Artikel ini akan membahas seputar sejarah spekulatif dan sejarah kritis.
Dalam perenungan filsafat spekulatif terdapat tiga hal yang selalu ditanyakan:
1. Irama atau pola macam apa yang terjadi dalam proses sejarah?
Di sisi lain terdapat pengetahuan yang dihasilkan oleh perenungan. Perenungan ini
dapat menggunakan pengetahuan yang sudah ada untuk membentuk pengetahuan
baru, inilah yang disebut pengetahuan apriori. Misalnya saja kita tahu bahwa pada
pukul 7 matahari sudah terbit. Muncul pernyataan kedua bahwa saat ini sudah
melewati pukul 7. Dari dua pernyataan ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa saat
ini matahari sudah terbit.
Para filsuf memikirkan bahwa terdapat hal-hal yang selalu pasti mendorong
terjadinya gerak sejarah, suatu ‘motor.’ Terkadang pandangan mengenai penggerak
ini bergantung pada masyarakat tempat mereka berada:
1. Great God Theory, gerak sejarah diatributkan pada kekuasan Tuhan (baik
dalam agama politheisme maupun monotheisme)
2. Great Men Theory, gerak sejarah terjadi akibat aksi dan kehendak orang-orang
besar yang membuat sesuatu hal terjadi.
4. Best people Theory, orang-orang atau kaum terbaik adalah mereka yang
dengan karakter uniknya akan menentukan sejarah. Kaum terpilih ini dapat
merupakan ide religius (bangsa Yahudi, ide Protestan Calvin) ataupun ide
sekuler (nasionalisme Jerman abad 19).
1. Gerak Sejarah Siklus, yaitu gerak sejarah yang berulang. Pada akhirnya tidak
memiliki tujuan tertentu. Hal ini terasa dalam filsafat kuno India yang
menekankan siklus berulang karma secara mikro maupun secara makro pada
seluruh alam. Herodotus juga memiliki pandangan siklus.
2. Gerak Sejarah Linear, yaitu sejarah bergerak dari titik awal dan kemudian
berlanjut kepada tujuannya dan tidak pernah kembali (teleologis, memiliki
tujuan). Salah satu contohnya adalah filsafat sejarah St. Agustinus.
3. Gerak Sejarah Spiral, yaitu sejarah mengalami gerak naik turun atau suatu
kemunduran, tetapi tidak pernah kembali pada titik semula. Gerak ini
merupakan gerak recourse. Contohnya diungkapkan Vico tentang adanya pola
kelahiran hingga kematian, dimulai dari 1) zaman pahlawan, diikuti berurutan
oleh 2) zaman klasik, 3) zaman barbarisme, dan akhirnya 4) zaman intelektual
yang diakhiri dengan keruntuhannya.
Filsafat sejarah spekulatif pada dasarnya merupakan garapan yang berbeda dengan
studi sejarah, meski sama-sama mempelajari masa lalu. Dari sejarawan dan dari
filsuf muncul beberapa kritik mengenai filsafat sejarah spekulatif. Berikut kritik
tersebut:
3. Sistem spekulatif tidak ilmiah, pada akhirnya dua hal pertama menunjukkan
bahwa sistem spekulatif tidaklah bersifat ilmiah karena tidak dapat diuji
kebenarannya dan justru bersifat di luar fisik.
Filsafat Sejarah Kritis
Filsafat sejarah kritis, adalah salah satu unsur filsafat sejarah yang didasarkan
kepada obyek penelitian bagaimana masa silam itu dijelaskan. Seorang filsuf
sejarah meneliti sarana-sarana (seperti metodologi, pendekatan, metode, prosedur,
aturan, kaidah, dan sebagainya) yang digunakan oleh ahli sejarah di dalam
menjelaskan masa silam dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Filsafat sejarah kritis sering pula dinamakan filsafat sejarah analitis.
filsafat sejarah kritis objek materialnya ilmu sejarah itu sendiri sementara objek
formalnya adalah ciri konseputal, logis dan dapat dipertanggung jawabkan.
Memang pada dasarnya filsafat sejarah kritis selalu menitik beratkan pada data.
Dan pada data sejumlah fakta akan terungkap yang menyangkut dengan kenyataan
sejarah, namun apakah dengan sejumlah fakta yang tersaji itu sudah cukup
jika penelusuran tentang fakta-fakta sejarah itu hanya berhenti pada satu titik.
Itulah kemudian yang menjadi pokok persoalan ketika sejarah filsafat spekulatif
hadir dengan sejumlah pertanyaan mengenai linieritas, siklis maupun yang
dialektis dalam tataran filsafat sejarah.