Anda di halaman 1dari 6

FILSAFAT SEJARAH

“FILSAFAT SEJARAH SPEKULATIF”

Disusun oleh : Septinia Dwi Cahyani Putri

“PRODI PENDIDIKAN SEJARAH”


Filsafat sejarah terdiri dari tiga unsur, yang pertama adalah makna sejarah itu
sendiri. Sejarah dapat diartikan sebagai peristiwa, dapat pula diartikan sebagai cara
manusia memandang peristiwa masa lalu tersebut. Dua unsur lainnya adalah
sejarah spekulatif dan sejarah kritis.

Artikel ini akan membahas seputar sejarah spekulatif dan sejarah kritis.

Dalam perenungan filsafat spekulatif terdapat tiga hal yang selalu ditanyakan:
1. Irama atau pola macam apa yang terjadi dalam proses sejarah?

2. Apakah ‘motor’ yang menggerakkan proses sejarah?

3. Apakah sasran akhir yang dituju dalam proses sejarah?

1. Pengetahuan Aposteori dan Apriori

Dalam sistem spekulatif diketahui dua jenis pengetahuan yaitu


pengetahuan aposteori dan pengetahuan apriori. Pengetahuan aposteori adalah
pengetahuan yang didapat dari pengalaman. Pengamatan yang mencerap kenyataan
melalui indra ini menghasilkan suatu pengetahuan.

Di sisi lain terdapat pengetahuan yang dihasilkan oleh perenungan. Perenungan ini
dapat menggunakan pengetahuan yang sudah ada untuk membentuk pengetahuan
baru, inilah yang disebut pengetahuan apriori. Misalnya saja kita tahu bahwa pada
pukul 7 matahari sudah terbit. Muncul pernyataan kedua bahwa saat ini sudah
melewati pukul 7. Dari dua pernyataan ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa saat
ini matahari sudah terbit.

2. Motor Penggerak Sejarah

Para filsuf memikirkan bahwa terdapat hal-hal yang selalu pasti mendorong
terjadinya gerak sejarah, suatu ‘motor.’ Terkadang pandangan mengenai penggerak
ini bergantung pada masyarakat tempat mereka berada:

1. Bagi masyarakat primitif gerak sejarah diatributkan pada kekuatan-kekuatan


alam, sesuai dengan kepercayaan mereka (dinamisme dan animisme).

2. Dalam kebudayaan politheisme, kekuatan-kekuatan ini mengalami abstraksi


dan antrophomorfisme menjadi dewa-dewi yang memiliki kehendak seperti
manusia.
3. Dalam budaya monotheis maka kekuasan Tuhan yang tak terbatas menjadi
agensi utama

4. Fatum atau takdir adalah abstraksi lain. Ia menjadi determinan yang


menunjukkan ketidak berdayaan manusia.

5. Manusia sebagai makhluk dengan kehendak bebas dapat menjalankan gerak


sejarah itu sendiri.

6. Marx memperkenalkan bahwa gerak sejarah yang dilakukan oleh manusia


ditentukan kepentingannya akan materi. Suatu Historical
Materialism (Materialisme Historis).

George Novack merangkum mengungkapkan terdapat beberapa teori mengenai


penggerak sejarah yatu:

1. Great God Theory, gerak sejarah diatributkan pada kekuasan Tuhan (baik
dalam agama politheisme maupun monotheisme)

2. Great Men Theory, gerak sejarah terjadi akibat aksi dan kehendak orang-orang
besar yang membuat sesuatu hal terjadi.

3. Great Mind Theory, yang membuat manusia melakukan sesuatu adalah


pemikiran-pemikiran besar.

4. Best people Theory, orang-orang atau kaum terbaik adalah mereka yang
dengan karakter uniknya akan menentukan sejarah. Kaum terpilih ini dapat
merupakan ide religius (bangsa Yahudi, ide Protestan Calvin) ataupun ide
sekuler (nasionalisme Jerman abad 19).

5. Human Nature Theory, George Novack menyatakan bahwa pandangan paling


kuat adalah sifat dasar manusia (human nature) adalah tetap dan tidak berubah.
Adalah tugas sejarawan untuk menemukan perubahan dalam sifat dasar
manusia, perubahan yang menyebabkan terjadi perubahan dalam
kehidupannya.
3. Aliran Pandangan Filsafat Sejarah

Dalam berbagai filsafat sejarah spekulatif dapat dirangkum terdapat 3 macam


pendapat mengenai arah gerak sejarah.

1. Gerak Sejarah Siklus, yaitu gerak sejarah yang berulang. Pada akhirnya tidak
memiliki tujuan tertentu. Hal ini terasa dalam filsafat kuno India yang
menekankan siklus berulang karma secara mikro maupun secara makro pada
seluruh alam. Herodotus juga memiliki pandangan siklus.

2. Gerak Sejarah Linear, yaitu sejarah bergerak dari titik awal dan kemudian
berlanjut kepada tujuannya dan tidak pernah kembali (teleologis, memiliki
tujuan). Salah satu contohnya adalah filsafat sejarah St. Agustinus.

3. Gerak Sejarah Spiral, yaitu sejarah mengalami gerak naik turun atau suatu
kemunduran, tetapi tidak pernah kembali pada titik semula. Gerak ini
merupakan gerak recourse. Contohnya diungkapkan Vico tentang adanya pola
kelahiran hingga kematian, dimulai dari 1) zaman pahlawan, diikuti berurutan
oleh 2) zaman klasik, 3) zaman barbarisme, dan akhirnya 4) zaman intelektual
yang diakhiri dengan keruntuhannya.

4. Kritik Terhadap Filsafat Sejarah Spekulatif

Filsafat sejarah spekulatif pada dasarnya merupakan garapan yang berbeda dengan
studi sejarah, meski sama-sama mempelajari masa lalu. Dari sejarawan dan dari
filsuf muncul beberapa kritik mengenai filsafat sejarah spekulatif. Berikut kritik
tersebut:

1. Kebenaran sistem spekulatif tidak dapat dipastikan kebenarannya, dalam


memeriksa kebenarannya kita akan menemui pro-kontra, hasil dari unsur
kesewenang-wenangan (bias manusia).

2. Sistem spekulatif bersifat metafisik, dalam sifat metafisiknya maka


kebenarannya tidaklah harus bersesuaian dengan kenyataan namun lebih
kepada kesesuaiannya dengan sistem yang dibuat.

3. Sistem spekulatif tidak ilmiah, pada akhirnya dua hal pertama menunjukkan
bahwa sistem spekulatif tidaklah bersifat ilmiah karena tidak dapat diuji
kebenarannya dan justru bersifat di luar fisik.
Filsafat Sejarah Kritis

Filsafat sejarah kritis, adalah salah satu unsur filsafat sejarah yang didasarkan
kepada obyek penelitian bagaimana masa silam itu dijelaskan. Seorang filsuf
sejarah meneliti sarana-sarana (seperti metodologi, pendekatan, metode, prosedur,
aturan, kaidah, dan sebagainya) yang digunakan oleh ahli sejarah di dalam
menjelaskan masa silam dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Filsafat sejarah kritis sering pula dinamakan filsafat sejarah analitis.

filsafat sejarah kritis objek materialnya ilmu sejarah itu sendiri sementara objek
formalnya adalah ciri konseputal, logis dan dapat dipertanggung jawabkan.
Memang pada dasarnya filsafat sejarah kritis selalu menitik beratkan pada data.
Dan pada data sejumlah fakta akan terungkap yang menyangkut dengan kenyataan
sejarah, namun apakah dengan sejumlah fakta yang tersaji itu sudah cukup
jika penelusuran tentang fakta-fakta sejarah itu hanya berhenti pada satu titik.
Itulah kemudian yang menjadi pokok persoalan ketika sejarah filsafat spekulatif
hadir dengan sejumlah pertanyaan mengenai linieritas, siklis maupun yang
dialektis dalam tataran filsafat sejarah.

Filsafat sejarah kritis membahas tentang kebenaran sumber atau sarana-sarana.


Persoalan yang dihadapinya adalah tentang penjelasan sejarah atau pada
khususnya masalah penyebab atau sebab-akibat sejarah kritis menjelaskan masalah
bentuk-bentuk penjelasan dalam berbagai unsurnya,baik bersifat determinisme
maupun indeterminisme.Filsafat sejarah kritis meletakkan posisi strategis, sejauh
mana kita dapat memperoleh pengetahuan yang benar mengenai masa silam dan
bagaimana sifat pengetahuan itu.

Filsafat sejarah kritis memberikan jawaban kepada sejumlah pertanyaan tentang


sejarah, pertama, terkait dengan apakah sejarah sebagai ilmu. Hal ini muncul
karena adanya aliran positivisme yang mengatakan bahwa peristiwa sejarah tidak
dapat dijelaskan dengan merujuk pada hukum-hukum alam, Sejarah memiliki
paradigma sendiri dan tidak mengaitkan diri dengan ilmu kealaman. Kedua dan
ketiga, sejarah membutuhkan rekonstruksi historis tentang sebuah peristiwa masa
lampau yang dibangun diatas fakta sejarah, dasarnya adalah opini atau fakta
sejarah yang memerlukan objektivitas dalam analisa sejarah, padahal menurut
positivisme sejarah tidak pernah bersifat mutlak melainkan relative. Keempat,
apakah hakekat teori-teori dan tafsiran sejarah itu? Ranke katakan, sejarawan tidak
lebih melukiskan masa lampau sebagaimana terjadi.

Anda mungkin juga menyukai