Anda di halaman 1dari 20

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“Mencermati Potret Budaya Politik di Indonesia”

Oleh :
Dwi Fitria Respatiningtyas (06)
Jaslin Bonita Aureyga (13)
Rahmi Restu Hikmah A. (26)
Safira Salsabillah (29)

XI MIPA 7
KOMPETENSI DASAR
KD 3.9 Menganalisis macam – macam budaya politik di Indonesia
Indikator :
a Uraikan maksud dari budaya politik! Berikan contohnya.
b Uraikan dan jelaskan ciri – ciri budaya politik secara umum!
c Uraikan dan jelaskan tipe – tipe budaya politik!
d Jelaskan maksud dari sosialisasi politik dan komunikasi politik, serta berikan
contohnya!
e Uraikan apa yang kamu ketahui tentang partai politik!

1) BUDAYA POLITIK
A Menurut Bahasa
Budaya politik berasal dari dua kata, yaitu budaya dan politik. Kata budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah. Berdasarkan pengertian
tersebut, dapat dikatakan bahwa kebudayaan berarti semua hal yang bersangkutan
dengan akal.
Adapun kata politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis, yang berarti kota atau
negara kota. Dari beberapa pengertian mengenai budaya politik di atas, maka dapat
diamati bahwa budaya politik menunjuk pada orientasi dari tingkah laku individu atau
masyarakat terhadap sistem politik.

B Pendapat Tokoh Mengenai Budaya Politik


1. Gabriel A. Almond dan Sidney Verba
Budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas dari warga negara
terhadap sistem politik dengan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap
peranan warga negara yang ada dalam sistem itu (1963: 13).

2. Rusadi Kantaprawira
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya
terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik
(1988: 25).

3. Samuel Beer
Budaya politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikapsikap emosi tentang
bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus
dilakukan oleh pemerintah (1967: 25).

4. Mochtar Masoed dan Collin MacAndrews


Budaya politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap
kehidupan pemerintahan negara dan politiknya (1986: 41).

5. Larry Diamond
Budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi
suatu masyarakat tentang sistem politik negeri mereka dan peran masing-masing
individu dalam sistem itu (2003: 207).

6. Almond dan Powell


Almond dan Powell mengungkapkan bahwa budaya politik adalah suatu
konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan keterampilan yang
sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk pola
kecenderungankecenderungan khusus serta pola-pola kebiasaan yang terdapat
pada kelompokkelompok dalam masyarakat (1966: 23).

❖ PERILAKU POLITIK
Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour) adalah perilaku yang
dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya
sebagai insan politik.
Contoh perilaku politik :
- Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
- Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai
politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm
lembaga swadaya masyarakat
- Ikut serta dalam pesta politik
- Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
- Berhak untuk menjadi pimpinan politik

❖ INTEREST GROUP
Interest group atau disebut kelompok kepentingan adalah sekelompok orang
yang bertindak bersuara untuk mendapatkan tujuan yang tidak dapat dijangkai oleh
seorang individu dalam konteks masyarakat yang kompleks.
Kemunculan interest group disebabkan oleh :
✓ Parpol / anggota dewan tidak menyalurkan aspirasi masyarakat
✓ Melengkapi organ-organ yang tidak terjangkau oleh partai
✓ Memberikan ruang bagi masyarakat untuk ikut berperan dalam pemerintahan.
Contoh interest group :
- Parpol
- NU
- MUI
- Militer
- Serikat Buruh

2) CIRI – CIRI BUDAYA POLITIK


a. Adanya pengaturan kekuasaan
b. Proses pembuatan kebijakan pemerintah
c. Adanya kegiatan dari partai-partai politik
d. Perilaku dari aparat-aparat negara
e. Adanya budaya politik menyangkut masalah legitimasi
f. Adanya gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah
g. Menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat

➔ Ciri-Ciri Budaya Politik Parokial


a. Budaya politik ini berlangsung dalam masyarakat yang masih tradisional dan
sederhana
b. Belum terlihat peran-peran politik yang khusus, peran politik dilakukan serempak
bersamaan dengan peran ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.
c. Kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan
dalam masyarakatnya cenderung rendah.
d. Warga cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas,
kecuali yang ada di sekitarnya.
e. Warga tidak banyak berharap atau tidak memiliki harapan-harapan tertentu dari
sistem politik tempat ia berada.
Contoh budaya politik parokial :
1 Sebagian warga Aceh yang hendak memisahkan diri dari Republik Indonesia
2 Tidak mengikuti pemilu
3 Tidak peduli pada politik
4 Masyarakat pedalaman yang tidak mengetahui pemimpin mereka
5 Hanya peduli pada kepentingan daerah asalnya, dia sama sekali tidak
memperhatikan kepentingan bangsa dan negara.

