Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SOSIOLOGI POLITIK TIPE-TIPE SISTEM POLITIK

Dosen Pengampu : Nur Hidayah M. Si & Suharno, M. Si

Oleh : Atika Widayanti Aisyah Nur Fitriani Resti Nur Laila Krissanto Kurniawan 10413244016 10413244018 10413244024 10413244036

PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak hanya yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan rumah. Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya. Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu. Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah , telah menghasilkan dan membentuk berbagai pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu dengan adanya kehidupan politik dalam masyarakat, masyarakat diharapkan dapat memahami kehidupan politik salah satunya melalui pengetahuan tentang tipe-tipe sistem politik.

B. Rumusan Masalah 1. Apa makna sistem politik ? 2. Apa yang menjadi dasar-dasar klasifikasi sistem politik ? 3. Bagaimana klasifikasi yang lebih obyektif ? 4. Apa saja sistem politik yang paling berpengaruh di zaman modern ? 5. Bagaimana sistem politik di negara-negara berkembang ?

C. Tujuan 1. Untuk mengatahui apa makna dari sistem politik. 2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi dasar-dasar klasifikasi sistem politik. 3. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi yang lebih obyektif. 4. Untuk mengetahui apa saja sistem politik yang paling berpengaruh di zaman modern. 5. Untuk mengetahui bagaimana sistem politik di negara-negara

berkembang.

BAB II PEMBAHASAN A. Makna Sistem Politik Sistem dapat berarti metode atau cara, juga pola. Sedangkan pengertian politik menyangkut jenis kekuasaan.Sistem politik dapat mengandung satuansatuan yang berupa badan-badan atau lembaga-lembaga (politik) seperti partai-partai politik, lembaga-lembaga perwakilan seperti Dewan Perwakilan Rakyat, dsb.Lembaga-lembaga saling berinteraksi terus-menerus dalam usaha memperoleh, berbagi, dan menggunakan kekuasaan politik atas dasar aturan permainan tertentu.Aturan permainan ini dapat bersifat tertulis ataupun tidak tertulis dalam bentuk konstitusi, hokum, dan perundang-undangan, maupun konvensi-konvensi.Dalam sistem demokrasi, aturan permainan itu merupakan hasil kesepakatan.

B. Dasar-dasar Klasifikasi Sistem Politik Dalam membuat klasifikasi sistem politik tidak hanya dilakukan dengan satu cara. Hingga akhir abad ke-19 pada umumnya masih manggunakan klasifikasi sistem politik warisan Yunani kuno, yakni monarki, oligarki dan demokrasi. Klasifikasi yang dibuat oleh orang Yunani kuno, misalkan oleh Plato dan Aristoteles didasarkan pada teori tentang kebijakan atau kebaikan. Pada abad ke-19, muncul banyak klasifikasi yang didasarkan pada teori evolusi sosial (klasifikasi evolutif). Dari sudut pandang evolutif, maka sistem-sistem politik dapat dibagi ke dalam tipe-tipe sebagai berikut : demokrasi yang dibedakan dengan absolutisme, monarki yang dibedakan dengan republik, lembaga-lembaga politik Barat yang dibedakan dengan depotisme Timur. Selain klasifikasi evolutif, terdapat juga klasifikasi deskriptif. Klasifikasi ini biasanya dipakai oleh para sosiolog. Mereka membagi sistemsistem politik ke dalam : monarki dan republik, negara federal dan negara kesatuan.

Beberapa tokoh yang melakukan klasifikasi sistem politik berdasarkan teori evolusi antara lain ialah Herbert Spencer (1820-1903) dan Karl Marx (1818-1883). Sejak Carles Darwin (1809-1903) mengemukakan teori evolusi, ia memang merebut imajinasi orang. Dan Spencer yang mempelajari gagasan Darwin itupun bertekad untuk menerapkan prinsip evolusi tidak hanya pada bidang biologi, tetapi pada semua bidang pengetahuan lain. Spencer mencoba menerangkan semua fenomena berdasarkan hukum evolusi materi yang bertahap. Menurut Spencer, masyarakat adalah organisme dalam artian

positivistis dan deterministis, tidak dalam artian metaforsis. Sebagai suatu organisme, masyarakat berdiri sendiri dan berevolusi sendiri lepas dari kemauan dan tanggung jawab dari anggotanya, dan dibawah kuasa suatu hukum. Fungsi penyelaras dan pemersatu yang di dalam badan dilaksanakan oleh urat, di dalam badan sosial dilaksanakan oleh sistem pemerintah. Berdasarkan ciri-cirinya, Spencer mengelompokkan masyarakat ke dalam dua tipe umum, yaitu masyarakat militeris dan masyarakat industri. Kedua tipe ini bersifat ideal. Dikatakan tipe-tipe ideal karena di dalam kenyataan tidak ada masyarakat yang melulu militeris datau industri. Dalam masyarakat militeris orang bersikap agresif. Mereka lebih suka merampas atau menjarah ketimbang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhankebutuhan mereka. Tipe masyarakat seperti ini dipimpin oleh orang yang kuat dan mahir berperang. Dengan tangan besi dan senjata, serta melalui takhayul, ia mempertahankan kekuasaannya. Dalam masyarakat seperti ini, kekuasaan fisik dipandang sebagai nilai budaya yang tinggi. Karena itu, tidak mengherankan apabila kaum wanita memiliki status rendah. Mereka dipaksa bekerja keras, penguasa yang menggenggam kekuasaan yang absolut menimbulkan dan menabarkan kekuatan-kekuatan ke segenap lapisan masyarakat. Dan masyarakat yang takut tentu dengan mudah dikendalikan oleh pnguasa yang absolut. Masyarakat industri adalah masyarakat di mana kerja produktif dengan cara damai diutamakan ketimbang ekspedisi-ekspedisi perang. Kata

