Anda di halaman 1dari 12

“BENTUK BUDAYA POLITIK

MASYARAKAT DAN NEGARA INDONESIA ”

M. YUSUF RAMDANI MALAWAT

202124064

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UINVERSITAS PATTIMURA AMBON

2023
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam kehidupan politik suatu Negara, Negara tidak lepas dari corak budaya
yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat
tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat.
Tentunya kita pernah menyaksikan secara langsung maupun tidak langsung
melalui televisi dan media massar lainnya tentang pelaksanaan pemilu, pilkada,
demonstrasi, kerusuhan, kampanye partai politik, dan bahkan penculikan-penculikan
politik. Pola-pola perilaku tersebut menyangkut kehidupan bernegara, pemerintahan,
hukum, adat istiadat dan lainnya yang disebut dengan budaya politik.
Sebagai warga negara indonesia, kita harus memahami budaya politik yang
demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945 agar kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat berjalan dengan baik. Budaya politik di Indonesia merupakan sebuah
cerminan dari sikap dengan ciri khas warga negara terhadap sebuah sistem politik.
Manusia merupakan makhluk sosial, dan sering berinteraksi terhadap manusia lainnya
sehingga tidak bisa lepas dengan yang namanya komunikasi. Hal ini dikatakan oleh
Edward T. Hall, "bahwa Budaya adalah komunikasi" dan sebaliknya “Komunikasi
adalah budaya”.
Indonesia memiliki anekaragam budaya. Budaya politik adalah sebuah pola
dari sebuah perilaku suatu masyarakat yang ada di dalam kehidupan benegara, pada
penyelenggaraan administrasi negara, sistem politik pemerintahan, hukum negara,
adat istiadat dalam masyarakat, serta kebiasaan yang di lakukan oleh masyarakat
setiap harinya.

1.1 Rumusan Masalah


A. Bagaimana Budaya Politik yang Berkembang di Masyarakat
Indonesia ?
B. Bagaimana Budaya Politik di Indonesia ?
C. Bagaimana Perkembangan Budaya Politik di Indonesia ?
D. Apa Faktor Penyebab Berkembangnya Budaya Politik di Indonesia ?
E. Apa Dampak Perkembangan Budaya Politik ?
1.2. Tujuan Penulis
A. Agar memahami Budaya Politik di Indonesia
B. Agar memahami Perkembangan Budaya Politik di Indonesia
C. Agar memahami dampak Perkembangan Budaya Politik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Budaya Politik Yang Berkembang di Masyarakat Indonesia


Gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya harus di telaah
dan di buktikan lebih lanjut, adalah pengamatan tentang variabel sebagai berikut :
 Konfigurasi subkultur di Indonesia masih aneka ragam, walaupun tidak
sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi masalah
perbedaan bahasa, agama, kelas, kasta yang semuanya relatif masih rawan/rentan.
 Budaya politik Indonesia yang bersifat Parokial-kaula di satu pihak dan budaya
politik partisipan di lain pihak, di satu segi masa masih ketinggalan dalam
mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang
mungkin di sebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan,
feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial.
 Sikap ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang di kenal melalui
indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukaan, keagamaan, perbedaan
pendekatan terhadap keagamaan tertentu; purutanisme dan non puritanisme dan
lain-lain.
 kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap
paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya dapat di sebutkan antara
lain bapakisme, sikap asal bapak senang.
 Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya)
dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.

Masyarakat Indonesia sangat heterogen. Heterogenitas bangsa Indonesia


tidak dalam arti budaya saja melainkan membawa pengaruh yang sangat besar
terhadap budaya politik bangsanya. Bentuk budaya politik Indonesia merupakan
subbudaya atau budaya subnasional yang dibawa oleh pelaku-pelaku politik hingga
terjadi Interaksi, kerja sama dan persaingan antar-subbudaya politik itu. Interaksi dan
pertemuan-pertemuan antar subbudaya itu melatarbelakangi tingkah laku para aktor
politik yang terlibat dalam pentas panggung politik nasional.
Menurut Rusadi, budaya politik Indonesia hingga dewasa ini belum banyak
mengalami perubahann pergeseran dan perpindahan yang berarti. Walaupun sistem
politiknya sudah beberapa kali mengalami perubahan ditinjau dari pelembagaan
formal. Misalnya sistem politik demokrasi liberal ke sistem politik demokrasi
terpimpin dan ke sistem politik demokrasi pancasila. Budaya politik yang berlaku
dalam sistem perpolitikan Indonesia relatif konstan.
Di era reformasi sekarang ini sistem politik Indonesia mengalami
perkembangan yang cukup bagus dan lebih demokratis dalam melibatkan partisipan
dalam berbagai macam kegiatan politik seperti pemilu langsung untuk memilih
wakil rakyat.
Dalam pembentukan budaya politik budaya politik nasional, terdapat
beberapa unsur yang berpengaruh, yaitu sebagai berikut :
a. Unsur subbudaya politik yang berbentuk budaya politik asal.
b. Anaka rupa subbudaya politik yang berasal dari luar lingkungan tempat budaya
politik asal itu berada.
c. Budaya Politik Nasional itu sendiri.
Lebih jauh lagi pertumbuhan politik nasional dapat dibagi dalam beberapa tahap.
a. Berlakunya politik nasional yang sedang berada dalam proses pembentukannya.
b. politik nasional yang tengah mengalami proses pematangan. Pada tahap ini,
budaya politik nasional pada dasarnya sudah ada, akan tetapi masih belum
matang.
c. Budaya politik nasional yang sudah mapan yaitu budaya politik yang telah diakui
keberadaannya secara nasional.
   
B. Budaya Politik di Indonesia
 Hirarki yang Tegar/Ketat
Masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada
dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari adanya
pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe) dengan rakyat kebanyakan (wong
cilik). Masing-masing terpisah melalui tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam
pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan
asal usul kelas masing-masing. Penguasa dapat menggunakan bahasa 'kasar'
kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya, rakyat harus mengekspresikan diri
kepada penguasa dalam bahasa 'halus'. Dalam kehidupan politik, pengaruh
stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa
memandang diri dan rakyatnya.
 Kecendrungan Patronage
Pola hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol di
Indonesia.Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan politik,
tumbuhnya budaya politik semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku
politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali
dukungn dari basisnya.
 Kecendrungan Neo-patrimonisalistik
Salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya
kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik;
artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik zeperti
birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang
berkarakter patrimonial.
Ciri-ciri birokrasi modern:
 Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang
dari atas ke bawah dalam organisasi
 Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas
 Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formalyang
mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya
 Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan
atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan
penampilan.

C. Perkembangan Budaya Politik Di Indonesia


Budaya yang berasal dari kata ‘buddhayah’ yang berarti akal, atau dapat juga
didefinisikan secara terpisah yaitu dengan dua buah kata ‘budi’ dan ‘daya’ yang
apabila digabungkan menghasilkan sintesa arti mendayakan budi, atau menggunakan
akal budi tersebut. Bila melihat budaya dalam konteks politik hal ini menyangkut
dengan sistem politik yang dianut suatu negara beserta segala unsur (pola bersikap &
pola bertingkah laku) yang terdapat didalamnya.
Sikap & tingkah laku politik seseorang menjadi suatu obyek penanda gejala-
gejala politik yang akan terjadi pada orang tersebut dan orang-orang yang berada di
bawah politiknya. Contohnya ialah jikalau seseorang telah terbiasa dengan sikap dan
tingkah laku politik yang hanya tahu menerima, menurut atau memberi perintah
tanpa mempersoalkan atau memberi kesempatan buat mempertanyakan apa yang
terkandung dalan perintah itu. Dapat diperkirakan orang itu akan merasa aneh,
canggung atau frustasi bilamana ia berada dalam lingkungan masyarakatnya yang
kritis, yang sering, kalaulah tidak selalu, mempertanyakan sesuatu keputusan atau
kebijaksanaan politik.
Golongan elit yang strategis seperti para pemegang kekuasaan biasanya
menjadi objek pengamatan tingkah laku ini, sebab peranan mereka biasanya amat
menentukan walau tindakan politik mereka tidak selalu sejurus dengan iklim politik
lingkungannya. Golongan elit strategis biasanya secara sadar memakai cara-cara
yang tidak demokratis guna menyearahkan masyarakatnya untuk menuju tujuan yang
dianut oleh golongan ini. Kemerosotan demokratisasi biasanya terjadi disini,
walaupun mungkin terjadi kemajuan pada beberapa bidang seperti bidang ekonomi
dan yang lainnya.
Kebudayaan politik Indonesia pada dasarnya bersumber pada pola sikap dan
tingkah laku politik yang majemuk. Namun dari sinilah masalah-masalah biasanya
bersumber. Mengapa? Dikarenakan oleh karena golongan elite yang mempunyai rasa
idealisme yang tinggi. Akan tetapi kadar idealisme yang tinggi itu sering tidak
dilandasi oleh pengetahuan yang mantap tentang realita hidup masyarakat.
Sedangkan masyarakat yang hidup di dalam realita ini terbentur oleh tembok
kenyataan hidup yang berbeda dengan idealisme yang diterapkan oleh golongan elit
tersebut. Contohnya, seorang kepala pemerintahan yang mencanangkan program
wajib belajar 9 tahun demi meningkatkan mutu pendidikan, namun pada aplikasinya
banyak anak-anak yang pada jenjang pendidikan dasar putus sekolah dengan
berbagai alasan, seperti tidak memiliki biaya. Hal ini berarti idealisme itu tidak
diimplikasikan secara riil dan materiil ke dalam masyarakat yang terlibat dibawah
politiknya.
Idealisme diakui memanglah penting. Tetapi bersikap berlebihan atas
idealisme itu akan menciptakan suatu ideologi yang sempit yang biasanya akan
menciptakan suatu sikap dan tingkahlaku politik yang egois dan mau menang
sendiri. Demokrasi biasanya mampu menjadi jalan penengah bagi atas polemik ini.
Indonesia sendiri mulai menganut sistem demokrasi ini sejak awal
kemerdeka-annya yang dicetuskan di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Demokrasi dianggap merupakan  sistem yang cocok di Indonesia karena
kemajemukan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu Demokrasi yang dilakukan
dengan musyawarah mufakat berusaha untuk mencapai obyektifitas dalam berbagai
bidang yang secara khusus adalah politik. Kondisi obyektif tersebut berperan untuk
menciptakan iklim pemerintahan yang kondusif di Indonesia. Walaupun demikian,
perilaku politik manusia di Indonesia masih memiliki corak-corak yang
menjadikannya sulit untuk menerapkan Demokrasi yang murni
Corak pertama terdapat pada golongan elite strategis, yakni kecenderungan
untuk memaksakan subyektifisme mereka agar menjadi obyektifisme, sikap seperti
ini biasanya melahirkan sikap mental yang otoriter/totaliter. Corak kedua terdapat
pada anggota masyarakat biasa, corak ini bersifat emosional-primordial. Kedua cirak
ini tersintesa sehingga menciptakan suasana politik yang otoriter/totaliter.
Sejauh ini kita sudah mengetahui adanya perbedaan atau kesenjangan antara
corak-corak sikap dan tingkah laku politik yang tampak berlaku dalam masyarakat
dengan corak sikap dan tingkahlaku politik yang dikehendaki oleh Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Kita tahu bahwa manusia Indonesia sekarang ini masih
belum mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dalam sikap dan tingkah lakunya
sehari-hari. Kenyataan tersebutlah yang hendak kita rubah dengan nilai-nilai
idealisme pancasila, untuk mencapai manusia yang paling tidak mendekati
kesempurnaan dalam konteks Pancasila.
Esensi manusia ideal tersebut harus dikaitkan pada konsep “dinamika dalam
kestabilan”. Arti kata dinamik disini berarti berkembang untuk menjadi lebih baik.
Misalkan kepada suatu generasi diwariskan suatu undang-undang, diharapkan
dengan dinamika yang ada dalam masyarakat tersebut dapat menjadikan Undang-
Undang tersebut bersifat luwes dan fleksibel, sehingga tanpa menghilangkan nilai-
nilai esensi yang ada, generasi tersebut terus berkembang. Dinamika dan
kemerdekaan berpikir tersebut diharapkan mampu untuk memperkokoh persatuan
dan memupuk pertumbuhan.
Yang menjadi persoalan kini ialah bagaimana dapat menjadikan individu-
individu yang berada di masyarakat Indonesia untuk mempunyai ciri “dinamika
dalam kestabilan” yakni menjadi manusia yang ideal yang diinginkan oleh Pancasila.
Maka disini diperlukanlah suatu proses yang dinamakan sosialisasi, sosialisasi
Pancasila. Sosalisasi ini jikalau berjalan progressif dan berhasil maka kita akan
meimplikasikan nilai-nilai Pancasila kedalam berbagai bidang kehidupan. Dari
penanaman-penanaman nilai ini akan melahirkan kebudayaan-kebudayaan yang
berideologikan Pancasila. Proses kelahiran ini akan memakan waktu yang cukup
lama, jadi kita tidak bisa mengharapkan hasil yang instant terjadinya pembudayaan.
Dua faktor yang memungkinkan keberhasilan proses pembudayaan nilai-
nilai dalam diri seseorang yaitu sampai nilai-nilai itu berhasil tertanam di dalam
dirinya dengan baik. Kedua faktor itu adalah:
1. Emosional psikologis, faktor yang berasal dari hatinya
2. Rasio, faktor yang berasal dari otaknya
Jikalau kedua faktor tersebut dalam diri seseorang kompatibel dengan nilai-
nilai Pancasila maka pada saat itu terjadilah pembudayaan Pancasila itu dengan
sendirinya.
Tentu saja tidak hanya kedua faktor tersebut. Segi lain pula yang patut
diperhaikan dalam proses pembudayaan adalah masalah waktu. Pembudayaan tidak
berlangsung secara instan dalam diri seseorang namun melalui suatu proses yang
tentunya membutuhkan tahapan-tahapan yang adalah pengenalan-pemahaman-
penilaian-penghayatan-pengamalan. Faktor kronologis ini berlangsung berbeda
untuk setiap kelompok usia.
Melepaskan kebiasaan yang telah menjadi kebudayaan yang lama
merupakan suatu hal yang berat, namun hal tersebutlah yang diperlukan oleh bangsa
Indonesia.  Sekarang ini bangsa kita memerlukan suatu transformasi budaya
sehingga membentuk budaya yang memberikan ciri Ideal kepada setiap Individu
yakni berciri seperti manusia yang lebih Pancasilais. Transformasi iu memerlukan
tahapan-tahapan pemahaman dan penghayatan yang mendalam yang terkandung di
dalam nilai-nilai yang menuntut perubahan atau pembaharuan. Keberhasilan atau
kegagalan pembudayaan dan beserta segala prosesnya akan menentukan jalannya
perkembangan politik yang ditempuh oleh bangsa Indonesia di masa depan.

D. Faktor Penyebab Berkembangnya Budaya Politik Di Indonesia


1. Tingkat pendidikan masyarakat sebagai kunc utama perkembangan budaya
politik masyarakat
2. Tingkat ekonomi masyarakat, semakin tinggi tingkat ekonomi/sejahtera
masyarakat maka partisipasi masyarakat pun semakin besar
3. Reformasi politik/political will (semangat merevisi dan mengadopsi system
politik yang lebih baik)
4. Supremasi hukum (adanya penegakan hukum yang adil,independen,dan Bebas)
5. Media komunikasi yang independen (berfungsi sebagai control sosial,bebas,dan 
mandiri)
E. Dampak Perkembangan Budaya Politik
Perkembangan budaya politik yang dialami oleh masyarakat, bangsa, dan negara
Indonesia sejak tahun 1945 sampai sekarang dijumpai berbagai dampak positif
maupun negatif.

Dampak Positif Akibat Perkembangan Budaya Politik


a) Bagi Negara-Pemerintah
 Semakin transparan dalam membuat dan melaksanakan kebijakan,
 Tidak sewenang-wenang terhadap rakyat,
 Aspiratif terhadap kepentingan rakyat,
 Penataan kembali suprastruktur politik secara profesional,
 Memperoleh berbagai input dari pihak infrastruktur politik.
b) Bagi Masyarakat
 Merasa puas dalam menyampaikan input kepada pihak pemerintah,
 Adanya jaminan hukum dalam berpolitik,
 Tumbuh kesadaran untuk membudayakan politik yang benar,
 Menambah wawasan di bidang politik-demokrasi,
 Meningkatnya semangat dalam mengekspresikan budaya politik.

Dampak Negatif/Resiko Akibat Perkembangan Budaya Politik


a) Bagi Negara-Pemerintah
 Dapat menggoyahkan pendirian dalam membuat kebijakan,
 Pelaksanaan kebijakan politik menjadi telambat/terhambat,
 Sulitnya menampung aspirasi rakyat yang sangat kompleks,
 Beratnya mengatasi masalah keamanan yang selalu rawan,
 Sulitnya anggaran untuk memenuhi seluruh tuntutan rakyat.
b) Bagi Masyarakat
 Ketidakpuasan atas sikap pemerintah yang pasif,
 Banyaknya pengorbanan dalam upaya pembaharuan budaya politik,
 Mereka yang awam semakin sulit menyesuaikan diri,
 Dapat mengabaikan dirinya jika terlalu fanatik politik,
 Dapat menimbulkan kekacauan jika berpolitik secara emosional
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya politik memiliki beragam tipe tergantung dari karakteristik
masyarakat pada suatu wilayah atau negara dan budaya politik dapat berkembang tergantung
dari masyarakat dan pemerintahannya yang berkuasa. Budaya politik Indonesia
sebagian besar masih bersifat parokial-kaula yaitu masyarakat masih pasif dalam
kegiatan dan peran serta politik walaupun segelintir pihak sudah bersifat partisipan.
Untuk itu diperlukan adanya suatu perubahan untuk mencapai budaya politik yang
ideal yaitu partisipan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Eko Ruli Pratama, 2014. Budaya Politik Indonesia.Samata

Download https://www.academia.edu

Anda mungkin juga menyukai