Anda di halaman 1dari 12

DAMPAK BUDAYA POLITIK TERHADAP PARTISIPASI POLITIK

MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM

Maelani Pariani Puri


Maelani.puri@upi.edu
Departemen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia

Abstrak

Saat manusia menjalani hidup dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya tanpa disadari manusia itu memiliki
peran penting dalam system politik suatu Negara. Setiap warga Negara dalam kehidupan sehari-hari hampir
selalu bersentuhan dengan aspek politik praktis. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung
atau tidak langsung dalam praktik politik. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengukur sejauh mana Budaya
Politik berpengaruh terhadap partisipasi politik masyarakat saat pemilu. Metode yang digunakan yaitu metode
kualitatif dengan melakukan studi pustaka atau Library Research dari beberapa literatur mengenai bahasan
pokok yaitu politik dan budaya politik.Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki
bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara
masyarakat umum dengan para elitenya. Partisipasi Politik merupakan kegiatan warga Negara yang bertindak
sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksut sebagai pembuatan keputusan oleh pemerintah. Pemilu Presiden itu
sendiri adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga Negara Indonesia setiap lima tahun sekali dan hanya
yang telah memiliki syarat-syarat tertentulah yang bisa mendapatkan hak pilih untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden Indonesia sesuai dengan kehendak hati masing-masing individu tanpa paksaan siapapun.

Kata Kunci : Budaya Politik, Partisipasi Politik, Pemilu.

Abstract

When humans live in social life, they actually unwittingly have an important role in the political system of a
country. Every citizen in their daily life is almost always in contact with practical political aspects. In the process
of implementation, it can occur directly or indirectly in political practice. This study aims to measure the extent
to which political culture influences people's political participation during elections. The method used is a
qualitative method by conducting a literature study or Library Research from several literatures on the main
topics, namely politics and political culture. Political culture is a system of values and beliefs that are shared
by the community. However, each element of society has a different political culture, such as between the general
public and their elites. Political participation is the activity of citizens acting as individuals, which is meant as
decision making by the government. The Presidential Election itself is an election conducted by Indonesian
citizens once every five years and only those who have had certain conditions can get the right to vote to elect
the President and Vice President of Indonesia according to the will of each individual without coercion from
anyone.

Keywords : Political Culture, Political Participation, Elections.


PENDAHULUAN

Partisipasi politik mempunyai kiprah krusial pada system Negara demokratis, & akhir-
akhir ini sedang banyak dipelajari terutama pada keterkaitannya dengan negara-negara
berkembang. Secara generik partisipasi politik merupakan kegiatan seorang atau kelompok yg ikut
dan secara aktif pada aktivitas politik, misalnya ikut dan memakai hak pilih pada pemilihan umum
baik itu secara eksklusif juga non eksklusif, & pula ikut dan mensugesti kebijakan pemerintah
(public policy). Semakin tinggi taraf partisipasi politik memberitahuakan bahwa masyarakat
mengikuti & tahu dan melibatkan diri pada aktivitas kenegaraan. Sebaliknya taraf partisipasi
politik yg rendah dalam biasanya memberitahuakn bahwa masyarakat kurang memberikan
perhatian atau minat terhadap kasus atau aktivitas kenegaraan.

Budaya politik adalah bagian berdasarkan kebudayaan rakyat menggunakan ciriciri yg


lebih khas. Setelah budaya politik mencakup kasus legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses
pembuatan kebijakan pemerintah, aktivitas partai-partai politik, prilaku aparat Negara, dan gejolak
rakyat terhadap kekuasaan yg memerintah. Kegiatan politik pula memasuki global keagamaan,
aktivitas ekonomi social kehidupan eksklusif social secara luas, maka budaya politik eksklusif
mensugesti kehidupan politik memilih keputusan nasional yg menyangkut pola pengalokasian
asal-asal rakyat.