➔ Ciri-Ciri Budaya Politik Kuala (Subjek)


a. Warga menyadari sepenuhnya akan otoritas pemerintah.
b. Tidak banyak warga yang memberi masukan dan tuntutan kepada pemerintah,
tetapi mereka cukup puas untuk menerima apa yang berasal dari pemerintah.
c. Warga bersikap menerima sajja putusan yang dianggapnya sebagai sesuatu yang
tidak boleh dikoreksi, apalagi ditentang.
d. Sikap warga sebagai aktor politik adalah pasif, artinya warga tidak mampu berbuat
banyak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
e. Warga menaruh kesadaran, minat, dan perhatian terhadap sistem politik pada
umumnya dan terutama terhadap objek politik output, sedangkan kesadarannya
terhadap input dan kesadarannya terhadap input dan kesadarannya sebagai aktor
politik masih rendah.
Contoh budaya politik kaula :
1. Di saat pemerintah Presiden Suharto (masa Orde Baru) orang jarang ada yang
berani membincangkan masalah politik secara bebas, terlebih lagi mengkritik
presiden ataupun keluarganya.
2. Golput saat pemilu
3. Masyarakat jawa (keraton) di jogja. Dimana rakyat sudah ada pemahaman &
kesadaran akan pentingnya berpartisipasi dalam politik, namun mereka tidak
berdaya dan tidak kritis (hanya mengikuti perintah, tidak memberikan aspirasi).
4. Tidak berpartisipasi dalam politik.
5. Tidak sadar politik.

➔ Ciri-Ciri Budaya Politik Partisipan


a. Warga menyadari akan hak dan tanggung jawabnya dan mampu mempergunakan
hak itu serta menanggung kewajibannya.
b. Warga tidak menerima begitu saja keadaan, tunduk pada keadaan, berdisiplin
tetapi dapat menilai dengan penuh kesadaran semua objek politik, baik
keseluruhan, input, output maupun posisi dirinya sendiri.
c. Anggota masyarakat sangat partisipatif terhadap semua objek politik, baik
menerima maupun menolak suatu objek politik.
d. Masyarakat menyadari bahwa ia adalah warga negara yang aktif dan berperan
sebagai aktivis.
e. Kehidupan politik dianggap sebagai sarana transaksi, seperti halnya penjual dan
pembeli. Warga dapat menerima berdasarkan kesadaran, tetapi juga mampu
menolak berdasarkan penilaiannya sendiri.
Contoh Budaya Politik Partisipan
1. :Mengikuti pemilu
2. Aktif dalam kegiatan politik
3. Membentuk organisasi politik atau menjadi anggota Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang dapat mengontrol maupun memberi input terhadap
setiap kebijakan pemerintah.
4. Bergabung dalam kelompok-kelompok kepentingan kontemporer, seperti unjuk
rasa secara damai tidak anarkis atau merusak, petisi, protes, dan demonstrasi.
5. Selalu mengkritisi kebijakan pemerintah dan selalu memberikan masukan
kepada pemerintah.

3) TIPE – TIPE BUDAYA POLITIK


1) Budaya Politik Parokial
Budaya politik parokial merupakan tipe budaya politik yang paling rendah.
Dalam budaya politik ini masyarakat tidak merasakan bahwa mereka adalah warga
negara dari suatu negara, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan
lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak
memiliki perhatian terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik, pengetahuannya
sedikit tentang sistem politik, dan jarang membicarakan masalah-masalah politik.
Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat
maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik
dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-
institusi politik.
Tidak munculnya perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik
tersebut menyebabkan sulitnya membangun demokrasi dalam budaya politik parokial.
Demokrasi dalam budaya politik parokial hanya dapat dibangun jika terdapat institusi-
institusi dan perasaan kewarganegaraan baru.