industri yang digunakan Spencer tidak mengacu pada teknologi atau rasionalisasi proses kerja, melainkan dalam arti kerja sama spontan, bebas demi tujuan damai. Adapun ciri-ciri dari masyarakat industri adalah demokrasi, adanya kontrak kerja yang menggantikan sistem perbudakan, kebebasan dalam memilih agama dan adanya otonomi individu. Kedua masyarakat tersebut menurut Spencer saling bertentangan. Dalam konfrontasi tersebut, proses industrialisasi akan melenyapkan perang dari muka bumi. Bangsa-bangsa akan salin bergantungan sedemikian rupa, sehingga tidak ada lagi ruang bagi peperangan antar bagnsa. Konflik yang menggunakan kekerasan untuk mencapai kemenangan akan berubah menadi persaingan dimana pihak yang paling cerdas akan menang. Absolutisme negara dan diktator orang kuat akan menjadi suatu anakronisme atau tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Kebebasan individa dan demokrasi akan menjadi nilai (budaya) yang paling tinggi. Berbeda dengan Spencer, Marx mempelajari sejarah nyata masyarakat. Pembicaraannya tentang evolusi masyarakat didasarkan pada pandangannya tentang struktur-struktur ekonomi dan hubungan sosial yang mencakup distribusi sarana produksi atau kekayaan, produk dan pembagian kerja masyarakat. Inti teori sejarah Marx adalah bahwa cara produksi kehidupan material menentukan sifat umum masyarakat, proses kehidupan politik dan spiritual. Secara umum dikatakan bahwa cara-cara produksi masyarakat Asia, masyarakat kuno, masyarakat feodal dan masyarakat borjuis modern menentukan sistem politik atau bentuk rezim politik yang terdapat dimasingmasing masyarakat tersebut. Marx manunjukkan empat tahap dalam pembagian kerja dan bentuk-bentuk hak milik, mulai dari sistem pemilikan suku, hak milik komunal dalam negara zaman purba, hak milik feodal atau hak milik swasta dan hak milik kapitalis modern. Dalam manuskrip Grundrisse (1857/8), Marx membahas perkembangan masyarakat secara lebih rinci, yang tidak hanya mencakup masyarakat Eropa, tetapi juga masyarakat Asia. Di dalam manuskrip itulah Marx pertama kali memperkenalkan konsep mayarakat Asia. Dan seperti dikatakan oleh Eric

Hobsbawn (1964), disitu Marx bicara tentang empat sistem masyarakat di luar sistem komunal primitif, yaitu sistem oriental, sistem kuno, sistem germanik (feodal) dan sistem Slavonic. Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa pusat perhatian Marx ialah masyarakat kapitalis modern. Perhatiannya terhadap masyarakat primitif yang komunal baru muncul pada tahun 1879 setelah terbitnya karya L.H Morgan, Ancient Society. Selain didasarkan pada teori evolusi, klasifikasi sistem politik pun didasarkan pada teori pembangunan. Dari sudut pandang ini, maka masyarakat digolongkan ke dalam tipe masyarakat tradisional yang dibedakan dengan tipe masyarakat modern, tipe masyarakat terbelakang yang dibedakan dengan tipe masyarakat maju, tipe masyarakat agraris yang dibedakan dengan masyarakat industri. Pada abad ke-18, Montesquieu melengkapi tipologi tradisional yakni : monarki, oligarki dan demokrasi dengan tipologi depotisme Timur yang dibedakan dengan monarki Eropa Barat. Dikatakan bahwa perkembangan masyarakat Barat itu lebih progresif ketimbang masyarakat Asia (yang dikatakan tidak mobil). Setelah revolusi Amerika dan revolusi Perancis, dibuat lagi penggolongan ke dalam monarki dan republik. Pada masa itu republikanisme dikembangkan sebagai gerakan politik radikal yang dimaksudkan untuk memulihkan kembali rezim kuno, yang dalam batas tertentu bergabung dengan gerakan demokrasi umum. Selanjutnya abad ke-20, terutama berkenaan dengan maraknya gerakan buruh pada tahun 1960-an di Barat, maka dibuat penggolongan antara kapitalisme dan sosialisme, antara demokrasi borjuis dan demokrasi sosialis. Penggolongan semacam itu menimbulkan kontroversi politik hingga sekarang ini. Namun abad ke-20 pun menyaksikan tampilnya berbagai bentuk kediktatoran yang sebagian besar berkembag dari revolusi sosialis. Maka dibuat pula pembedaan antara totalitarisme den demokrasi, atau antara sistem satu partai den sistem multipartai.

