Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN MAKALAH KEWARGANEGARAAN

DEMOKRASI PERMUSYAWARATAN

Di susun oleh :
1. Ariel adison A (125060107111043)
2. Defri Arya U (125060100111033)
3. M.Novandra.T.M (125060107111030)
4. Rizki Wahyu Fiyanto (125060100111034)
5. Yuheda K R (125060100111007)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

TAHUN 2012-2013

DEMOKRASI PERMUSYAWARATAN

1. Hakikat demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu
negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut.Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling
lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama
lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini
diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan
saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi,
untuk di Asia Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik
menjalankan demokrasinya, mungkin kita bisa merasa bangga dengan
keadaan itu.
Pengertian dan Hakikat DemokrasiKata demokrasi berasal dari bahasa
Yunani, demos yang berarti rakyat dan kratosatau kratein yang berarti
kekuasaan atau pemerintahan. Sehingga sesuai asalkatanya muncullah
beberapa pengertian demokrasi, yaitu demokrasi merupakanbentuk
kekuasaan yang berasal dari rakyat,oleh rakyat, dan untuk rakyat
ataudengan kata lain sistem pemerintah yang kekuatannya dipegang oleh
rakyat.Demokrasi juga merupakan hasil kontruksi nalar manusia atau
argumentasimanusia bahwa keabsahan suatu pemerintahan adalah
apabila kedaulatan yangakan menjelma menjadi kekuasaan dan
wewenang untuk memerintah bersumber dari rakyat yang
diperintah.Hakikat demokrasi berkaitan dengan harkat dan martabat
manusia yang palinghakiki, yakni hak dan kewajiban dalam
1.
2.
3.
4.

Penyampaian gagasan
Pengambilan keputusan
Pelaksanaan suatu keputusan
Pengawasan terhadap pelaksanaan suatu keputusanDemokrasi
memberikan pegangan bahwa :
1. Setiap individu memiliki hak yang sama dalam menyampaikan
gagasan, danberperan serta dalam mengambil keputusan ; dan
2. Setiap individu memiliki kewajiban yang sama dalam
melaksanakankeputusan dimaksud serta bertanggung jawab
terhadap terselenggaranyakeputusan sehingga ikut bertanggung
jawab terhadap keberhasilannya.Pada umumnya urai demokrai
selalu dari sisi :
1. Bagaimana proses penyaluran kedaulatan rakyat menjadi
bentuk kekuasaandan wewenang. Bentuk penyaluran
kedaulatan antara lain melalui prosespemilihan umum.
2. Bagaimana kekuasaan diatur ke dalam kewenangan
kelembagaanpemerintahan agar tidak tercipta suatu
kekuasaan yang otoriter.

3. Bagaimana pengawasan terhadap lembaga pemegang


kekuasaandiselenggarakan dengan sejauh mungkin
mengikutsertakan masyarakat.
Ide Dasar Demokrasi
Ide dasar demokrasi lahir di zaman Yunani kuno abad ke-4 SM ke-6
SM.Berawal dari Negara Kota Yunani Kuno yang melaksanakan sistem
demokrasidengan melibatkan seluruh rakyat yang merupakan warga
negara resmi dan bukanbudak belian atau pedagang asing dalam
membuat keputusan-keputusan politik.Hal tersebut berlangsung secara
efektif karena Negara Kota Yunani Kuno dalamkondisi wilayah negara
terbatas dan jumlah penduduk sekitar 300.000 orang.Gagasan demokrasi
Yunani mulai hilang dari dunia Barat ketika bangsaRomawi dikalahkan oleh
suku bangsa Eropa Barat dan masuknya benua Eropapada Abad
Pertengahan (600-1400). Masyarakat abad pertenghan dicirikan
olehstruktur social yang feudal, kehidupan social dan spiritual oleh paus
dan pejabat-pejabat agama sehingga kehidupan tersebut dikenal sebagai
zaman kegelapan,sedangkan kehidupan politik ditandai oleh perebutan
kekuasaan di antara parabangsawan. Pada saat itulah embrio demokrasi
di Eropa Barat hadir ditandaidengan lahirnya piagam yang berisi kontrak
di antara beberapa bangsawan danRaja Jhon di
Inggris (1199-1216) yang disebut dengan Magna Charta atau theGreat
Charter ( Piagam Agung ) tahun 1215.Pemikiran terhadap pentingnya
demokrasi mulai muncul di Eropa Baratpada permulaan abad ke -16, yang
ditandai dengan lahirnyanegara-negara nasional.Dua peristiwa penting
yaitu Renaissance (1550-1600) dan Reformasi (1500-1600).Renaissance
adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada kesussastraandan
kebudayaan Yunani Kuno didorong oleh perang salib yang ide
dasarnyaadalah kebebasan berpikir dan bertindak bagi manusia tanpa
batasan dari oranglain. Adapun sisi baik Renaissance adalah
menghantarkan kehidupan dunia lebihmodern serta ilmu pengetahuan
dan teknologi berkembang pesat. Adapun sisiburunya adalah
berkembangnya sifat-sifat buruk dan kontra social melalui carayang
tercela secara moral.
2. Sejarah dan perkembangan demokrasi
Demokrasi pada priode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi
parlementer. Sistem parlementer yang dimulai berlaku sebulan sesudah
kemerdekaan di proklamirkan dan diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950,
karna kurang cocok untuk indonesia. Persatuan yang dapat di galang
selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi
kekuatan-kekuatan konstuktif sesudah kemerdekaan tercapai karna
lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang
untuk dominasi partai-partai politik dan dewan perwakilan rakyat.

Kekuatan sosial dan politik yang memperoleh saluran dan tempat yang
realisistas dalam kontelasi politik, padahal merupakan kekuatan yang
paling penting yaitu seorang presiden yang tidak mau bertindak sebagai
Rubber stamppresident (presiden yang membubuhi capnya belaka) dan
tentara yang karna lahir dalam repolusi merasa bertanggung jawab untuk
turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang di hadapi oleh masyarakat
indonesia pada umumnya.
Demokrasi Pada Priode 1950-1965
Ciri-ciri priode ini adalah dominasi dari presiden. Terbatasnya
terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis
meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik.
Demokrasi Pada Periode 1965-1998
Perkembangan demokrasi di negara kita di tentukan batas-batasnya
tidak hanya oleh keadaan sosial, kulturia, gegrapis dan ekonomi, tetapi
juga oleh penelitian kita mengenai pengalam kita pada masa lampau kita
telah pada sampai titik dimana pada disadari bahwa badan exsekutip
yang tidak kuat dan tidak kontinyu tidak akan memerintah secara efektip
sekalipun ekonominya teratur dan sehat, tetapi kita menyadarinya pula
bahwa badan eksekutip yang kuat tetapi tidak commited kepada suatu
perogram pembangunan malahan mendapat kebobrokan ekonomi karna
kekuasaan yang di milikinya di sia-siakan untuk tujuan yang ada pada
hakikatnya merugikan rakyat.
Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak
demokrasi pancasila tidak berbeda dengan demokrasi pada umumnya.
Karna demokrasi pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti
dari sistem demokrasi. Karenanya rakyat mempunyai hak yang sama
untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula partisipasi yang sama
semua rakyat untuk itu pemerintah patit memberikan perlindungan dan
jaminan bagi warga negara dalam menjalankan hak politik.
Demokrasi Pada Periode 1998-sekarang
Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung
pada 4 faktor kunci yaitu:
1. Komposisi elite politik
2. Desain institusi politik
3. Kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite
dan non elite
4. Peran civil society (masyarakat madani)

Ke-4 faktor diatas itu harus di jalan secara sinergis dan berkelindan
sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi. Pengalaman negaranegara demokrasi yang sudah established memperlihatkan bahwa
institusi-institusi demokrasi bisa tetap berfungsi walaupun jumlah
pemilihannya kecil. Karena itu untuk mengatur tingkat kepercayaan publik
terhadap instusi tidak terletakkan pada beberapa besar partisipasi politik
warga yang bisa dijadikan indikasi bahwa masyarakat memiliki
kepercayaan
terhadap
institus-institusdemokrasi
adalah
apakah
partisipasi politik mereka itu dilakukan secara suka rela atau dibayar
dengan gerakan.
3. Demokrasi permusyawaratan
Gagasan demokrasi permusyawaratan berdasarkan prinsip-prinsip
Pancasila merupakan usaha sadar dari para pendiri bangsa untuk
membuat apa yang disebut Putnam making democracy work, atau apa
yang disebut Saward mengakar (to take root), dalam konteks
keindonesiaan. Dalam ungkapan Soekarno: Demokrasi yang harus kita
jalankan adalah demokrasi Indonesia, membawa kepribadian Indonesia
sendiri. Jika tidak bisa berpikir demikian itu, kita nanti tidak dapat
menyelenggarakan apa yang menjadi amanat penderitaan dari rakyat itu
(Soekarno, 1958; Rahardjo dan Gusmian, 2002: 208).
Demokrasi dalam alam pikiran Indonesia bukan sekadar alat-teknis,
melainkan juga cerminan alam kejiwaan, kepribadian dan cita-cita
nasional. Dalam pandangan Soekarno, jika demokrasi sekadar alat teknis,
pada dasarnya tidaklah berbeda dengan nasional-sosialisme (fasisme),
maupun diktatur proletariat; yakni, sekadar alat untuk mencapai bentuk
masyarakat yang dicita-citakan, entah masyarakat kapitalistis, sosialistis,
maupun yang lain. Bahkan, dengan mengutip pandangan seorang ahli
sosiologi Karl Steuerman, Soekarno menyatakan bahwa demokrasi,
apalagi yang dikenal oleh kita dengan parlementaire democratie itu
adalah ideologi dari suatu periode saja. Parlementaire democratie adalah
ideologi politik dari kapitalisme yang sedang naik (Kapitalismus in
Aufstieg); adapun fasisme adalah ideologi politik dari kapitalisme yang
sedang menurun (Kapitalismus in Niedergang)sebagai usaha terakhir
untuk menyelamatkan kapitalisme. Selanjutnya dia tegaskan:
Tetapi di dalam cara pemikiran kita, atau lebih tegas lagi di dalam cara
keyakinan dan kepercayaan kita, kedaulatan rakyat bukan sekadar alat
saja. Kita berpikir dan berasa bukan sekadar hanya secara teknis, tetapi
juga secara kejiwaaan, secara psikologis nasional, secara kekeluargaan. Di
dalam alam pikiran dan perasaan yang demikian itu maka demokrasi dus,
bagi kita bukan sekadar satu alat teknis saja, tetapi satu geloof, satu
kepercayaan dalam usaha mencapai bentuk masyarakat sebagai yang
kita cita-citakan Bahkan dalam segala perbuatan-perbuatan kita yang
mengenal hidup bersama, dalam istilah Jawa hidup bebrayan kita selalu
hendak berdiri di atas dasar kekeluargaan, dasar musyawarah, demokrasi,
yang kita namakan kedaulatan rakyat.

Karena demokrasi alam pemikiran Indonesia bukan sekadar alat teknis,


melainkan juga mengandung jiwa pemikiran dan perasaan, maka
perwujudan demokrasi itu hendaknya diletakkan di atas kepribadian
bangsa Indonesia sendiri dan di atas cita-cita nasional mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur. Selanjutnya Soekarno menyatakan:
Oleh karena itulah bagi kita bangsa Indonesia, demokrasi atau
kedaulatan rakyat mempunyai corak nasional, satu corak kepribadian kita,
satu corak yang dus tidak perlu sama dengan corak demokrasi yang
dipergunakan oleh bangsa-bangsa lain sebagai alat teknis. Artinya,
demokrasi kita adalah demokrasi Indonesia, demokrasi yang disebutkan
sebagai sila keempat itu adalah demokrasi Indonesia yang membawa
corak kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Tidak perlu identik artinya
sama dengan demokrasi yang dijalankan oleh bangsa-bangsa lain.
Sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan
mengandung
beberapa ciri dari alam pemikiran demokrasi di Indonesia. Dalam pokok
pikiran ketiga dari Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa kedaulatan
itu berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan. Dengan kata lain,
demokrasi itu hendaknya mengandung ciri: (1) kerakyatan (daulat rakyat);
dan (2) permusyawaratan (kekeluargaan).
4. Pilkada dan milyaran rupiah
Fenomena dalam pilkada
Fenomena Politik Koalisi
Dalam sistem pemerintahan presidensil yang multipartai, koalisi adalah
suatu keniscayaan untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakikat
koalisi sendiri adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat (strong),
mandiri (autonomuos), dan tahan lama (durable). Pemerintahan yang kuat
bisa diartikan pemerintah yang mampu menciptakan dan
mengimplementasikan kebijakannya tanpa khawatir mendapat penolakan
atau perlawanan di parlemen. Pemerintahan yang mandiri adalah
pemerintah yang mampu mengimplementasikan program dan kebijakan
yang populer ataupun yang tidak populer tanpa harus didikte koalisi
pendukungnya. Sedangkan pemerintah yang tahan lama adalah
pemerintahan yang mampu mempertahankan kekuasannya dalam
periode tertentu (5 tahun) tanpa harus khawatir diturunkan oleh elit
tandingannya dengan seenak hati.
Dalam sejarah politik Indonesia, koalisi yang seperti ini boleh dikatakan
belum pernah terjadi. Sejak demokrasi liberal tahun 1950-an, koalisi yang
terbentuk adalah koalisi yang rapuh dan cair sehingga kabinet yang
terbentuk jatuh bangun. Koalisi Kebangsaan yang mengusung MegaHasyim pada Pemilihan Presiden 2004 yang digawangi PDIP dan Golkar
juga bubar di tengah jalan menyusul kepindahan Golkar dari koalisi
Kebangsaan menjadi partai pendukung SBY-JK yang diusung koalisi

Kerakyatan.
Maka sudah menjadi gejala umum, di suatu daerah partai A berkoalisi
dengan partai B menghadapi partai C dalam upaya memenangkan calon
seorang bupati, walikota, atau gubernur. Sementara pada daerah yang
lain, partai A tersebut justru berkoalisi dengan partai C untuk menghadapi
partai B. Realitas semacam ini hanya bisa dibaca bahwa koalisi partai
dibangun atas dasar kepentingan bukan lagi garis perjuangan partai.
Padahal di tengah-tengah masyarakat mereka sering menggemborgemborkan garis perjuangan partai terutama saat kampanye. Parpolparpol telah terjebak atau menjebakkan diri ke dalam pragmatisme yang
bertumpu pada kepentingan sesaat.
Fenomena Politik Uang
Definisi politik uang, dalam pandangan parpol, yakni suatu cara yang
dengan sangat pragmatis memengaruhi seseorang dengan uang,
sehingga orang tersebut memilih calon anggota legislatif (caleg) atau
partai tertentu pada pemilu. Atau, memberikan uang pada seseorang
disertai janji-janji agar mendukung caleg atau parpol tertentu.
politik uang sangat rawan terjadi di kalangan pemilih dan penyelenggara
pemilu. Politik uang, adalah pemberian uang kepada pemilih yang
dilakukan oleh caleg atau parpol tertentu, dengan disertai janji-janji.
sejumlah potensi praktik politik uang (money politic) dalam
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung sudah dapat
diidentifikasi.
Pertama, untuk dapat menjadi calon diperlukan sewa perahu, baik yang
dibayar sebelum atau setelah penetapan calon, sebagian atau seluruhnya.
Jumlah sewa yang harus dibayar diperkirakan cukup besar jauh
melampaui batas sumbangan dana kampanye yang ditetapkan dalam UU,
tetapi tidak diketahui dengan pasti karena berlangsung di balik layar.
Kedua, calon yang diperkirakan mendapat dukungan kuat, biasanya
incumbent, akan menerima dana yang sangat besar dari kalangan
pengusaha yang memiliki kepentingan ekonomi di daerah tersebut.
Jumlah uang ini juga jauh melebihi batas sumbangan yang ditetapkan UU.
Karena berlangsung di balik layar, maka sukar mengetahui siapa yang
memberi kepada siapa dan berapa besarnya dana yang diterima.
Ketiga, untuk kabupaten/kota yang jumlah pemilihnya sekitar 10.000
sampai dengan 100.000 pemilih, tetapi wilayahnya memiliki potensi
ekonomi yang tinggi, pengusaha yang memiliki kepentingan ekonomi di
daerah tersebut bahkan dapat menentukan siapa yang akan terpilih
menjadi kepala daerah. Dengan jumlah dana yang tidak terlalu besar,
sang pengusaha dapat memengaruhi para pemilih memilih pasangan
calon yang dikehendakinya melalui perantara politik yang ditunjuknya di
setiap desa.
Keempat, untuk daerah dengan tiga atau lebih pasangan calon bersaing,

perolehan suara sebanyak lebih dari 25 persen dapat mengantarkan satu


pasangan calon menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih.
Dalam situasi seperti ini, penggunaan uang memengaruhi pemilih melalui
perantara politik di setiap desa/kelurahan mungkin menjadi pilihan
rasional bagi pasangan calon.
Fenomena Politik Dinasti
Pemilihan kepala daerah makin menarik perhatian. Bukan lantaran
demokrasi lokal kian sehat dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat,
melainkan karena sebaliknya. Pilkada langsung yang tahun ini memasuki
putaran kedua sejak dimulai pada 2005, justru makin menampilkan
indikasi pencederaan demokrasi, kalau tidak boleh disebut anekdot
demokrasi. Perekrutan calon kepala daerah yang didominasi oleh politik
transaksional akhirnya melabrak asas kepatutan. Seorang kepala daerah
rela turun derajat asalkan tetap berkuasa.

DAFTAR PUSTAKA
(http://www.scribd.com/doc/50564700/Pengertian-dan-Hakikat-Demokrasi
(http://golput.info/opini/pemilu/345-fenomena-dalam-pilkada.html)
(http://edwardmushalli.wordpress.com)

(http://bakumsu.or.id/news/index.php?
option=com_content&view=article&id=798:keluar-dari-krisisdemokrasi&catid=60:studi-a-advokasi&Itemid=54)
(http://www.terpopuler.net/sejarah-dan-perkembangan-demokrasi-diindonesia)
(http://www.swarapapua.com/index.php/2012-03-16-05-00-13/demokratianews/156-sejarah-demokrasi-di-indonesia)

Anda mungkin juga menyukai