Anda di halaman 1dari 14

Pengertian dan Komponen Budaya Politik

Peran dari budaya politik itu sendiri sebagai suatu bikai dan keyakinan bersama tentang
sistem politik untuk memengaruhi proses-proses politik serta perspektif masyarakat tentang
dunia politik. Nilai tertinggi pada sebagian budaya politik terletak pada kebebasan individu,
tetapi terdapat pula budaya politik yang menempatkan nilai tertinggin pada solidaritas
masyarakat.
Komponen penting dalam sistem politik menurut Prof. M. Miriam Budiarj, M.A. adalah
budaya politik yang mencerminkan faktor subjektif. Sementara itu, Gabriel Almond dan
Sydney mengatakan bahwa terdapat lima dimensi penting budaya politik, antara lain:
1.      Identitas nasional seseorang,
2.      Sikap terhadap diri sendiri sebagai perserta dalam kehidupan, politik,
3.      Sikap terhadap sesama warga negara,
4.      Sikap dan harapan mengenai kinerja pemerintah, dan
5.      Sikap dan pengetahuan tentang proses politik pengambilan keputusan.
Budaya politik yang dianut oleh masyarakat Indonesia pada umumnya bersifat  dualitis yang
berkaitan dengan tiga hal, yaitu:
1.      Dualisme antara kebudayaan yang berfokus pada perspektif harmonis.
2.      Dualisme antara budaya yang mengizinkan keleluasan dengan budaya yang
mengutamakan keterbatasan.
3.      Dualisme sebagai konsekuensi dari adanya infiltrasi nilai-nilai budaya Barat ke dalam
masyarakat Indonesia.

1.                 Pengertian Budaya Politik


Secara harfiah kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yakni budhayah atau bentuk
jamak dari budhi yang berarti akal. Cicir dari budaya antara ain dapat dipelajari, diwariskan
dan diteruskan, hidup dalam masyarakat, dikembangkan dan berubah, serta terintegrasi.
Sementara itu, kata politik berasal dari bahasa Yunani, yaitu polis, yang berarti negara atau
kota. Keberagaman definisi tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
a.       G. A. Almond dan S. Verba (1990) menyatakan bahwa budaya politik merupakan
orientasi dan sikap individu terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya, juga sikap
individu terhadap peranannya sendiri dalam system poliyik tersebut.
b.      B. N. Marbun (2005) menulis bahwa budaya politik adalah pandangan politik yang
memengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan politik seseorang.
c.       Larry Diamond (2003) menyebutkan bahwa budaya politik adalah keyakinan, sikap,
nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi masyarakat tentang sistem politik nasionalnya dan
peran masing-masing individu dalam sistem itu.
d.      Prof. Dr. H. Rusadi Kantaprawira, S.H. mendefinisikan budaya politik sebagai pola
tingkah laku individu dan orientasi terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para
anggota suatu sistem politik.
e.       Austin Ranney mengartikan budaya politik sebagai seperangkat pandangan-pandangan
tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama atau sebuah pola
orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.

2. Komponen Budaya Politik

a.      Orienasi Warga Negara terhadap Sistem Politik


Almond dan Verba (1990) mengklasifikasikan komponen budaya politik menjadi tiga
bentuk orientasi. Ketiga komponen tersebut antara lain sebagai berikut.
1)      Orientasi yang bersifat kognitif adalah komponen yang meliputi
pegetahuan/pemahaman dan keyakinan-keyakinan individu tentang sistem politik dan
atributnya.
2)      Orientasi yang bersifat afektif adalah kompnen yang menyangkut perasaan-perasaan
atau ikatan emosional yang dimiliki oleh individu terhadap sistem politik.
3)      Orientasi yang bersifat evaluative adalah komponen yang menyangkut kapasitas
individu dalam rangka memberikan penilaian terhadap sistem politik yang sedang berjalan
dan bagaimana peran individu di dalamnya.
b.      Objek Politik
Objek politik merupakan sasaran dari orientasi warga maka terdapat tiga jenis objek
politik yang berkembang, diantaranya:
         Objek politik umum
Berkaitan dengan unsur politik secara menyeluruh.
         Objek politik input
Objek politik yang berperan dalam memberikan masukan terhadap proses politik yang
termasuk proses input dalam sistem politik adaah lembaga atau pranata politik.
         Objek politk output
Merupakan hasil proses politik yang termasuk dalam objek
politik output adalah output dari sistem politik.

3. Tipe-Tipe Budaya Politik

1.      Tipe Budaya Politik yang Berkembang dalam Masyarakat


Menurut Almond dan Verba, terdapat tiga tipe budaya politik ang berkembang dalam suatu
masyarakat/bangsa, yaitu sebagai berikut.

a.      Budaya Politik Parokial (Parochial Political Culture)


Budaya politik parochial harid ketika warga tidak tahu mengenai pemerintah dan kebijakan-
kebijakan pemerintah, serta tidak melihat diri mereka terlibat dalam proses politik (do not
know and do not act). Budaya politi parochial ini merupakan budaya politik saat partisipasi
warga masyarakat terhadap politik masih sangat rendah. Biasanya budaya politik parochial
terjadi dalam wilayah kecil atau sempit. Ciri budaya politik parochial antara lain:

1)      Rendahnya dukungan terhadap pemerintah.


