SEJARAH INDONESIA
ISLAMISASI DAN SILANG BUDAYA DI NUSANTARA
==
1. TEORI MEKAH
Teori lama, teori Gujarat, sejak 1958 mendapatkan koreksi dan kritik dari
Hamka yang melahirkan teori baru yakni Teori Makkah. Koreksinya ini
disampaikan dalam pidatonya pada Dies Natalis Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (PTAIN) ke-8 di Yogyakarta, pada 1958. Sejak dari pidatonya di atas,
kemudian dikuatkan dalam sanggahannya dalam seminar Sejarah Masuknya agma
Islam Ke Indonesia, di Medan, 17-20 Maret 1963, Hamka menolak pandangan
yang menyatakan bahwa agama islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dan
berasal dari Gujarat. Hamka lebih mendasarkan pandangannya pada peranan
bangsa arab sebagai pembawa agama islam ke Indonesia. Gujarat dinyatakan
sebagai tempat singgah semata, dan Makkah sebagai pusat,atau mesir sebagai
tempat pengambilan ajaran islam.
Bahan argumentasi yang dijadikan bahan
rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia
dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal
kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nila-
nilai ekonomi, melainkan di dorong oleh
motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam
pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah
berlangsung jauh sebelum tarikh masehi. Selain itu, Hamka menolak pendapat
yang menyatakan bahwa agama islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13,
karena di Nusantara abad ke-13 telah berdiri kekuasaan politik islam. Jadi
masuknya agama islam ke Nusantara terjadi jauh sebelumnya yakni pada abad ke-
7.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori
Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka
penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis
Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik untuk
menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang
mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia
dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di
Indonesia mendapatkan Islam dari orang-orang pertama (orang Arab), bukan dari
hanya sekadar perdagangan.
Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan
oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara)
yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya
mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau
perguruan tarekat.
Menurut Arnold, bahwa untuk menetapkan masuknya agama Islam ke
Indonesia dengan tepat tidaklah mungkin. Ada kemungkinan dibawa ke Indonesia
oleh pedagang-pedagang Arab pada permulaan abad tahun hijriah, lama sebelum
ada tulisan-tulisan sejarah tentang perkembangan Islam itu. Pendapat yang
demikian itu berdasarkan pengertian kita tentang ramainya perdagangan dengan
dunia Timur yang sejak dahulu dilakukan oleh orang Arab. Pada abad ke 2
sebelum masehi perdagangan dengan Ceylon seluruhnya ada di tangan mereka.
Pada permulaan abad ke 7, perdagangan dengan Tiongkok melalui Ceylon sangat
ramai sehingga pada pertengahan abad ke 8 banyak kita jumpai pedagang Arab di
Canton, sedang antara abad 10 dan 15 sampai datangnya orang Portugis, mereka
telah menguasai perdagangan di Timur. Diperkirakan bahwa mereka sejak lama
telah mendirikan tempat-tempat perdagangan pada beberapa kepulauan di
Indonesia, sebagaimana halnya pada tempat-tempat lainnya, meskipun tentang
kepulauan itu tidak disebut-sebut oleh ahli ilmu bumi Arab sebelum abad ke 9,
menurut berita Tiongkok tahun 674 masehi ada kabar tentang seorang pembesar
Arab yang menjadi kepala daerah pendudukan bangsa Arab di pantai Barat
Sumatera
Sebagian besar dari pedagang Arab yang berlayar ke kawasan Indonesia
datang dari Yaman, Hadramaut dan Oman di bagian Selatan dan Tenggara
semenanjung tanah Arab. Kawasan Yaman telah memeluk Islam semenjak tahun
630-631 hijriyah tepatnya pada zaman Ali bin Abi Thalib. Pengislaman Yaman ini
mempunyai implikasi yang besar terhadap proses
Islamisasi Asia Tenggara karena pelaut dan pedagang
Yaman menyebarkan agama Islam di sekitar pelabuhan
tempat mereka singgah di Asia Tenggara
3. TEORI PERSIA
Pembangun teori ini di Indonesia adalah
Hoesein Djayadiningrat. Fokus pandangan teori
ini tentang masukkanya agama Islam ke
nusantara berbeda dengan teori India dan
Makkah, sekalipun mempunyai kesamaan
masalah Gujaratnya, serta Madzhab Syafii-nya.
Teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya
kepada kebudayaan yang hidup di kalangan
masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan
mempunyai persamaan dengan Persia.
Kesamaan kebudayaan ini dapat dilihat pada masyarakat Islam Indonesia
antara lain :
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syiah
atas kematian syahidnya Husain. Peringatan ini berbentuk pembuatan
bubur Syura. Di Minangkabau bulan Muharram disebut bulan Hasan-
Husain. Di Sumatera Tengah sebelah Barat, disebut bulat Tabut, dan
diperingati dengan mengarak keranda Husain untuk dilemparkan ke
sungai atau ke dalam perairan lainnya. Keranda tersebut disebut tabut
diambil dari bahasa Arab.
b. Adanya kesamaan ajaran antara ajaran syaikh Siti Jenar dengan ajaran
sufi al-Hallaj, sekalipun al-Hallaj telah meninggal pada 310 H/922 M,
tetapi ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi, sehingga
memungkinkan syaikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat
mempelajarinya.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam mengeja huruf Arab, untuk
tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian al-quran tingkat awal.
Dalam bahasa Persi Fathah ditulis jabar-zabar, kasrah ditulis jer-zeer,
dhammah ditulis p’es-py’es. Huruf sin yang tidak bergigi berasal dari
Persia, sedangkan sin bergigi berasal dari Arab.
d. Nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim
(1419) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini teori Persia
mempunyai kesamaan mutlak dengan teori Gujarat. Tetapi sangat
berbeda jauh dengan pandangan CE Morisson
e. Pengakuan umat Islam Indonesia terhadap madzhab Syafi’i sebagai
madzhab yang paling utama di daerah Malabar. Dalam masalah
madzhab Syafi’i, Hoesein Djayadiningrat mempunyai kesamaan
dengan GE Morrison, tetapi berbeda dengan teori Makkah yang
dikemukakan oleh Hamka. Hoesein Djayadiningrat di satu pihak
melihat salah satu budaya Islam Indonesia kemudian dikaitkan dengan
kebudayaan Persia, tetapi dalam memandang madzhab Syafii terhenti
ke Malabar, tidak berlanjut dihubungkan dengan pusat madzhab Syafii
di Makkah.
4. TEORI CINA
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
(khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah
berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di
Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur
dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran
Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru
berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa
menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton,
Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah
pemukiman Islam.
Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun
lokal (babad dan hikayat), dapat diterima. Bahkan menurut sejumlah sumber lokat
tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro
Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina
bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan Sajarah Banten dan
Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis
dengan menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek Ban
Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan “Moechoel”
ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara Cina yang
berbatasan dengan Rusia.
Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur
Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di
Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik,
misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut
dan pedagang Cina. Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan
kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam
masing-masing teori tersebut
5. TEORI BENGGALI (BANGLADESH)
Teori ketiga yang dikembangkan Fatimi menyatakan bahwa Islam datang dari
Benggali (Bangladesh). Dia mengutip keterangan Tome Pires yang
mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang
Benggali atau keturunan mereka. Dan, Islam muncul pertama kali di semenanjung
Malaya dari arah pantai Timur, bukan dari Barat (Malaka), pada abad ke-11,
melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan Trengganu. Ia beralasan bahwa
doktrin Islam di semenanjung lebih sama dengan Islam di Phanrang, Elemen-
elemen prasasti di Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang ditemukan di
Leran. Drewes, yang mempertahankan teori Snouck, menyatakan bahwa teori
Fatimi ini tidak bisa diterima, terutama karena penafsirannya atas prasasti yang ada
dinilai merupakan perkiraan liar belaka. Lagi pula madzhab yang dominan di
Benggali adalah madzhab Hanafi, bukan madzhab Syafii seperti di semenanjung
dan nusantara secara keseluruhan.
SUMBER EKSTERNAL
1. BERITA ARAB
Berita Arab diketahui dari para pedagang Arab yang melakukan
aktivitasnya dalam bidang perdagangan dengan bangsa Indonesia. Para
pedagang Arab ini telah datang ke Indonesia sejak masa Kerajaan Sriwijaya
pada abad ke-7 Masehi.Hubungan pedagang Arab dengan Kerajaan Sriwijaya
terbukti dengan adanya sebutan para pedagang Arab untuk kerajaan Sriwijaya
yaitu zabaq, zabay, atau sribusa.
2. BERITA INDIA
Para pedagang Gujarat dari India selain melakukan perdagangan juga
menyebarkan agama Islam di pesisir pantai.
3. BERITA CINA
Ma Huan (sekretaris Laksamana Cheng Ho)
mengatakan bahwa pada tahun 1400 M telah ada
pedagang-pedagang Islam yang tinggal di pantai
utara Jawa.
4. CERITA MARCOPOLO
Pada abad ke 13 M penyebaran agama Islam semakin
meluas. Pada tahun 1092, Marco Polo, seorang musafir dari
Venesia (Italia) singgah di Perlak dan beberapa tempat di
Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang melakukan
perjalanan dari Venesia ke NegerI Cina. Ia menceritakan
bahwa pada abad ke-11, Islam telah berkembang di Sumatra
bagian Utara. Marcopolo menyatakan bahwa telah ada
Kerajaan Fumasik dan Samudera Pasai setelah melakukan
perjalanan pulang dari Cina menuju Persia. Ia juga
menceritakan bahwa Islam telah berkembang sangat pesat di
Jawa.
b) Saluran Perkawinan
Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap
sebagai kalangan yang terpandang. Hal ini menyebabkan banyak
penguasa pribumi tertarik untuk menikahkan anak gadis mereka
dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang gadis akan menjadi
muslim terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan,
lingkungan mereka semakin luas. Akhirnya timbul kampong-kampung,
daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim. Dalam perkembangan
berikutnya, ada pula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan
bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk islam terlebih
dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi
antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan
anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut
mempercepat proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden
Rahmat atau sunan ampel dengan Nyai Manila, sunan Gunung Jati
dengan putrid Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang
menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak), dll.
c) Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan,
kebanyakan rakyat masuk islam setelah rajanya
memeluk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik
raja sangat membantu tersebarnya islam di daerah
ini. Disamping itu, baik di Sumatera dan Jawa
maupun Indonesia bagian timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan islam
memerangi kerajaan-kerajaan non-islam. Kemenangan kerajaan islam
secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan islam itu
masuk islam.
d) Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para
sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur
dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam
soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-
kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka
ada juga yang mengawini putrid-putri
bangsawan setempat. Dengan tasawuf,
“bentuk” islam yang diajarkan kepada
penduduk pribumi mempunyai persamaan
dengan alam pikiran mereka yang
sebelumnya menganut agama Hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-
ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan
dengan alam pikiran Indonesia pra-islam adalah Hamzah Fansuri di
Aceh, syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran
mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad
ke-20 M ini.
e) Saluran Pendidikan
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai
dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk.
Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di
pondok yang dibimbing oleh guru agama,
ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah
lulus akan pulang ke kampung halamannya dan
akan mendakwahkan Islam di kampung
masing-masing. Misalnya, pesantren yang
didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta
Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran
pesantren Giri ini banyak yang diundang ke
Maluku untuk mengajarkan agama islam.
b. Makam
Makam khususnya untuk para raja bentuknya
seperti istana disamakan dengan orangnya yang
dilengkapi dengan keluarga, pembesar, dan
pengiring terdekat. Budaya asli Indonesia
terlihat pada gugusan cungkup yang
dikelompokkan menurut hubungan keluarga.
Pengaruh budaya Islam terlihat pada huruf dan
bahasa Arab, misalnya Makam Puteri Suwari di
Leran (Gresik) dan Makam Sendang Dhuwur di
atas bukit (Tuban).
d. Seni Sastra
Seni sastra Indonesia di zaman Islam banyak terpengaruh dari sastra
Persia. Di Sumatra, misalnya menghasilkan karya sastrayang berisi pedoman-
pedoman hidup, seperti cerita Amir Hamzah, Bayan Budiman dan 1001
Malam. Di samping itu juga mendapat pengaruh Hindu, seperti Hikayat
Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama. Cerita Panji pada zaman Kediri (Hindu)
muncul lagi dalam bentuk Islam, seperti Hikayat Panji Semirang. Hasil seni
sastra, antara lain sebagai berikut.
Suluk, yaitu kitab yang membentangkan ajaran tasawuf. Contohnya ialah
Suluk Wujil, Suluk Sukarsa, dan Suluk Malang Sumirang. Karya sastra
yang dekat dengan suluk ialah primbon yang isinya bercorak kegaiban
dan ramalan penentuan hari baik dan buruk, pemberian makna kepada
sesuatu kejadian dan sebagainya.
Hikayat, yakni saduran cerita wayang.
Babad, ialah hikayat yang berisi sejarah. Misalnya Babad Tanah Jawi
isinya sejarah Pulau Jawa, Babad Giyanti tentang pembagian Mataram
menjadi Surakarta dan Yogyakarta dan sebagainya.
Kitab-kitab lain yang berisi ajaran moral dan tuntunan hidup, seperti
Tajus Salatin dan Bustan us Salatin.
e. Sistem Kalender
Pada zaman Khalifah
Umar bin Khatab ditetapkan
kalender Islam dengan
perhitungan atas dasar
peredaran bulan yang disebut
tahun Hijriah. Tahun 1 Hijrah
(H) bertepatan dengan tahun
622 M. Sementara itu, di Indonesiapada saat yang sama telah menggunakan
perhitungan tahun Saka (S) yang didasarkan atas peredaran matahari. Tahun
1 Saka bertepatan dengan tahun 78 M. Pada tahun 1633 M, Sultan Agung
raja terbesar Mataram menetapkan berlakuknya tahun Jawa (tahun
Nusantara) atas dasar perhitungan bulan ( 1 tahun =354 hari). Dengan
masuknya Islam maka muncul sistem kalender Islam dengan menggunakan
nama-nama bulan, seperti Muharram (bulan Jawa; Sura),Shafar (bulan Jawa;
Sapar), dan sebagainya sampai dengan Dzulhijah (bulan Jawa; Besar) dengan
tahun Hijrah (H).
g. Sistem Pemerintahan
Pada zaman Hindu pusat kekuasaan adalah raja sehingga raja dianggap
sebagai titisan dewa. Oleh karena itu, muncul kultus “dewa raja”. Apa yang
dikatakan raja adalah benar. Demikian juga pada zaman Islam, pola tersebut
masih berlaku hanya dengan corak baru. Raja tetap sebagai penguasa tunggal
karena dianggap sebagai khalifah, segala perintahnya harus dituruti
e. Kerajaan Minangkabau
Kerajaan Pagaruyung disebut juga sebagai Kerajaan Minangkabau
yang merupakan salah satu Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi
provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Kerajaan ini
pernah dipimpin oleh Adityawarman sejak tahun 1347. Dan sekitar tahun
1600-an, kerajaan ini menjadi Kesultanan Islam. Munculnya nama
Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan
pasti. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman,
menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri
tersebut. Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-
16, yaitu melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari
Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh
Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan,
adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di
Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah
menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat
Minangkabau disebutkan bernama Sultan Alif.
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan
dengan ajaran agama Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam
adat diganti dengan aturan agama Islam. Pepatah adat Minangkabau yang
terkenal: "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah", yang artinya adat
Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam
bersendikan pada Al-Quran.
c. Kesultanan Jailolo
d. Kesultanan Bacan
e. Kesultanan Lolota
f. Kerajaan Tanah Hitu (1470 – 1682 )
g. Kerajaan Iha
h. Kerajaan Honimoa/ Siri Sori
i. Kerajaan Huamual
2) Pemerintahan
Kerajaan Buton berdiri tahun 1332 M. Awal pemerintahan dipimpin
seorang perempuan bergelar Ratu Wa Kaa Kaa. Kemudian raja kedua pun
perempuan yaitu Ratu Bulawambona. Setelah dua raja perempuan, dilanjutkan
Raja Bataraguru, Raja Tuarade, Raja Rajamulae, dan terakhir Raja Murhum.
Ketika Buton memeluk agama Islam, maka Raja Murhum bergelar Sultan
Murhum.
Kerajaan Buton didirikan atas kesepakatan tiga kelompok atau
rombongan yang datang secara bergelombang. Gelombang pertama berasal
dari kerajaan Sriwijaya. Kelompok berikutnya berasal dari Kekaisaran Cina
dan menetap di Buton. Kelompok ketiga berasal dari Kerajaan Majapahit.
Sistem kekuasaan di Buton ini bisa dibilang menarik karena konsep
kekuasaannya tidak serupa dengan konsep kekuasaan di kerajaan-kerajaan lain
di nusantara. Struktur kekuasaan kesultanan ditopang dua golongan
bangsawan: golongan Kaomu dan Walaka. Wewenang pemilihan dan
pengangkatan sultan berada di tangan golongan Walaka, namun yang menjadi
sultan harus dari golongan Kaomu. Jadi bisa dikatakan kalau seorang raja
dipilih bukan berdasarkan keturunan, tetapi berdasarkan pilihan di antara yang
terbaik.
Kelompok Walaka yang merupakan keturunan dari Si Panjonga
memiliki tugas untuk mengumpulkan bibit-bibit unggul untuk dilatih dan
dididik sedemikian rupa sehingga para calon raja memiliki bekal yang cukup
ketika berkuasa nanti. Berdasarkan penelitian, Ratu Waa Kaa Kaa adalah
proyek percobaan pertama kelompok Walaka ini Selain sistem pemilihan raja
yang unik, sistem pemerintahannya juga bisa dikatakan lebih maju dari
jamannya. Sistem pemerintahan kerajaan/kesultanan Buton dibagi dalam tiga
bentuk kekuasaan. Sara Pangka sebagai lembaga eksekutif, Sara Gau sebagai
lembaga legislatif, dan Sara Bhitara sebagai lembaga yudikatif. Beberapa ahli
berani melakukan klaim kalau sistem ini sudah muncul seratus tahun sebelum
Montesquieu mencetuskan konsep trias politica Peraturan hukum diterapkan
tanpa diskriminasi, berlaku sama bagi rakyat jelata hingga sultan. Sebagai
bukti, dari 38 orang sultan yang pernah berkuasa di Buton, 12 di antaranya
diganjar hukuman karena melanggar sumpah jabatan. Dan hukumannya
termasuk hukuman mati majelis rakyat Kesultanan Buton adalah lambang
demokrasi Kesultanan Buton. di sini dirumuskan berbagai program kesultanan
dan juga tempat untuk melaksanakan proses pemilihan sultan berdasarkan
aspirasi masyarakat Buton.
Masa pemerintahan Kerajaan Buton mengalami kemajuan terutama
bidang Politik Pemerintahan dengan bertambah luasnya wilayah kerajaan serta
mulai menjalin hubungan Politik dengan Kerajaan Majapahit, Luwu, Konawe,
dan Muna. Demikian juga bidang ekonomi mulai diberlakukan alat tukar
dengan menggunakan uang yang disebut Kampua (terbuat dari kapas yang
dipintal menjadi benang kemudian ditenun secara tradisional menjadi kain).
Memasuki masa Pemerintahan Kesultanan juga terjadi perkembangan
diberbagai aspek kehidupan antara lain bidang politik dan pemerintahan
dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Kesultanan Buton yaitu
“Murtabat Tujuh” yang di dalamnya mengatur fungsi, tugas dan kedudukan
perangkat kesultanan dalam melaksanakan pemerintahan serta ditetapkannya
Sistem Desentralisasi (otonomi daerah) dengan membentuk 72 Kadie
(Wilayah Kecil).
c. Kesultanan Kotawaringin
Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan
cabang Kesultanan Banjar) di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin
Barat saat ini di Kalimantan Tengah yang menurut catatan istana al-Nursari
(terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615 atau 1530, dan
Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada 1637,
tahun ini dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan
Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis
tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin
pada masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya Kotawaringin merupakan
keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding.
Kerajaan Pagatan (1750). Kerajaan Pagatan (1775-1908) adalah salah satu
kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Tanah Kusan atau daerah aliran
sungai Kusan, sekarang wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanah
Bumbu, Kalimantan Selatan. Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan
wilayah kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin,
Cantung, Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).
j. Kerajaan Tidung
Kerajaan Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan
(Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara
Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di
Salimbatu.
k. Kesultanan Bulungan(1731)
Kesultanan Bulungan atau Bulongan adalah kesultanan yang pernah
menguasai wilayah pesisir Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Nunukan, dan Kota Tarakan sekarang. Kesultanan ini berdiri
pada tahun 1731, dengan raja pertama bernama Wira Amir gelar Amiril
Mukminin (1731–1777), dan Raja Kesultanan Bulungan yang terakhir atau
ke-13 adalah Datuk Tiras gelar Sultan Maulana Muhammad Djalalluddin
(1931-1958).
BAB III
KESIMPULAN
Proses islamisasi tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi
lebih merupakan proses berkesinambungan yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa
yang akan datang.Islam telah dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat Islam ber-pijak dan
berkembang. Di samping itu, Islam juga menjadi tra-disi tersendiri yang tertanam dalam
konteks
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan
memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai
daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan
mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di
berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat
setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur
campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh
penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan
kepercayaan animisme.
Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan
bangsawan maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai
sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan
bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai
kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modem (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991),
him.
Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (Bandung: Mizan, 2002)
hlm.20-21
] P.A. Hosein Djadjadiningrat, “Islam di Indonesia”, dalam Kennet Morgan, ed., Islam
Djalan Mutlak, terj. Abu Salamah, ddk. (Djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hlm. 99-140
Buku Silang Budaya Tiongkok Indonesia – Prof Kong Yuanzhi
http://anwarmyla.blogspot.com/2013/10/teori-teori-masuknya-islam-di-indonesia.html
http://amaliaakusuma.blogspot.com/2012/11/sumber-sumber-masuknya-islam-di.html
http://www.artikelsiana.com/2014/11/sumber-sejarah-masuknya-islam-indonesia.html
http://sejarah-smu.blogspot.com/2013/11/akulturasi-kebudayaan-indonesia-dan.html
http://zulfanioey.blogspot.com/2008/12/peran-walisongo-dalam-penyebaran-islam.html
http://warbek-brutal.blogspot.com/2011/12/sumber-smber-berita-masuknya-agama-dan.html
http://prawirosoemitho.blogspot.com/2012/05/kerajaan-kerajaan-islam-di-sumatera.html
http://dianifan.blogspot.com/2012/11/kerajaan-islam-di-jawa.html
http://arif-aba.blogspot.com/2012/06/kerajaan-islam-di-maluku.html
http://www.seputarpendidikan.com/2014/11/kerajaan-kerajaan-islam-di-sulawesi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Buton
http://anggitwildian.blogspot.com/2014/03/sejarah-kerajan-kerajaan-islam-di.html