2) Budaya Politik Kaula atau Subjek


Budaya politik kaula atau subjek lebih rendah satu derajat dari budaya politik
partisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama
sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik, tetapi
keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita
politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen
emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman jika
membicarakan masalah-masalah politik.
Demokrasi sulit berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subjek
karena tiap-tiap warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses
politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu,
mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah
sehingga sangat sukar untuk mengharapkan partisipasi politik yang tinggi, agar
terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik.

3) Budaya Politik Partisipan


Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka
berstatus warga negara dan memberikan perhatian terhadap sistem politik. Mereka
memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk
mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat
mempengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan. Mereka juga
memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok protes
jika terdapat praktikpraktik pemerintahan yang tidak fair.
Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya
demokrasi karena adanya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah.
Hal itu ditunjukkan oleh tingkat kompetensi politik warga negara yang tinggi dalam
menyelesaikan sesuatu hal secara politik. Warga negara merasa memiliki peran
politik. Mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai
perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu, warga negara berperan sebagai
individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela karena adanya saling percaya
(trust) antarwarga negara. Oleh karena itu, dalam konteks politik, tipe budaya ini
merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik.

Menurut Almond dan Verba, ketiga tipe (partisipan, parokial, dan subjek)
tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik sebagai berikut.

1) Budaya Politik Parokial-Subjek (The Parochial-Subject Culture)


Bentuk budaya campuran (subjek-parokial) ini merupakan peralihan atau perubahan
dari pola budaya parokial menuju pola budaya subjek (pemerintahan yang sentralistik).
Contoh budaya ini adalah bentuk-bentuk klasik kerajaan, seperti kerajaankerajaan di Afrika,
Rusia (Jerman), dan Kekaisaran Turki.

2) Budaya Politik Subjek-Partisipan (The Subject-Participant Culture)


Bentuk budaya campuran (subjek-partisipan) merupakan peralihan atau perubahan
dari budaya subjek (pemerintahan yang sentralistik) menuju budaya partisipan (demokratis).
Contoh negara yang memiliki tipe budaya campuran ini adalah Prancis, Jerman, dan Italia.
3) Budaya Politik Parokial-Partisipan (The Parochial-Participant Culture)
Bentuk budaya campuran (parokial-partisipan) ini merupakan peralihan atau
perubahan dari pola budaya parokial menuju budaya partisipan. Tipe budaya campuran ini
terdapat banyak di negara-negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan
politik. Pada umumnya, di negara-negara berkembang budaya politik yang dominan adalah
budaya parokial.
Meskipun demikian, norma-norma struktural yang diperkenalkan biasanya bersifat
partisipan dan demi keselarasan mereka menuntut suatu budaya partisipan. Hal ini sering
menimbulkan ketimpangan antara struktur yang menghendaki sifat partisipan dengan budaya
alami yang masih bersifat parokial.

BUDAYA POLITIK INDONESIA


Budaya politik di Indonesia merupakan perwujudan nilai nilai yang dianut oleh masyarakat
Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan polituk
kenegaraan.
Setelah era reformasi memang orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya
Politik partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan tidak
tunduk akan keputusan atau kinerja pemerintah baru aetika . perlu diketahui ketika era orde
baru Demokrasi dikekang. Segala bentuk media dikontrol/diawasi oleh pemerintah lewat
Departemen Penerangan supaya tidak mempublikasikan kebobrokan pemerintah.
Budaya politik Indonesia selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Tetapi
berubahnya itu hanya terjadi pada daerah perkotaan dan pedesaan yang telah maju tetapi pada
daerah-daerah terpencil itu tidak terjadi perubahan karena kurangnya pendidikan dan
informasi
Budaya Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan
Partisipan , dari segi budaya Politik Partisipan , Semua ciri- cirinya telah terjadi di
Indonesia dan ciri-ciri budaya politik Parokial juga ada yang memenuhi yaitu seperti
berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang
memenuhi seperti warga menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah.