2)      Adanya kedekatan warga dengan suku-suku mereka, daerah, agama, atau kelompok etnis.
3)      Memandang keberhasilan dengan pesimitis sehingga dukungan terhadap pemerintah
rendah.

b.      Budaya Politik Subjek (Subject Political Culture)


Budaya politik subjek adalah budaya politik yang terjadi ketika warga negara telah memiliki
pengetahuan mengenai pemerintah beserta kebijakannya namun belum memiliki orientasi
untuk terlibat atau berpartisipasi secara aktif dalam proses politik. Cirri-ciri yang terdapat
dalam budaya politik subjek, antara lain:
1)      Adanya dukungan yang tinggi terhadap pemerintah.
2)      Terdapat lebih banyak kepercayaan terhadap grup-grup lain dala masyarakat,
dibandingkan pada budaya politik parochial.
3)      Para warga, tetap tidak melihat diri mereka sendiri sebagai peserta aktif yang akan
memengaruhi politik.
c.       Budaya Politik Partisipan (Participan Political Culture)
Masyarakat telah menyadari kehadiran pemerintahan, proses input politik, output dari
pemerintah, bahkan masyarakat telah berperan aktif dalam memberikan pandangannya
terhadap proses politik melalui organsasi kepentingan atau partai politik. Cirri-ciri politik
partisipan antara lain:
1)      Serupa dengan budaya politik subjek dalam hal pengakuan dan penerimaan legitimasi
pemerintah.
2)      Kebanyakan orang dalam masyarakat menerima aturan yang sama untuk mendapatkan
dan memindahkan kekuasaan (misalnya melalui pemilu).
3)      Tingkat keyakinan warga bahwa tindakan mereka berpengaruh dalam kebijakan politik
sangat tinggi.

2.Model Kebudayaan Politik


Almond dan Verba, Mochtas Masoed dan Colin MacAndrews menyebutkan adanya tiga
model kebudayaan politik sebagai berikut.

a.      Masyarakat Demokratis Industrial


Pada model ini terdiri dari aktivis politik dan kritiku politik. Hal tersebut dapat dilihat
dari jumlah masyarakat yang berbudaya politik partisipan mencapai 40-60% dari
penduduk dewasa, terdiri dari para aktivis dan peminat politik yang kritis mendiskusikan
masalah-masalah kemasyarakatan dan pemerintahan. Smentara itu, jumlah yang
berbudaya politik subjek kurang lebih 30% sedangkan jumlah yang berbudaya politik
parochial sekitar 10%.
b.      Masyarakat dengan Sistem Politik Otoriter
Pada model ini, seagian masyarakatnya berbudaya politim subjek yang pasif, tunduk
terhadap peraturan, tetapi tidak melibatkan diri dalam berbagai kegiatan politik.
Kelompok partisipan berasal dari mahasiswa, kaum intelektual, pengusaha, dan tuan
rumah. Kaum parokial terdiri dari para petani dan buruh tani yang hidup dan bekerja di
perkebunan-perkebunan.

c.       Masyaraat Demokratis Praindustrial


Dalam model ini, sebagian bear warga negaranya menganut budaya politik parokial.
Mereka hidup di pedesaan dan tuna aksara. Pengetahuan dan keterlibatan mereka dalam
kehidupan politik sangan kecil. Jumlah kelompok partisipan sangat sedikit, biasanya
terdiri atas professional terpelajar, usahawan, dan tuan rumah.

B. Budaya Politik Indonesia


1.      Pandangan Mengenai Budaya Politik Indonesia
a.       Menurut Nazarudin Sjamsuddin, budaya politik di Indonesia tercermin dari Bhineka
Tunggal Ika. Hal ini karena dalam sbuah budaya politik, ciri utama yang menjadi
identitas adalah sesuatu nilai atau orientasi yang menonjol dan diakui oleh masyarakat
atau bangsa secara keseluruhan.
b.      Menurut Affan Gaffar, sangat sulit untuk mengidentifikasi budaya politik Indonesia.
Oleh karena itu, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah menggambarkan pola budaya
politik dominan. Budaya politik dominan ini berasal dari kelompok etnis dominan, yakni
etnis Jawa.
c.       Menurut Herbert Feith, terdapat dua budaya politik dominan di Indonesia yaitu
aristokrasi-Jawa dan wiraswasta-Islam. Aristokrasi-Jawa merupakan budaya politik
mayoritas masyarakat Jawa. Warga dengan budaya politik wiraswasta-Islam terpencar
secara wilayah dan kelas sosial, termasuk para santri di awa Timur dan Tengah dan
anggota komunitas Islam.
2.      Ciri Dominan Budaya Politik Indonesia
Budaya politik Indonesia saat ini adalah campuran dari parokial, subjek, dan partisipan.
Dari segi budaya politik partisipan, semua ciri-cirinya sudah terjadi di Indonesia dan ciri-
ciri budaya politik parokial juga ada yang memenuhi yaitu seperti berlangsungnya pada
masyarakat tradisional dan pada budaya politik subjek ada yang memenuhi seperti warga
ada yang menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah.
Affan Gaffar berpendapat bahwa budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan
yaitu sebagai berikut.
a.      Adanya Hierarki yang Kuat/Ketat
Penguasa memandang dirinya sendiri serta rakyatnya. Penguasa cenderung melihat
dirinya sebagai guru/pamong dari rakyat. Sebaliknya, penguasa cenderung merendahkan
rakyatnya, memandang sepantasnya rakyat patuh dan taat kepada penguasa karena
penguasa pemurah dan pelindung.
b.      Adanya Kecenderungan Patronase (Perlindungan)
Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah hubungan patronase. Sang
patron memiliki kekuasaan, kedudukan, jabatan, perlindungan, perhatan, bahka materi
(harta, uang, dan lainnya). Adapun klien memiliki tenaga, dukungan, dan kesetiaan.
c.       Adanya Kecenderungan Neo-patrimonialistik
Menurut Max Weber, dalam negara yang petrimonialistik, penyelenggaraan pemerintah
berada di bawah control langsung pemimpin negara.

C. Sosialisasi Politik dalam Pengembangan Budaya Politik


1.      Pengertian Sosialisasi Politik
a.       Kenneth P. Langton menyatakan bahwa sosialisasi politik adalah cara masyarakat
meneruskan kebudayaan politiknya.
b.      Gabriel Almond menyatakan bahwa sosialisasi politik merajuk proses di mana sikap-
sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk, sarana bagi
suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan
politik kepada generasi berikutnya.
c.       Richard E. Dawson menyatakan bahwa sosialisasi politik dapat dipandang sebagai suatu
pewarisan pengetahuan, nilai-nilai, dan pandangan-pandangan politik dari orang tua,
guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada warga negara baru dan mereka
yang menginjak dewasa.
d.      Ramlan Surbakti menyatakan bahwa sosialisasi politik merupakan proses pembentukan
sikap dan orientasi politik anggota masyarakat.
Berdasarkan berbagai pengertian mengenai sosialisasi politik di atas, kita dapat melihat
bahwa hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk memasyrakatkan nilai-
nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat.
   2.    Pembagian Sosialisasi Politik
Ramlan Surbakti (2010) membagi sosialisasi politik dalam dua bagian berdasarkan
metode penyampaian pesan yaitu sebagai berikut.
a.      Pendidikan Politik
Pendidikan politik merupakan proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan.
Melalui proses ini,para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai,
norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem.
b.      Indoktrinasi Politik
Indoktrinasi politik merupakan proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan
memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma dan simbol yang dianggap
penguasa sebagai ideal dan baik.
   3.   Lembaga Sarana atau Agen Sosialisasi Politik
a.  Keluarga
Pembentukan nilai-nilai politik individu mulai terjadi di dalam keluarga. Di keluarga
ditanamkan juga kaidah-kaidah yang harus dipatuhi oleh anak serta nilai-nilai dan
keyakinan politik dari kedua orang tua. Selain itu, anak juga belajar bersikap terhadap
kekuasaan dan membuat keputusan bersama. Apabila diajarkan berbagai kecakapan
untuk melakukan interaksi politik, kelak anak dapat menggunakan kecakapan tersebut
untuk berpartisipasi aktif dalam sistem politik. Sebaliknya, jika ditanamkan sikap
kepatuhan yang kuat dan ketat, terdapat kemungkinan anak akan takut mengambi
inisiatif dalam kehidupan.
b.Sekolah
Sekolah member pengetauan kepada peserta didiknya mengenai dunia politik dan peran
mereka di dalamnya. Sekolah dapat menjadi tempat para peserta didik belajar mengenai
pemerintahan. Peserta didik juga dapat dilatih berorganisasi dan memimpin.
c.Kelompok Pergaulan
Dalam kelompok pergaulan, setiap anggota mempunyai kedudukan relatif sama dan
saling memiliki ikatan erat. Seseorang dapat melalukan tindakan tertentu karena temen-
teman di dalam kelompoknya melakukan tindakan tersebut.
d.Tempat Bekerja
Seseorang dapat mengidentifikasi dirinya dengan kelompok tertentu dan menggunakan
kelompok acuan (reference) dalam kehidupan politik. Bagi para anggotanya, organisasi
juga dapat berfungsi sebagai penyuluh di bidang politik. Secara tidak langsung, para
anggota akan belajar tentang cara-cara hidup dalam suatu organisasi. Pengetahuan itu
akan bermanfaat dan berpengaruh ketika mereka terjun ke dunia politik.
e.Media Massa
Informasi tentang berbagai peristiwa yang terjadi di dunia segera menjadi pengetahuan
umumdalam hitungan jam bahkan menit. Oleh karena itu, media massa baik surat kabar,
majalah, radio, televise, dan internet memegang peranan penting. Melalui berbagai saran
tersebut, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan informasi tentang politik secara
cepat.

