PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian ini mencoba mengungkap peran dwi fungsi ABRI di masa
Orde Baru pada film Istirahatlah kata-kata. Film ini dinilai penting karena
menjadi sedikit dari film Indonesia yang mengangkat kisah militer pada masa
Orde Baru dari sudut pandang sipil (masyarakat). Untuk itu, penelitian ini
berupaya membaca representasi ABRI dalam menjalankan peran Dwi
Fungsinya pada konteks relasi sipil-milter di masa Orde Baru. Istirahatlah kata-
kata sebagai sebuah film, dalam penelitian ini ditengarai dibuat untuk
menunjukkan adanya hegemoni yang berperan dalam proses negosiasi
kepentingan kelompok dominan dalam relasi sipil-militer. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan semiotik Roland
Barthes agar dapat menguraikan representasi ABRI dalam relasi sipil-militer di
film Istirahatlah Kata-Kata.
1
Dalam kalimatnya disebutkan:“Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan kekuatan sosial yang tumbuh
dari rakyat bersama rakyat menegakkan kemerdekaan bangsa dan negara.
Fungsi Angkatan bersenjata sebagai kekuatan social sudah ada sejak
kelahirannya serta merupakan bagian dari hasil proses perjuangan dan
pertumbuhan bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam marga kesatu
sampai marga ketiga Saptamarga dan dinyatakan sebagai salah satu modal
dasar pembangunan nasional dalam Garis-garis Besar Haluan Negara.”
2
membantu proses nasionalisasi aset- aset vital pemerintah, tetapi justru
menjadikan ABRI sebagai penguasa atau pemimpin dari aset tersebut. Bahkan
pada perjalanannya, hal tersebut digunakan sebagai lahan bisnis para pihak
militer. Seperti yang pernah dikemukakan Nasution pada awal perkembangan
Dwifungsi ABRI khususnya dalam hal kekaryaan menyatakan bahwa ABRI
jangan sampai salah menafsirkan mengenai Dwifungsi ABRI. Menurut
Nasution, meskipun ABRI diberi keleluasaan dalam bidang sosial-politik bukan
berarti seorang ABRI dapat sekaligus merangkap di bidang eksekutif, legislatif
atau seperti yang sering dikatakan dengan “penguasa” dan “pengusaha”
(Nasution dalam Wahyu Dede, 2010). Belum lagi beberapa peristiwa seperti
peristiwa Tanjung Priok 1984-1987, Soeharto dianggap menggunakan
KOPKAMTIB sebagai instrumen penting mendukung dan melindungi kebijakan
politiknya. Selain itu Soeharto juga selaku panglima tertinggi telah
mengeluarkan sikap, pernyataan dan kebijakan yang bersifat represif untuk
mengeliminasi berbagai respon masyarakat terhadap kebijakan asas tunggal
Pancasila yang dikeluarkan Orde Baru. Dalam menangani persoalan ini,
Soeharto dinilai Kontras kerap membuat pernyataan dan kebijakan yang
membolehkan kekerasan dalam mengendalikan respon rakyat atas kebijakan
penguasa pada saat itu. Di antaranya di depan Rapat Pimpinan (RAPIM) ABRI
di Riau, 27 Maret 1980. Soeharto sebagai presiden dan penanggung jawab
seluruh kegiatan KOPKAMTIB disebut mewajibkan ABRI mengambil tindakan
represif untuk menghadapi kelompok-kelompok Islam yang dianggap sebagai
golongan ekstrem yang harus dicegah dan ditumpas seperti penanganan G 30
S. Akibatnya, dalam Peristiwa Tanjung Priok 1984, sekitar lebih 24 orang
meninggal, 36 terluka berat, 19 luka ringan (Harlan, 2018).
Hal di atas dapat kita sebut sebagai hegemoni ABRI dalam menjalankan
Dwifungsi ABRI. Hegemoni berasal dari bahasa Yunani, egemonia yang berarti
penguasa atau pemimpin. Hegemoni sendiri merupakan gagasan Antonio
Gramsci pada tahun 1891-1937. Teori hegemoni Antonio Gramsci
3
menganalisis berbagai relasi kekuasaan dan penindasan di masyarakat. Lewat
teori hegemoni Gramsci, akan terlihat bahwa penulisan, kajian suatu
masyarakat, dan media massa merupakan alat kontrol kesadaran yang dapat
digunakan kelompok penguasa. Sama hal yang terjadi pada era orde baru,
kekuatan militer dan media massa kerap dijadikan alat untuk menguasai
negara (janganlupa sumber). Hampir sebagian besar perdebatan mengenai
konsep hegemoni mengerucut kepada satu nama: Antonio Gramsci. Tidak
dapat disangkal bahwa Gramsci merupakan filsuf dan aktivis politik yang
mengembangkan teori hegemoni, yang ia gunakan untuk melihat perjuangan
kaum buruh di Italia di bawah rezim fasis Benito Mussolini. Meskipun jauh
sebelum Gramsci konsep hegemoni sudah dikembangkan untuk melihat
kegagalan perjuangan buruh di Rusia (Hutagalung, 2004).
Dengan adanya peran Dwi Fungsi ABRI pada masa Orde Baru,
hubungan antara militer dengan semua sendi kehidupan masyarakat
4
Indonesia sangat erat, termasuk dalam ranah kebudayaan, salah satunya
melalui dunia perfilman Indonesia. Hubungan erat antara militer dengan dunia
film tampak pada kuantitas produksi film yang mengangkat konsep militer pada
masa Orde Baru. Sejumlah judul film yang cukup terkenal dimasa itu antara
lain Janur Kuning (1971), Serangan Fadjar (1981), Penumpasan
Pengkhianatan G30S/PKI (1987), Penumpasan Sisa-sisa PKI Blitar Selatan,
Operasi Trisula (1987), dan Djakarta 1966 (1988). Film-film tersebut ditengarai
menjadi alat propaganda negara sekaligus alat legitimasi kekuasaan presiden
Soeharto yang berkuasa saat itu (Krishna Sen, 2009). Kisah ABRI yang
ditampilkan dalam film-film pada masa Orde Baru merefleksikan bahwa militer
begitu hegemonik pada masa itu. Film-film yang diproduksi pada masa Orde
Baru, lebih menempatkan militer sebagai pihak yang dominan. Bahkan
keseluruhan proses produksi hingga insitusi perfilman Indonesia diintervensi
pihak militer (Irawanto,2017). Segala bentuk corak produksi dan teks film yang
mengusung konsep militerisme pada masa Orde Baru memang ditujukan untuk
mendukung penguasa, meski disamarkan sebagai sarana hiburan. Salah
satunya tampak pada kajian film Pengkhianatan G30 S/PKI. Penelitian tersebut
melihat bahwa film itu secara tersirat menampilkan ideologi bapakisme, yaitu
konsepsi maskulin ala Orde Baru yang memadukan nilai-nilai priyayi dan
gambaran militer yang ideal (Paramaditha, 2007).
Setelah usai era Orde Baru, produksi film Indonesia yang mengangkat
kisah militer sempat vakum selama beberapa waktu. Namun sejak tahun 2009,
film yang mengangkat militerisme, mulai kembali diproduksi, ditandai melalui
dirilisnya film Merah Putih. Dilanjutkan dengan sekuelnya, yang mengambil
judul Darah Garuda (2010). Setahun kemudian, dirilis seri penutup dari Trilogi
Merah Putih dengan judul Hati Merdeka (2011). Semenjak trilogi Merah Putih,
produksi film yang mengangkat militerisme semakin banyak diproduksi.
Beberapa diantaranya Badai di Ujung Negeri (2011), Tiga Nafas Likas (2014),
Jendral Soedirman (2015), Doea Tanda Mata (2015), Dibalik 98 (2015),
5
I Leave My Heart in Lebanon ((2016), Merah Putih Memanggil (2017), film
dokumenter Sang Patriot (2014) dan Hungry is The Tiger (2014). Dua film
terakhir merupakan film yang hanya tayang melalui youtube.Sejumlah judul
film tersebut menunjukkan bahwa dalam kurun dua dekade terakhir setelah
Orde Baru jatuh dan ditiadakannya dwi fungsi ABRI, tema militerisme dalam
film masih merupakan tema yang menarik sebagai tema produksi film yang
merupakan bagian ranah budaya populer.
Salah satu film yang menarik dan menceritakan militerisme adalah film
“Istirahatlah Kata-kata”. Sedikit berbeda dengan film-film yang diproduksi pada
era setelah Orde Baru dan ditiadakannya Dwi Fungsi ABRI, film Istirahatlah
Kata Kata ditengarai dibuat untuk menunjukkan adanya hegemoni yang
berperan dalam proses negosiasi kepentingan kelompok dominan dalam relasi
sipil-militer. Oleh karena, melalui film ini, masyarakat diajak untuk melihat
bagaimana negara menggunakan penuh kekuatan militernya hanya untuk
memberantas aktivis yang mencoba memberikan suaranya. Film garapan
Anggi ini menceritakan tentang kisah pelarian dari seorang aktivis yaitu Wiji
Thukul yang diperankan oleh Gunawan Maryanto ke Pontianak. Selama
hampir 8 bulan di Pontianak, Wiji tinggal berpindah-pindah rumah bahkan
tinggal bersama dengan orang-orang yang sama sekali belum dia kenal,
seperti rumah dari seorang dosen bernama Thomas (Dhafi Yunan) dan aktivis
asal Medan, Martin (Eduwart Boang Manalu), yang tinggal bersama istrinya,
Ida (Melanie Subono). Wiji Thukul harus melarikan diri dari kejaran aparat yang
mencarinya pada masa Orde Baru. Film ini juga menceritakan bagaimana
sebuah rezim Orde Baru begitu takut oleh puisi-puisi yang dibuat oleh Wiji
Thukul. Diceritakan juga dalam film ini bagaimana keluarga Wiji Thukul terus
diteror oleh militer untuk dimintai keterangan. Wiji Thukul bahkan sampai harus
mengubah gaya penampilan dan namanya di KTP (Kartu Tanda Penduduk)
untuk mengelabui militer yang mencoba mencarinya. Dalam pelariannya Wiji
Thukul bertemu dengan Thomas di Pontianak dan menetap untuk beberapa
6
saat. Ketika sedang berjalan menuju kerumah Thomas, tiba-tiba dia bertemu
dengan seseorang tentara yang mencoba menghentikan dirinya. Keduanya
ditahan dan diinterogasi oleh tentara tersebut. Mereka ditakut-takuti akan
ditodong pistol jika tidak memberikan KTPnya. Namun, Thomas kenal dengan
tentara tersebut akhirnya mereka berdua bisa selamat. Film ini juga berusaha
menceritakan bagaimana Orde Baru begitu mengandalkan sistem Dwifungsi
ABRI dalam menjalankan pemerintahannya.
7
bentuk relasi sipil militer yang ditampilkan, pihak mana yang dominan
perannya, serta nilai-nilai apa saja yang mencoba untuk direpresentasikan
ABRI dalam film Istirahatlah Kata-Kata.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Representasi
9
secara tegas mengartikan representasi sebagai proses produksi arti dengan
menggunakan bahasa (Hall, 2003).
Hegemoni
Titik awal konsep Gramsci tentang hegemoni adalah, bahwa suatu kelas
dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya
dengan cara kekerasan dan persuasi. Hegemoni bukanlah hubungan dominasi
dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan dengan persetujuan
dengan rnenggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni adalah
suatu organisasi konsensus, (Simon, 2004). Gramsci memulai analisisnya
dengan sebuah pernyataan kreteria metodologi yang harus digunakan oleh
studi kita sendiri. Bahwa supremasi sebuah kelompok sosial memanifestasikan
dirinya dengan dua cara, sebagai dominasi dan sebagai kepemimpinan
intelektuan dan moral, (Gramsci, 2013).
10
Gramsci juga membedakan antara konsep dominasi dan hegemoni,
perbedaanya ada pada model penguasaanya. Gramsci mengatakan dominasi
merupakan penguasaan yang ditopang oleh kekuatan fisik, sedangkan hemoni
lebih halus dari itu, yaitu secara ideologis. Teori Gramsci sendiri memberikan
masukan baru bagi Marxian (Pengikut teori Marxist) melalui dua point.
Pertama, Gramasci menerapkan konsep tersebut pada relasi sosial, bukan
sebatas buruh dan pemilik modal, akan tetapi antara fungsionaris dan
masyarakat sipil. Kedua, hegemoni lebih kepada pengaruh kultural, bukan
kepemimpinan politik dalam sebuah sistem aliansi sebagaimana dipahami
generasi Marxian sebelumnya. Gagasannya mulai terpisah antara
determinisme dan ekonomisme Marxis. Gramasci lebih menekankan pada
suprastruktur gagasan manusia dari pada substruktur ekonomi masyarakat
(Hefni, 2011).
11
Crocean. Penggagas konsep ini menolak interpretasi “materialisme vulgar” dan
kecenderungan sosiologi positivis evolusioner. Kedua, hegemoni melihat
negara sebagai sesuatu yang abadi tak punya konteks historis,
mentransendenkan masyarakat sebagai kolektivitas yang ideal. Ketiga, dalam
konsep hegemoni dikenal adanya skematisasi pemilahan intelektual ke dalam
intelektual organik dan intelektual tradisional. Keempat, hegemoni memiliki
makna ideologi dominan. Pada rezim orde baru, ideologi dominan yang
dijadikan pembenaran kebijakan bagi aparatur yaitu “pembangunan.” Hal itu
menunjukan bahwa istilah demi kepentingan umum atau pembangunan
nasional untuk segala lapisan masyarakat biasanya dipakai sebagai
pembenaran terhadap penggunaan kekuasaan negara untuk memaksa
seorang atau sekelompok warga agar bersedia mematuhi keinginan negara,
(Saraswati, 2003).
12
Inti dari hegemoni dalam konteks teori Gramsci adalah keberhasilan
kelompok penguasa mendapatkan persetujuan dari kelompok subordinat atas
penguasaan atau subordinat mereka. Dalam hegemoni, kelompok subordinat
yang dikuasai menerima dan memberi persetujuan atas ide-ide dan
kepentingan- kepentingan politik dari kelompok yang menguasai mereka.
Hegemoni bagi Gramsci adalah sebuah capaian penguasaan yang paling
legitimat, karena kekuasaan mereka diterima dalam sistem ideologi,
kebudayaan, nilai-nilai, maupun norma-norma kelompok yang dikuasai.
Penekanan Gramsci pada aspek konsensus dalam teorinya tentang hegemoni
merupakan aspek lain dari perbedaannya dengan teori yang dikemukakan oleh
teoretis Marxis, (Anwar, 2010).
Secara harfiah militer berasal dari kata Yunani, dalam bahasa Yunani
adalah orang yang bersenjata siap untuk bertempur, orang-orang ini terlatih
dari tantangan untuk menghadapi musuh, sedangkan ciri-ciri militer sendiri
mempunyai organisasi teratur, pakaiannya seragam, disiplinnya tinggi,
mentaati hukum yang berlaku dalam peperangan. Apabila ciri-ciri ini tidak
dimiliki atau dipenuhi, maka itu bukan militer, melainkan itu suatu gerombolan
bersenjata.
13
sasaran usaha-usaha organisasi itu. Profesi militer disebut sebagai suatu
profesi relawan atau sukarela karena setiap individu bebas memilih suatu
pekerjaan di dalamnya, namun bisa juga bersifat paksaaan karena anggota
militer tidak diperkenankan membentu suatu perkumpulan sukarela melainkan
terbatas kepada suatu hierarki birokrasi. Militer memiliki jiwa tersendiri yang
menjadi ciri khas dari seorang prajurit, yaitu koorporatis dalam hal
ekskulusifitas, birokratis dalam hal hierarki, dan professional dalam
menjalankan misi. Secara garis besar militer adalah organisasi kekerasan fisik
yang sah untuk mengamankan negara atau bangsa dari ancaman luar negri
maupun dalam negri (Perlmutter, 2010).
14
Perang yang didirikan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
pada 22 Agustus 1945. Badan tersebut mencakup Badan Keamanan Rakyat
(BKR). Dalam undang-undang pembentukannya, disebut bahwa salah satu
fugsi BKR adalah memelihara keamanan rakyat bersama badan-badan negara
lain yang bersangkutan. Dalam hierarki pemerintah, BKR ditempatkan dibawah
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Sedangkan BKR yang ada di daerah
secara paralel juga berada dibawah Komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah
(Rikan, 2014).
Pada masa Orde Baru, militer di Indonesia lebih sering disebut dengan
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). ABRI adalah sebuah
lembaga yang terdiri dari unsur angkatan perang dan kepolisian negara (Polri).
Pada masa awal Orde Baru unsur angkatan perang disebut dengan ADRI
(Angkatan Darat Republik Indonesia), ALRI (Angkatan Laut Republik
Indonesia) dan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Namun sejak
Oktober 1971 sebutan resmi angkatan perang dikembalikan lagi menjadi
Tentara Nasional Indonesia, sehingga setiap angkatan sebut dengan TNI
Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara (Rikan, 2014).
Film
15
cahaya. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi
massa visual dibelahan dunia ini.
Karateristik Film
16
lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi
khalayaknya (Sobur, 2006).
Jenis-jenis Film
1. Action
Tema dari jenis film ini dengan sederhana bisa dikatakan sebagai film yang
berisi “pertarungan” secara fisik antara protagonis dengan antagonis. Film ini
bercirikan penonjolan filmnya dalam masalah konflik.
2. Drama
17
3. Komedi
Film yang memiliki tema yang jenaka namun tidak harus diperankan oleh
pelawak, tetapi dapat diperankan oleh berbagai pemain film bisa. Tema komedi
selalu menawarkan sesuatu yang membuat penontonnya tersenyum bahkan
tertawa terbahak-bahak. Biasanya adegan dalam film komedi juga merupakan
sindiran dari suatu kejadian atau fenomena yang sedang terjadi. Dalam
konteks ini, ada dua jenis drama komedi yaitu slapstik dan komedi situasi.
Slapstik adalah komedi yang memperagakan adegan konyol seperti sengaja
jatuh atau dilempar kue dan lainnya. Sedangkan komedi situasi adalah adegan
lucu yang muncul dari situasi yang dibentuk dalam alur dan irama film.
4. Tragedi
Tema ini menitik beratkan pada nasib manusia. Sebuah film dengan akhir
cerita sang tokoh selamat dari kekerasan, perampokan, bencana alam dan
lainnya bisa disebut film tragedi.
5. Horor
6. Drama Action
Tema ini merupakan gabungan dari dua tema, drama dan action. Tema drama
action ini menyuguhkan suasana drama dan juga adegan-adegan
“pertengkaran fisik”. Untuk menandainya, dapat dilihat dengan cara melihat
alur cerita film. Biasanya film dimulai dengan suasana drama, setelah itu alur
meluncur dengan menyuguhkan suasana tegang berupa pertengkaran-
pertengkaran.
7. Komedi tragi
18
Suasana komedi ditonjolkan terlebih dahulu kemudian disusul dengan adegan-
adegan tragis. Suasana yang dibangun memang getir sehingga penonton
terbawa emosinya dalam suasana tragis tetapi terbungkus dalam suasana
komedi.
8. Komedi horor
9. Parodi
Tema parodi merupakan duplikasi dari tema film tertentu, tetapi diplesetkan,
sehingga ketika film parodi ditayangkan para penonton akan melihat satu
adegan film tersebut dengan tersenyum dan tertawa. Penonton berbuat
demikian tidak sekedar karena film lucu, tetapi karena adegan yang ditonton
pernah muncul di film-film sebelumnya. Tentunya para penikmat film parodi
akan paham kalu sering menonton film, sebab parodi selalu mengulang
adegan film yang lain dengan pendekatan komedi. Jadi, tema parodi
berdimensi duplikasi film yang sudah ada kemudian dikomedikan. Dengan
perkembangan film, maka asumsi mengenai jenis film semakin beragam.
Film juga dapat dibedakan menjadi 3 jenis, menurut Heru Efendy ragam jenis
film adalah sebagai berikut:
Film dokumenter adalah film yang menyajikan realita melalui berbagai cara dan
dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter
tidak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan
19
propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya, film dokumenter tetap
berpijak pada hal-hal senyata mungkin.
Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film
yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok film cerita
panjang.
Film yang telah memiliki jenis dan skenarionya belum cukup untuk
mempengaruhi emosi penonton dalam menerima pesan dari makna yang ingin
disampaikan. Menurut Daniel Chandler, Frame atau pembingkaian gambar
dilihat sebagai morfem atau teknik pengambilan kamera. Teknik pengambilan
kamera tersebut dapat dikategorikan sebagai kalimat, adegan dikategorikan
sebagai paragraf, dan sekuen atau rangkaian adegan dikategorikan sebagai
bab yang menjadi Bahasa dari film itu sendiri. Hal-hal tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Kamera
20
adalah makna yang dapat dihasilkan oleh penggunaan kamera,
berdasarkan konvensi yang berlaku dalam industri film :
1. Close-up:
2. Extreme close-up:
Bentuk close-up dengan jarak yang lebih dekat. Biasanya shot ini
hanya dapat memuat bagian kecil dari tubuh orang atau obyek,
misalnya mata, telinga, bibir, dan sebagainya. Fungsinya sama
dengan close-up, hanya intensitas dramatiknya lebih tinggi.
3. Medium shot:
4. Long shot:
21
Kamera menyorot dari jauh, sering digunakan untuk
menghubungkan orang atau benda dengan lingkungan di
sekitarnya.
1. Straight on
2. Low-angle:
3. High-angle:
22
Gerakan kamera memainkan peranan penting, karena – selain
fungsinya adalah yang paling kelihatan dalam film – ia memungkinkan
penonton untuk mengikuti gerakan atau aksi dari sebuah karakter.
Berikut adalah jenis-jenis dari pergerakan kamera yaitu :
1. Panning:
2. Tilting:
e) Framing
23
Setting Film
1. Lighting
24
putih untuk film horror. Selain itu, prop juga dapat memberikan
makna bagi sebuah karakter.
3. Kostum
4. Akting
25
5. Suara dan Musik
26
terutama ketika ia menggambarkan tentang makna ideologis dari representasi
jenis lain yang ia sebut sebagai mitos (Sobur, 2013). Menurut (Vera, 2014),
semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things).
Memakai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicae). Menurut Barthes semiologi
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Memaknai, dalam hal ini tidak dapat disamakan dengan mengkomunikasikan.
Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam
hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusikan
sistem terstruktur dari tanda.
Dari tabel Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan pertanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Denotasi dalam pandangan
Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup. Tataran
denotasi menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Denotasi
merupakan makna yang sebenar-benarnya, yang disepakati bersama secara
sosial, yang rujukannya pada realitas. Tanda konotatif merupakan tanda yang
27
penandanya mempunyai keterbukaan makna atau makna yang implisit, tidak
langsung, dan tidak pasti, artinya terbuka kemungkinan terhadap penafsiran-
penafsiran baru. Dalam semiologi Barthes, denotasi merupakan sistem
signifikansi tingkat pertama, sedangkan konotasi merupakan sistem
signifikansi tingkat kedua. Denotasi dapat dikatakan merupakan makna objektif
yang tetap, sedangkan konotasi merupakan makna subjektif dan bervariasi
(Sobur, 2013).
28
oleh Van Zoest, film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu
termasuk berbagai sistem tanda yang berkerja sama dengan baik untuk
mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian
gambar film digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang
mengambarkan sesuatu. Ciri gambar-gambar film adalah persamaannya
dengan realitas yang ditunjukkan. Gambar yang dinamis dalam film merupakan
ikonis bagi realitas yang didenotasikannya (Sobur, 2013).
Dari berbagai tanda dalam semiotika film, dikenal pula istilah mise en
scene yang berkaitan dengan penempatan posisi dan pergerakan aktor pada
set (bloking), serta sengaja dipersiapkan untuk menciptakan sebuah adegan
(scene) dan sinematografi yang berkaitan dengan penempatan kamera. Mise
en scene berarti menempatkan sesuatu pada layar, unsur-unsurnya antara lain
actor’s performance yang terdiri dari script adalah sebuah naskah yang berisi
semua kalimat yang diucapkan oleh pemain film dan movement yaitu semua
hal dan berbagai tindakan yang dilakukan oleh pemain film (Sobur, 2013).
29
Daftar Pustaka
Perlmutter, A. (2010). Militer dan Politik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Aeni, N. (2017, 10 11). idntimes.com. (I. Zakaria, Editor, & I. Zakaria, Produser)
Dipetik 09 8, 2019, dari idntimes:
https://www.idntimes.com/hype/entertainment/noor-aeni/film-indonesia-
tema-militer-c1c2/full
30
Sobur, A. (2013). Analisis Teks Media: suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana, Analisis semiotika dan analisis Framing. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
McQuail. (2010). Mass Communication Theory 6th Edition. New York: Sage
Publication.
Iradat, D. (2018, Januari 17). Metro News. Dipetik September 14, 2018, dari
news.metrotvnews.com:
http://news.metrotvnews.com/hukum/zNAGX4nk-tito-bongkar-
buruknya-kinerja-polri
31
https://nasional.kompas.com/read/2016/05/25/07220041/Kontras.Papa
rkan.10.Kasus.Pelanggaran.HAM.yang.Diduga.Melibatkan.Soeharto?p
age=4
32
33