4) SOSIALISASI POLITIK DAN KOMUNIKASI POLITIK


❖ SOSIALISASI POLITIK
A PENGERTIAN
➢ Secara Umum
✓ Sosialisasi Politik = Proses pembentukan sikap dan orientasi politik
para anggota masyarakat dalam menjalani kehidupan politik yang
berlangsung seumur hidup dengan diperoleh secara sengaja melalui
pendidikan formal, nonformal, dan informal maupun secara tidak
sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam
kehidupan keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan
masyarakat.
✓ Sosialisasi Politik = Proses di mana orang belajar tentang politik dan
mengembangkan orientasi pada politik yang berlangsung sepanjang
hayat, dari pengalaman dan pola-pola tindakan, dengan indikasi umum
hasil belajar tingkah laku politik dan kelompok berkenaan dengan
pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap politik tertentu.
✓ Sosialisasi politik memberikan penjelasan mengenai tingkah laku
politik masyarakat, karenanya merupakan prakondisi yang diperlukan
bagi aktivitas politik.

➢ Menurut Para Ahli


1. Gabrial A. Almond
Sosialisasi politik menunjukkan pada suatu proses ketika
sikap dan pola tingkah laku politik di peroleh atau dibentuk.
Sosialisasi politik juga merupakan sarana bagi suatu generasi
untuk menyampaikan patokan-patokan dan keyakinan-
keyakinan politik kepada generasi selanjutnya.

2. Irvin L. Child
Sosialisasi politik merupakan segenap proses individu yang
dilahirkan dengan banyaknya jajaran potensi tingkah laku dan dituntut
untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya agar menjadi kebiasaan
dan bisa diterima sesuai dengan standar-standar kelompok.

3. Kenneth P. Langton
Sosialisasi politik merupakan cara masyarakat meneruskan budaya
politiknya.

4. Ramlan Subakti
Sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi
politik anggota masyarakatnya.

5. Richard E. Dawson
Sosialisasi politik merupakan suatu pewarisan pengetahuan,nilai-nilai,
pandangan-pandangan politik dari guru, orang tua dan sarana politik
lainnya kepada warga negara baru atau mereka yang menginjak dewasa.

6. S. N. Eisentadt
Sosialisasi politik merupakan suatu komunikasi dengan dan dipelajari
oleh manusia lain dengan individu – individu yang secara bertahap
memasuki beberapa jenis relasi umum.

7. Denis Kavanagh
Sosialisasi politik merupakan suatu proses yang menunjukkan
seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang
politik.

8. David F. Aberlee
Sosialisasi politik adalah polapola mengenai aksi sosial, atau aspek-
aspek tingkah laku, yang menanamkan pada individuindividu tentang
beberapa hal seperti berikut. Keterampilanketerampilan (termasuk ilmu
pengetahuan), motif-motif, dan sikap-sikap yang perlu untuk
menampilkan peranan-peranan yang terus berkelanjutan sepanjang
kehidupan manusia, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus
dipelajari.

9. Alfian
Menurut Alfian, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam memahami
sosialisasi politik sebagai berikut.
a Sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang
berjalan terus-menerus selama peserta itu hidup.
b Sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa
pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi
informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik
secara tegas. Proses dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah,
kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak
politik langsung.

B SIFAT SOSIALISASI POLITIK


a Sosialisasi Politik Laten berlangsung dalam transmisi informasi, nilai-
nilai atau perasaan terhadap peran, input, dan output sistem sosial
(misalnya keluarga) yang mempengaruhi sikap terhadap peran, input, dan
output sistem politik.
b Sosialisasi Politik Manifes berlangsung dalam bentuk transmisi
informasi, nilai-nilai atau perasaan terhadap peran, input, dan output
sistem politik.

C FUNGSI SOSIALISASI POLITIK


✓ Membentuk dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa,
✓ Memelihara kebudayaan politik suatu bangsa,
✓ Mengubah kebudayaan politik suatu bangsa.

D JENIS – JENIS SOSIALISASI POLITIK


Dari segi metode ini, jenis sosialisasi politik terbagi menjadi:
• Pendidikan Politik: Pendidikan Politik adalah proses dialogis yang
bertujuan agar anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-
nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya. Hal ini biasa
dilakukan melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan, diskusi, atau
keikutsertaan dalam berbagai pertemuan formal maupun informal.
• Indoktrinasi Politik: Indoktrinasi Politik adalah proses sosialisasi yang
dilakukan untuk memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat agar
menerima nilai, norma, dan simbol politik. Hal ini biasanya dilakukan
secara satu arah dengan menggunakan cara-cara paksaan psikologis.

