Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH SISTEM POLITIK DI INDONESIA

JUDUL
Masyarakat Berkembang (Prismatic) Dan Sistem Politik Demokrasi.

PENDAHULUAN

Kita mengenal berbagai macam istilah demokrasi. Ada yang di namakan

demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin,demokrasi

pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya.

Semua konsep ini memakai istilah demokrasi yang menurut asal kata yang berarti

rakyat berkuasa atau government by the people ( kata yunani demos berati rakyat dan

kratos berarti kekuasaan/berkuasa ).

Setelah perang dunia II kita melihat gejala secara formal demokrasi

merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Menurut suatu penelitian yang di

selenggarakan UNESCO dalam tahun 1949 maka: “ mungkin untuk pertamakali

dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebgai nama yang paling baik dan wajar untuk

semua sistem organisasi politik dan sosial yang di perjuangkan oleh pendukung-

pendukung yang berpengaruh`

Demokrasi yang dianut Indonesia adalah demokrasi pancasila, masih dalam

tahap perkembangan dan mengenai sifat dan cirri-cirinya terdapat berbagai tafsiran

serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat di sangkal adalah beberapa nilai pokok dari

demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat dalam undang-undang dasar 1945 yang

belum di amandemen.
DEMOKRASI

Istilah demokrasi adalah mengandung arti pemerintahan rakyat, yang

kemudian lebih di kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

rakyat. Batasan demokrasi menurut pengertian secara harfiah menimbulkan

kontradiksi dalam pemahamannya, karena dalam penegrtian yang demikian berarti

yang berjumlah lebih banyak memerintah yang jumlahnya lebih sedikit, sedangkan

dalam kenyataannya malah sebalikya. Mengenai penegertian demokrasi ini jean

rousseeau mengemukakan:

“ kalau dipegeng arti kata seperti di artikan umum, maka demokrasi yang

sungguh-sungguh tidak perna ada dan tidak akan ada, adalah berlawanan dengan

kodrat alam, bahwa yang jumlah terbesar memerintah,sedangkan yang jumlahnya

sedikit harus di perintah.”

Berhubungan dengan hal itu maka demokrasi dapat di berikan pengertian

sebagi suatu sistem pemerintahan dengan menegikutsertakan rakyat.i

Seperti di kemukakan oleh Moh, kusnardi dan Harmaily Ibrahim, dalam

paham kedaulatan rakyat, rakyatlah yang di anggap sebagai pemilik dan pemegang

kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara. Rakyatlah yang menentukan corak dan cara

pemerintahan di selenggarakan, rakyatlah yang menetukan tujuan yang hendak

dicapai oleh Negara dan pemerintahannya itu.


Dalam kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan atau demokrasi biasa

juga di sebut sistem demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung. Di dalam

praktek, yang menjalankan kedaulatan rakyat itu adalah wakil-wakil rakyat yang

duduk di lembaga perwakilan rakyat yang di sebut parlemen. Agar wakil-wakil rakyat

benar-benar dapat bertindak atas nama rakyat, maka wakil-wakil rakyat tersebut harus

di tentukan sendiri oleh rakyat, yaitu melalui pemilihan umum.ii

MASYARAKAT PRISMATIC (MASYARAKAT DUNIA KE-3)

Kekhasan bidang kultur dalam masyarakat prismatic ialah terdapatnya secara

serentak koeksistensi dan konflik antara pandangan yang tidak ilmiah dan yang

ilmiah`masing-masing pandangan itu mempunyai orientasi yang sangat berlainan

terhadap individu dalam bertindak. Bagi pandangan yang bersifat ilmiah, yang

terpenting” meng obyek-kan” dunia luar. Alam di pandang sebagai obyek yang

tunduk pada hukum-hukum yang bersifat mekanik. Pemahaman yang bersifat ilmiah

memberikan kepercayaan terhadap individu bahwa tindakannya yang mempunyai

maksud tertentu dan sesuai dengan hukum yang bersifat mekanik.

Pandangan manusia primitive memandang dunia sebagai sesuatu yang hanya

dapat di pahami dalam pengertian yang bersifat suci, supernatural dan personal. Alam

yang tampak ini di tidak pahami sebagai mana adanya tetapi di pahami sebagai

mahluk aneh yang di berkahi kemauan, emosi, keinginan, kesukaan dan kebencian,

sama seperti manusia itu sendiri. Karena itu , alam menurut pandangan mereka tidak
dapat di ramalkan dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dapat mengendalikan

alam. Jika seseorang menginginkan hujan maka harus memohon.kemurahan dalam

setiap musim.

Pada bagian besar kasus, manifestasi yang bermacam-macam dari masyarakat

barat samapai pada kadar yang berbeda kekuatan–kekuatan kolonial

memperkenalkan lembaga-lembaga politik barat, birokrasi, kebudayaaan dan

pendidikan sehingga membentuk wahana-wahana moderenisasi. Selama perjuangan

memperebutkan kemerdekaan sikap tradisional dan pengaruh sedemikian itu

cendrung tenggelam demi tercapainya kemerdekaan nasional. Sekali kemerdekaan itu

tercapai, maka tekanan tekanan tradisional tersebut menyatakan diri kembali dan

biasanya menjadi basis kelompok-kelompok interest dan bagi pertain-partai politik

hasil dari padanya adalah campuran kompleks dari hal-hal yang tradisional dan yang

modern yang bertumpu pada pada dasar-dasar tradisional sehingga membentuk

orientasi dan pola-pola tingkahlaku masyarakat.

Aturan-aturan moral yang bersifat universal yang di bawa oleh orang eropa

ternyata berbentrokan dengan segala segi dengan nilai-nilai yang bersifat khusus yang

berasal dari masyarakat pribumi. Persamaan di depan hukum (nilai barat) secara

mutlak tak dapat saling bersesuaiyan dengan status kepala suku masyrakat pribumi

yang di tinggikan dan di pandang suci. iii


PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT BERKEMBANG.

Dalam masyarakat berkembang yang dimana kurang memahami esensi dari

suatu sistem politik akan cendrung apatis dalam partisipasinya. Apatisme adalah

sikap yang dimiliki orang yang tidak berminat atau tidak perhatian terhadap orang

lain, situasi atau gejala-gejala umum tau khusus yang ada dalam masyarakatnya.

Orang yang apatis adalah orang yang pasif, yang mengandalkan perasaan dalam

menyelsaikan permasalahan. Ia tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya baik

secara pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan selalu merasa terancam.

Morris Rosenberg mengemukakan tiga alasan, mengapa orang tidak mau

berpartisipasi dalam kehidupan politik. Pertama, karna ketakutan akan konsekuensi

negatiF dari aktifitas politik. Disini orang menganggap aktipitas politik merupakan

ancaman bagi kehidupannya. Kedua, karena orang beranggapan bahwa berpartisipasi

dalam politik adalah kesia-siaan. Dia merasa sia-sia, karna partisipasi politiknya

tidak akan mempengaruhi proses politik. Ketiga, karena tidak adanya perangsang

untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Disini orang, misalnya, tidak

menghargai gagasan-gagasan politik. Tidak ada hasil yang bisa di petik dari

partisipasi tersebut. Maka orangpun enggan atau tidak mau berpartisipasi dalam

aktivitas politik.iv
i
Miriam Budiardjo, 2008,Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 105-106
ii
Jimly Asshiddiqie, 2009, Hukum Tata Negara, hlm 413-414
iii
Ankie M.M Hoogvelt, 1985, Sosiologi masyarakat sedang berkembang, Rajawali, Jakarta, hlm 204
iv
Rafael raga maran, 2001, pengantar sosiologi politik, Jakarta, rineka cipta, hlm 155-156

Anda mungkin juga menyukai