D. Partisipasi Politik dalam Budaya Politik

     1. Pengertian partisipasi politik


  Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruuhi proses
pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan menentukan pimpinan
pemerintahan.  Partisipasi politik dapat dilakukan dengan kegiatan
pemilihan, lobbying, kegiatan organisasi, dan mencari koneksi.
politik dapat terjadi dengan berbagai tujuan, diantaranya memberikan warga negara
kesempatan untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan; menjadi alat untuk
mengontrol rakyat dan warga negara, terutaram di negara-negara otoritarian; membantu
meringankan beban pemerintah, seperti terbukanya lapangan kerja baru sebagai
pengawas jalannya pemberian suara (voting) yang dilakukan secara sukarela, sedikit
banyak akan meringankan anggaran pemerintah untuk membayar aparat keamanan yang
ditugaskan untuk menjaga jalannya voting; serta melegitimasi rezim dan kebijakan rezim
tersebut.
      2. Tingkatan partisipasi politik
Pertama adalah dilihat dari ruang lingkup atau proporsi suatu kategori warga negara
yang melibatkan diri dari kegiatan partisipasi politik.

TAMBAHAN KELENGKAPAN MATERI


A. Pengertian Budaya Politik
Budaya politik adalah orientasi masyarakat terhadap suatu sistem politik.
Dalam setiap masyarakat, terdapat budaya politik yang menggambarkan pandangan
mereka mengenai proses politik yang berlangsung di lingkungannya sendiri. Tingkat
kesadaran dan partisipasi mereka biasanya menjadi hal penting untuk mengukur
kemajuan budaya politik yang berkembang.
Perbedaan pandangan masyarakat dalam menyikapi masalah politik dalam
hubungannya dengan pemerintah merupakan bagian kajian tentang budaya politik
suatu masyarakat.
Gejala budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia sebagai
contoh adalah sejak reformasi tahun 1998. kesadaran politik masyarakat Indonesia
meningkat cukup tajam. Berbagai hal yang sebelumnya dianggap tabu atau aneh kini
menjadi hal yang sangat biasa. Contohnya adalah demonstrasi mahasiswa, buruh, atau
masyarakat sipil. Pada masa kepemimpinan Soeharto atau era Orde Baru, demonstrasi
tidak diperbolehkan karena dianggap mengganggu stabilitas keamanan. Tetapi saat
ini, demonstrasi tidak dilarang karena merupakan hak rakyat untuk menyampaikan
aspirasinya kepada pemimpin.
Menurut Almond dan Verba, budaya politik yang sering disebut pula
kebudayaan politik merupakan dimensi psikologis (bukan lagi sebuah sistem normatif
yang ada di luar masyarakat) dari sistem politik. “Budaya politik merupakan kultur
politik yang berkembang dan dipraktikan oleh suatu masyarakat tertentu.”

PENGERTIAN BUDAYA POLITIK :

1. Samuel Beer, budaya politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi
tentang bagaiman pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus
dilakukan oleh pemerintah.
2. Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, budaya politik adalah suatu sikap
orientasi yang khas dari warga negara terhadap sistem politik dengan aneka ragam 
bagiannya dan sikap  terhadap peranan warga negara yang ada dalam sistem itu.
3. Rusdi Sumintapura, budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan
orientasinya terhadap kehidupan plitik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem
politik.
4. Mochtar Masud dan Colin McAndrews, budaya politik adalah sikap dan
orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.
5. Larry Diamond, budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen,
dan evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negara mereka dan peran
masing-masing individu dalam sistem itu.

Perbedaan budaya politik (tingkat kesadaran dan partisipasi politik) masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan:
- Masyarakat pedesaan : Tergantung pada pilihan politik pemimpinnya, baik pemimpin adat,
suku, maupun agama.
- Masyarakat perkotaan : Tidak bergantung pada pilihan orang lain.
Budaya politik diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yng
memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan
penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Secara umum, budaya politik
terbagi atas:
1. Budaya politik apatis (acuh, masa bodoh, pasif);
2. Budaya politik mobilisasi (didorong atau sengaja dimobilisasi); dan
3. Budaya politik partisipatif (aktif).