E AGEN SOSIALISASI POLITIK


Ada berbagai agen atau tempat dilaksanakannya sosialisasi politik. Mulai dari
lingkungan terdekat dengan anak hingga yang ada di luar lingkungan anak.
Beberapa agen atau tempat dilaksanakannya sosialisasi budaya politik seperti
berikut :
➢ Keluarga
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien
dan efektif adalah di dalam keluarga. Dimulai dari keluarga inilah antara
orang tua dengan anak, sering terjadi ”obrolan” politik ringan tentang
segala hal sehingga tanpa disadari terjadi transfer pengetahuan dan nilai-
nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak. Misalnya, seorang ibu
menceritakan kepada anaknya tentang pentingnya memberikan suara dalam
pengambilan kebijakan bersama. Melalui cerita dari sang ibu, seorang anak
akan selalu mengingat pentingnya memberikan suara dalam pengambilan
kebijakan bersama seperti pemilihan ketua OSIS.
Keluarga memiliki peran penting dalam sosialisasi politik karena ada
dua alasan, yakni sebagai berikut.
- Hubungan yang terjadi di keluarga merupakan hubungan antar
individu yang paling dekat dan memiliki ikatan yang erat sehingga
efektif untuk menanamkan sikap dan nilai-nilai.
- Keluarga merupakan lembaga yang pertama dan utama untuk
menanamkan kepribadian anak sejak awal.

➢ Sekolah
Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan
kewarganegaraan), siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan
berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-
nilai politik teoretis maupun praktis. Dengan demikian, siswa telah
memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan
nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis. Misalnya, guru
memberikan informasi tentang budaya politik bangsa Indonesia pada era
Orde Baru. Dari informasi guru, siswa menjadi tahu bentuk dan ciri budaya
politik Indonesia pada era Orde Baru.
Selain itu, Sekolah juga memberikan pandangan yang lebih konkrit
tentang lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Anak
belajar mengenal nilai, norma, dan atribut politik negaranya. Kegiatan
sosialisasi politik melalui sekolah dapat berupa kegiatan intrakurikuler,
upacara bendera, kegiatan ekstra, dan baris-berbaris.

➢ Teman Sebaya (Peergroup)


Kelompok pergaulan mampu menjadi sarana sosialisasi politik yang
efektif setelah anak keluar dari lingkungan keluarga. Dalam kelompok
pergaulan, seseorang akan melakukan tindakan tertentu karena teman-
temannya di dalam kelompoknya melakukan tindakan tersebut.
Kelompok pergaulan menyosialisasikan anggota-anggotanya dengan
cara mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap
sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu. Seseorang
mungkin menjadi tertarik pada politik atau mulai mengikuti peristiwa-
peristiwa politik karena teman-temannya berbuat demikian.
Lingkungan kelompok pergaulan lebih luas dan menjadikan mereka
memiliki pengalaman bersama karena kegiatan yang mereka lakukan.
Pengalaman yang dimiliki oleh seorang anak seringkali tidak diperoleh dari
keluarga.

➢ Partai Politik
Salah satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran
sebagai sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut
anggota kader maupun simpatisannya secara periodik maupun pada saat
kampanye, mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu menciptakan
”image” memperjuangkan kepentingan umum agar mendapat dukungan
luas dari masyarakat dan senantiasa dapat memenangkan pemilu.
Partai politik mempunyai beberapa tujuan khusus sebagai berikut :
- Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam
rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan.
- Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

➢ Media Massa
Media massa bagi masyarakat modern memberikan informasi-
informasi politik yang cepat dan dalam jangkauan yang luas. Dalam hal
itulah, media mssa baik surat kabar, majalah, radio, televisi, maupun
internet memegang peranan penting.
Media massa juga merupakan sarana ampuh untuk membentuk sikap-
sikap dan keyakinan-keyakinan politik. Melalui media massa, ideologi
negara dapat ditanamkan kepada masyarakat, dan melalui media massa pula
politik negara dapat diketahui oleh masyarakat luas.
Banyak masyarakat yang menaruh perhatian terhadap politik melalui
media massa karena menarik atau cenderung berlebihan beritanya.