Budaya politik adalah sistem nilai & keyakinan yg dimiliki masyarakat, tetapi setiap unsur
rakyat tidak selaras juga budaya politiknya, misalnya antara masyarkat generik menggunakan para
elitnya. Orang-orang yg melibatkan diri pada aktivitas politik, paling tidak pada anugerah suara,
& memperoleh berita relatif banyak mengenai kehidupan. Sebenarnya ketika ini sangat sulit untuk
melakukan identifikasi budaya politik yg terdapat pada Indonesia, sehingga ketika kini ini wujud
simbolnya masih belum jelas. Namun terdapat suatu hal yg sebagai tolak ukur untuk membahas
mengenai budaya politik pada Indonesia merupakan adanya masih ada suatu kelompok budaya yg
secara umum dikuasai yg dari berdasarkan kelompok etnis yg secara umum dikuasai juga
keberadaannya pada Indonesia yaitu kelompok etnis jawa, yg mendiami bagian tengah & timur
berdasarkan pulau jawa & menggunakan populasi yg sangat padat ini akan mewarnai sikap,
konduite & orientasi politik pemerintah.

Perdebatan tentang partisipasi politik tidak terlepas dari budaya politik masing-masing
daerah. Budaya politik pada dasarnya adalah unsur partisipasi politik, dengan masyarakat masih
tertarik dengan kegiatan politik yang terjadi di suatu negara, seperti pemilihan umum,
berpartisipasi dalam aspirasi (demonstrasi), dan kelompok penekan dan media massa selalu.
pemerintahan yang semakin aktif dan kritis. Partisipasi masyarakat dalam proses politik
sebenarnya tidak hanya pada tataran kritik dan masukan terhadap keputusan kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah, tetapi juga pada partisipasinya dalam pelaksanaannya, yaitu dalam
pemantauan dan evaluasi kebijakan tersebut. . Beberapa kegiatan tersebut merupakan bentuk
partisipasi politik. Budaya politik merupakan faktor internal yang mendorong peningkatan
partisipasi politik dalam pemilihan presiden, karena merupakan nilai yang dimiliki masyarakat
dari dulu hingga sekarang dalam pemilihan umum. Budaya politik yang tinggi memudahkan KPU
bekerja sebagai bentuk sosialisasi politik, karena pelaksanaan hak pilih bersifat wajib dan sudah
mengakar di masyarakat tanpa dipaksakan oleh siapapun.

Dari paparan di atas rumusan masalah yang di ambil yaitu Bagaimanakah Budaya Politik
di masyarakat serta Bagaimanakah pengaruh Budaya Politik tersebut terhadap partisipasi
masyarakat dalam pemilu. Selanjutnya, tujuan penelitian ini Untuk mengukur sejauh mana Budaya
Politik berpengaruh terhadap partisipasi politik masyarakat.

METODE

Penyusunan jurnal artikel yang berjudul Dampak Budaya Politik Terhadap Partisipasi
Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Umum ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan
melakukan studi pustaka atau Library Research dari beberapa literatur mengenai bahasan pokok
yaitu politik dan budaya politik. Metode penelitian kualitatif identik dengan penelitian yang
berkaitan dengan sosial, hukum, humaniora, dan agama. Penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang lebih mengutamakan pada masalah proses dan makna atau persepsi, di mana penelitian ini
diharapkan dapat mengungkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi-analisis yang teliti
dan penuh makna, yang juga tidak menolak informasi kuantitatif dalam bentuk angka maupun
jumlah. Pada tiap-tiap obyek akan dilihat kecenderungan, pola pikir, ketidakteraturan, serta
tampilan perilaku dan integrasinya sebagaimana dalam studi kasus genetik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Budaya Politik

Pengertian Budaya Politik


Budaya politik yang berkembang di suatu negara dilatarbelakangi oleh keadaan, kondisi, dan
pendidikan masyarakat itu sendiri, terutama para aktor politik yang memiliki kekuasaan dan
kekuasaan untuk berpolitik, sehingga budaya politik yang berkembang di masyarakat. suatu negara
berkembang dan berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perbedaan kesadaran dan
partisipasi politik masyarakat menyebabkan perbedaan budaya politik yang berkembang di
masyarakat ini. Budaya politik yang berkembang di setiap negara sangat beragam, dan hal ini
dipengaruhi oleh sifat budaya politik masing-masing negara. Dengan kata lain, budaya politik
akan membentuk pola perilaku semua orang, yang akan menjadi arah mereka menuju tujuan politik
yang mereka inginkan.

Berikut pengertian budaya politik menurut beberapa ahli :

1. Gabriel A. Almond & Sidney Verba Mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi
yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap
peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-
pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka
menyatakan, bahwa warga Negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-
simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki.

