Anda di halaman 1dari 5

Tugas 2

Pasca Reformasi tahun 1998, untuk pertama kalinya setelah 30 tahun rezim Orde Baru,

Indonesia memasuki babak baru dalam kehidupan berdemokrasi. Partai politik mulai banyak

bermunculan, dan tidak ada lagi partai yang setiap pemilu selalu menjadi pemenang mutlak

atau dikenal dengan istilah “mayoritas tunggal”.

Pertanyaan:

1. Bila merujuk pada kategori budaya politik Almond dan Powell, selama tahun 1999

sampai dengan sekarang, Indonesia berada pada kategori budaya politik yang mana?

Uraikan tentang budaya politik tersebut!

2. Terkait contoh kasus diatas, jelasan alasan Anda pada pilihan kategori budaya politik dari

Almond dan Powell tersebut! Lakukan analisis terhadap pilihan Anda tersebut.

Petunjuk Pengerjaan Tugas:

1. Jawaban dibuat dalam format kertas A4 (MS Words) dengan tipe file word.

2. Menggunakan huruf Times New Roman, Font 12, spasi 1.5 dan layout A4.

3. Uraian setiap pertanyaan maksimal 2 halaman dan tidak lebih.

4. Tidak dibenarkan melakukan copy-paste tanpa mencantumkan sumber. Segala tindakan

copy-paste tidak adakan diberi nilai untuk tugas tersebut dan atau diberi nilai 0.

5. Contoh menggunakan sumber online artikel berita dari portal media massa yang kredibel.

Tidak dibenarkan menggunakan referensi dari wikipedia, blogspot, wordpress, blogspot.

6. Gunakan e-Resources yang ada di website UT untuk pengayaan materi.

7. Unggah tugas dengan format .doc atau .docx dengan contoh file

sitinurbaya<>NIM<>T2<>ISIP4212 atau sitinurbaya 1234567 T2 ISIP4212.

2.contoh
Jawab.

1.Gaya politik yang didasarkan primordialisme pada era

Orde Baru sudah mulai ditinggalkan. Yang lebih menonjol

adalah gaya intelektual yang pragmatik dalam penyaluran

tuntutan. Pada era ini, secara material penyaluran tuntutan

lebih dikendalikan oleh koalisi besar (cardinal coalition) antara

Golkar dan ABRI, yang pada hakikatnya berintikan teknokrat

dan perwira-perwira yang telah kenal teknologi modern.

Sementara itu, proses pengambilan keputusan kebijakan

publik yang hanya diformulasikan dalam lingkaran elite

birokrasi dan militer yang terbatas sebagaimanaa terjadi

dalam tipologi masyarakat birokrasi. Akibatnya, masyarakat

hanya menjadi objek mobilisasi kebijakan para elite politik

karena segala sesuatu telah diputuskan di tingkat pusat dalam

lingkaran elite terbatas.

Kultur ABS (asal bapak senang) juga sangat kuat dalam

era ini. Sifat birokrasi yang bercirikan patron-klien melahirkan

tipe birokrasi patrimonial, yakni suatu birokrasi di mana

hubungan-hubungan yang ada, baik internal maupun eksternal

adalah hubungan antar patron dan klien yang sifatnya sangat

pribadi dan khas.

Dari penjelasan di atas, mengindikasikan bahwa

budaya politik yang berkembang pada era Orde Baru adalah

budaya politik subjek, di mana semua keputusan dibuat oleh

pemerintah, sedangkan rakyat hanya bisa tunduk di bawah

pemerintahan otoritarianisme Soeharto. Kalaupun ada proses

pengambilan keputusan hanya sebagai formalitas karena yang


keputusan kebijakan publik yang hanya diformulasikan dalam

lingkaran elite birokrasi dan militer.

Di masa Orde Baru, kekuasaan patrimonialistik telah

menyebabkan kekuasaan tak terkontrol sehingga negara

menjadi sangat kuat sehingga peluang tumbuhnya civil society

terhambat. Contoh budaya politik Neo Patrimonialistik

adalah1. Proyek dipegang pejabat.

2. Promosi jabatan tidak melalui prosedur yang berlaku

(surat sakti).

3. Anak pejabat menjadi pengusaha besar, memanfaatkan

kekuasaan orang tuanya dan mendapatkan perlakuan

istimewa.

4. Anak pejabat memegang posisi strategis, baik di

pemerintahan maupun politik.

d. Era Reformasi (1998 sampai sekarang)

Budaya politik yang berkembang pada era reformasi ini

adalah budaya politik yang lebih berorientasi pada kekuasaan

yang berkembang di kalangan elite politik. Budaya seperti

itu telah membuat struktur politik demokrasi tidak dapat

berjalan dengan baik. Walaupun struktur dan fungsi-fungsi

sistem politik Indonesia mengalami perubahan dari era yang

satu ke era selanjutnya, namun tidak pada budaya politiknya.

Menurut Karl D. Jackson, dalam bukunya Budi Winarno,

budaya Jawa telah mempunyai peran yang cukup besar dalam

mempengaruhi budaya politik yang berkembang di Indonesia.

Relasi antara pemimpin dan pengikutnya pun menciptakan

pola hubungan patron-klien (bercorak patrimonial).

Kekuatan orientasi individu yang berkembang untuk meraih

kekuasaan dibandingkan sebagai pelayan publik di kalangan

elite merupakan salah satu pengaruh budaya politik Jawa yang

kuat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agus

Dwiyanto, dkk., dalam Budi Winarno, mengenai kinerja

birokrasi di beberapa daerah, bahwa birokrasi publik masih

mempersepsikan dirinya sebagai penguasa daripada sebagai

abdi yang bersedia melayani masyarakat dengan baik. Hal

ini dapat dilihat dari perilaku para pejabat dan elite politik

yang lebih memperjuangkan kepentingan kelompoknya

dibandingkan dengan kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Dengan menguatnya budaya paternalistik, masyarakatlebih cenderung mengejar status


dibandingkan dengan

kemakmuran. Reformasi pada tahun 1998 telah memberikan

sumbangan bagi berkembangnya budaya poltik partisipan.

Namun, kuatnya budaya politik patrimonial dan otoritarianisme

politik yang masih berkembang di kalangan elite politik dan

penyelenggara pemerintahan masih senantiasa mengiringi.

Walaupun rakyat mulai peduli dengan input-input politik,

akan tetapi tidak diimbangi dengan para elite politik karena

mereka masih memiliki mentalitas budaya politik sebelumnya.

Sehingga, budaya politik yang berkembang cenderung

merupakan budaya politik subjek-partisipan.

Menurut Ignas Kleden, terdapat lima preposisi tentang

perubahan politik dan budaya politik yang berlangsung sejak

reformasi 1998.7

Pertama, orientasi terhadap kekuasaan.

Misalnya, dalam partai politik, orientasi pengejaran kekuasaan

yang sangat kuat dalam partai politik telah membuat partai-

partai politik era reformasi lebih bersifat pragmatis. Kedua,

politik mikro vs politik makro, bahwa politik Indonesia

sebagian besar lebih berkutat pada politik mikro yang terbatas

pada hubungan-hubungan antara aktor-aktor politik, yang

terbatas pada tukar-menukar kepentingan politik. Politik


makro tidak terlalu diperhatikan, di mana merupakan tempat

terjadinya tukar-menukar kekuatan-kekuatan sosial seperti

negara, masyarakat, struktur politik, sistem hukum, civil society,

dsb. Ketiga, kepentingan negara vs kepentingan masyarakat,

bahwa realitas politik lebih berorientasi pada kepentingan

negara (state heavy) dibandingkan kepentingan masyarakat

(society oriented). Keempat, bebas dari kemiskinan dan kebebasan

beragama, bahwa reformasi tahun 1998 lebih merupakan

reformasi social-politik dan reformasi sosial budaya bukan

merupakan reformasi dalam bidang ekonomi, dalam

pandangannya. Kelima, desentralisasi politik. Pada kenyataannya

yang terjadi bukanlah desentralisasi politik, melainkan lebihpada berpindahnya sentralisme politik
dari pemerintah pusat

ke pemerintah daerah. Dengan demikian, budaya politik era

reformasi tetap masih bercorak patrimonial, berorientasi pada

kekuasaan dan kekayaan, bersifat sangat paternalistik, dan

pragmatis.

2 menurut contoh kasus di atas menurut analisis di atas dalam budaya politik yaitu

Ketika pembagian bantuan sosial dari masyarakat ada seorang warga miskin yang
tidak menerima. Warga tersebut kemudian melayangkan komplain kepada petugas
bansos. Meskipun itu adalah ia tidak terdata karena berkas-berkas keluarganya tidak
lengkap. Ia pun enggan mengurusnya ke kantor pemerintahan

Ketika pemilihan daerah berlangsung ada seorang warga yang memutuskan golput atau
tidak memberikan haknya. Alasannya banyak, ada yang sibuk bekerja, tidak tahu calonnya,
hingga malas berangkat ke TPS. Namun ketika ada program bantuan dari Gubernur, orang
tersebut mendapatkannya.
Ada seorang warga desa yang miskin sedang dilanda sakit. Ia tidak mau mau membuat
kartu sehat yang merupakan program dari pemerintah. Padahal program tersebut dapat
meringankan dan membantu perobatannya. Namun orang tersebut malas menerapkan dan
mendaftar program tersebut.

Anda mungkin juga menyukai