingga tingkatan tertentu, dapat mempengaruhi
berjalannya perpolitikan negara. Mereka pun merasa bebas dan mampu mendirikan
organisasi politik baik untuk memprotes ataupun mendukung pemerintah. Jika tidak
mendirikan organisasi politik, mereka pun banyak bergabung ke dalam organisasi
sukarela baik bersifat politik maupun tidak.
Dalam konteks budaya politik di Negara Maju, Amerika Serikat merupakan contoh ideal
dari penerapan budaya politik demokratis. Dalam budaya politik demokratis rakyat
ditempatkan sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Di samping itu, masyarakat Amerika
Serikat diarahkan untuk berperan aktif dalam proses politik yang berlangsung dan hal ini
sebagai perwujudan budaya politik partisipan. Dari implementasi dan pencerminan
budaya politik di Amerika Serikat sejalan yang dikemukakan oleh Almond dan Verba di
mana partisipasi politik warga negaranya menjadi indikator penting untuk mewujudkan
budaya politik yang demokratis.

LIMA ELEMEN PENTING BUDAYA POLITIK AMERIKA SERIKAT


1. KEBEBASAN
2. INDIVIDUALISME
3. FREE ENTERPRISE
4. EGALITARIANISME
5. LIMITED GOVERNMENT

Anda mungkin juga menyukai