C. Klasifikasi yang Lebih Objektif Boleh dikatakan bahwa pengklasifikasian seperti yang telah terpapar diatas cukup berbau subjektif. Dikatakan cukup berbau subjektif, karena disitu terkandung pula penilaian-penilaian sepihak tentang baik atau buruknya sistem-sistem politik yang ada. Para pendukung demokrasi di Barat, misalnya, mengagung-agungkan demokrasi liberal dan meremehkan

kediktatoran. Sedangkan masyarakat komunis menilai buruk rezim kapitalis, dan meniali baik rezim sosialis. Oleh karena itu, dibawah ini akan dijelaskan mengenai penklasifikasian yang lebih objektif. 1. Klasifikasi Purba Di zaman Yunani kuno rezim-rezim politik digolongkan ke dalam monarki, oligarki dan demokrasi.Monarki adalah pemerintahan oleh satu orang. Oligarki adalah pemerintahan oleh beberapa orang. Demokrasi adalah pemerintahan oleh demos, rakyat (seluruh rakyat). Penggolongan ini diformulasikan pertama kali oleh Herodotus, dan mungkin berasal dari sekitar pertengahan abad ke-5 SM, bahkan mungkin juga berasal dari masa-masa yang lebih awal. Aristoteles kemudian membuat analisis yang terkenal dengan bentuk-bentuk pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang buruk. Berdasarkan bentuk pemerintahan, Aristoteles menilai bahwa yang buruk adalah oligarki dan demokrasi. Sedangkan yang baik adalah monarki, aristoraksi dan timokrasi (demokrasi dengan pemilihan terbatas).

2.

Klasifikasi Legal Masa Sekarang Para ahli hukum membuat klasifikasi rezim-rezim politik menurut hubungan-hubungan internal antara kekuasaan yang berbeda-beda, yaitu antara elemen-elemen yang berbeda-beda yang membentuk negara. Dari situ muncul penggolongan rezim-rezim politik ke dalam 3 jenis, yaitu : a) Rezim dengan pemusatan kekuasaan, artinya semua keputusan penting diambil oleh satu organ negara (monarki, absolut dan

diktator). Hal ini bisa menguntungkan satu orang atau satu kelompok tertentu. b) Rezim dengan pemisahan kekuasaan, pemerintahan dengan sistem perwakilan atau konvensi. Tetapi tipe ini pun lebih bersifat teoritis ketimbang praktis. Didalam kenyataan, konvensi pun memberikan jalan bagi lahirnya diktator. Sementara pemerintahan oleh

perwakilan itu jarang sekali terjadi. Sedandainya ada pun, pemerintahan oleh perwakilan itu berlangsung dalam waktu yang singkat. c) Rezim parlementer, disini terdapat pembagian umum yang sama antara monarki (monarki konstitusional) dan republik (sistem presidensial). Sistem parlementer ditandai dengan pembedaan antara kepala negara dengan kepala pmerintahan. Dalam hal ini kepala negara tidak memiliki kekuasaan nyata, hanya memiliki posisi kehormatan. Sedangkan kepala pemerintahan secara khusus

memegang kekuasaan eksekutif di dalam kebinet mentri-mentri yang bertanggung jawab kepada parlemen.

3.

Klasifikasi Sosiologis Modern Pembedaan berdasarkan klasifikasi modern meliputi rezim-rezim pluralistik atau demokratis dan rezim-rezim unitarian atau otokratis. Rezim-rezim pluralistik terkenal sebagai rezim-rezim yang liberal dimana kebebasan umum diakui, yang memungkinkan setiap orang dapat mengungkapkan pendapatnya secara lisan maupun tertulis, melalui keanggotaan di dalam partai, atau melalui partisipasinya di dalam demonstrasi umum. Di dalam rezim-rezim pluralistik atau demokratis terdapat paling kurang dua partai politik. Perjuangan bersifat publik dna terbuka bagi pers dan media berita lainnya. Disini pergolakan politik terjadi secara terbuka dan bebas dalam terang kepantingan umum. Sedangkan di dalam rezim-rezimunitarian, konflik politik secara resmi tidak terjadi, kecuali perjuangan individu untuk memperolehrestu

