Anda di halaman 1dari 34

SEJARAH DINASTI CHIN/QIN DAN DINASTI HAN

Materi Diskusi Mata Kuliah Sejarah Asia Timur I

Kelas A

Disusun oleh:

Adam Adi P 130210302063

Fitri Anggraini F.Kh 130210302067

Arif Dwi Pradana 130210302092

PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Dengan limpahan


rahmat, nikmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Perkembangan Kebudayaan di Lembah Sungai Indus” ini tepat pada
waktunya.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Sri Handayani selaku dosen mata kuliah Sejarah Asia Timur.
2. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa.
3. Teman-teman pendidikan Sejarah FKIP UNEJ angkatan 2013 yang
senantiasa memberikan dukungan.
4. Pihak-pihak lain yang juga berperan namun tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jember, 16 September 2014

Penulis
DAFTAR ISI
COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Lahirnya Dinasti Chin

2.2 Runtuhnya Dinasti Chim

2.3 Perkembangan Pasca Runtuhnya Dinasti Chin

2.4 Lahirnya Dinasti Han

2.5 Runtuhnya Dinasti Han

2.6 Pasca Keruntuhan Dinasti Han

BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

            Cina merupakan negara terbesar di Asia timur sehingga selama berabad-


abad selalu menduduki posisi penting dalam sejarah Asia Timur. Sampai akhir
abad ke 19, Korea dan Jepang kebudayaannya masih berinduk pada Cina. Cina
merupakan sumber peradaban bagi banyak bangsa yang hidup di Asia Timur.
Cina juga merupakan negara yang memiliki peradaban tua. Cina memiliki wilayah
yang begitu luas serta keadaan alam yang sangat heterogen, sejarah bangsa Cina
juga sudah di mulai berabad-abad sebelum masehi. Dataran Cina sangatlah luas
dan ada beberapa macam-macam tanah dan daerah. Hal ini akan menyebabkan
bermunculan berbagai tanaman, tumbuhan dan binatang. Daerah yang beraneka
ragam merupakan salah satu faktor tumbuh dan berkembangya kebudayaan suatu
negara. Hal yang istimewa dari Cina walaupun wilayahnya luas dan berbeda
namun tetap bisa bersatu.

            Pusat kelahiran dinasti/pemerintahan di Cina berada di daerah pertemuan


lembah sungai Hoang Ho dan lembah sungai Yang tze Kiang. Secara geografis
pusat pemerintahan dinasti terletak di Cina Utara. Perjalanan kekaisaran Cina
ditandai oleh pemerintahan dinasti yang silih berganti dalam kurun waktu tertentu.
Banyak dinasti yang memerintah namun dinasti-dinasti yang besar memerintah di
Cina sampai awal masehi secara berurutan adalah sebagai berikut: Hsia Shang
(Yin), Chou, Chin (Qin), dan Han.

            Jika kita mengkaji dinasti-dinasti yang tumbuh di Cina, perhatian kita pasti
tak akan lepas pada Dinasti Ch’in. walaupun usia dinasti ini tidak panjang, tetapi
dari segi sejarah dan budaya, masa dinasti ini banyak sekali goresan tinta sejarah
yang tak dapat dilupakan sampai sekarang. Diantara karya terbesar dinasti ini
adalah pembangunan tembok raksasa terbesar dan terpanjang didunia yang masuk
dalam delapan keajaiban dunia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cikal-bakal berdirinya Dinasti Chin dan Han?


2. Bagaimana perkembangan Dinasti Chin dan Han?
3. Apa yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Chin dan Han?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1. Mengetahui cikal-bakal berdirinya Dinasti Chin dan Han.


2. Mengetahui perkembangan pada masa Dinasti Chin dan Han.
3. Mengetahui penyebab runtuhnya Dinasti Chin dan Han.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Berdirinya Dinasti Chin (221-206 SM)

Perjalanan Panjang Dinasti Chin Menjadi Penguasa China

Dinasti Qin menurut leluhurnya pada seseorang bernama Bo Yi yang


hidup semasa pemerintahan kaisar legendaris Shun. Para sejarawan mengatakan
bahwa tidak berbeda dengan leluhur Dinasti Zhou, leluhur Dinasti Qin ini
dahulunya merupakan salah satu anggota suku barbar Yi yang menghuni bagian
barat China. Mereka selanjutnya meninggalkan budaya barbar mereka dan
mengadopsi budaya China tengah. Ayah Bo Yi yang bernama Da Ye merupakan
seorang putra dari wanita bernama Nuxiu. Legenda menyatakan bahwa wanita
tersebut hamil setelah menelan telur burung layang-layang. Hal ini barangkali
membuktikan bahwa puak Qin dahulunya merupakan keturunan suku Yi Timur
(Dongyi) yang memiliki totem pemujaan berbentuk burung.

Bo Yi memiliki dua orang anak, yakni Niaoshu-shi dan Fei shi. Kata Niao
sendiri berarti burung, fakta ini mungkin sekali lagi menegaskan bahwa mereka
dulunya adalah anggota suku pemuja burung Yi Timur (Doongyi). Keturunan Fei
shi bernama Fei Chang pernah membantu mengulingkan Dinasti Xia. Sementara
itu, keturunan Niaoushu-shi bernama Zhongyan dikatakan memiliki mulut dan
cakar seperti burung. Keturunan yang bernama Fei Zi hidup semasa pemerintahan
kaisar Zhou Xiaowang (± 909-894 SM). Ketika kaisar Xiaowang memerintahkan
Bangsawan Shen (Shenhou) untuk menyerang suku barbar Quang-rong pada
tahun 909 SM, pada saat bersamaan, Fei Zi hidup di sebuah tempat bernama
Quanqiu (Propinsi Shenxi sekarang) dan berhasil membudidayakan kuda di
daerah sekitar Sungai Weishui. Bangsawan Shen yang putrinya menikah dengan
Daluo (ayah Fei Zi), suatu saat membujuk kaisar Xiaowang agar
menganugerahkan nama Ying pada keturunan Daluo agar mereka bersedia
membantu mengendalikan suku barbar Xirong, dimana ini memperlihatkan
betapa besarnya pengaruh keturunan Daluo pada suku barbar itu. Kaisar
Xiaowang mengabulkan saran ini dan menganugarahkan keturunan Daluo sebuah
negeri yang bernama Qin (Kini di timur propinsi Ganzu) dan untuk seterusnya
putra Daluo dikenal sebagai Qiin Ying. Qin selanjutnya mennjadi salah satu
negara bagian Dinasti Zhou.

Qin Yin dianggap sebagai raja Qin yang pertama. Sepak terjang penguasa
Qin berikutnya tampak pada Kaisar Zhou Liwang. Pada saat itu suku barbar
Xirong telah menyerang bagian barat Dinasti Zhou dan telah membunuh banyak
kerturunan Daluo. Penguasa Qin saat itu, Qin Zhong (memerintah 845-822 SM)
keturunan keempat Qin Ying ikut terbunuh. Putra pertama Qin Zhong dengan
bantuan adik-adiknya membalas dendamkan ayahnya dan mengalahkan suku
Xirong dengan didukung 7.000 tentara pinjaman dari Dinasti Zhou. Putra pertama
Qin Zhong ini kemudian mengantikan ayahnya yang telah terbunuh sebagai raja
dengan gelar Zhuanggong (memrintah 821-779 SM). Ia mengamankan wilayah
barat kerajaan dan menerima gelar Xichui Dafu  (atau Penguasa Agung Wilayah
Paling Barat).

Pada tahun 771 SM, suku barbar Quanrong menyerang Dinasti Zhou dan
membunuh kaisar Youngwang (781-771 SM). Pangeran Ji Yijui berhasil
melarikan diri dan memindahkan ibukotanya kesebelah timur setelah diangkat
menjadi kaisar dengan gelar Pingwang (770-720 SM). Sejak saat itu Dinati Zhou
mencapai babak baru yang disebut Zhou Timur. Negara bagian Qin kemudian
menjadi pelindung kaisar dari serangan suku barbar. Sebagai imbalannya kaisar
menjanjikan kepada suku Qin untuk memberikan daerah Feng dan Qishan bila
berhasil mengalahkan suku Quanrong serta mengembalikan kedaulatan Dinasti
Zhou. Kaisar Pingwang lalu menganugerahkan gelar Xianggong pada putra raja
Qin Zhuanggong yang bernama Ying Kia (memerintah 777-786 SM). Dengan
bantuan raja muda Qin ini suku Quanrong berhasil ditundukan.
Raja muda Xianggong meninggal pada tahun 786 SM ketika sedang
berperang melawan suku barbar Rong di Qishan dan digantikan oleh Wengong
(memerintah 765-716 SM). Pada tahun ke-13 pemerintahannya, ia memutuskan
untuk membangun ibu kota di Qishan, menahlukan suku Rong disana serta
merebut kembali sebagian wilayah Zhou yang saat itu dikuasai oleh suku barbar.
Raja-raja Qin berikutnya masih sering terlibat peperangan dengan suku barbar di
sekitarnya.

Penguasa negeri Qin terkemuka berikutnya adalah Mugong (659-621 SM),


yang berhasil menahlukan negara-negara di bagian Barat wilayah China dan
menjadi penguasa belahan Barat kekaisaran. Kaisar menghadiahkan sebuah
genderang emas kepada raja Qin sebagai ucapan selamat atas kesuksesannya itu.

Reformasi Shang Yang

Kemajuan negeri Qin bertambah pesat semasa pemerintahan Raja Qin


Xiaorong (memerintah 361-338 SM).Pada tahun pertama pemerintahannya, ia
mencari orang berbakat dari seluruh wilayahnya untuk membantunya memulihkan
kejayaan negeri Qin. Seorang penganut aliran legalisme (fajia) yang bernama
Shang Yang (?-338SM) mendengar pengumuman raja Qin dan mendaftarkan
dirinya. Raja menerima lamarannya dan ia mulai mengabdi di istana Qin
semenjak tahun 361 SM. Shang Yang mengajarkan bahwa pada dasarnya manusia
itu jahat dan harus diperintah dengan mengunakan kekerasan. Ia adalah penganut
legalisme yang menekankan penerapan hukum dengan tegas sebagai landasan
bagi pembangunan negara, tetapi bukan berarti memerintah dengan kekerasan dan
penindasan (teror) sehingga rakyat takut. Tegasnya, pelaksanaan undang-undang
ini tidak pandang bulu, bahkan seorang bangsawan harus dihukum sesuai undang-
undang yang berlaku. Kebijaksanaan yang digariskan oleh Shang Yang untuk
negara Qin antara lain:
a. Menghapus gelar bangsawan berdasarkan warisan, dan hanya orang
berjasa dalam peperangan yang dapat memperoleh gelar bangsawan,
sedangkan anak cuccunya tidak dapat mewarisinya.
b. Menata administrasi pemerintahan dengan jalan mengelompok-
kelompokan kota kecil menjadi 31 kabupaten dan mengangkat pejabat
sebagai kepanjanan tangan pemerintah pusat.
c. Melarang terbentuknya keluarga besar.
d. Melaksanakan reformasi pertanian. Rakyat yang membuka lahan baru
duberi kesempatan  untk memiliki lahan tersebut, sehingga pertumbuhan
ekonomi meningkat dan pendapatan rakyat bertambah.
e. Menerapkan ekonomi daerah dengan jalan membagi rakyat di daerh-
daerah menjadi beberapa kelonpok dan masing-masing diizinkan memilih
sendiri ketua kelompoknya.
f. Menetapkan jenjang pangakat dalam kemiliteran serta anugerah atas jasa-
jasa mereka, sehingga kemampuan militernya meningkat drastis.
g. Memberikan hadiah kepada petani yang sukses bercocok tanam dan
menghukum mereka yang panennya berkurang. Hal ini memaksa petani
untukterus menigkatkan hasil pertanian mereka.
h. Mendirikan ibukota baru di Xianyang yang lebih strategis.
i. Menetapkan suatu standar ukuran, antara lain ukuran satuan panjang,
ukuran kereta, lebar jalan raya, dan sebaginya agar terjadi keseragaman di
seantero kerajaan.
j. Menetapkan undang-undang yang adil dan tegas dalam pelaksanaannya.
Jika putra mahkota melangar hukm, bukan ia saja yang di hukum, namun
guru yang mengajarnya juga harus menerima hukuman. (Zaman dulu guru
selali menetap di istana dan mendampingi putra mahkota).

Reformasi Shang Yang tersebut diterapkan pada masa pemerintahan Raja


Qin Qiaogong, kurang lebih seratus tahun sebelum lahirnya Ying Zheng (Qin
Shihuang) pendiri Dinasti Qin yang kelak mempersatukan kembali seluruh China.
Guna memperkenalkan hukum pada rakyat, Shang Yang mengadakan sayembara
untuk memindahkan sebatang tongkan kegerbanglainnya di kota itu, suatu
pekerjaan yang tentunya sangat mudah dengan menghadiahkan 10 ons emas
(suatu jumlah yang relatif besar menurut ukuran jaman itu). Orang menertawakan
dan tidak mempecayai sayembara itu. Karena tidak ada yang bersedia mengikuti
sayembara ini, Shang Yang menaikan hadiahnya menkadi 50 ons emas, rakyat
masih juga tidak mempercayainya, hingga ada seorang pemuda yang
melakukannya dan benar-benar di beri hadiah oleh Shang Yang. Tindakan ini
membangkitkan kepercayaan rakyat terhadap hukum yang memberikan imbalan
bagi seseorang yang berjasa dan menghukum mereka yang bersalah.Shang Yng
menerapkan hukuman ini tanpa pandang bulu, bahkan kaum bangsawan juga tidak
luput dari hukuman. Sebagai contoh, tatkala Pangeran Huewenjun melangar
hukum Shang Yang menyalahkan dan menghukum guru pangeran yang bernama
Gongsu Jia dengan jalan memotong hidungnya. Shang Yang
juga  mengembangkan sistem saling memeta-matai dikalangan rakyat.Ia
menjadikan lima keluarga sebagai saatu bao dan sepuluh bao akan dihukum
bersama-sama bila mereka gagal melaporkan kejahatan yang dilakukan oleh
tetangganya. Lebih jauh lagi ia juga melarang dibukanya gerbang-gerbang kota
pada malam hari untuk mencegah larinya para penjahat atau buronan.

Negeri bagian Wei baru saja di kalahkan oleh Qi yang dibantu oleh
seorang strategi militer bernama Sun Bin. Shang Yang mengusulkan pada raja Qin
untuk menyerang Wei yang saat itu kondisinya masih kacau. Qin menyerang Wei
dan pengerannya yang bernama Gongsi Mau berhasil ditawan dengan tipu
muslihat. Penyanderaan ini berhasil memaksa Wei untuk menyerah dan
memindahkan ibukotanya dari Anyi ke Daliyang (Kaifeng sekarang) serta
meyerahkan wilayahnya yang terletak di bagian barat sungai pada Qin. Atas
keberhasilannya ini Shang Yang diberi gelar pangeran dan di beri suatu daerah
kekuasaan.

Setelah mencapai beberapa kesuksesan Shang Yang akhirnya mulai makin


membabi buta dalam menerapkan prinsipnya itu sehingga menjadi terlalu keras
dan terkesan seperti teror. Banyak orang yang berubah membencinya. Seseorang
bernama Zhang Liang berusaha untuk menasihatinya dengan menganjurkan agar
Shang Yang tidak bertindak terlalu tegas dan keras dengan prinsipnya itu, dimana
ketegasan yang berlebihan justru akan lebih banyak menimbulkan musuh. Ia
mengutip Shijing yang mengatakan bahwa seseorang yang dapat memenangkan
hati rakyat akan berhasil dan sebaliknya orang yang kehilangan simpati mereka
akan jatuh. Selain itu, Zhang Liang juga mengutip Shangshu  yang menyebutkan
bahwa mereka yang melandaskan dirinya pada kekerasan akan musnah,sedangkan
mereka yang menyadari dirinya pada kebijakan akan bertahan. Sebagai jalan
keluarnya Zhang Liang menganjurkan agar Shang Yang untuk pensiun saja, tetapi
ia menolak saran ini.

Belakangan setelah kematian Qin Xiaogong pada tahun 339 SM, orang-
orang yang membencinya berusaha untuk membalas dendam, terutama pada
bangsawan yang kehilangan gelar dan hak istimewa mereka dalam hal kekebalan
hukum. Gongsi Qian yang pernah dihukum oleh Shang Yang menuduhnya sebagi
penghianat. Kini dari seseorang yang berkuasa dan ditakuti, Shang Yang telah
berbalik nasibnya menjadi seseorang buronan. Ia berusaha melarikan diri pada
malam hari tetapi gagal, karena dahulu telah diperintahkan kepadanya bahwa
gerbang kota tidak boleh di buka pada malam hari (demi menjaga melarikan
dirinya seorang penjahat). Dicobanya untuk beristitahat dan bersembunyi di
rumah penduduk, tapi di tolak oleh tuan rumah dengan alasan bahwa dulu Shang
Yang pernah melarang mereka menyembunyikan penjahat atau buronan. Shang
Yang mencoba melarikan diri ke negeri Wei, tetapi rakyat dari negeri itu
mengusirnya, karena dahulu ia pernah menganjurkan raja Qin menyerang mereka
serta menyandera pangeran Wei. Karena tidak ada jalan lain akhirnya Shang Yang
terpaksa pulang ke daerah kekuasaannya sendiri dan mengumpulakan pasukan
guna melakukan pemberontakan melawan Qin yang dahulu pernah diabdinya.
Terapi, pasukan Qin yang lebih kuat berhasil mengalahkan dan menangkapnya.
Pangeran Huewenjung yang dahulu gurunya pernah dihukum oleh Shang Yang
kini telah menjadi raja mengantikan ayahnya dengan gelar Huiwang (337-311
SM). Ia masih menaruh dendam pada Shang Yang dan karenanya ia memberikan
hukuman yang kejam. Tubuh Shang Yang diikatkan pada lima ekor kuda yang
berlari ke arah yang berlainan hingga tercabik-cabik. Meskipun Shang Yang
meninggal dengan cara tragis (sama seperti Wu Qi), sepuluh tahun setelah
reformasi yang dicanagkannya itu, Qin tumbuh menjadi negara bagian terkuat di
seluruh China.

Pada tahun 262 SM, Q in mengirimkan pasukannya untuk melakukan


ekspedisi penahkukan ke daerah Shangdang yang merupakan wilayah negeri Han
yang paling lemah. Gubernur Shangdang dengan cerdik memberikan tujuh puluh
kota yang berada di bawabh kekuasaanya pada pihak Zhao dengan harapan agar
pihak Qin mengalihkan serangannya ke pihak Zhao. Begitu serangan dialihkan
pada pihak Zhao, Han berharap agar Zhao bersedia untuk bersekutu dengannya
untuk menghentikan aksi militer Qin. Zhao segera mengerahkan 200.000 prajurit
dibawah pimpinan Jenderal Lian Po untuk mempertahankan Shangdang. Ternyata
ketika Lian Po tiba, Shangdang telah jatuh ketangan Qin. Lian Po selanjutnya
membangun perkemahan bagi pasukannya di tepi sungai Merah, membangun
benteng pertahanan, dan menggali parit penyimpana air yang dalam. Dengan
demikian pihak Zhao dapat bertahan dari serangan Qin selama tiga tahun.

Pihak Qin tentu tidak ingin peperangan itu menjadi berlarut-larut. Fan Ju,
seorang strategi milliter Qin, mencoba untuk mengakhiri kondisi berimbang ini.
Langkah pertama yang dilakukannya adalah menyebarkan kebohongan mengenai
Lian Po bahwa Jenderak yang paling ditakuti oleh pihak Qin sesunguhnya adalah
Zhao kuoyang kemampuannya sangat jauh di bawah Lian Po. Zhao termakan
desas-desus ini dan mengantikan Lian Po dengan Zhao Kou. Di medan
pertempuran, Zhao Kuo tertipu oleh siasat Qin dengan mengerahkan 10.000
perajurtnya melawan 3.000 prajurit Qin yang dipimpin oleh Jenderal Bai Qi. Zhao
kuo berhasil memenagkanperperangan ini dan merasa bangga, padahal ini
memang siasat Qin demi membangkitkan sikap takabur tadalm diri Zhao.
Keesokan harinya, dua orang Jenderal Qin yang masing-masing membawa 10.000
pasukan mengempur Zhao dan membiarkannya guna memancingnya jauh
memasuki daerah musuh. Zhao termakan siasat itu, dan secara tiba-tiba muncul
dua orang Jenderal Qin lain yang masing-masing memimpin 15.000 pasukan
menghadang bagian belakang pasukannya guna memutuskan mata rantai
perbekalannya. Dalam pertempuran ini Zhao berhasil dikalahkan dan kelak dalam
beberapa puluh tahun berikutnya negeri ini jatuh sepenuhnya  ke tangan Qin.

Yin Zheng Menyatukan Seluruh China dan Mendirikan Dinasti Chin

Kurun waktu pemerintahan Dinasti Qin ini sesenguhnya tergolong singkat,


yakni dari tahun 221 hingga 207 SM atau hanyasekitar 14 tahun. Telah diketahui
sebelumnya bahwa Qin adalah salah satu dari sekian banyak negara bagian
Dinasti Zhou. Dari sebuah negara kecil ia mampu berubah menjadi sebuah
kemaharajaan besar yang menguasai seluruh China. Meskipun usianya hanya
singkat, namun dinasti ini memiliki beberapa arti penting bagi perkembangan
budaya Tionghoa. Untuk memahaminya, kita perlu mempelajari secara singkat
riwayat pendiri dinasti ini yang bergelar Qin Shihuangdi.

 Kaisar Qin Shihuangdi dilahirkan pada tahun 259 SM dengan nama Ying
Zheng. Masa kelahirannya merupakan saat peperangan yang tidak ada putus-
putusnya diantara negara-negara bagian feodal untuk memperbutkan kekuasaan
tertinggi (disebut denga “Masa Perang Antar Negeri” ysng berlangsung dari tahun
475-221 SM). Ayahnya adalah Raja Zhuangxiangwang (Pangeran Zhichu alias
Yiren, memerintah 250-246 SM) dari kerajaan Qin dan Ibunya bernama Zhao Ji
yang merupakan bekas selir pedangang kaya Lu Buwei. Para sejarawan kemudian
mengatakan bahwa Zheng sesungguhnya adalah putera Lu Buwei, namun sifat-
sifat anak tersebut, yakni kemampuannya dalam stategi di gabungkan dengan
semangat peperangan telah menjadi ciri khas penguasa Qin sebelumnya. Ketika
masih muda ayah Ying Zheng adalah sandera di negeri Zhao dan Lu Buwei telah
berjasa kepadanya untuk melarikan diri dari negeri tersebut. Sebagai balas jasa Lu
Buwei diangkat sebagai peerdana menteri setelah ia menjadi raja. Lu kemudian
dititahkan untuk menyerang ibukota Dinasti Zhou pada 256 SM dan berhasil
menahlukannya. Ia membuang Kaisar serta Bangsawan Dinasti Zhou Belahan
Barat ke Lingxian yang terletak di Provinsi Henan sekarang. Kaisar Zhou
Nanwang serta Bangsawan penguasa Dinasti Zhou Belahan Barat wafat pada
tahun itu juga, sehingga menamatkan riwayat Dinasti Zhou yang telah berkuasa
selama kurang lebih 8 abad.

Tatkala berusia 13 tahun, ayahnya meninggal dan Zheng dinobatkan


sebagai penguasa baru kerajaan Qin.Pada mulanya Lu Buwei dan Ratu Zhao Ji
memerintah sebagai wali, namun tatkal keduanya terlibat skandal, jabatan sebagai
wali rajapun diambil alih dari mereka. Semenjak tahun 238 SM, Zheng
memerintah sendirian. Kerajaan Qin saat itu menganut ajaran legalisme
(fajia)ShangYang, yang mengatakan bahwa pemerintahan harus diperintah
dengan disiplin keras. Ajaran Shang Yang ini diterapkan semasa pemerintahan
raja Qin Xiaogong, kurang lebih seabad sebelum Ying Zheng lahir, sehingga
dengan demikian ia telah memiliki modal kuat untuk menyatuk an daratan China.
Usaha untuk menyatukan China kini terbebankan pada pundak Ying Zheng.
Antara tahun 240-221 SM, mulailah usaha Zheng untuk menahlukan seluruh
China. Pada masa awal kekuasaannya, Qin telah meguasai seluruh profinsi
Sichuan serta daerah Yang terletak diantara Sichuan serta Shenxi. daerah ini
selanjutnya dinamakan Nan Jun. Qin juga telah menguasai bekas wilayah Dinasti
Zhou dan menamaknnya San Chuan Jun.

Qin mulai menahlukan negeri-negeri yang masih tersisa satu-persatu. Pada


tahun 244 SM, pasukan Qin yang dipimpin oleh Jenderal Meng Ao merebut 13
kota dari Kerajaan Han dan 2 tahun kemudian 20 kota direbut dari pihak Wei.
Demikianlah, dalam serangkaian peperangan antara tahun 230-221 SM, kaisar Qin
menahlukan Han, Zhao, Wei, Yan, Chu, dan Qi. Raja Han (An) menyerah pada
tahun 230 SM, sedang raja Zhao menyerah pada tahun 228 SM. Ying Zheng
pergike Handan, ibukota Zhao dan membantai seluruh rakyat Zhao yang dahulu
pernah menghinanya semasa menjadi tahanan di sana bersama ayahnya. Salah
seorang pangeran dari Negeri Zhao yang bernama Jia melarikan diri ke Prefektur
Dai serta menyatakan dirinya sebagai raja Dai. Pangeran Jia kemudian bersekutu
dengan kerajaan Yan. Pada tahun 227 SM mengirim seorang pembunuh bernama
Jing Ke untuk membunuh Ying Zheng.

Cara yang dilakukan untuk mendekati raja Qin itu adalah dengan berpura-
pura hendak menyerahkan peta negeri Yan sambil menyelipkan sebilah pisau
dalam gulungan peta itu. Rencananya, ketika sedang bersama-sama membuka
gulungan itu Jing Ke akan meraih belati itu dan membunuh raja, tetapi ternyata
gagal. Tahun 224 SM, Jenderal Wang Jian diperintahkan untuk menyerang Chu.
Raja Chu Fuchu terpaksa menyerah, tetapi sementara itu Jenderal Xiang Yan dari
negeri Chu mengangkat Pangran Changpingjun sebagai raja Chu yang baru dan
menahan serangan Qin di sebelah selatan Sungai Huai. Namun, pada tahun 223
SM, Jenderal Wang Jian dan Jenderal Meng Wu mengalahkan sisa-sisa pasukan
Chu ini dan membunuh Changpingjun, sedangkan Jendeal Xiang Yan membunuh
dirinya sendiri serangan dialihkan ke negeri Dai yang didirikan oleh Pangeran Jia
dan berhasil menangkap rajanya. Kini tinggal Qi yang belum ditahlukan dan Ying
Zheng segera mengirim Jenderal Wang Ben kesana untuk menyerang negeri
tersebut. Tahun 221 SM, Raja Qi Jian meyerah tanpa syarat dan wilayahnya
digabungkan ke dalam daerah kekuasaan Qin.

Kini paripurna telah meyudahi usahanya untuk meyatukan kembali seluruh


China. Ying Zheng mendirikan dinasti baru sebagai dinasti penganti Dinasti Zhou
serta mengelari dirinya Qin Shihuangdi, yang berarti kaisar pertama Dinasti Qin.
Ia adalah penguasa pertama yang tidak mengelari dirinya wang  (raja), melainkan
kaisar (huangdi). Istilah baru yang digunakan untuk mengelari dirinya ini terdiri
dari dua kata, huang dan di,  yang kedua-duanya sama-sama berarti penguasa atau
raja (penggunaan dua kata yang sama artinya ini, menegaskan bahwa Ying Zheng
hendak menyatakan bahwa dirinya lebih tinggi dibandingkan dengan sekedar
raja). Gelar baru bagi sebutan kaisar tersebut bertahan selama lebih dari 2.000
tahun, yakini hingga berakhirnya sistem monarki pada tahun 1911. Keber hasilan
ini menunjukan keberhasilan Ying Zheng dalam menyatukna China dari
keterpecah belahannya selama ratusan tahun menjadi suatu pemerintahan terpusat
yang kuat. Guna mengadakan administrasi pemerintahan, Ying Zheng membagi
negerinya menjadi 36 provinsi yang dihubungkan oleh jalan raya dengan panjang
keseluruhan 7.500 km, suatu prestasi yang melebihi Bangsa Romawi.

Pada masa pemerinyahannya China masih sering mengalami serangan


bangsa barbar dari utara. Untuk mengatasinya, Kaisar Qin Shihuangdi
memerintahkan pembangunan tembok besar yang kemudian pada praktiknya
dilakukan dengan penuh kekejaman. Kendati demikian, tembok yang
membentang sekitar 3.000 km in dapat dikatakan sebagai salah satu mahakarya
Bangsa Tionghoa. Kaisar Qin juga melakukan standarisasi huruf dan ukuran yang
berlaku di negerinya, sehingga kita pada saat ini hanya mengenal satu sistem
penulisan huruf Tionghoa saja.

Terlepas dari jasa tersebut, kaisar Qin Shihuangdi merupakan seorang tiran
yang kejam. Salah satu kekejaman yang dilakukannya adalah dengan membakar
buku-buku karya ahli filsafat zaman dahulu yang isinya bertentangan dengan
pokok-pokok pikiran legalis (misalnya Konfusianisme). Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah kritik terhadap pemerintahannya. Para sarjana yang menolak
untuk menyerahkan kitab-kitab tersebut dihukum dengan jalan dikubur hidu-
hidup. Sebaliknya, kitab-kitab yang tidak perlu dimusnahkan adalah kitab-kitab
yang membahas mengenai ilmu pertanian (nongjia), ilmu perang (bingjia),
ramalan dan ilmu pengobatan.

Pada kenyataanya tidak semua buku-buku terlarang musnah, buktinya


pada masa Dinasti Han masih banyak orang-orang memiliki buku-buku
bernafaskan ajaran rujia(Konfusianisme) itu. Salahsatu faktor yang membuat Qin
Shihuangdi marah terhaddap penganutrujia adalah ketika ia hendak mengadakan
upacara Fengchan (semacam upacara pengukuhan/legitimasi sebagai kaisar oleh
para leluhur) di Gunung Tai, ternyata penganut rujia tidak tau bagaimana tatacara
upacara Fengchan itu, bahkan sesama mereka sendiri malah saling
mempertengkarkan tatacara upacara ritual itu. Faktor lain adalah kemarahan
kaisar terhadap dua orang penganut konfusianisme yang bernama Lu Sheng dan
Huo Sheng, karena menipu dalam pembuatan obat panjang usia. Li Si yang juga
pernah berselisih dengan sarjana Konfusianisme bernama ChunyuYe juga
mendukung kaisar untuk membakar buku-buku filsafat selain ajaran legalisme.
Tercatat 346 sarjana menjadi korban dari kebiadaban ini. Putra mahkota Fu Su
pernah memohon kepada ayahnya untuk mengampuni para sarjana yang di hukum
mati tersebut, tetapi kaisar menjadi muka dan membuangnya ke daerah Changjun.
Kaisar menipu para gubernur provinsi agar mengirim para sarjana Konfusianisme
yang berada di wilayahnya sehingga terkumpulsekitar 700 sarjana. Mereka semua
lalu dilempari batu hingga mati disebuah lembah yang belakangnya disebut
dengan “Lembah Pembantaian Para Sarjana Konfusianisme”.

Pembangunan tembok besar banyak menimbulkan korban jiwa. Hal ini


dikarenakan buasnya alam dan minimnya prasarana pada masa itu.
Bahkan,  karena tidak ada waktu untuk memakamkannya, mayat-mayat orang
yang meninggal ikut ditembok begiti saja.

2.2 Perkembangan Dinasti Chin

            Karena kekejaman dan kekerasannya, rezim Qin tidak bertahan lama dan
hanya bertahan selama dua generasi. Kaisar Zheng wafat pada tahun 210 SM saat
berada dalam perjalanan mengelilingi kerajaan.

Seharusnya yang ditunjuk sebagai pengganti adalah putra mahkota Fu Su,


yang saat itu sedang dihukum oleh ayahnya di Changjun. Namun, Li Si (penasihat
kaisar) dan Zhao Gao (seorang kasim licik yang belakangan mengendalikan
kekuasaan Dinasti Qin) memalsukan surat wasiat yang isinya memerintahkan agar
Fu Su melakukan bunuh diri. Zhao Gao kemudian merekayasa agar putra kedua
raja, yang bernama Hu Hai naik tahta dengan gelar Er Shihuangdi (Kaisar Kedua).
Rekayasa politik ini dilakukan karena khawatir apabila Fu Su yang naik tahta,
mereka berdua akan kehilangan jabatannya. Pada zamannya terjadi penindasan
yang lebih besar terhadap rakyat dengan jalan menaikan pajak. Para petani yang
hidupnya telah menderita dibawah Dinasti Qin melakukan berbagai
pemberontakan, yang semakin subur bagaikan cendawan di musim hujan.
Sejarawan terkenal pada masa Dinasti Han, Tong Zhingshu menguraikan
kesengsaraan rakyat pada zaman tersebut dengan ungkapan sebagai berikut
“Orang miskin kerapkali memakai pakaian lembu dan kuda serta makan makanan
anjing dan babi” Belakangan, Zhao Gao menyingkirkan Li Si dengan jalan
memfitnah, sehingga dia dan keluargnya di jatuhi hukuman mati.

Zhao Gao makin menanamkan pengaruhnya yang besar kepada Hu Hai


dan mengendalikan seutuhnya roda pemerintahan Dinasti Qin. Untuk menunjukan
betapa besar pengaruhnya pada kaisar, suatu kali Zhao Gao menghadiahkan rusa
pada kaisar denagan mengatakan bahwa itu adalah kuda. Kaisar merasa
kebingungan dan berkata bukankah itu rusa. Zhao Gao menyarankan agar kaisar
menanyakan sendiri pada para menterinya. Menteri-menteri yang ketakutan
terpaksa mengiyakan saja apa yang dikatakan Zhao Gao, kecuali beberapa menteri
yang setia dan berpegang pada kebenaran. Sebagai akibat pembangkangan itu,
mereka kemudian dihukum mati oleh Zhao Gao. Dengan liciknya, Zhao Gao
menganjurkan agar kaisar bersenang-senang saja dan mempercayakan semua
urusan negara padanya. Ia bahkan tidak pernah melaporkan pada kaisar mengenai
pecahnya pemberontakan dimana-mana yang mengancam keberlangsungan
Dinasti Qin dan bertapa sengsaranya rakyat saat itu.

2.3 Runtuhnya Dinasti Qin

Pemberontakan paling terkenal semasa akhir Dinasti Qin dipimpin oleh


Chen Sheng, Wu Guang, Xiang Yu, dan Liu Bang. Pemberontakan Cheng Sheng
serta Wu Guang, berawal pada tahun 209 SM, tatkala 900 tentara yang berasal
dari Yangcheng (bekas wilayah kerajaan Chu, salah satu negara pada musim semi
dan rontok serta masa perang antar negeri) hendak dipindahkan ke markas utara
di Yuyang (dekat Beijiing sekarang). Tetapi, hujan deras menghadang mereka
untuk melanjutkan perjalanan itu. Pada zaman Dinasti Qin hukuman mati dapat
dikenakan pada mereka yang terlambat memenuhi pangilan tugas. Karena takut di
jatuhi hukuman mati, Chen Sheng dan Wu Guang, dua orang prajurit membunuh
komandan-komandan pasukan mereka serta menyatakan bentrokan dengan
Dinasti Qin. Selogan mereka adalah hendak membangkitkan kembali Kerajaan
Chu. Mereka berdua berhasil mengusai Distrik Qixian yang sekarang terletak di
provinsi Hubei.

Chen Sheng mengutus seorang bernama Ge Ying untuk menahlukan


wilayah sebelah timur, sedangkan ia sendiri memimpin puluhan ribu
pemberontak yang berhasil dihimpunnya dalam hitungan bulan untuk menyerang
Distrik Chenxian. Dua orang penganut Konfusianisme yang bernama Zhang Er
serta Cheng Yudatang pada Cheng Sheng serta meyarankan agar ia mengangkakat
kembali keturunan Dinasti Zhou sebagai penguasa pada wilayah yang berhasil
direbut dari Qin. Meskipun demikian, Chen Sheng mengangkat dirinya sendiri
sebagai Raja Zhang Chu, yang secara harfiah berarti “Chu yang diperluas” Ia juga
mengangkat Wu Guang sebagai “Raja Tertinggi”, saat penyerangan terhadap
provinsi Henan. Zheng Er dan Chen Yu meminta bala bantuan berupa 3.000
pasukan pada Wu Guang untuk menyerang bekas wilayah kerajaan Zhao. Wu
Guang menyetujui permintaan ini dan memngangkat seorang bernama Wu Chen
sebagai pemimpinnya.

Ge Ying tiba di daerah Jiujiang dan berjumpa dengan seorang keturuna


kerajaan Chu yang bernama Xiang Jiang. Ia kemudian mengangkatnya sebagai
Raja Chu, tetapi begitu mendengan bahwa Chen Sheng telah mengangkat dirinya
sendiri sebagai Raja Zhang Chu, ia membunuh Xiang Jiang. Meskipun demikian,
belakangan Ge Ying tetap dihukum mati oleh Chen Sheng karena pembunuhan
ini. Untuk mengantikan Ge Ying, Chen Sheng mengutus Zhou Shi ke bekas
wilayah kerajaan Wei guna bertempur melawan pasukan Qin yang masih bertahan
disana. Wu Guang yang saat itu gagal merebut Yingyang di provinsi Henan
meminta nasihat seseorang yang bernama Cai Ci dan mengirim hou Wen dalam
suatu ekspedisi ke barart menyerbu ibukota Qin di provinsi Shanxi. Dalam
perjalanan menuju ke ibukota Qin, puluhan ribu orang bergabung dengannya.
Kong Fu keturuna Konfusius ke-8, menyarankan Chen Sheng agar
mempersiapkan diri dalam menghadapi pertempuran dahsyat dengan serdadu Qin.
Sedangkan Wu Cheng, ia ternyata telah berhasil menyeberangi sungai
kuning dan merebut lebih dari 30 kota serta wilayah dan juga bekas ibukota
kerajaanZhao yang bernama Handan. Zhang Er dan Cheng Yu membujuk Wu
Cheng untuk mengangkat dirinya sebagai Raja Zhao. Njuran ini pun diterima
sehingga saat itupun kerajaan Zhao telah bangkit kembali. Wu Chen saat itu
melanggar perintah Chen Sheng untuk pergikearah barat membantu Zhou Wendan
malah mengirim Han Guan ke bekas wilayah Yan di timur lalut China, Li Liang
ke Chanshan (Shanxi utara), serta Jenderal lainnya ke Shangdang (provinsi
Shianxi). Untuk menghadapi pemberontakan ini, Dinasti Qin mengirim pasukan
dibawah pimpinan Jenderal Zhang Han yang berhasil mengusir Zhou Wen dari
Celah Hangguguan.

Liu Bang dahulunya adalah seorang petani  yang belakangan berhasil


menjadi kepala desa. Tokoh yang kelak akan menjadi kaisar China berikutnya ini,
dilahirkan pada tahun 247 SM di Distrik Peixian yang kini terletak di provinsi
Jianshu. Ia menyambut seruan Chen Sheng untuk ikut memberontak dengan jalan
membunuh pejabat distrik. Xiang Yu, seorang tokoh pemberontak lainnya, beserta
pamannya Xiang Liang, telah membunuh Gubernur Yin Tong dan berhasil
megumpulkan 8.000 pasukan yang kemudian dikenal sebagai “Pasukan Xiang
Bersaudara dari Timur Sungai Yangzi”.

Zhou Shi, orang yang sebelumnya telah diutus Chen Sheng untuk merebut
bekas wilayah Wei, menyerang ibukota Wei yang bernama Dicheng. Pada saat
yang beersamaan, seorang keturunan kerajaan Qi, yang bernama Tian Dian
membunuh penguasa didaerahnya serta mengangkat dirinya sendiri sebagai raja.
Qi. Zhou Shi menolak permintaan anak buahnya untuk mengangkat dirinya
sendiri sebagai kaisar dan meminta pada Chen Sheng untuk mengangkat Pangeran
Jiu, seorang  keturuna Kerajaan Wei, untuk menjadi raja, sementara itu, Han
Guang, anak buah Wu Chen yang dikirim kebekas daerah Yan. enagn demikian
pada saat itu, Kerajaan Chu, Zhao, Qi, Wei dan Yan telah bangkit kembali. Chu
dengan Chen Sheng sebagai rajanya, Zhao dengan Wu Chen sebagai rajanya, Qi
dengan Tian Dan sebagai rajanya, Wei dengan Pangeran Jiu sebagai rajanya, serta
Yan dengan Han Guan sebagai rajanya.

Setelah Li Liang berhasil merebut Changshan, raja Zhao yaitu Wu Chen


memerintahkan jenderalnya untu menyerang Taiyuan. Pihak Qin kemudian
menerapkan siasat adu domba, dan mereka membujuk Li Liang untuk membunuh
Wu Chen. Zhang Er dan Chen Yu mengangkat seorang keturunan Dinasti Zhao
yang bernama Zhau Xie sebagai raja mengantikan Wu Chen. Li Liang setelah
dikalahkan oleh Raja Zhao yang baru menyerah pada Jenderal Zhang Han dari
Dinasti Qin, Jenderal Dinasti Qin ini sebelumnya juga telah berhasil mengalahkan
serta menghalau Zhou Wen, yang kemudian bunuh diri karena kekalahan ini.
Zhang Han melanjutkan ofensifnya dengan membinasakan dua orang panglima
perang Wu Guang bernama Tian Zhang dan Li Gui. Selanjjutnya ia mengalihkan
serangannya ke Chen Sheng yang dibunuh oleh kusirnya sendiri setelah menjadi
raja selama enam bulan. Pengikut setia Chen Sheng yang bernama Lu Chen
memakamkan rajanya itu di Gunung Dhangshan. Hingga di sini seolah-olah
Dinasti Qin dapat mencapai kemenangannya terhadap kaum pemberontak.

Setelah kematian Chen Sheng, seseorang yang bernama Qin Jia berusaha
mencari keturunan Chu untuk diangkat sebagai raja Chu. Lu Chen, anak buah
Chen Sheng yang telah wafat, berjumpa dengan seorang pemberontak yang
bernama Qiong Bu (Ying Bu). Bersama-sama mereka merebut distrik Chenxian
dari tangan pasukan Qin. Ketika mendengar bahwa pasukan Xiang Yu dan Xiang
Liang telah menyeberangi sungai Yngzhi, Qiong Bu memutuskan untuk
mengabungkan kekuatannya dengan mereka. Sesungguhnya, gerakan pasukan
Xiang menyeberangi Sungai Yngzhi ini dimungkinkan karena tipuan yang
dilakukan oleh anak buah Chen Sheng yang setia. Ia mengirimkan amanat palsu
yang seolah-olah ditullis oleh almarhum rajanya, yang berisikan permohonan bala
bantuan pasa Xiang bersaudara. Chen Ying seorang bekas sekretaris Dinasti Qin
di Distrik Dongyang juga mengabungkan kekuatan dengan pasukan Xiang.
Dengan banyaknya orang yang mengabungkan diri dengan mereka, jumlah
pasukan Xiang segera berlipat ganda menjadi 40.000-50.000 orang.
Pasukan gabungan yang dipimpin oleh Xiang Yu dan Xian Liang berbaris
menuju ke Pengcheng untuk mencari calon raja Chu yang baru. Ditengah jalan,
pasukan Xiang terlibat pertempuran dengan srdadu Qin, tetapi Zhang Han berhasil
mengalahkan mereka. Xiang Liang lalu mengalihkan serdadunya ke Xiecheng.
Liu Bang bergabung dengan Xiang Liang dan diundang untuk turut serta dalam
pemilihan raja Chu yang baru. Seorang keturunan Raja Chu, yang saat itu bekerja
sebagai gembala ternak, direkomendasikan untuk menduduki jabatab itu. Usulan
itu diterima dan ia diangkat sebagai raja Chu dengan gelar Huaiwang. Zhang
Liang, kawan Liu Bei yang ditemuinya dalam perjalanan, mengusulkan agar
kerajaan Han juga dihidupkan kembali. Oleh karenaya, seseorang keturunan
kerajaan Han yang bernama Cheng diangkat sebagai raja.

Zhang Han kini hendak menumpas kaum pemberontak yang berada di


Kerajaan Wei. Pasukan gabungan Qi dan Chu bergerak memberikan bala bantuan.
Zhang Han berhasil membunuh Raja Qi (Tian Dan) dan Zhou Shi jenderal Negeri
Wei. Karena kelakuan ini Pangeran Jiu, Raja Wei melakkukan bunuh diri. Xiang
Yu menyelamatkan Pangeran Bao yang merupakan saudara Pangeran Jiu. Setelah
mengalahkan Wei, Zhang Han mengalihkan perhatiannya ke ibukota Kerajaan Qi,
yang saat itu dipertahankan oleh Tian Rong. Setelah Tian Dan wafat, rakyar Qi
mengangkat adik bekas raja Qi terdahulu. Tian Jia sebagai penguasa. Namun,
Tian Rong yang merupakan adik dari Tian Dan tidak menyetujui dan menolak
pengangkatan ini. Xiang Yu selanjutnya membentu Tian Rong mengalahkan
pasukan Qin. Kelluarga Tian Dan mengangkat putra Tian Dan sebagai raja Qi.
Pasukan Xiang Liang bergerak merebut Diangtao dan berhasil menewaskan
Jenderal Li You dari Dinasti Qin. Pada pertempuran selanjutnya, Xiang Liang
gugur ditanngan Zhang Han. Kekalahan ini memaksa Xiang Yu dan Liu Bao
untuk mundur keselatan dan memindahkan kedudukan raja Chu Huaiwang ke
Pengcheng.

Mendengar bahwa Jenderal Zhang Han sedang berencana menyerang


Zhao, Raja Huaiwang menitahkan Panngeran Bao dan Wei untuk merebut
kembali wilayah Wei. Raja memutuskan bahwa barang siapa yang pertama kali
berhasil memasuki ibukota Qin, dialah yang berhak menyandang Raja Qin. Baik
Liu Bang maupun Xiang Yu meminta agar diizinkan menyerang Qin secara
langsung di ibukota, tetapi pada saat itu Raja Zhao yang bernama Xie, memohon
bala bantuan karena negerinya diserang oleh Zhang Han. Xiang Yu akhirnya
terdorong untuk pergi ke Zhao dan bertempur malawan Zhang Han untuk
membalas kemaatian pamannya, sehingga dengan demikian, Liu Bang yang
mendapatkan kesempatan untuk menyerang ibukota Qin, Xianyang.

Peristiwa ini terjadi pada tahun207 SM. Menghadapi serbuan Liu Bang itu,
Zhao Gao merasa ketakutan dan menyatakan bahwa Hu Hai tak pantaslagi
menyandang gelar kaisar, karena para raja negeri-negeri yang sebelumnya
ditahlukan oleh Qin telah bangkit kembali. Ia memaksa Hu Hai untu menyandang
gelar raja saja. Kasim licik itu menyadari bahwa keadaan sudah sangat genting
dan memutuskan untuk mengadakan negosiasi dengan Liu Bang serta berencana
untuk membunuh Hu Hai. Zhao Gao merencanakan untuk membagi negaranya
menjadi dua dengan Liu Bang, tetapi Liu Bang  menolak tawaran ini. Setelah
membunuh Hu Hai, Zhao Gao mengangkat Yi Zhing, keponakan Hu Hai menjadi
kaisar. Tidak beberapa lama kemudian, Yi Zhing ganti membunuh Zhao Gao.
Namun Yi Zing hanya memerintah selama 46 hari saja dan setelah itu menahlukan
diri kepada Liu Bang. Peristiwa ini menandai berakhirnya Dinasti Qin untuk
selama-lamanya.

Perkembangan Seni dan Teknologi Masa Dinasti Chin

            Peninggalan terbesar Dinasti Qin adalah makam Kaisar Qin Shihuangdai


yang terletak di Xi’an, yang ditemukan pada bulan Maret 1974, serta
ditemukannya patung-patung prajurit dan kuda dalam ukuran besar. Kaisar Qin
Shihuangdai memang memerintahkan pembuatan patung-patung prajurit itu
dengan maksud dapat menyertainya di alam baka. Patung-patung ini diberi warna
dari 12 hingga 13 warna.  Penyatuan, perakitan dan pewarnaanya pun di kerjakan
secara manual, sehingga inilah yang membuat patung-patung teakota ini tidak ada
yang sama sepenuhnya. Secara keseluruhan terdapat delapan jenis patung :
1) Patung Jenderal, yang dapat dikenali melalui ukuran tubuhnya dan sosok
yang berwibawa.
2) Patung Pejabat Militer tingkat tinggi, dapat dikenali melalui baju zirah dan
hiasan yang dikenakannya.
3) Patung Pasukan Kavaleri.
4) Patung pengemudi kereta perang.
5) Patung Pasukan penunggang kuda, yang dapat dikenali melalui pelindung
kepala yang dikenakan.
6) Patung pasukan Infanteri, masing-masing memegang senjata yang
berbeda-beda.
7) Pasukan panah, dengan sosok berlutut dan akan menembakan panah.
8) Pasukan petarung dengan tangan kosong, dengan sosok tidak bersenjata
dan tidak mengenakan baju zirah.

Terlepas dari semua itu, patung-patung ini memperlihatkan tingginya mutu


karya seni semasa Dinasti Qin. Makam luar biasa ini dilengkapi dengan peta
China beserta tiruan sungai-sungainya yang dialiri dengan air raksa. Karya besar
lainnya semasa Dinasti Qin adalah istana kerajaan yang disebut dengan Istana E
Pang, bangunan indah ini dapat memuat 10.000 orang dalam ruang tengahnya
saja. Karena kaisar Qin Shihuangdai berhasil menahklukan enam negara, tentu
saja keseluruhan juga ada enam istana lainnya disamping istananya sendiri yang
sudah sangat besar itu. Sayangnya kompleks istana ini habis dibakar oleh Xiang
Yu, dan konon karena luasnya yang luar biasa itu, api berkobar selama 3 bulan.
Adapun Prestasi lain yang dilakukan oleh Kaisar Qin adalah penyatuan sistem
penulisan, anak timbangan, ukuran, mata uang, dan lain sebagainya.

Perkembangan Pasca runtuhnya Dinasti Chin dan Berdirinya Dinasti  Han

Peristiwa runtuhnya Dinasti Qin dan berdirinya Dinasti Han tercatat dalam
sebuah kitab yang berjudul Chuhan Cunqiu atau Kitab Musim Semi dan Rontok
Masa Chu Han. Liu bang berhasil menakhlukan ibukota Qin karena jenderal
Xiang Yu harus menghadapi pasukan Qin dikerajaan Zhao. Begitu Jenderal Xiang
Yu tiba di Julu, pasukan gabungan segera bertempur melawan sisa-sisa pasukan
Qin. Setelah Xiang Yu berhasil menggempur pasukan Qin, ia bergerak menuju
Celah Hanguguan sampai jalan masuk menuju Xianyang (ibukota Negeri Qin) dan
berjumpa dengan pasukan Liu Bang. Merasa akan kalah untuk menghadapi
pasukan Xiang Yu, ia pun mengundurkan diri ke sebuah kota kecil di dekat
Xianyang. Xiang Yu tetap diberi kesempatan untuk memasuki Xianyang , namun
ternyata mereka merusak  istana Qin. Disini kita lihat pasukan Liu Bang
mengalah  terlebih dahulu agar tidak perlu melawan pasukan yang lebih kuat,
demi mencapai kemenangan di masa yang akan datang.

Pembagian China terjadi pada tahun 206 SM  dan nama Dinasti Han yang
kelak didirikan oleh Liu Bang berasal dari nama kerajaan yang dibagikan Xiung
Yu itu kepadanya. Setelah pembagian wilayah diantara panglima perang ini, tidak
lama berselang terjadilah perang saudara diantara mereka. Xiang Yu yang telah
memporak-porandakan ibukota dinasti Qin kemudian meninggalkan tempat itu
dan bertolak menuju ke Pengcheng. Untuk memperlihatkan bahwa seolah-olah ia
tidak berambisi sedikit pun untuk terlibat dalam perang saudara itu, Liu Bang atas
nasihat Zhang Liang menghancurkan jembatan kayu yang merupakan satu-
satunya jalan masuk ke Negerinya, sambil memperkuat angkatan perangnya
sendiri secara diam-diam. Tidak lama berselang , angkatan perang yang dipimpin
oleh Han Xin tiba di wilayah Yong dan berhasil mengalahkan rajanya yang
bernama Zhang Han. Dalam waktu kurang sebulan, raja Sima Xin dari Sai dan
Dong Yi dari Di juga menyerah. Kini tiga wilayah bekas kerajaan Qin menjadi
daerah kekuasaan Liu Bang.

Guna menghadapi manuver Xiang Yu, Liu Bang mengangkat Han Xin
sebagi Raja Han tandingan. Pada tahun 205 SM, Liu Bang mengirimkan
rombongan untuk menjemput ayah dan istrinya, tetapi rombongan ini dihentikan
oleh Xiang Yu. Akan tetapi di lain tempat pasukan Liu Bang berhasil
menahklukan Zheng Cheng Raja Han, Sheng Yang Raja Henan, dan Sima
MaoRaja Yin yang melarikan diri di Chaoge. Setelah menerima saran dari sosok
orang tua bernama Donggong untuk melaksanakan acara perkabungan selama tiga
hari bagi Kaisar Yidi yang telah dibunuh oleh  Xiang Yu di Xianyang. Beberapa
Raja lain pun ikut serta menggabungkan kekuatannya dengan Liu Bang. Sehingga
mereka pun berhasil merebut ibukota Chu, Pengcheng, tanpa pertumpahan darah.

Mendengar  bahwa ibukotanya telah direbut, Xiang Yu memimpin 30.000


pasukannya untuk melakukan perlawanan, dan telah berhasil menewaskan
100.000 pasukan Liu Bang. Beruntung sekali nasib Liu Bang yang berhasil
meloloskan diri dari marabahaya itu meski setelah memohon  belas kasihan pada
dua orang Jenderal Chu. Belakangan, Liu Bang berhasil berjumpa dan bergabung
kembali dengan tentearanya yang dipimpin oleh Lu Ze dan melanjutkan
pertempuran melawan Xiang Yu. Han Xin bergabung dengan Liu Bang di
Yingyang, serta berhasil mengalahkan pasukan Chu diberbagai tempat. Kenudian
Liu Bang mengangkat puteranya yang berusia 5 tahun, Liu Ying, sebagai putera
mahkota dan memerintahkan jenderalnya yang bernama Xiao He menjaga wilayah
yang berada di dalam Celah Hanguguan. Raja Wei yang bernama Bao,
dimana  yang semula ia meminta izin kepada Liu Bang untuk pulang ke kampung
halamannya, sekembalinya ia disana ia malah menerbitkan pemberontakan
melawan Liu Bang. Namun seketika Han Xin diutus oleh Liu Bang untuk
memadamkan pemberontakan tersebut. Han Xin sengaja membuat perahu –perahu
perang di Linjin untuk mengecoh pasukan Wei, akan tetapi secara diam-diam ia
membuat jembatan dari kayu di Xiayang dan mengalahkan pasukan Wei di
Dhongzan. Pasukan Han berhasil pula merebut kota Anyi. Sementara itu di
Quyang Han Xin berhasil menawan Wei dan dilanjutkan dengan menahklukan
ibukota Wei di Pingyang.

Selanjutnya Han Xin meminta 30.000 tentara guna menahklukan kerajaan


Zhao. Han Xin berencana menahklukan Zhao, Yan, dan Qi sebelum menahklukan
Xiang Yu. Pertempuran sengit pun segera pecah dan pihak Zhao berhasil
dikalahkan dan Rajanya Zhao Xie dihukum mati oleh Han Xin. Raja Yan Zang Tu
berhasil di bujuk oleh Han Xin untuk menyerah secara damai, dan Raja Qiujiang
berhasil dibujuk untuk menyerah dan bergabung dengan Liu Bang. Akhirnya,
seluruh Rajamuda berhasil disatukan di bawah panji-panji Liu Bang.

Lawan Tangguh Liu Bang kini tinggallah Xiang Yu. Pertempuran yang
menentukan dilancarkan di suatu tempat yang kini menjadi bagian provinsi
Anhui. Karena putus asa Xiang Yu melarikan diri, Yuji selirnya membunuh
dirinya sendiri agar tidak menyusahkan Xiang Yu. Xiang yu kini mulai merasa
hidup sudah tidak ada artinya lagi, dan ia pun ikut bunuh diri menyusul selir
kesayangannya itu ke alam baka. Kini terbukalah jalan bagi Liu Bang untuk
mengangkat dirinya sendiri sebagai Kaisar pertama Dinasti Han. Peristiwa ini
terjadi pada Tahun 202 SM

2.4 Sejarah Berdirinya Dinasti Han (206 SM – 221M)

Liu Bang kemudian berhasil naik tahta dan mendirikan dinasti baru yang
bernama Han (206 SM – 221 M). Ia bergelar Han Gaozu (206 – 195 SM). Para
ahli membagi Dinasti Han ini menjadi dua, yakni Han Barat, yang beribu kota di
Chang an dan Han Timur yang beribu kota di Luoyang. Dinasti Han ini sempat ter
putus sejenak oleh kudeta dari Wang Mang, dimana ia mendirikan Dinasti Xin (9
– 25) yang berumur singkat. Tetapi kemudian Kaisar Han Guangwu (25 – 57)
yang juga terkenal dengan sebutan Guang Wudi berhasil merestorasi kembali
Dinasti Han. Oleh karena itu Dinasti Han sebelum pemberontakan Wang Mang
disebut dengan Dinasti Han Barat dan Dinasti Han sesudahnya disebut dengan
Han Timur.

Dinasti Han ini cukup terkenal dalam sejarah Tiongkok karena beberapa
penemuan pentingnya. Kertas sebagai contoh ditemukan pada tahun 105 M oleh
seorang sarjana yang bernama Cai Lun saat pemerintahan Kaisar Han Hedi (88 –
106). Penemuan kertas yang berasal dari bambu ini benar-benar merombak secara
total penulisan buku-buku serta mendorong kemajuan dalam dunia tulis-menulis.
Sulit dibayangkan apabila di jaman modern ini kita belum mengenal kertas.
Sebelum ditemukannya kertas, buku ditulis di atas lempengan bambu yang
dikaitkan satu sama lain dengan tali. Jika kita masih menggunakan buku semacam
itu, dapat dibayangkan betapa beratnya sejilid kamus misalnya. Penemuan kertas
ini pada gilirannya mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dunia.

Pada masa pemerintahan Kaisar Han Wudi (141 – 87 SM) terjadilah


hubungan antara Barat dan Timur yang dikenal dengan nama jalur sutera.
Hubungan ini berawal mula dari ekspedisi yang dipimpin Zhang Qian, utusan Han
Wudi, guna menjalin hubungan persekutuan dengan negara-negara lainnya untuk
bersama-sama menghadapi serangan bangsa barbar (Xiongnu). Meskipun Zhang
Qian gagal dalam tugas utamanya, ia telah mengadakan perjalanan selama 12
tahun hingga mencapai Baktria dan Ferghana (Turkestan modern), dan ia kembali
dengan berbagai informasi berharga mengenai negeri-negeri di Asia Tengah serta
sedikit informasi mengenai Kerajaan Romawi. Pada tahun 104, 102, dan 42 SM,
tentara Tiongkok melintasi Pegunungan Pamir, mencapai Ferghana serta bekas
Kerajaan Yunani Sogdiana, di mana mereka mengalahkan pasukan Xiongnu serta
Romawi. Setelah melintasi gurun pasir serta beberapa gunung-gunung tertinggi
dunia, pasukan Wudi telah mencapai tempat-tempat sejauh 3000 km dari ibu kota
mereka. Prestasi ini melampaui jarak maksimal yang telah ditempuh oleh pasukan
Romawi. Ekspansi ini telah membukan jalur perdagangan antara Barat dan Timur.
Jalan raya sepanjang Jalur Sutera menjadi ramai dan ibu kota Dinasti Han
dipenuhi oleh para pedagang Barat beserta barang-barang mewah yang berasal
dari sana.

Penemuan penting dalam bidang teknologi lainnya adalah seismograf oleh


Zhang Heng (78 – 139 M) yang dapat menghitung kekuatan gempa beserta arah
asalnya. Peristiwa penting lainnya pada masa Dinasti Han adalah masuknya
Agama Buddha ke Tiongkok.

Berdasarkan catatan sejarah “San Guo Zhi , Wei Shu ,dan Dong Yi
Zhuan.” Ini terjadi pada masa kekuasaan kaisar dinasti Han Barat yaitu Aidi (1
SM – 6 M) atau tepatnya tepatnya tahun 2 M. Pada saat itu pejabat Jing Lu
menerima duta dari suku Da Yue yang menyerahkan kitab Fu Tu (Fu Tu adalah
sebutan untuk Buddha pada jaman dahulu , sekarang yang disebut Fo Tuo). Suku
Da Yue ini sebenarnya mendiami daerah Dun Huang , pegunungan Ji Lian Shan.
Kira-kira abad ke-2 SM , suku ini dikalahkan oleh suku Xiong Nu. Dan pindah ke
daerah barat. Dan pada abad ke-1 SM mendirikan kerajaan bernama Gui Xuang.
Daerah tempat mereka tinggal itu merupakan daerah dimana Buddhisme
bertumbuh subur. Para bhiksu pertama adalah Gobharana (Ni Mopeng) dan
Kasyappa Matanga (Zhu Falan) yang diundang oleh kaisar Han Mingdi (57 – 75)
melalui utusan kerajaan Han yaitu Qin Jing dan Cai Yin, yang bertemu dengan
mereka di daerah suku Da Yue. Pada tahun 68 M, mereka tiba di Luo Yang dan
tinggal di vihara Baimasi (Vihara Kuda Putih) serta menterjemahkan Sutra Empat
Puluh Dua Bagian. Sutra ini adalah kitab pertama yang diterjemahkan ke dalam
Bahasa Mandarin.

2.5 Runtuhnya Dinasti Han

Pada masa akhir hayatnya, Dinasti Han diperintah oleh kaisar-kaisar lemah
yang hanya memerintah secara singkat. Kekuasaan jatuh ke dalam kekuasaan
klan-klan tertentu dan para kasim. Pemberontakan di daerah-daerah pun pecah,
antara lain yang terbesar adalah Pemberontakan Topi Kuning (Huang Qin), yang
dipimpin oleh tiga bersaudara Zhang. Dinasti Han benar-benar dilemahkan oleh
pemberontakan ini. Pada akhirnya klan Cao berhasil merebut kekuasaan dari
tangan Dinasti Han dan mendirikan Kerajaan Wei (220-264), dimana Cao Pi
mengkudeta kaisar Han terakhir yang bernama Han Xiandi (189-220). Tindakan
kudeta ini membuat Liu Bei, salah seorang keturunan Dinasti Han, merasa perlu
untuk meneruskan keberlangsungan Dinasti Han dan ia juga mengangkat dirinya
sebagai kaisar di negeri Shu (Sichuan sekarang) dengan gelar Han Congwang
(221-223). Xuande adalah nama lainnya, maka dia juga disebut Liu Xuande.
Kerajaannya tetap bernama Shu (221-263), Shu-Han adalah nama yang disebut
oleh para ahli sejarah untuk membedakan masa Liu Bei sebelum menjadi raja dan
sesudahnya. Sun Quan, seorang jenderal juga mengangkat dirinya sebagai kaisar
dan bergelar Wudi (232-252). Kerajaannya dinamakan Wu (222-280). Karena
terpecahnya Dinasti Han menjadi tiga negara ini, maka jaman ini dinamakan
Jaman Tiga Negara (San Guo), yang dipenuhi oleh peperangan untuk
memperebutkan kekuasaan tertinggi.

Tetapi sayangnya tidak satupun dari ketiga negara ini yang berhasil
mempersatukan Tiongkok kembali, malahan pada tahun 264 M, Kerajaan Wei
terjatuh ke tangan salah seorang menterinya yang bernama Sima Yan. Ia merebut
kekuasaan dari Kaisar Wei terakhir yang bergelar Yuandi (260-264), mendirikan
Dinasti Jin serta mengangkat dirinya sebagai kaisar dengan gelar Wudi (265-289).
Pada gilirannya Sima Yan juga menaklukkan kedua kerajaan lainnya dan
mempersatukan Tiongkok kembali. Kaisar Jin Wudi merupakan seorang pecinta
ilmu pengetahuan. Ia membangun sebuah perpustakaan di Luoyang yang
berisikan lebih dari 30.000 jilid buku.

2.6 Perkembangan Pasca Runtuh serta Peninggalan

Penemuan penting pada masa ini adalah diciptakan peta yang


menggunakan sistim pembagian berdasarkan garis lintang dan bujur oleh Pei Xiu,
dimana pada petanya itu dipergunakan skala perbandingan 1 inchi untuk 125 mil.
Peta semacam ini merupakan yang pertama kalinya di dunia, jauh sebelum Bangsa
Barat menerapkan metode yang sama dalam peta-peta mereka.

Setelah Dinasti Jin runtuh selama beberapa ratus tahun, Tiongkok terpecah
kembali menjadi banyak negara, dimana masa ini merupakan periode yang kacau.
Para sejarawan menyebut jaman ini dengan istilah Dinasti Utara-Selatan. Sebelum
runtuh, Dinasti Jin pada tahun 317 sempat dipaksa melarikan diri ke selatan
karena serangan suku bangsa barbar di utara dan kerajaan mereka di selatan untuk
selanjutnya disebut dengan Jin Timur. Tiongkok utara dikuasai oleh banyak
kerajaan kecil-kecil yang didirikan oleh suku-suku barbar. Sebagian besar dari
mereka hanya berumur pendek karena saling berperang satu sama lainnya.
Diantara kerajaan-kerajaan di utara tersebut yang paling sanggup bertahan lama
dan terkuat adalah Wei Utara (386-534). Karena terbagi menjadi dua ini, yakni
kerajaan-kerajaan Tiongkok Utara dan Selatan, maka inilah yang menyebabkan
jaman ini disebut jaman Dinasti Utara-Selatan oleh para sejarawan.

Ilmuwan terkenal pada masa ini adalah Zu Chongzhi (429-500). Ia berasal


dari Dinasti Selatan dan berhasil menghitung dengan cukup akurat nilai bilangan
Ĉ, yakni di antara 3,1415926 dan 3,1415927. Penentuan nilai bilangan Ĉ ini
adalah sesuatu yang luar biasa, mengingat Bangsa Barat baru menemukannya
ratusan tahun kemudian Prestasi lain yang dilakukannya adalah membuat
penanggalan serta meramalkan akan terjadinya gerhana bulan pada tanggal 15
September 459.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

            Dinasti Chin merupakan dinasti yang usianya tidak panjang. Pada dinasti
ini terjadi berbagai perubahan yang cukup signifikan bagi perkembangan sejarah
Cina. Bukan hanya dari segi politik (proses unifikasi), tetapi dari segi budaya
yaitu pembangunan tembok raksasa terpanjang. Kasiar yang paling terkenal pada
dinasti ini adalah Shih Huang Ti, yang dikenal dengan sebutan golongan pendiri
kerajaan-kerajaan besar. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kaisar ini
cenderung otoriterian, terlihat dari sikap egoisme dan ketidakadilan pada rakyat.
Diantaranya kebijakan satu ideology tertentu yaitu faham legalisme, dan
dihapuskannya system feudal, yang justru menimbulkan bentuk penjajahan gaya
bartu, petani dipaksa membayar upeti dan pajak kepada kaisar.

            Salah satu peninggalan terbesar Dinasti Chin  adalah makam Kaisar Chin


Shihuangdi yang terletak di Xi’an, provinsi Shaanxi dan istana kerajaan yang
disebut dengan Istana E Pang.

Sedangkan untuk Dinasti Han merupakan Dinasti yang didirikan oleh Liu
Bang, dan bergelar Han Gaozu. Adanya Dinast ini sangatlah berpengaruh pada
catatan sejarah Tiongkok karena penemuan-penemuan yang mampu
diciptakannya. Contohnya adalah kertas dan seismograf (alat pencatat gempa).
Selain itu juga, telah dibuatkannya peta.
3.2 Saran

            Setelah membahas materi tentang Sejarah Asia Timur, saran yang dapat
disampaikan umumnya bagi khalayak yang telah membaca makalah ini,
diharapkan mampumengetahui Sejarah Berdirinya Dinasti Chin dan Han Pada
Masa China Kuno, sehingga dengan mengkaji hal tersebut diharapkan mampu
menambah wawasan dan pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

 http://Sejarah-Cina-Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.html


 http://Sejarah-Cina.html
 http://Peradaban-dan-Perkembangan-Dinasti-di-Cina.html

Anda mungkin juga menyukai