2. Samuel Beer Budaya politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang
bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah dan tentang apa yang harus dilakukan pemerintah bagi rakyatnya. Bagi Samuel beer
ini mendifinisikan budaya politik lebih mengedepankan kepada tuntutan kepada pemerintah agar
bisa menjalani system politik sebagaimana mestinya, dan pemerintah harusnya lebih paham dan
mengerti bagaimana cara untuk mensejahterakan masyarakat dalam segala aspek dan juga dapat
menjalani kehidupan politiknya dengan baik dan sebagaimana mestinya.

3. Marbun Budaya politik adalah pandangan politik yang mempengaruhi sikap, orientasi, dan
pilihan politik seseorang, dan budaya politik ini lebih mengutamakan dimensi psikologis dari suatu
sistem politik yaitu sikap, sistem kepercayaan, simbol yang dimiliki individu dan yang
dilaksanakan dalam masyarakat. Jadi bagi Marbun, budaya politik ini tidak hanya pada focus
tuntutan yang diberikan kepada system politik saja namun Marbun lebih menjelaskan bahwa
Budaya Politik lebih akan mempengaruhi jiwa masyarakat yaitu dalam aspek psikologis yang
hanya akan ada pada setiap diri masyarakat saja.
b. Bentuk – Bentuk Budaya Politik

1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan Setiap masyarakat memiliki kecendrungan sikap yang
berbeda-beda dalam tingkah lakunya terhadap politik. Pada kondisi ini budaya politik memiliki
kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.

2. Berdasarkaan Orientasi Politiknya Dari realitas budaya politik yang berkembang di dalam
masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :

Partisipasi Politik

Pengertian Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan satu aspek krusial pada demokrasi. Partisipasi adalah tingkat
partisipasi politik rakyat rakyat pada aktivitas-aktivitas politik baik yg bersifat aktif juga pasif &
bersifat pribadi juga yg bersifat non pribadi guna mengikuti kebijakan peemerintah. Partisipasi
politik merupakan aktivitas seorang atau kelompok untuk ikut dan secara aktif pada kehidupan
politik, yaitu menggunakan jalan menentukan pimpinan Negara &, secara pribadi atau nir pribadi,
menghipnotis kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini meliputi tindakan misalnya
menaruh bunyi pada pemilihan umum, mengadiri kedap umum, sebagai anggota suatu partai atau
gerombolan kepebtingan, mengadakan hubungan (contatcting) menggunakan pejabat pemerintah
atau anggota perlemen, & sebagainya.

Untuk lebih jelasnya, dibawah ini disajikan pendapat beberapa ahli :

1. Keith Fauls Dalam bukunya Political Sociology: A Criticical Introduction, Keith Fauls
memberikan batasan partisipasi politik sebagai keterlibatan secara aktif dari individu atau
kelompok ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses
pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintah. Bagi Keith Fauls batasan
yang dikemukakan dalam partisipasi politik mencakup pada sesuatu yang berhubungan dengan
pemerintahan tanpa harus membahas dimensi lain yang ada diluar batasan yang diberikannya.

2. Michael Rush dan Philip Althoff Dalam buku Sosiologi Politik, Rush dan Althoff memberikan
batasan partisipasi politik sebagai “keterlibatan dalam aktivitas politik pada suatu sistem politik”.
Bagi Rush dan Althoff cakupannya lebih luas karena memberi batasan pada system politik yang
jika diartikan bisa menjadi luas apa saja cakupan yang ada pada system politik. Dengan demikian
batasan itu melingkupi semua instrumen dalam pengertian politik yang ada.

3. Samuel P. Huntington dan joan M. Nelson Dalam buku No Easy Choice: Political Participation
in Developing Countries, Huntington dan Nelson membuat batasan partisipasi politik sebagai
“kegiatan warga Negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksut sebagai pembuatan
keputusan oleh pemerintah”. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau
sepontan, mantap atau secara damai atau kekerasan, legal atau illegal, fektif atau tidak efektif.

Dengan demikian, pengertian Hutington & Nelson dibatasi beberapa hal, yaitu: pertama,
Hutington & Nelson mengartikan partisipasi politik hanyalah meliputi aktivitas-aktivitas & bukan
perilaku-perilaku. Dalam hal ini, mereka tidak memasukkan komponen-komponen subjektif
misalnya pengetahuan mengenai politik, keefektifan politik, namun yg lebih ditekankan
merupakan bagaimana aneka macam perilaku & perasaan tadi berkaitan menggunakan bentuk
tindakan politik. Kedua, yg dimaksud menggunakan partisipasi politik merupakan rakyat negara
biasa, bukan pejabat-pejabat pemerintah. Hal ini berdasarkan dalam pejabat-pejabat yg memiliki
pekerjaan professional pada bidang itu, padahal justru kajian ini dalam rakyat negara biasa.
Ketiga, aktivitas politik merupakan aktivitas yg dimaksud untuk mengikuti keputusan pemerintah.
Kegiatan yg dimaksudkan contohnya membujuk atau menekan pejabat pemerintah untuk bertindak
menggunakan cara-cara eksklusif buat menggagalkan keputusan, bahkan menggunakan cara
mengganti aspek-aspek sistem politik. Dengan itu protes-protes, demonstrasi, kekerasan bahkan
bentuk kekerasan pembrontak untuk mengikuti kebijakan pemerintah bisa diklaim menjadi
partisipasi politik. Keempat, partisipasi pula meliputi seluruh aktivitas yg mengikuti pemerintah,
terlepas tindakan itu efektif atau tidak, berhasil atau gagal. Kelima, partisipasi politik dilakukan
pribadi atau non pribadi, merupakan pribadi sang pelakunya sendiri tanpa memakai perantara,
namun terdapat jua yg non pribadi melalui orangorang yg dipercaya bisa menyalurkan ke
pemerintah.

b. Bentuk – Bentuk Partisipasi

Politik Peran serta atau partisipasi masyarakat secara umum dapat kita kategorikan dalam
bentuk-bentuk berikut :
a. Kegiatan Pemilihan (Electoral Activity) Yaitu segala bentuk aktivitas yg secara pribadi atau non
pribadi berkaitan menggunakan pemilihan. Termasuk pada kategori ini merupakan pada bentuk
sumbangan-sumbangan untuk kampanye, sebagai sukarelawan pada setiap aktivitas kampanye,
mengajak seorang atau beberaapa orang buat mendukung & menentukan suatu partai atau calon
pemimpin, menaruh hak bunyi pada aktivitas politik, & mengawasi perhitungan suara.

b. Lobbying Yaitu tindakan seseorang atau sekelompok orang untuk menghubungi pejabat
pemerintah maupun tokoh politik dengan tujuan untuk mempengaruhinya dalam masalah tertentu.

c. Kegiatan Organisasi (Organizational Activity ) Yaitu keterlibatan warga masyarakat kedalam


organisasi social politik, apakah dia sebagai pemimpin, aktivis atau hanya sebagai anggota biasa.

d. Mencari Koneksi (Contacting) Yaitu partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dengan secara
langsung dengan pejabat pemerintah atau tokoh politik, baik dilakukan secara individu maupun
kelompok orang yang kecil jumlahnya.

e. Kekerasan, yaitu penggunaan kekerasan untuk mempengaruhi pemerintahan, seperti


penggunaan kekerasan, perusakan dan perusakan harta benda atau orang. Menurut versi lain,
bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dijadikan ukuran stabilitas sistem politik, integrasi
kehidupan politik, dan kepuasan/ketidakpuasan warga.

Dalam buku perbandingan Sistem Politik yang disunting oleh Mas’oed dan MacAndrews, Almond
membedakan partisipasi politik atas dua bentuk, yaitu : 1) Partisipasi politik konvensional, yaitu
suatu bentuk partisipasi politik yang normal dalam demokrasi modern. 2) Partisipasi politik
nonkonvensional, yaitu suatu bentuk partisipasi politik yang tidak lezim dilakukan dalam kondisi
normal, bahkan dapat berupa kegiatan illegal, penuh kekerasan dan revolusioner. Adapun rincian
dari pandangan Almond tentang dua bentuk partisipasi politik dapat dilihat pada table berikut.

Pemilihan Umum (Pemilu)

Pengertian Pemilihan Umum (PEMILU)

Pemilihan umum adalah proses demokrasi untuk memilih individu yang memegang posisi
politik tertentu. Pemilu merupakan sarana untuk mengklaim kedaulatan rakyat berdasarkan
demokrasi perwakilan. Dengan demikian, pemilu dapat diartikan sebagai mekanisme pemilihan
dan pendelegasian, atau dapat dikatakan sebagai masalah penyerahan kedaulatan atau orang yang
dipercaya. Selanjutnya, individu atau partai politik yang dipercaya mengendalikan pemerintahan
perwakilan. Pemilu di negara demokrasi Indonesia merupakan proses pergantian kekuasaan secara
teratur sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konstitusi. Prinsip-prinsip konstitusional
pemilihan umum mencakup negara hukum dengan kedaulatan rakyat (demokrasi), yang
menampilkan hak semua warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan
keputusan di semua negara. Berikut adalah pengertian pemilu menurut beberapa ahli :

1. Ramlan Pemilu adalah mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan
kepada orang atau partai yang dipercaya.

2. Ali Moertopo Adalah sarana yang tersedia untuk rakyat guna melaksanakan kedaulatannya
sesuai dengan azas yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
3. Suryo Untoro Pemilu adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga Negara yang telah
memiliki hak pilih untuk memilih wakil-wakilnya yang duduk sebagai anggota dewan atau jabatan
politis lainnya.

Dalam PEMILU terdapat asas yang harus ditaati, asas tersebut berdasarkan amanat UU no 23 tahun
2003 tentang Pemilihan Presiden yaitu meliputi :

1. Langsung Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya
sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

2. Umum Artinya semua warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak
untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi.

3. Bebas Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa ada pengaruh,
tekanan, atau paksaan dari siapapun atau dengan apapun.

4. Rahasia Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak siapa
pun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan.

5. Jujur Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggara pelaksana, peerintah dan partai politik
peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat
secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

6. Adil Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu
mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

b. Sistem Pemilu

Terdapat dua system pemilihan umum yang dikenal selama ini, seperti :

a) Sistem Distrik Sistem distrik adalah sistem pemilu yg paling tua & pada dasarkan pada kesatuan
geokrafis, dimana satu kesatuan geokrafis memiliki satu wakil pada parlemen. System distrik
biasanya digunakan pada Negara yg memiliki system dwipartai. Tetapi system distrik pula bisa
dilaksanakan dalam suatu Negara yg menganut sisteem multipartai misalnya pada Malaysia. Pada
hakikatnya system distrik mendorong partai-partai buat berkoalisi mulai berdasarkan menghadapi
pemilu. Setiap kesatuan geografis yg dinamakan menjadi distrik memperoleh satu kursi pada
parlemen. Negara diabagi kedalam wilayah/distrik yg sama jumlah penduduknya. Dalam system
ini, calon yg menerima suara terbanyak yg akan sebagai pemenang, meskipun selisih
menggunakan calon lain hanya sedikit. Suara yg mendukung calon lain akan dipercaya hilang &
tidak bisa membantu partainya buat menerima jumlah bunyi partainya pada distrik lain.

b) Sistem Proporsional Dalam system ini persentasi kursi dilembaga perwakilan warga dibagikan
pada tiap-tiap partai politik (parpol) sinkron menggunakan persentasi jumlah suara yg diperoleh
tiap-tiap parpol. Jimly Asshidiqie mencontohkan contoh berdasarkan sistem ini, misalkan jumlah
pemilih yg absah pada pemilu 1 juta orang sedangkan jumlah kursi pada perwakilan warga 100
kursi, maka buat satu orang wakil warga membutuhkan 10 ribu suara Pembagian kursi pada
parlemen tergantung seberapa bunyi yg diperoleh setiap parpol. Dalam system proporsional
terbagi sebagai 2 macam, yaitu terbuka & tertutup. Sistem proporsional terbuka merupakan
menaruh keleluasaan bagi pemilih buat menentukan nama calon yg akan mereka pilih. Karena
selain diperlihatkan gambar partai pada sistem proporsional terbuka pemilih pula diperlihatkan
daftar nama-nama calon. Hal ini tidak sama menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup.
Dalam sistem tertutup pemilih hanya disodori gambar partai sedangkan nama-nama anggota
legislatif yg akan duduk pada parlemen akan dipengaruhi sang partai politik itu sendiri sinkron
menggunakan prosentase kursi yg diperoleh.

Semua masyarakat Negara yg menganut demokrasi wajib melaksanakan pemilihan


generik, karena pemilihan generik merupakan sebagian instrument terhadap aplikasi demokrasi
pada suatu Negara. Dalam pemilihan generik warga memiliki hak menentukan & dipilih sinkron
ketentuan yg berlaku, warga pula bebas mengutarakan pendapat & pula mempunyai kebebasan
berbicara. Untuk pemilihn generik itu kadar demoktratisnya pula sangat tergantung dalam
seberapa jauh pemilihan tadi berlangsung secara bebas, amanah & adil. Kehidupan politik yg kita
alami sehari-hari pada hubungan antar masyarakat Negara, warga menggunakan pemerintah
sebenarnya sudah membuat bentuk bermacammacam pendapat, pandangan & pengetahuan
terhadap konduite-konduite politik warga yg akan berpengaruh pada system politik itu sendiri.
Maka menurut itu setiap warga diperlukan selalu ikut berpartisipasi pada aktivitas politik yg
diselenggarakan sang Negara supaya input yg diingiinkn sang pemerintah mampu tercapai &
sebagai akibatnya outputnya mampu berdampak baik bagi masyarakat Negara.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan tentang pengaruh budaya politik terhadap
tingkat partisaipasi politik masyarakat, maka penelitian ini telah menggambarkan bagaimana
budaya politik yang berkembang di masyarakat pada saat menjelang Pemilu dan bagaimana
pengaruh budaya politik tersebut terhadap tingkat partisipasinya.

1) Budaya Politik menurut perilaku yg ditunjukkan Penelitin ini menampakan adanya perilaku yg
ditunjukkan masyarakat bahwa akan pentingnya mengahargai sebuah disparitas. Meskipun pada
hati mereka terdapat beberapa hal yg mereka nir senangi menggunakan disparitas yg terdapat baik
suku, ras, kepercayaan tetapi pada kehidupan sehari-hari warga Banguntapan selalu hayati rukun
& hening menjalani hari-hari. Begitu juga menggunakan pilihan politik yg mereka yakini juga
tidak terdapat perselisihan atau goresan yg terjadi waktu pemilu mereka sangat menghargai
disparitas pilihan politik tersebut. Maka berdasarkan itu peneliti berani menyimpulkan bahwa
budaya politik menurut perilaku yg ditunjukkan merupakan budaya politik toleran

2) Budaya Politik Berbasis Orientasi Kami merangkum dan menyimpulkan bahwa budaya politik
masyarakat didasarkan pada orientasi mereka. Hal ini terlihat tidak hanya pada saat pencoblosan,
tetapi juga pada aktivitas masyarakat pasca proses politik negara. Masyarakat umumnya sudah
sangat diakui sebagai warga negara dan sadar, tertarik dan fokus pada sistem politik dan politik
secara umum, terutama pada objek output, namun pada tingkat pengakuan input dan sebagai aktor
politik masih rendah karena masyarakat Bangung Tapan sangat menyadari kewenangan
pemerintah. Oleh karena itu, peneliti mengklasifikasikan budaya politik masyarakat berdasarkan
arah subjek/subjek terhadap budaya politik.

3) Dampak Budaya Politik Terhadap Tingkat Partisipasi Budaya politik dan partisipasi politik
berpengaruh terhadap tingkat kesadaran masyarakat. Di sini, posisi budaya politik sangat
dipengaruhi dengan memberikan pengetahuan dan kesadaran politik masyarakat akan pentingnya
mengikuti pemilihan umum. Dampaknya membuat tingkat partisipasi politik pada saat pemilu
menjadi sangat tinggi, karena faktor masyarakat sendiri membuat budaya politik ini semakin kuat
dan masyarakat bersedia untuk memilih pada saat pemilu tanpa adanya ajakan dari pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA

Almond, Gabriel A. dan Sidney Verba, (1990). Budaya Pollitik, tinglah lala politit (dan demolrosi
di lima Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Budiharjo, Miriam, (2008). Dasar-Dasar ilmu politik, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Rush, Michael Dan Philip Althoff, (2003). Sosiologi Politik, Dalam Dr.Damsar, (2010). Pengantar
Sosiologi Politik, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Syarbaini, syahrial dkk, (2011). Pengetahuan Dasar Imu Politik, Bogor : Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai