Anda di halaman 1dari 6

UNI INTERNATIONALE DEVADATTA 2009

Materialisme Dan Disposisi Dasar Negara Hukum

Oleh : Vincentcius Jeskial Boekan

MATERIALISME adalah ajaran yang menekankan keunggulan faktor-faktor


material atas yang spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, epistimologi atau
penjelasan historis. Ada beberapa macam materialisme, yaitu materialisme biologis,
materialisme parsial, materialisme antropologis, materialisme dialektis, dan materialisme
historis. Kesempatan ini kami akan percakapkan materialisme historis sebagai suatu
gagasan antagonis dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia sebagai bahan diskusi
untuk mempertebal nation and character building.

Respons terhadap Karl Marx


Adalah Karl Marx (1818-1883) tokoh utama yang mengaitkan filsafat dengan
ekonomi. Dalam pandangannya, filsafat tidak boleh statis, tetapi harus aktif membuat
perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi, bukan ide-ide
(hal ini berbeda dengan Hegel). Manusia selalu terkait dengan hubungan-hubungan
kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Manusia adalah mahkluk yang bermasyarakat,
yang beraktivitas, terlibat dalam suatu proses produksi. Hakikat manusia adalah kerja
(homo laborans, homo faber). Jadi, ada kaitan yang erat antara filsafat, sejarah dan
masyarakat. Pemikiran Karl Marx ini kemudian dikenal dengan Materialisme Historis
atau Materialisme Dialektika.
Pandangan Karl Marx di atas mendapat reaksi yang beragam-ragam di Indonesia.
Mengapa? Karena materialisme adalah ajaran Marxisme, yang pada dasarnya memiliki
pemikiran sejalan dengan positivisme. Sesungguhnya perintis pemikiran ini bukan hanya
Karl Marx, tetapi juga Friedrich Engels (1820-1895). Mereka berdua banyak mendapat
inspirasi (terutama metode dialektikanya) dari filsuf Jerman yang sangat berpengaruh,
yaitu GWL Hegel (1770-1831). Marx adalah tokoh pertama yang mengaitkan filsafat
dengan ekonomi. Dalam perspektifnya, filsafat tidak boleh statis, tetapi harus aktif
membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi,
UNI INTERNATIONALE DEVADATTA 2009

bukan ide-ide (hal ini berbeda dengan Hegel). Jalan pemikiran Karl Marx tersebut
menjelaskan pandangannya tentang teori pertentangan kelas, sehingga pada
perkembangan berikutnya melahirkan komunisme.
Dalam realitas, Marxisme adalah suatu gagasan yang menarik untuk dicermati
dari sudut pandang sains oleh kaum intelektual dan mahasiswa. Namun bagi pemerintah
dan mayoritas bangsa, Marxisme adalah ajaran sesat dan tak bermoral yang bertentangan
dengan ideologi negara kita Pancasila, dan UUD 1945. Kuatnyaindoktrinasi pemerintah
di era orde baru menyebabkan sejumlah intelektual dan mahasiswa hanya
mempercakapkannya dalam area kampus. Itu pun hanya semata-mata dalam perspektif
Marxisme sebagai gagasan dalam konteks sains. Namun, sulit untuk memungkiri bahwa
gagasan-gagasan kaum mahasiswa di era orde baru yang bernyali berteriak lantang
memprotesi berbagai kebijakan pemerintah yang konon katanya sarat dengan korupsi,
kolusi dan nepotisme, dan kuatnya peranan militer (militerisme) dalam mengamankan
legitimasi kepemimpinan Orde Baru di pundak Presiden Soeharto, boleh dapat dikatakan
bernafaskan roh atau jiwa dari gagasan Marxisme. Argumen ini mengemuka karena pada
era itu yang menjadi value demokrasi Indonesia adalah musyawarah untuk mufakat,
bukan demonstrasi, apalagi people power.
Franz Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern mengatakan bahwa ciri negara demokratis terlihat dari empat hal
yaitu legitimasi ideologis, legitimasi teknokratis, kedaulatan rakyat, dan batas-batas
kedaulatan rakyat. Khusus legitimasi ideologis, Suseno merumuskannya sebagai
sekelompok orang mempunyai kepercayaan mengenai bagaimana manusia harus hidup
dan bagaimana masyarakat seharusnya diatur. Untuk merealisasikan perwujudan
masyarakat menurut ideologi itu, kelompok itu harus memegang kekuasaan atas
masyarakat, dilegitimasikan dengan klaim bahwa masyarakat harus dipimpin menurut
ideologi yang mereka miliki. Anggota masyarakat lain tidak berhak untuk ikut dalam
penentuan kebijakan negara, karena mereka tidak memiliki ideologi itu. Sebagai
contohnya dia mengambil klaim Robbespierre dalam Revolusi Perancis atas hak untuk
menyingkirkan kelompok-kelompok revolusioner lain atau klaim partai komunis atas
kekuasaan mutlak dalam negara yang telah mereka kuasai.
UNI INTERNATIONALE DEVADATTA 2009

Sebenarnya kalau Suseno mau saja jujur, Pak Harto juga pernah membuat
revolusi maha besar dalam menumpas G 30 S PKI di tahun 1965, dan kemudian naik
berkuasa dalam era yang dinamainya Orde Baru, lalu memanage kelompok-kelompok
yang tidak seideologi dengannya dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pendek kata, Marxisme dibantai sampai ke akar-akarnya. Tidak
ada pendekatan kelas-kelas dalam memanage aktivitas pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kemasyarakatan. Paradigma pembangunan pun disetir apik bahwa stabilitas
keamanan lebih dinomorsatukan daripada ekonomi. Pendekatan militeristik tumbuh dan
berkembang subur di bawah kendalinya sebagai presiden sekaligus Panglima Tertinggi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Penerapan Litsus bagi pegawai negeri sipil,
para tokoh politik, dan sosial kemasyarakatan lainnya untuk mendapatkan jabatan baru,
menerima berbagai macam penghargaan dari presiden, dan urusan-urusan berbau politik
lainnya merupakan salah satu way out untuk mencermati tingkat keterpengaruhan
seseorang terhadap komunis. Akibatnyabanyak yang terpaksa tersandung perjuangan
politiknya karena ada anasir-anasir keterpengaruhan akibat pertalian hubungan darah
sampai derajat ketiga dengan para tokoh komunis di tahun 1965 itu.
Pak Harto sangat flamboyan selama empat Repelita. Namun sayangnya,
memasuki Repelita kelima muncul berbagai ketimpangan. Pendekatan kelas ekonomi
yang pernah diantipatinya justru tampak mengemuka akibat ulah pihak-pihak yang
memanfaatkan kebaikannya. Ada stratifikasi sosial dalam masyarakat (high class, midle
class, lower class); ada konglomerat yang mendominasi perekonomian bangsa. Secara
transparansi hal ini menampakkan gap yang dalam antara kaum punya dan tak punya.
Dan itu semakin dikisruhkan dengan membengkaknya hutang luar negeri yang bukan saja
dibuat oleh pemerintah, tetapi juga oleh kaum konglomerat yang harus pula
dipertanggungjawabkan oleh pemerintah. Konsekuensinya, rupiah melemah sampai Rp
20.000,00 per dolar AS, krisis moneter tak terbendungi lagi. Amien Rais dan sejumlah
tokoh politik turun ke jalan bersama mahasiswa melalui gerakan people power. Revolusi
versi mereka membuahkan hasil, Pak Harto lengser ke prabon.

Era reformasi
UNI INTERNATIONALE DEVADATTA 2009

Reformasi mendapat komitmen yang mengemuka dalam pemerintahan yang


berturut-turut dipimpin oleh Presiden BJ Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, dan
kini Soesilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Memang masih terlalu prematur untuk
menilai sejauh mana legitimasi ideologis dalam kepemimpinan SBY-JK yang baru
berumur dua tahun ini, dimana kita sesungguhnya masih berada dalam kondisi sakit.
Namun, amanat reformasi adalah suatu roh yang harus dimanage, terutama reformasi
dalam bidang hukum, politik dan moneter yang menjadi ideologi kaum reformis.
Sudah sejauh manakah roh tersebut diejawantahkan, ini merupakan PR buat kita
semua. Karena secara kasat mata, dapat dikonklusikan bahwa praktek-praktek kelas
masih tampak di sana-sini, terutama dalam penegakan hukum. Ada beberapa indikator
yang dapat dijadikan indikasinya, semisal para pejabat negara masih mendapatkan hak
privilese dari presiden untuk boleh diperiksa oleh aparat penegak hukum, padahal dalam
sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam UUD 1945, Indonesia, ialah negara
yang berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machsstaat). Ini bermakna bahwa semua orang dipandang berkesamaan hak dan
kewajibannya di mata hukum dan pemerintah itu sendiri. Berbeda halnya dengan para
pegawai non pejabat negara, apalagi the man in the streat, hukum seolah-olah menjadi
polisi negara tanpa kompromistis. Belum lagi bila kita mau jujur untuk mencermati
berbagai persoalan ekonomi, ketenagakerjaan, konflik-konflik para elite politik, dan
terorisme yang rasa-rasanya tak berujung dan berpangkal itu. Fenomena tersebut tidak
perlu dicarikambing hitam siapa yang mestinya bertanggung jawab, terutama kepada
Presiden SBY dan Wapres JK, karena sistem hukum kita sudah dipatron dari zaman
kolonialisme Belanda: devide et impera.

Disposisi dasar negara hukum


Disadari, sesungguhnya banyak pihak menghendaki hukum sebagai supremasi
yang bisa mengadakan judicial review dalam artian peraturan yang levelnya di bawah
bisa dibawa ke Mahkamah Konstitusi, dan adanya constitucional review untuk
Mahkamah Konstitusi. Namun realitas hukum kita masih melangkakan hal tersebut
terjadi. Untuk itu diperlukan kemauan baik mensupremasikan konstitusi, dalam artian
konstitusi harus diangkat pada strata tertinggi. Kalau ada penyimpangan berarti ada
UNI INTERNATIONALE DEVADATTA 2009

pelecehan terhadap konstitusi dan karenanya perlu ada Mahkamah Konstitusi yang
kredibel untuk mengawalnya.
Persoalannya bagi suatu negara, terutama negara dunia ketiga atau negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia, hukum merupakan produk politik yang merupakan
formalisasi atau kristalisasi dari kehendak politik yang saling berinteraksi. Hubungan
antara hukum dan politik dapat dikristalkan dalam tiga asumsi: 1) hukum merupakan
determinasi terhadap politik; 2) politik merupakan determinasi terhadap hukum; dan 3)
hukum dan politik merupakan subsistem kemasyarakatan yang berada dalam posisi
determinasi yang berimbang atau sederajad. Dalam aras tataran ini, seringkali terjadi
kerancuan interpretasi masyarakat tentang kredibilitas hukum itu sendiri, karena
masyarakat hanya memahami bahwa hukum adalah panglima tertinggi dalam suatu
negara hukum (rechsstaat), bukan negara kekuasaan (machsstaat), semisal Indonesia
yang tertuang dalam UUD 1945.
Adagium hukum klasik bahwa ‘hukum itu kejam tetapi demikian adanya’ sudah
saatnya dipercakapkan kembali dan diganti dengan ‘hukum itu kejam tapi manusiawi
adanya’ agar lebih manusiawi dan selaras dengan roh Hak Asasi Manusia yang
merupakan hak dasar tertinggi umat manusia dunia, karenanya hanya ditimpali kepada
semua mereka yang benar-benar tidak manusiawi saja. Dengan begitu maka keputusan
yang dijatuhkan adalah final decition yang tidak perlu lagi dipercakapkan panjang lebar
legitimasi formalnya sampai ke Mahkamah Internasional, seperti yang terjadi pada kasus
eksekusi mati Tibo, cs (Pos Kupang 24/9).
Pada akhirnya, kami berpandangan bahwa kita sepaham untuk tidak memberikan
ruang dan waktu kepada Marxisme berkembang. Maka dari itu diperlukan roh, ide-ide
atau gagasan-gagasan baru dasar negara hukum. Dari aspek moral politik, ada empat
alasan utama untuk menuntut agar negara diselenggarakan dan menjalankan tugasnya
berdasarkan hukum: (1) adanya kepastian hukum (rule of law), (2) adanya perlakuan
hukum yang sama, (3) adanya reformasi hukum agartidak tertinggal dengan
perkembangan zaman, dan (4) adanya peningkatan kualitas dan kesejahteraan aparat
penegak hukum.Alasan keempat sesungguhnya kurang manusiawi dikemukakan bila
membanding dengan India yang perekonomiannya minus malum sama dengan Indonesia.
Ambil contoh, gaji aparat penegak hukum di India jauh di bawah gaji aparat penegak
UNI INTERNATIONALE DEVADATTA 2009

hukum kita, tetapi kebanyakan dari mereka bisa berstrata Magister Ilmu Hukum dan
menghasilkan produk-produk hukum yang keluar dari meja pengadilan tanpa ada
percakapan-percakapan minor. Roh profesi mereka sebagai aparat penegak hukum sangat
tinggi, dan hukum benar-benar dijadikan sebagai panglima tertinggi yang mendapat
legitimasi pengakuan dari masyarakat India, bahkan terakhir ini dari masyarakat
internasional.

-- Penulis adalah, Karo Pemdes Setda NTT, mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum
Undana Kupang, di kutip dari Pos Kupang -- Rabu, 4 Oktober 2006

Anda mungkin juga menyukai