dari sang pangeran. Tetapi sang pangeran itu sendiri tidak boleh ditentang. Di sini kekuasaan tertinggi berada di tangan satu orang dan berada di atas hingar bingar pergolakan politik. Dengan demikian, kekuasaan tidak di tantang. Di atara dua konfigurasi rezim yang besar itu (pluralistik dan unitarian) dapat dibuat sub-sub klasifikasi. Yang termasuk dalam rezim unitarian adalah monarki warisan turun temurun dan kediktatoran yang berasal dari kemenangan dari suatu upaya perebutan kekuasaan. Yang lebih realistik dan kurang formal adalah pemerintahan otokrasi moderat (yang mengizinkan oposisi dan perbedaan pendapat dalam batas-batas tertentu) dan otokrasi totaliter yang mengizinkan adanya oposisi serta menghancurkan kaum pembangkang. Para pembangkang akhirnya hanya bisa beroperasi secara gelap. Sedangkan termasuk dalam demokrasi pluralistik (dengan dua partai politik atau banyak partai politik) adalah : 1) rezim-rezim presidendial entah dengan dua partai seperti AS atau dengan banyak partai seperti di Amerika Latin, 2) rezim-rezim parlementer dengan sistem dua partai ala Inggris, dan 3) rezim-rezim parlementer dengan sistem banyak partai ala Eropa kontinental. Di dalam sistem dua partai, satu partai memegang dan melaksanakan kekuasaan, karena mendapat dukungan mayoritas warga negara. Ini sesuai dengan kesepakatan demokratis. Karena itu, sistem ini tidak bisa dilumpuhkan oleh pertikaian intern. Dengan kata lain, sistem ini lebih stabil ketimbang sistem multipartai. Di dalam sistem multipartai tidak ada partai pemegang mandat mayoritas, karena itu beberapa partai harus membentuk koalisi untuk memegang dan menjalankan kekuasaan pemerintahan. Karena itu mayoritas yang diperoleh dengan sistem ini tidak stabil. Pendek kata, konflik yang terjadi pada sistem dua partai berbeda dengan yang terjadi pada sistem multipartai. Tetapi jumlah partai bukanlah satu-satunya faktor yang penting untuk dipertimbangkan. Stabilitas pemerintahan dalam sistem dua partai

tergantung terutama pada disiplin intern dari partai mayoritas. Dukungan mayoritas yang signifikan tentu memberikan dukungan yang kuat bagi pemerintah yang bersangkutan. Tanpa dukungan mayoritas yang signifikan, pemerintah sukar menjalankan kekuasaan secara mantap. Dengan demikian pemerintah yang bersangkutan mudah mengalami kegoyahan, seperti yang terjadi pada sistem multipartai. Disiplin intern partai tampak mencolok di Inggris ketimbang di Amerika Serikat yang warga negaranya terkenal bebas untuk mengikuti pemilihan umum atau tidak mengikutinya. Di negara-negara Eropa Barat, sistem multipartai dijalankan dengan menghindari metode pemilihan pemerintah secara langsung. Pemerintah dipilih oleh komite eksekutif dari berbagai partai melalui pengaturan politik yang seringkali tidak bisa dimengerti oleh rakyat biasa. Dengan demikian kita dapat membuat perbedaan antara demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Dalam demokrasi langsung, para pemilih langsung memilih kepala pemerintahan. Dan dalam demokrasi tidak langsung para pemilih tidak langsung memilih kepala pemrintahan. Mereka hanya memilih orang-orang atau wakil-wakil yang akan memilih kepala pemerintahan. Dalam kehidupan negara-negara modern-kontemporer, pejabat

eksekutif merupakan titik pusat kekuasaan. Sedangkan para pejabat legislatif hanya memainkan peranan sebagai pengontrol. Karena sistem pemilihan pemerintahan secara langsung sangat penting artinya. Di dalam kenyataan, sistem demokrasi tidak langsung membuat rakyat tidak terlibat dalam proses pengangkatan seseorang yang menjadi kepala negara mereka. Singkat kata, dalam sistem demokrasi langsung, partisipasi rakyat dalam proses politik lebih mendasar dan dilakukan secara sadar.

D. Dua Sistem Politik yang Paling Berpengaruh di Zaman Modern Term demokrasi dan totaliratianisme tidak dapat diterapkan pada semua rezim yang terdapat didunia dewasa ini.Namun keduanya dikenal sebagai rezim dari bangsa-bangsa yang paling berkuasa pada masa modern.Abad ke20 menjadi saksi tampilnya superpower, yakni Amerika Serikat yang demokratis dan (manta) Uni Sovyet yang totaliter.Setelah kehancuran Uni Sovyet, Amerika Serikat bercokol sendirian diatas singgasana ke-superpowerannya.Tetapi di Asia terdapat dua Negara besar, yakni India (yang demokratis) dan Cina (yang sampai sejauh ini masih totaliter) yang sebenarnya saling bersaing untuk mengincar posisi superpower juga. Karena kedua tipe rezim atau sistem politik tersebut menentukan gerak hidup zaman modern-kontemporer, maka selanjutnya kita menaruh perhatian sejenak pada kedua hal tersebut.

1. Demokrasi Edward Shils mengidentifikasikan tiga kualitas demokrasi politik, yaitu pemerintahan sipil, institusi representative (lembaga perwakilan), dan kebebasan public.Demokrasi mencakup pemerintahan sipil, paling kurang dalam dua pengertian.Pertama, setiap warga Negara memiliki hak untuk mencari dan memegang jabatan politik.Mereka berhak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik melalui aktivitas-aktivitas seperti pemungutan suara, terlibat dalam organisasi politik dan kelompokkelompok kepentingan, dan jabatan-jabatan politik yang terkait.Hak-hak semacam itu merupakan hak-hak pribadi bagi siapa saja, tidak hanya sebagai elit aristokratis atau kelas-kelas professional yang melayani kepentingan-kepentingan public.Kedua, keputusan-keputusan politik harus dijustifikasikan secara public.Soalnya, pemerintahan demokratis itu didasarkan pada persetujuan dari rakyat yang diperintah, bukan pada penggunaan kekuatan atau ancaman kekuatan, seperti pemerintahan oleh polisi atau militer.

Demokrasi mencakup institusi-institusi representative (lembagalembaga perwakilan), yaitu bahwa otoritas untuk memerintah berasal dari pemilihan oleh rakyat.Dalam masyarakat yang kompleks, demokrasi diekspresikan dalam perjuangan kompetitif antara pemegang jabatan atau yang memegang jabatan.Setiap orang harus berusaha, menemukan dan memelihara dukungan sekurang-kurangnya dengan memerjuangkan kepentingan-kepentingan para pendukung mereka.Jadi keputusan-

keputusan yang mereka buat dan kebijakan-kebijakan yang mereka terapkan haruslah mencerminkan aspirasi rakyat pendukung mereka. Demokrasi mencakup pemeliharaan kebebasan-kebebasan public, dalam arti setiap warga Negara memiliki hak-hak tertentu, seperti hak untuk berkomunikasi secara bebas, hak untuk berkumpul dan berserikat secara bebas, yang harus dihormati oleh Negara.Negara memiliki kekuasaan yang terbatas yang didasarkan pada kesepakatan-kesepakatan yang tidak dipaksakan.Kekejaman, intimidasi, dan penipuan pada prinsipnya dikutuk.Dan hak-hak minoritas pada dasarnya dijamin.Hanya dalam situasi-situasi tertentu, seperti ketika ada ancaman serius atas keamanan eskternal atau internal, atau dalam keadaan perang hak-hak tersebut dapat dihentikan.Meskipun demikian, Negara sering kali mendapat kecaman bila dalam kondisi-kondisi ekstern termaksud, hak-hak rakyat terabaikan. Terkait dengan demokrasi politik adalah demokrasi social. Suatu masyarakat demokratis, adalah suatu tipe masyarakat yang kultur dominannya dan struktur sosialnya secara langsung atau tidak langsung mendukung proses politik yang demokratis. Analisis yang paling terkenal tentang hubungan antara Negara dan masyarakat di Amerika Serikat dibuat oleh sarjana di Perancis, Alexis Tocqueville pada tahun 1835.Dalam tulisannya, Democracy in America, hanya melalui struktur konstitusionalnya, melainkan juga melalui kemakmuran ekonominya, tata kelakuan, adat kebiasaan, dan kepercayaan religus orang Amerika Serikat.

2. Totalitarianism Ciri paling utama dari pemerintahan totaliter disugestikan oleh kata total.Dibawah totalitarianism, semua institusi social dikontrol oleh Negara. Control itu mencakup ekonomi, pendidikan, agama, dan bahkan keluarga. Negara itu sendiri dijalankan oleh satu partai tunggal. Karena Negara atau partai mendominasi semua dimensi kehidupan social, maka ia pun secara total mendominasi kehidupan individual. Pekerjaan yang dilakukan seseorang harus sesuai dengan yang ditugaskan partai atau yang berguna bagi partai; pendidikan mencakup perolehan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, serta sikap-sikap yang berguna bagi Negara; agama akhirnya merupakan loyalitas terhadap Negara; dan kehidupan keluarga pun berpusat pada aktivitas-aktivitas yang mendukung Negara. Carl J. Friederich dan Zbigniew Brzenzinski menyebutkan enam ciri totalitarianism politik. 1) Adanya ideology yang terperinci. Ideology ini merupakan ajaran resmi yang merinci bagaimana para anggota masyarakat diharapkan menjalankan hidup mereka. 2) Adanya satu partai tunggal. Partai tunggal ini biasanya diorganisasikan dengan baik. 3) Adanya sistem terror yang luas yang dijalankan oleh partai atau oleh para polisi rahasia. 4) Adanya control pemerintah dan partai atas semua sarana komunikasi dan massa, seperti pers, radio dan film. 5) Dikondisikan secara teknologis dan sebenarnya adanya control yang ketat melalui militer. 6) Adanya control Negara atas seluruh sector ekonomi.

Dalam dunia modern, totalitarianism memiliki dua bentuk yaitu komunisme dan fasisme.Komunisme jelas berbeda bagi bangsa yang berbeda di tempat yang berbeda, dan pada masa yang berbeda.Di bangsabangsa yang sedang berkembang, komunisme seringkali dikaitkan dengan

revolusi terhadap terhadap pemerintahan colonial.Bagi para pekerja, di beberapa bangsa Eropa Barat, seperti di Prancis dan Italia, istilah komunisme mengacu pada pembelaan bagi kepentingan-kepentingan masyarakat kelas bawah.Bagi banyak politik konservatif di Amerika Serikat, komunisme berarti suatu konspirasi internasional yang bermaksud mendominasi dunia.Bagi para warga negeri-negeri sosialis, istilah komunisme mengacu pada tujuan yang sangat berarti bagi masyarakat yang harus dicapai. Meskipun terdapat beragam penafsiran, komunisme dapat

didefinisikan sebagai suatu sistem politik di mana instrument utama dari produksi ekonomi, distribusi, dan pertukaran merupakan hak milik bersama daripada hak milik pribadi.Pada prinsipnya, tanggung jawab tertinggi dari mereka yang melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi dalam komunitas adalah bagi penduduk dari bangsa yang bersangkutan, bukan bagi kepentingan pribadi atau kelompok sendiri. Itulah alasan mengapa komunisme itu bertentangan dengan kapitalisme dan rezim demokratis borjuis, yang mendukung suatu sistem produksi, yang mendukung suatu sistem produksi yang bertujuan untuk mencapai keuntungan bagi sekelompok kecil kelas pemilik modal, ketimbang memenuhi kebutuhankebutuhan mayoritas. Fasisme muncul di Eropa selama tahun 1920-an dan 1930-an. Istilah fasisme dipakai terutama untuk mengidentifikasikan sistem politik yang memerintah Italia dari tahun1922 hingga 1945 dibawah kediktatoran Benito Mussolini, dan di Jerman dari tahun 1933 hingga 1945 dibawah Nazi Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler. Mendefinisikan fasisme bukanlah pekerjaan yang mudah.Namun beberapa rezim fasis memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1) Rezim-rezim fasis itu sangat nasionalistik. Fungsi utama pemerintah adalah memelihara hokum dan tertib domestic, sering kali dengan mengandalkan kekuatan dan terror.

2) Rezim-rezim fasis sangat anti komunis. Mereka mendukung kekayaan pribadi dan supremasi para ahli atas para politisi. 3) Rezim-rezim fasis biasanya diperintah oleh partai tunggal yang dipimpin oleh seorang dictator. Partai yang bersangkutan dengan semua organisasi bawahannya mempengaruhi semua aspek

masyarakat, mulai dari pengajaran slogan-slogan dam ideology rezim bagi anak-anak hingga aktivitas-aktivitas budaya dan olahraga,s sitem hokum dan bahkan persoalan-persoalan individual seperti pekerjaan. 4) Rezim-rezim fasis mengontrol semua aspek finansial, komersial, dan organisasi didalam Negara yang bersangkutan.

E. Tipe-Tipe Sistem Politik di Negara-Negara Berkembang Menurut Edward Shils, Almond, dan Coleman J.W. Schoorl dalam bukunya, Modernisasi (1991) merinci beberapa tipe sistem politik terpenting di Negara-negara sedang berkembang sebagai berikut: 1. Demokrasi Politik Ini merupakan suatu sistem politik dimana terdapat badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif.Badan-badan tersebut berfungsi dan memiliki kedudukan yang otonom dan bebas.Kekuasaan legislative dipilih secara periodic dalam pemilihan umum yang bebas.Dalam pemilihan yang periodic itu terdapat suatu mekanisme pergantian kekuasaan secara teratur, bila hal itu diperlukan.Badan tersebut mengontrol kekuasaan eksekutif. Selain itu terdapat bermacam-macam kelompok dengan kepentingan yang sama yang otonom. Ada partaipartai politik dan sarana-sarana yang bebas nagi pembentukan pendapat.

2. Demokrasi Terpimpin Struktur formal sistem ini boleh dibilang sama dengan demokrasi politik. Karena sistem demokrasi yang lengkap sukar dilaksanakan, maka diperlukan penyesuaian-penyesuaian dalam struktur formal dan

prakteknya.Hal ini diperlukan agar pemerintahan berjalan secara

efektif.Perbedaan antara demokrasi terpimpin dan demokrasi politik terletak paad fakta dalam kekuasaan dalam sistem demokrasi terpimpin lebih terkonsentrasi pada tangan aparat eksekutif.Aparat eksekutif lebih berkuasa ketimbang aparta legislative.Disamping itu, ikatan kekuasaan eksekutif dengan partai pemerintah lebih erat dengan ruang gerak bagi oposisi terbatas.Pendapat umum didominasi oleh pemerintah. Bentuk demokrasi terpimpin tidak perlu berupa partai

tunggal.Sistem demokrasi terpimpin yang pernah diterapkan di Indonesia oleh Soekarno tetap ini mengizinkan lebih adanya karena sejumlah factor partai ketidak

politik.Tampaknya

disebabkan

seimbangan hubungan antara Soekarno dengan kaum militer.Dalam hal ini, Soekarno dapat menggunakan sejumlah partai politik sebagai kekuatan pengimbang.Itu berarti semua kekuatan berpusat pada beberapa lembaga pelaksana.Dan parlemen tidak mempunyai kekuatan real.Partaipartai lain dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerja sama, yang didasari atas sebuah ideology. Dengan demikian partaipartai yang bersangkutan tidak lagi mampu menyuarakan ide dan aspirasi kelompok-kelompok yang mereka wakili.Namun eksperimen demokrasi terpimpin dengan sistem multipartai itu gagal menyelesaikan yang dihadapi Indonesia pada waktu itu, karena kemerosotan ekonomi semakin sukar untuk dikendalikan.Sementara lembaga politik-politik pun tidak ada yang stabil.Eksperimen demokrasi terpimpin tersebut akhirnya berujung pada peristiwa tragis tahun 1965, pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).Rezim orde baru dibawah Soeharto bertekad untuk menegakkan demokrasi Pancasila. Tetapi didalam kenyataan, orde baru sendiri terjebak dalam otoritarianisme, yang kemudian ternyata menjerumuskan bangsa dan Negara ini kedalam jurang krisis ekonomi, politk, social dan budaya yang sangat parah, seperti yang kita hadapi dewasa ini. Dua rezim, dua kali kegagalan untuk menciptakan suatu sistem politik yang demokratis-Pancasilais bagi bangsa dan Negara ini.

3. Oligarki Pembangunan Sistem ini digunakan untuk mempercepat proses demokrasi dan modernisasi. Kekuatan terkonsentrasi ditangan pemerintah, yang dianggap sebagai syarat untuk perwujudan persatuan dan demi kecepatan proses pembangunan. Dalam sistem ini, pengawasan ada ditangan militer atau ditangan rezim sipil yang didukung oleh elite yang baik organisasinya dan besar jumlahnya.Dalam sistem ini parlemen tidak mempunyai kekuasaan.Fungsi parlemen hanyalah untuk memberikan persetujuan atau paling banter hanya memberikan nasihat mengenai rencana peraturan.Tidak ada tempat untuk oposisi.Untuk melaksanakan kebijaksanaanya, oligarki tersebut tergantung pada birokrasi yang ada.Kekuasaan yudikatif tidak memiliki kebiasaan.Kekuasaan tersebut digunakan oleh pemerintah untuk melumpuhkan lawan.Diperlukan aparat polisi, dan militer yang kuat untuk menumpas gerakan-gerakan oposisi.Kampanye yang dipimpin dari pusat digunakan untuk

memobilisasi penduduk guna memperkuat persatuan nasional dan melaksanakan proyek-proyek pembangunan.

4. Oligarki Totaliter Termasuk disini adalah rezim-rezim totaliter tradisional, seperti rezim fasis di Jerman dan Italia, serta rezim nasionalis di Jepang sebelum perang dunia kedua.Namun, dinegara-negara berkembang, model totaliter komunis yang lebih menonjol.Dan untuk itulah istilah totaliter digunakan oleh Shils.Sistem-sistem itu tidak ada mengizinkan adanya pusat-pusat kekuasaan lain disampingnya, karena ada usaha untuk mendominasi semua aspek kehidupan masyarakat dari pusat. Sistem itu disebut oligarki, karena sekelompok kecil orang menguasai seluruh sistemnya dan tidak mengakui adanya kelompok-kelompok lain yang sah untuk ikut berpartisipasi. Namun ciri-ciri berikut ini secara jelas membedakannya dengan oligarki tipe lain.

Elite politik dalam sistem ini memiliki ideology yang konsisten dan terperinci, yang menjabarkan sistem pemerintahannya dengan jelas dan merupakan legitimasi baginya.Ideology itu merupakan sarana perekat yang kuat bagi persatuan yang kokoh dikalangan elite itu sendiri sekaligus sebagai perisai pelindung terhadap gangguan dari luar. Ideology itu merupakan dasar bagi elite untuk melaksanakan

pemerintahan atas nama rakyat dan melakukan modernisasi Negara. Dalam sistem totaliter ini (komunis), partai merupakan lembaga yang terpenting.Partai dengan demokrasinya yang kuat, melakukan

indoktrinisasi dan mobilisasi penduduk.Disamping itu partai juga menjadi aparat pengawas atas birokrasi lembaga-lembaga pelaksana Negara.Disini parlemen berfungsi hanya untuk menyetujui rencana pemerintah.Tidak ada kelompok swasta atau kelompok kepentingan yang bersifat otonom.Yang ada hanyalah organisasi yang berafiliasi dengan partai.