Faktor-faktor yang mempengaruhi model kebudayaan politik yang berkembang dalam


masyarakat:
1. Tingkat pendidikan warga negara (faktor kunci)
2. Tingkat ekonomi (semakin sejahtera rakyat maka semakin tinggi partisipasi
politiknya).
3. Reformasi politik/political will (semangat merevisi dan mengadopsi sistem politik
sistem politik yang lebih baik).
4. Supremasi hukum (adanya penegakan hukum yang adil, independen, dan bebas)
5. Media komunikasi yang independen (berfungsi sebagai kontrol sosial, bebas, dan
mandiri).

Budaya politik lebih merupakan sifat atau karakter berpolitik yang berkembang dalam
masyarakat dengan seperangkat objek dan proses sosial yang bersifat khusus.

Almond dan Verba membagi orientasi politik menjadi 3 bagian:


1. Orientasi kognitif, merupakan pengetahuan masyarakat tentang sistem politik,
peran, dan segala kewajibannya. Termasuk di dalamnya adalah pengetahuan
mengenai kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
2. Orientasi afektif, merupakan perasaan masyarakat terhadap sistem politik dan
perannya, serta para aktor dan penampilannya. Perasaan masyarakat ini bisa saja
merupakan perasaan untuk menolak atau menerima sistem politik atau kebijakan yang
dibuat.
3. Orientasi evaluatif, merupakan keputusan dan pendapat masyarakat tentang objek-
objek politik yang secara tipikal melibatkan nilai moral yang ada dalam masyarakat
dengan kriteria informasi dan perasaan yang mereka miliki.
Almond dan Verba mengidentifikasi tiga objek yang dituju dalam orientasi politik.
1. Peran atau struktur dari sebuah institusi politik.
2. Para pemegang jabatan atau aktor dari sebuah institusi negara seperti pemimpin
monarki, legislator dan administrator. (Aktor/orangnya)
3. Kebijakan, keputusan, dan penguatan keputusan yang dibuat oleh para aktor di
dalam negara. (Produk)

B. Tipe-Tipe Budaya Politik


AS dan Inggris adalah negara yang paling mendekati model kebudayaan
kewarganegaraan. AS cenderung peserta aktif dan khawatir terhadap pemerintahan
yang kuat. Sedangkan di Inggris cenderung pada penghargaan terhadap subjek dan
mendorong perkembangan yang kuat dan efektif serta struktur administrasi yang
efektif dan bebas akibat mapannya orientasi penghargaan dan orientasi subjek.

Dimensi-dimensi yang menjadi ukuran dalam menentukan budaya politik suatu


masyarakat.
1. Tingkat pengetahuan umum masyarakat mengenai sistem politik negaranya, seperti
pengetahuan tentang sejarah, letak geografis, dan konstitusi negara.
2. Pemahaman masyarakat mengenai struktur dan peran pemerintah dalam membuat
kebijakan.
3. Pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang meliputi masukan opini dari
masyarakat dan media massa kepada pemerintah.
4. Sejauh mana pertisipasi masyarakat dalam berpolitik dan bernegara, serta sejauh
mana pemahamannya mengenai hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Tiga tipe kebudayaan menurut Almond dan Verba:


1. Budaya politik parokial. Memiliki ciri:
- Frekuensi orientasi mereka terhadap empat dimensi penentu budaya politik
mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali.
- Tidak ada peran-peran politik yang bersifat khusus.
- Peran-peran pemimpin masyarakatnya sangat berperan baik dalam bidang politik,
ekonomi, dan religius.
- Partisipasi masyarakat sangat bergantung pada pemimpinnya
- Dianut oleh masyarakat suku Afrika atau masyarakat pedalaman Indonesia.

2. Budaya politik subjek. Memiliki ciri:


- Frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum
dan objek output atau pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah.
- Pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan.
- Masyarakat sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang sistem politik.

3. Budaya politik partisipan. Memiliki cirri:


- Anggota masyarakat sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat
dimensi penentu budaya politik.
- Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum
tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan.
- Berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung.
- Masyarakat sudah ikut terlibat dalam sistem politik pemerintahan.

C. Tipe-Tipe Budaya Politik Yang Berkembang di Indonesia


Berikut adalah pembagian tipe-tipe politik yang lebih didasarkan pada gaya berplitik yang
berkembang di Indonesia.
1. Budaya politik tradisional
Budaya politik tradisional merupakan budaya politik yang memprioritaskan satu
budaya dari etnis tertentu. Sebagai contoh, ketika Soeharto memimpin negeri kita
selama lebih dari 3 dekade, masyarakat etnis Jawa cukup mendominasi pusat-pusat
kekuasaan penting, seperti kekuasaan yang ada dalam tubuh ABRI (TNI).
2. Budaya politik Islam
Budaya politik Islam adalah budaya politik yang lebih mendasarkan idenya pada
keyakinan dan nilai agama Islam. Biasanya kelompok santri mempelopori budaya
politik ini.
3. Budaya politik modern
Budaya politik modern adalah budaya politik yang lebih bersifat netral tanpa
mendasarkan pada budaya atau agama tertentu. Budaya politik ini dikembangkan
pada masa pemerintahan Orde Baru yang bertujuan untuk stabilitas keamanan dan
kemajuan.
Harold Laswell mengemukakan beberapa hal yang dapat dijadikan ciri-ciri
masyarakat yang demokratis.
1. Open ego (sifat keakuan yang terbuka). Artinya, tingkah laku yang terbuka
terhadap keberadaan orang lain.
2. Kapasitas untuk membentuk sejumlah nilai dengan orang lain.
3. Lebih berprientasi pada nilai-nilai yang beragam.
4. Percaya dan yakin terhadap lingkungan sosialnya.
5. Relatif lebih memiliki kebebasan daripada rasa cemas.

D. Pembagian Tipe Budaya Politik Menurut Geertz


Tiga budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia menurut Geertz:
1. Budaya politik abangan
Budaya politik masyarakat yang menekankan aspek-aspek animisme atau kepercayaan
terhadap adanya roh halus yang mempengaruhi hidup manusia.
Ciri khasnya adalah diadakan upacara selamatan untuk mengusir roh halus.
1. Budaya politik santri
Budaya politik masyarakat yang menekankan pada aspek-aspek keagamaan, khususnya
Islam.
2. Budaya politik priyayi
Budaya politik masyarakat yang menekankan keluhuran tradisi.
Priayi adalah masyarakat kelas atas atau kelompok masyarakat aristokrat dan bekerja sebagai
birokrat (pegawai pemerintah). Yang dulunya berafiliasi (berhubungan, berpautan) dengan
partai PNI, kini berinfiliasi pada partai golkar.

Afan Gaffar, budaya politik indonesia memiliki 3 ciri dominan :


1. Hirarki yang tegar/ketat : adanya pemilahan tegas antar penguasa (wong Gedhe) dengan
Rakyat kebanyakan ( wong cilik).
2. Kecendrungan Patronage ( hubungan antara orang berkuasa dan rakyat biasa) seperti
majikan   majikan dengan buruh.
3. Kecendrungan Neo Patrimonialistik, yaitu perilaku negara masih memperlihatkan tradisi
dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.

E. Perkembangan Tipe Budaya Politik Sejalan Dengan Perkembangan Sistem Politik


yang Berlaku
Pada negara-negara demokratis umumnya, partisipasi politik warga negaranya dapat
mempengaruhi pembuatan suatu kebijakan.
Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, “Partisipasi politik adalah kegiatan
warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi
pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual dan atau kolektif,
terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal
atau ilegal, efektif atau tidak efektif.”
Menurut Herbert McClosky, partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari
warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan
penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan
umum.
Peran dan political will elit yang berkuasa sangat mempengaruhi perluasan dan pembatasan,
sedangkan elit politik yang tidak berkuasa cenderung meluaskan partisipasi politik dan
mengubah serta mengembangkannya ke bentuk partisipasi yang baru. Setiap insan politik
harus dapat menunjukan partisipannya dalam kegiatan yang berkaitan dengan hak warga
negara, yang bertujuan untuk ikut mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.

Berikut adalah kegiatan-kegiatan waraga negara dalam bentuk partisipasi politik.


1. Terbentuknya organisasi-organisasi politik dan organisasi masyarakat.
2. Lahirnya kelompok-kelompok kepentingan, kelompok-kelompok penekan, dan LSM.
3. Pelaksanaan pemilu berupa berkampanye, menjadi pemilih aktif atau menjadi anggota
parlemen.
4. Munculnya kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan
output kepada pemerintah.

F. Pentingnya Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik


Menurut Almond dan Verba, budaya politik demokratis merupakan gabungan dari budaya
politik partisipan, subjek, dan paroikal.
Menurut Samuel P. Huntington, modernisasi budaya politik ditandai oleh tiga hal yaitu
sebagai berikut.
1. Sikap politik yang rasional dan otonom di dalam masyarakat. (Tidak memilih satu pilihan
politik berdasarkan pemimpinnya)
2. Diferensiasi struktur. (Sudah ada spesifikasi atau tugas yang harus dilakukan)
3. Perluasan peran serta politik di dalam masyarakat.

G. Peran Serta Politik Partisipan


Budaya politik demokratis adalah budaya politik yang menempatkan rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi. Dalam peran serta politik partisipan, masyarakat diarahkan
untuk berperan aktif dalam proses politik yang berlangsung di lingkungannya.

Tipe-tipe partisipan adalah sebagai berikut


1. Partisipan terbuka : para responden yang tidak acuh terhadap perkawinan antarpartai dan
menjelaskan dirinya sendiri secara emosional dalam pemilihan.
2. Partisipan apatis : para responden yang memilih salah satu partai besar dan menyatakan
ketidakacuhannya terhadap perkawinan antarpartai serta mengingkari perasaan pemilihan.
3. Partisipan bersemangat : para responden yang prihatin terhadap perkawinan antarpartai
dan secara emosional terlibat dalam pemilihan.

SOSIALISASI  POLITIK

1. Pengertian sosialisasi politik :


a. Kenneth P. Langton, Sosialisasi politik adalah cara bagaimana masyarakat meneruskan
kebudayaan politiknya.
b. Gabriel  A. Almond, Sosialisasi politik adalah proses dimana sikap-sikap politik dan pola –
pola tingkah laku  diperoleh atau dibentuk, dan merupakan sarana bagi generasi muda untuk
menyampaikan patokan politik dan keyakinan politik.
c. Richard E. Dawson, sosialisasi  politik adalah pewarisan pengetahuan , nilai dan
pandangan politik darimorang tua, guru dan sarana sosialisasi lainnya bagi warga baru dan
yang beranjak dewasa.
       d.  Dennis Kavanagh, sosialisasi politik adalah istilah untuk mengganbarkan proses dimana
seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang politik.
     e.  Ramlan Surbakti, sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik
anggota masyarakatnya.
 f. Alfian, sosialisasi Politik adalah usaha sadar untuk mengubah proses  sosialisasi politik
masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam
suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun.

Sosialisasi politik dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:

1). Dalam Lingkungan Keluarga, orang tua bisa mengajarkan kepada anak-anak beberapa
cara tingkah laku politik tertentu.  Melalui obrolan politik ringan sehingga tak disadarai telah
menanamkan nilai-nilai politik kepada anak-anaknya.

2). Di Lingkungan Sekolah,dengan memasukkan pendidikan kewarganegaraan.  Siswa dan


guru bertukar informasdi dan berinteraksi dalam membahas topik tentang politik.

3). Di lIngkungan Negara, secara hati-hati bisa menyebarkan dan menanamkan ideologi-
ideologi resminya.

4). Di Lingkungan Partai politik, Salah satu fungsi partai politik adalah dapat memainkan
perannya sebagai sosioalisasi politik.  Artinya parpol itu telah merekrut anggota atau kader
danpartisipannya secara periodik.  Partai politik harus mampu menciptakan kesan
atau image memperjuangkan kepentingan umum.

Menurut Ramlan Surbakti ada dua macam sosialisasi politik dilihat dari metode


penyampaian pesan :

a.    Pendidikan Politik Yaitu proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan.  Dari sini
anggota masyarakat mempelajari simbol politik negaranya, norma maupun nilai politik.

b.    Indoktrinasi Politik, yaitu proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan
memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai , norma dan simbol yang dianggap
pihak berkuasa sebagai ideal dan baik.  

 Dalam upaya pengembangan budaya politik, sosialisasi politik sangant penting karena
dapat membentuk dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa, serta dapat
memelihara  kebudayaan politik suatu bangsa, penyampaian  dari generasi tua ke generasi
muda, dapat pula sosialisasi politik dapat mengubah kebudayaan politik.

Menurut Gabriel A. Almond, sosialisasi politik dapat membentuk dan mentransmisikan


kebudayaan politik suatu bangsa dan mememlihara kebudayaan politik suatu bangsa dengan
bentuk penyampaian dari generasi tua kepada generasi muda.  Terdapat  6 sarana atau agen
sosialisasi politik menurut Mochtar Masoed dan Colin MacAndrews, adalah :

a.    Keluarga  yaitu lembaga pertama yang dijumpai sesorang individu saat lahir.  Dalam
keluarga anak ditanamkan sikap patuh dan hormat yang mungkin dapat mempengaruhi sikap
seseorang dalam sistem politik setelah dewasa.

b.    Sekolah  yaitu sekolah sebagai agen sosialisasi politik memberi pengetahuan bagi kaum
muda tentang dunia politik dan peranan mereka di dalamnya.  Disekolah memberi kesadaran
pada anak tentang pentingnya kehidupan berbangsa dan bernegara, cinta tanah air.
c.    Kelompk bermain yaitu kelompok bermain masa anak-anak yang dapat membentuk
sikap politik seseorang, kelompok bermain saling memiliki ikatan erat antar anggota bermain.
Seseorang dapat melakukan tindakan tertentu karena temannya melakukan hal itu.

d.    Tempat kerja yaitu organisasi formal maupun nonformal yang dibentuk atas dasar
pekerjaan seperti serikat kerja, sderikat buruh.  Organisasi seperti ini dapat berfungsi sebagai
penyuluh  di bidang politik.

e.    Media massa yaitu informasi tentang peristiwa yang terjadi dimana saja dengan cepat
diketahui masyarakat sehingga dapat memberi pengetahuan dan informasi tentang politik.

f.     Kontak-kontak politik langsung yaitu pengalaman nyata yang dirasakan oleh seseorang


dapat berpengaruh terhadap sikap dan keputusan politik seseorang.  Seperti diabaikan
partainya, ditipu, rasa tidak aman,dll.

BUDAYA POLITIK PARTISIPAN     

1. Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, budaya politik partisipatif atau disebut juga budaya


politik demokrasi adalah  suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan
sejenisnya, yang menopang terwujudnya partisipasi.  Untuk terwujudnya partisipasi itu warga
negara harus yakin akan kompetensinya  untukterlibat dalam proses politik dan pemerintah
memperhatikan kepentingan rakyat agar rakyat tidak kecewa dan apatis terhadap pemerintah.

2. Ramlan Surbakti, partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalam
menentukan  segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.  Ciri-cirinya
adalah :

a. Perilaku warga negara yang bisa diamati bukan batiniah (sikap dan orientasi).

b. Perilaku atau kegiatan itu mem,pengaruhi pemerintah (pemegang kebijakan)

c. Kegiatan atau prilaku yang gagal ataupun berhasil termasuk partisipasi politik.

d. Kedgiatan mempengaruhui pemerintah dapat dilakukan secara :


·         Langsung yaitu individu tidak menggunakan perantara dalam memepengaruhi
pemerintah.
·         Tak langsung yaitu menggunakan pihak lain yang dapat meyakinkan pemerintah.
e. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan dengan prosedur wajar
(konvensional) tidak berupa kekerasan (nonviolence) seperti : ikut memeilih dalam pemilihan
umum,mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka, menulis surat, dll,dan ada yang
melalui cara –cara diluar prosedur yang wajar (tidak Konvensional) dan berupa kekerasan
(violence), seperti : demonstrasi (unjuk rasa), pembangkangan halus (golput),hura-hura,
mogok, serangan senjata, gerakan-gerakan politik, dan revolusi, kudeta, makar,dll

3. Prof. Dr. Miriam Budiardjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang dalampartai
plitik yang mencakup semua kegiatamnnsukarela dimana seseorang turut dalam proses
pemilihan pemimpin plitik dan turut langsung atau tidak lanmgsung dalam  pembentukan
kebijakan umum.
PARTAI POLITIK

1. Prof. Dr. Miriam Budiardjo, partai plitik adalah organisasi atau golongan yang berusaha
untuk memperoleh dan menggunakan kekuasaan.

2. Sigmund Neuman, partai politik adalah organisasi tempat kegiatan politik yang berusaha
untuk menguasai kekuasaan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan
melawan suatu golongan  atau golongan-golongan lain yang tidak sepaham.

3. Carl J. Friedrich, partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan
partainya sehingga penguasaan itu memberikan mamfaat kepada anggota partainya baik
bersifat ideal maupun material.

FUNGSI PARTAI POLITIK

1. Sarana komunikasi politik, yaitu penyalur aspirasi pendapat rakyat, menggabungkan


berbagai macam kepentingan dan merumuskan kepentingan yang menjadi dasar
kebijaksanaannya.  Upaya Partai politik dalah mencapai fungsi ini adalah :

·         Memperjuangkan aspirasi rakyat agar menjadi kebijaksanaan umum oleh pemerintah

·         Menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijaksanaan pemerintah

·         Perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide

·         Bagi pemerintah bertindak sebagai alat  pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat
sebagai pengeras suara.

2. Sarana Sosialisasi Politik, yaitusarana untuk memmberikan penanaman nilai-nilai, norma,


dan sikap serta orientasi terhadap fenomena politik tertentu.  Upaya yang dilakukan untuk
mencapai fungsi ini adalah :

·         Penguasaan pemerintah dengan memenangkan setiap pemilu

·         Menciptakan image bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum

·         Menanamkan solidaritas dan tanggung jawab terhadap para anggotanya maupun
anggota lain

3. Sarana Rekrutmen Politik, yaitu mencari dan mengajakorang berbakat untuk turut aktif
dalam kegiatan plitik.  Dengan demikian memperluas partisipasi politik.  Upaya yang
dilakukan parpol adalah :

·         Melalui kontak pribadi maupun persuasi

·         Menarik golongan muda untuk didddik menjadi kader di masa depan
4. Sarana Pengatur Konplik, yaitu mengatasi berbagai macam konplik yang muncul sebagai
konsekuensi dari negara demokrasi yang di dalamnya terdapat ersaingan dan perbedaan
pendapat.  Biasanya masalah tersebut cukup mengganggu stabilitas nasional.  Hal ini
mungkin saja dimunculkan oleh kelompok tertentu untukkepentingan ppularitasnya.  Upaya
yang dilakukan partai politik adalah :

·         Bilaanggta partai plitikyang memberikan informasi justru menimbulkan kegelisahan


dan perpecahan masyarakat,pimpinan partai politik harus segera klarifikasi atau diselesaikan
dengan baik.

·         Adanya kemungkinsn anggota partai plitik lebih mengejar kepentingan


pribadi/golongannya, sehingga berakibat  terjadi pengkotakan politik atau konplik
yangbharus segera diselesaikan dengan tuntas.

Anda mungkin juga menyukai