➢ Pemerintah
Pemerintah merupakan agen yang mempunyai kepentingan langsung
atas sosialisasi politik. Hal ini karena pemerintah adalah pelaksana sistem
politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik
pendidikan, yaitu melalui beberapa mata pelajaran yang ditujukan untuk
memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu
kebangsaan, dan sejenisnya.
Pemerintah secara tidak langsung juga melakukan sosialisasi politik
melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi
afektif individu bisa terpengaruh. Hal ini secara otomatis juga
mempengaruhi budaya politik individu yang bersangkutan.

F ASPEK PENTING SOSIALISASI POLITIK


Pada hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk memasyarakatkan
nilai-nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat. Beberapa aspek
penting dari sosialisasi politik adalah sebagai berikut :
- Sosialisasi politik merupakan proses belajar dari pengalaman.
- Sosialisasi politik merupakan prakondisi bagi aktivitas sosial politik.
- Sosialisasi politik berlangsung tidak hanya pada usia dini dan remaja, tetapi
tetap berlanjut sepanjang kehidupan.
- Sosialisasi politik memberikan hasil belajar yang berupa informasi,
pengetahuan,sikap, motif, nilai-nilai yang tidak hanya berkaitan dengan
individu tetapi juga dengan kelompok.

G PROSES SOSIALISASI POLITIK


Sosialisasi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Berdasarkan
hasil riset David Easton dan Robert Hess, proses sosialisasi politik meliputi
empat tahap sebagai berikut :
1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua, anak,
presiden, dan polisi.
2. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal,
yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
3. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti
kongres (parlemen), Mahkamah Agung, dan pemungutan suara (pemilu).
4. Perkembangan pembedaan antara situasi-situasi politik dan mereka yang
terlibat dalam aktivitas yang disosialisasikan dengan institusi-institusi ini.

Selain pendapat David Easton dan Robert Hess, Robert Le Vine (E.
Sihotang, tt: 34) juga memberikan pendapatnya tentang cara kerja atau
mekanisme sosialisasi pengembangan budaya politik yang meliputi tiga cara
berikut :
1. Imitasi, proses sosialisasi melalui peniruan terhadap perilaku yang
ditampilkan individu-individu lain. Sosialisasi pada masa kanakkanak
merupakan hal yang amat penting
2. Instruksi, mengacu pada proses sosialisasi melalui proses pembelajaran
formal, informal, maupun nonformal.
3. Motivasi, proses sosialisasi yang berkaitan dengan pengalaman individu.
❖ KOMUNIKASI POLITIK
Komunikasi Politik (Political Communication) adalah penyampaian pesan-
pesan politik. Komunikasi politik dalam pengertian praktis adalah pembicaraam atau
"obrolan" tentang politik.
Komunikasi adalah penyampaian pesan. Politik adalah tentang kekuasaan --
hakikat politik adalah kekuasaan (the essence of politic is power).

A Pengertian Komunikasi Politik


Dalam istilah akademis (ilmiah), Komunikasi Politik adalah komunikasi
yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan
dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah.
Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik
bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai
komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah
dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan
seterusnya.

➢ MENURUT PARA AHLI


1. Gabriel Almond
Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap
sistem politik. “All of the functions performed in the political system,
political socialization and recruitment, interest articulation, interest
aggregation, rule making, rule application, and rule adjudication,are
performed by means of communication.”

2. Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi


pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi
komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem
politik.

3. Perloff
Process by which a nation’s leadership, media, and citizenry exchange and
confer meaning upon messages that relate to the conduct of public policy.

4. Communication (activity) considered political by virtue of its consequences


(actual or potential) which regulate human conduct under the condition of
conflict (Dan Nimmo).
5. Kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan
konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia
dalam kondisi konflik. Cakupan: komunikator (politisi, profesional, aktivis),
pesan, persuasi, media, khalayak, dan akibat.

6. Fagen, 1966
Communicatory activity considered political by virtue of its consequences,
actual, and potential, that it has for the funcioning of political systems.

7. Meadow, 1980
Political communication refers to any exchange of symbols or messages that
to a significant extent have been shaped by or have consequences for the
political system.

8. Miriam Budiardjo
Komunikasi politik merupakan salah satu fungsi partai politik, yakni
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan
mengaturnya sedemikian rupa –”penggabungan kepentingan” (interest
aggregation” dan “perumusan kepentingan” (interest articulation) untuk
diperjuangkan menjadi public policy.

9. Jack Plano dkk.


Kamus Analisa Politik: penyebaran aksi, makna, atau pesan yang
bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik, melibatkan unsur-unsur
komunikasi seperti komunikator, pesan, dan lainnya. Kebanyakan
komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga
khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol.
Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap
lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang hingga ruang kantor
parlemen.

10. Wikipedia:
Political communication is a field of communications that is concerned with
politics. Communication often influences political decisions and vice versa.
The field of political communication concern 2 main areas: 1. Election
campaigns - Political communications deals with campaigning for elections.
2. Political communications is one of the Government operations. This role is
usually fullfiled by the Ministry of Communications and or Information
Technology.

B Aktor: Komunikator Politik


Komunikator Politik pada dasarnya adalah semua orang yang berkomunikasi
tentang politik, mulai dari obrolan warung kopi hingga sidang parlemen untuk
membahas konstitusi negara.
Komunikator politik utama memainkan peran sosial yang utama, teristimewa
dalam proses opini publik. Karl Popper mengemukakan “teori pelopor mengenai
opini publik”, yakni opini publik seluruhnya dibangun di sekitar komunikator
politik.
Komunikator Politik terdiri dari tiga kategori: Politisi, Profesional, dan
Aktivis.
1. Politisi adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan
pemerintah, seperti aktivis parpol, anggota parlemen, menteri, dsb.;
2. Profesional adalah orang yang menjadikan komunikasi sebagai nafkah
pencahariannya, baik di dalam maupun di luar politik, yang uncul akibat
revolusi komunikasi: munculnya media massa lintas batas dan perkembangan
sporadis media khusus (majalah internal, radio siaran, dsb.) yang menciptakan
publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Terdiri dari
jurnalis (wartawan, penulis) dan promotor (humas, jurubicara, jurukampanye,
dsb.).
3. Aktivis – (a) Jurubicara (spokesman) bagi kepentingan terorganisasi, tidak
memegang atau mencita-citakan jabatan pemerintahan, juga bukan profesional
dalam komunikasi. Perannya mirip jurnalis. (b) Pemuka pendapat (opinion
leader) –orang yang sering dimintai petunjuk dan informasi oleh masyarakat;
meneruskan informasi politik dari media massa kepada masyarakat. Misalnya
tokoh informal masyarakat kharismatis, atau siapa pun yang dipercaya publik.

C Proses Komunikasi Politik


Proses komunikasi politik sama dengan proses komunikasi pada umumnya
(komunikasi tatap muka dan komunikasi bermedia) dengan alur dan komponen :
1. Komunikator/Sender – Pengirim pesan
2. Encoding - Proses penyusunan ide menjadi simbol/pesan
3. Message - Pesan
4. Media – Saluran
5. Decoding - Proses pemecahan/ penerjemahan simbol-simbol
6. Komunikan/Receiver – Penerima pesan
7. Feed Back - Umpan balik, respons.

D Saluran Komunikasi Politik


1. Komunikasi Massa – komunikasi ‘satu-kepada-banyak’, komunikasi melalui
media massa.
2. Komunikasi Tatap Muka –dalam rapat umum, konferensi pers, etc.— dan
Komunikasi Berperantara –ada perantara antara komunikator dan khalayak
seperti TV.
3. Komunikasi Interpersonal – komunikasi ‘satu-kepada-satu’ –e.g. door to door
visit, temui publik, etc. atau Komunikasi Berperantara –e.g. pasang sambungan
langsung ’hotline’ buat publik.
4. Komunikasi Organisasi – gabungan komunikasi ‘satu-kepada-satu’ dan ‘satu-
kepada-banyak’: Komunikasi Tatap Muka e.g. diskusi tatap muka dengan
bawahan/staf, etc. dan Komunikasi Berperantara e.g. pengedaran memorandum,
sidang, konvensi, buletin, newsletter, lokakarya, etc.

5) PARTAI POLITIK

A PENGERTIAN
❖ Secara Umum
Suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama.

❖ Menurut Para Ahli


a. Carl. J. Friedrich
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara
stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap
pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini
memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil
maupun materiil.
b. R.H. Soltau
Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak
terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang
dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan menguasai
pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
c. Sigmund Neumann
Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang
berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut
dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan-golongan
lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
d. Maurice Duverger
Partai politik adalah sekelompok manusia yang mempunyai doktrin
politik yang sama.
e. Edmund Burke
Partai politik adalah suatu kumpulan manusia untuk memajukan
keinginan-keinginan bersamanya, yaitu kepentingan nasional melalui
prinsip-prinsip khusus yang sudah disepakati.

❖ Menurut Undang-Undang
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. Partai politik
adalah organisasi yang bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warga
Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita
untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat,
bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

B FUNGSI
❖ Menurut Miriam Budiardjo
1. Partai sebagai sarana komunikasi politik
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga
kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang.
2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik
Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dan
pemilihan umum, partai politik harus memperoleh dukungan seluas mungkin.
Untuk itu partai berusaha menciptakan “image” bahwa ia memperjuangkan
kepentingan umum. Di samping menanamkan solidarias dengan partai, partai
politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan
tanggung jawabnya sebagai warga Negara dan menempatkan kepentingan
sendiri di bawah kepentingan nasional.
3. Partai sebagai sarana rekruitmen politik
Rekruitmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan
pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah
peranan dalam sisem politik pada umumnya dan politik pada khususnya.
Fungsi ini semakin besar porsinya manakala partai politik itu merupakan
partai tunggal seperti dalam sistem politik totaliter, atau manakala partai itu
merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga
berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi. Fungsi
rekruitmen politik dilakukan dengan cara kontak pribadi, persuasi dan lain-
lain. Juga kader diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik
menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama
4. Partai sebagai sarana pengatur konflik
Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam
masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai
politik berusaha mengatasinya.
❖ Menurut UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik Pasal 11
Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
- Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga
Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
- Penyerap, penghimpun, penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara.
- Partisipasi politik warga Negara Indonesia.
- Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan
gender.

❖ Secara Umum
- Sebagai sarana komunikasi politik (penyalur aspirasi dan pendapat rakyat
kepada pihak pemerintah
- Sebagai sarana sosialisasi politik (penanaman nilai dan norma terhadap
masalah-masalah politik)
- Sebagai sarana rekruitmen politik (mencari dan mengajak untuk turut aktif
dalam kegiatan politik sebagai anggota partai)
- Sebagai sarana pengatur konflik (turut mengatasi kesalahpahaman yang terjadi
pemerintahan maupun masyarakat)

C PARTAI POLITIK DI INDONESIA


Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk
oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

❖ Masa Penjajahan Belanda


Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa
(waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional.
Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo
dan Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti
Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan
nasional untuk Indonesia merdeka.
Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi
kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah
didirikan Dewan Rakyat, gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam
badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu
Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan
Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische
Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik
dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk
KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik
Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional,
MIAI (Majelis Islamil A―laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-
partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat
Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.
Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi
dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-
Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha
untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya
semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia
(K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul
Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi
tersebut di atas adalah merupakan partai politik – partai politik yang pertama kali
terbentuk di Indonesia.

❖ Masa Pendudukan Jepang


Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam
yang diberi kebebasan untuk membentuk partai Partai Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Partai Masyumi) yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.

❖ Masa Pasca Proklamasi Kemerdekaan


Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang
besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai
politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak
partai.
Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU
dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan
partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata
tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya
dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan
program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dengan
baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang
mewakili masa-masa demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi,
sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini
dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh
NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI
memainkan peranan bertambah kuat, terutama melalui G 30 S/PKI (akhir
September 1965).
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat
bergerak lebih leluasa dibanding dengan masa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan
pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik baru yaitu
Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum thun 1971, Golkar muncul
sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi
(Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik.
Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti
bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu
PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan
Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi
Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi kekuatan politik
Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.
Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan
tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai kembali
terjadi di Indonesia. Dan terus berlanjut hingga pemilu 2014 nanti.
Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk
banyak sekali Partai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 -1998), Partai
Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan
Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa
Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.
Pada 2012, DPR melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Partai Politik.

❖ Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Tentang Partai Politik Di


Indonesia Sejak Masa Kemerdekaan
1. Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955).
2. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan
Penyederhanaan Kepartaian.
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan,
dan Pembubaran Partai-Partai.
4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan
Karya.
5. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat
ini).

Anda mungkin juga menyukai