5. Oligarki Tradisional Sistem politik ini peninggalan dari kebudayaan pramodern.Disini elite dinasti dapat bertahan, karena dalam waktu yang lama berhasil menghindarkan diri dari penjajahan colonial (misalnya

Ethiopia).Kekuasaan raja dan kelompok yang berkuasa disekelilingnya mendapat pengesahannya, karena tradisi.Tugas dan kewajiban aparat Negara terbatas.Desa-desa tidak mendapat perhatian yang

layak.Pengangkatan untuk jabatan-jabatan didalam birokrasi terutama didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan pribadi. Seandainya ada parlemen, posisi parlemen pun sangat lemah, karena keberadaannya tergantung dari kemurahan hati sang raja atau elite politik. Elite tersebut bertanggung jawab atas pembuatan dan pelaksanaan undang-

undang.Pembentukan pendapat umum ditangani oleh pemerintah. Tidak ada pula organisasi bebas yang dapat mempengaruhi proses politik.

6. Sistem Politik di Indonesia Sistem politik Indonesia mengambil bentuk sistem demokrasi konstitusional, yaitu kini didasarkan pada UUD 1945, yang mengandung ideology Pancasila itu dalam Preambulnya.Untuk mewujudkan cita-cita demokrasi, berbagai mekanisme dikembangkan yang didasarkan pada konstitusi, hokum dan perundang-undangan sebagai aturan permainan, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis (konvensi). Meskipun demikian, betapapun majunya sistem politik, demokrasi tidak akan pernah mencapai kesempurnaan. Setiap sistem politik selalu memberi peluang untuk manipulasi, atau rekayasa. Sejak proklamasi kemerdekaan, Indonesia telah menerapkan tiga sistem politik atau sistemdemokrasi. Mula-mula kita melaksanakan demokrasi liberal selama beberapa bulan sejak Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1955 dalam bentuk pemerintahan presidensial, dan sejak pemerintahan cabinet Sjahrir yang pertama bulan November 1945 hingga terbentuknya RIS dengan UUN RIS dan terbentuknya kembali Negara kesatuan dengan UUDS (sementara) tahun 1950 dalam bentuk pemerintahan parlementer. Lalu sejak diberlakukannya kembali UUD1945 itu, kita menerepkan Demokrasi Terpimpin selama pemerintahan Orde Lama.Dan akhirnya selama pemerintahan Orde Baru ini kita berusaha melaksanakan Demokrasi Pancasila, yang diakui sebagai berbeda secara hakiki dari kedua jenis sistem demokrasi sebelumnya.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Makna sistem politik Sistem dapat berarti metode atau cara, juga pola. Sedangkan pengertian politik menyangkut jenis kekuasaan.Sistem politik dapat mengandung satuan-satuan yang berupa badan-badan atau lembagalembaga (politik).Lembaga-lembaga saling berinteraksi terus-menerus dalam usaha memperoleh, berbagi, dan menggunakan kekuasaan politik atas dasar aturan permainan tertentu.Aturan permainan ini dapat bersifat tertulis ataupun tidak tertulis dalam bentuk konstitusi, hokum, dan perundang-undangan, maupun konvensi-konvensi. 2. Dasar-dasar klasifikasi sistem politik Akhir abad ke-19 pada umumnya masih manggunakan klasifikasi sistem politik warisan Yunani kuno, yakni monarki, oligarki dan demokrasi. Klasifikasi yang dibuat oleh orang Yunani kuno, Pada abad ke-19, muncul banyak klasifikasi yang didasarkan pada teori evolusi sosial (klasifikasi evolutif). Selain klasifikasi evolutif, terdapat juga klasifikasi deskriptif. Selanjutnya abad ke-20, terutama berkenaan dengan maraknya gerakan buruh pada tahun 1960-an di Barat, maka dibuat penggolongan antara kapitalisme dan sosialisme, antara demokrasi borjuis dan demokrasi sosialis. Penggolongan semacam itu menimbulkan kontroversi politik hingga sekarang ini. Namun abad ke-20 pun menyaksikan tampilnya berbagai bentuk kediktatoran yang sebagian besar berkembag dari revolusi sosialis. Maka dibuat pula pembedaan antara totalitarisme den demokrasi, atau antara sistem satu partai den sistem multipartai.

3.

Klasifikasi yang lebih obyektif a) Klasifikasi Purba b) Klasifikasi Legal Masa Sekarang 1) Rezim dengan pemusatan kekuasaan, 2) Rezim dengan pemisahan kekuasaan 3) Rezim parlementer c) Klasifikasi Sosiologis Modern

4. Sistem politik yang paling berpengaruh di zaman modern a) Demokrasi b) Totalitarianism 5. Sistem politik di negara-negara berkembang a) Demokrasi Politik b) Demokrasi Terpimpin c) Oligarki Pembangunan d) Oligarki Totaliter e) Oligarki Tradisional f) Sistem Politik di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA Djiwandono, J. Soedjati dan T. A. Legowo, 1996. Revitalisasi Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Center For Strategic and International Studies. Maran, Rafael Raga. 2007. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai