Anda di halaman 1dari 24

SEJARAH ASIA SELATAN

PERADABAN TERTUA DI KAWASAN ASIA SELATAN


(MOHENJO DARO DAN HARAPPA)
(Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Sejarah Asia Selatan)
Dosen Pengampu: Henry Susanto S.S., M.Hum.
Sumargono, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Dewi Cahyanti 1913033003

Irsal Ardiansyah 1913033004

Rahmani Diah Permatasari 1913033022

Euis Ramadhoni 1913033038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad Saw yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat
nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah Swt atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu sehat berupa fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Sejarah
Asia Selatan dengan judul “Peradaban Tertua Di Kawasan Asia Selatan (Mohenjo
Daro Dan Harappa)”.

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu,
penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, agar
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penyusun mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khusunya kepada
Bapak Henry Susanto S.S., M.Hum dan Bapak Sumargono, S.Pd., M.Pd yang
telah membimbing kami dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandar Lampung, Agustus 2021

Penyusun

ii
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 3
1.3 Tujuan......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
2.1 Peradaban Mohenjo Daro dan Harappa...................................................... 4
2.2 Perkembangan Zaman Weda.......................................................................10
2.3 Hasil Kebudayaan Peradaban Mohenjo Daro dan Harappa .......................12

BAB III PENUTUP.........................................................................................15


3.1 Kesimpulan................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Asia Selatan merupakan bagian dari benua Asia, terletak di sebelah Selatan dan
berbatasan dengan Asia Tengah di utara, Asia Timur di timur, Asia Tenggara di sisi
tenggara, Asia Barat di sebelah barat dan dengan Samudra Hindia di sebelah selatan.
Negara Asia Selatan meliputi Bangladesh, Bhutan, Maladeva, Pakistan, Sri Lanka
dan India. Secara budaya dan juga bahasa negara berikut seringkali juga digolongkan
ke daerah Asia Selatan meski ada yang menggolongkan ke Asia Barat, atau bahkan
Timur Tengah (Iran) dan Afghanistan. Negara-negara yang termasuk Asia Selatan
biasanya secara budaya terpengaruh dengan budaya India dan sering pula daerah ini
disebut anak benua India atau Hindia. Secara historis, pada awalnya wilayah sub
kontinental Asia ini diberi nama India, yang merupakan istilah asli bangsa Yunani
purba, diambil dari bahasa Persia kuno sehingga dipergunakan secara meluas untuk
menyebut daerah yang digenangi oleh air sungai shindu atau Indus atau lima sungai
(pancab-puncab) dengan penduduknya yang disebut bangsa India atau Hindus.
Bahasa Persia memaknai India artinya timur atau terbitnya matahari atau negeri di
timur Persia (Hindusthan) (Arta, Yasa, 2019: 1-2).

Perkembangan sejarah Asia Selatan terutama India sudah ada sejak ribuan tahun
sebelum masehi. India salah satu pusat peradaban dunia pada masa lampau, selain
Cina dan Timur Tengah dan juga Eropa. Peradaban awal India berkembang di sekitar
sungai Indus, letak peradaban terbesar bangsa India adalah teletak di Mohenjo Daro
dan Harapa. Peradaban India sering disebut dengan peradaban sungai Indus karena
wilayahnya dialiri oleh lima anak sungai yaitu Yellum, Chenab, Ravi, Beas, Suttly
yang kemudian terkenal dengan sebutan Punjab (Daerah lima Aliran Sungai).
Peradaban lembah sungai Indus sebanding dengan peradaban Mesopotamia, lembah
sungai Huangho, dan Mesir. Letak kota lembah sungai Indus sendiri tepatnya di
daerah perbukitan Baluchistan yang kemudian menghasilkan kebudayaan Nal. Kota
5
Mohenjo Daro merupakan gambaran kota pada masa India lama, letak Mohenjo Daro
dan Harappa sendiri kurang lebih 800 km. Pada masa Mohenjo Daro dan Harappa
telah ditemukan benda-benda yang pada saat itu sudah merupakan benda yang sangat
mengagumkan dengan keunikan tersendiri (Abu, 1988: 37).

Sekitar seribu tahun sebelum masehi Bangsa Arya datang ke India dengan menempati
daerah Punjab, mereka serumpun dengan bangsa Jerman, Yunani, dan Romawi.
Setelah datang ke India, Bangsa Arya menetap di dataran sungai Sindhus yang pada
waktu itu masih subur, di daerah itu mereka menemui peradaban tua. Di dataran
sungai Sindhus Bangsa Arya mempunyai beberapa hal yang sangat berbeda dengan
Bangsa Dravida selaku penduduk asli India. Bangsa Arya berkulit putih, badannya
tinggi dan besar, rambutnya kemerah-merahan, hidungnya besar dan mancung, dan
matanya biru. Sementara itu Bangsa Dravida memiliki ciri berbadan kecil, kulitnya
kehitam-hitaman bahkan ada juga yang hitam hidungnya pipih dan rambutnya ikal.
Bangsa Arya masuk ke India kira-kira tahun 1500 SM. Dengan segala kepercayaan
dan kebudayaan yang bersifat vedawi, telah menjadi thesa disatu pihak, dan
kepercayaan bangsa Dravida yang animis telah menjadi antitesa di lain pihak. Dari
sinkritisme antara keduanya, maka lahir agama Hindu (Hinduisme) sebagai synthesa
dan kemudian terjadilah kebudayaan India (Honiq, 1997: 78-79). Periode ini disebut
juga zaman Weda Kuno, kehidupan beragama pada zaman ini berdasar atas ajaran-
ajaran yang tercantum dalam Weda Samhita (Departemen Agama RI, 1996: 5).

6
1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah dalam


pembahasan kali ini yaitu :

1....Bagaimana perkembangan peradaban Mohenjo Daro dan Harappa di Asia


Selatan sebagai peradaban tertua?
2....Bagaimana proses terjadinya sinkretisme kebudayaan antara bangsa Arya dan
Dravida pada zaman Weda?
3....Apa saja hasil dari kebudayaan pada masa peraaban Mohenjo Daro dan
Harappa sebagai peradaban tertua di Asia Selatan?

1.3.Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan dari makalah ini yaitu :

1....Untuk mengetahui bagaimana perkembangan peradaban Mohenjo Daro dan


Harappa di Asia Selatan sebagai peradaban tertua.
2....Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya sinkretisme kebudayaan
antara bangsa Arya dan Dravida pada zaman Weda.
3....Untuk mengetahui apa saja hasil dari kebudayaan pada masa peraaban
Mohenjo Daro dan Harappa sebagai peradaban tertua di Asia Selatan.

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Peradaban Mohenjo Daro dan Harappa

Peradaban lembah sungai Shindu (Indus) dan Gangga merupakan salah satu
peradaban besar yang muncul di wilayah India. Sungai Shindu (Indus) dan Gangga
adalah sungai yang berada di daerah India bagian utara yang merupakan daerah subur,
sehingga sangat padat penduduknya. Kota Mohenjo Daro diperkirakan sebagai ibu
kota daerah lembah Sungai Shindu bagian selatan dan kota Harappa sebagai ibu kota
lembah Sungai Shindu bagian utara. Mohenjo Daro dan Harappa merupakan pusat
peradaban bangsa India pada masa lampau (Hermana, 2017:39).

Salah satu yang paling menarik namun misterius dari kebudayaan kuno di dunia
adalah peradaban Harappa. Budaya ini ada di sepanjang Sungai Indus. Ada dua kota
yang ditemukan dalam peradaban Harappa yaitu: Harappa dan kota Mohenjo Daro,
merupakan pencapaian besar dari peradaban lembah Indus. Kota ini sangat terkenal
dan mengesankan, yang tata letaknya disusun secara teratur. Lebih dari seratus kota
dan desa-desa lainnya juga ada di daerah ini. Harappa (Harappan) meninggalkan
banyak pertanyaan tentang peradaban, dan sepenuhnya belum terjawab. Peradaban
Lembah Indus diperkirakan sekitar 2500 SM di bagian barat dari Asia Selatan,
sekarang adalah di Pakistan dan India barat. Hal ini sering disebut sebagai peradaban
Harappa karena kota yang ditemukan pertama kali adalah kota Harappa, baru
Mohenjo daro. The Indus Valley adalah tempat yang terbesar dari empat kota
peradaban kuno yaitu, di Mesir, Mesopotamia, India dan Cina. Sebagian besar dari
reruntuhan desa, termasuk kota-kota besar, merupakan tanda tanya tentang orang-
orang dengan budaya yang sangat tinggi dan sulit di jawab (Idedhayana dan Suryada,
2009:75).

8
Arnold J. Toynbee, seorang ahli sejarah yang bukunya banyak menjadi rujukan pada
sejarawan dunia memiliki semacam dalil mengenai asal muasal peradaban India.
Toynbee mengaitkan pada model pemujaan orang-orang India yang sangat mirip
dengan pihaknya mengklaim bahwa wilayah India utamanya peradaban Mahenjo
Daro dan Harappa merupakan salah satu provinsi dari peradaban di Sumeria (wilayah
Irak bagian selatan). Dibuktikan dengan penemuan berbagai jenis artefak dan juga
barang-barang yang memiliki keterkaitan antara kedua wilayah. Klaim Toynbee
bahwa wilayah peradaban Sumeria lebih tua dari peradaban Indus. Hal-hal semacam
ini oleh Toynbee digunakan sebagai sintesa untuk mengarahkan bahwa sebenarnya
invasi Arya berasal dari wilayah Eropa yang pada kemudian hari kemudian
menyerang orang-orang asli India yang berkulit hitam dan membawa kemajuan
peradaban di wilayah tersebut (Mahenjo Daro dan Harappa) (Purnomo, 2020:59).

Sir John Marshall menyebut di dalam peradaban sungai Indus kuno (Mohenjodaro
dan Harappa) terdapat kenyataan penting yang menunjukkan Śivais mememiliki
sejarah jauh kebelakang menuju abad Chalcolithic atau bahkan lebih lanjut sebagai
keyakinan hidup masyarakat purba di dunia. Pernyataan Marshall didukung dengan
adanya temuan arkeologis peningalan banga Dravida yang diperkirakan berasal dari
sekitar 3000 SM. Temuan itu terdiri dari terakota dengan relief seorang yogi
“Pashupati” yang sedang bermeditasi, kepalanya mengenakan tanduk, disekitarnya
dikelilingi oleh berbagai ikon hewan seperti singa, gajah, banteng/lembu, badak, dan
burung, sedangkan temuan selanjutnya berupa lingga dari tanah liat yang dibakar.
Kedua temuan menunjukkan bentuk pemujaan Śiva secara antropomorfik maupun
non-antropomorfik, sehingga tradisi Śivaisme dipastikan memiliki asal-usul dari
zaman pre-arier (masa sebelum kedatangan bangsa Arya di India Utara) (Sudarmanu,
2013:94-95).

Pada masa peradaban Mohenjo Dari dan Harappa bangsa yang menempatinya adalah
bangsa Dravida. Karena jauh sebelum lahirnya konsep trimūrti, benih-benih Śivaisme
sejatinya telah ada sejak bangsa Dravida membangun peradaban kuno di lembah
sungai Indus (3000-2000 SM). Bangsa Dravida yang datang dari Mediterania timur
9
diperkirakan masuk ke dataran India pada perkiraan 7000 SM. Mereka pertama kali
menetap di barat laut India dan secara bertahap pindah ke pedalaman bagian timur
dan selatan (Sudarmanu, 2013:94-95).

Pembangunan kota Mohenjo Daro dan Harappa didasarkan atas suatu perencanaan
tata kota yang pasti dan teratur baik. Jalan-jalan di dalam kota sudah teratur dan
lurus-lurus dengan lebarnya mencapai sekitar 10 meter dan di sebelah kanan-kiri jalan
terdapat trotoar dengan lebar setengah meter. Gedung-gedung dan rumah tinggal serta
pertokoan dibangun secara teratur dan berdiri kokoh. Gedung-gedung dan rumah
tinggal serta pertokoan itu sudah terbuat dari batu bata lumpur (Hermana, 2017:39).

Penduduk kota Mohenjo Daro dan Harappa membuat sistem irigasi dan buangan
limbah yang canggih peradaban lembah indus berkembang ke daerah yang luas
mencakup provinsi Sind di Pakistan sekarang, ke timur sampai ke negara bagian
rajasthan dan Gujarat ke utara sampai ke Punjab. Bangunan yang ditemukan di
Mohenjo Daro terbuat dari batu bata karena di sekitar daerah tersebut tidak ada batu
alam, sedangkan bahan lain seperti kayu dan tanah liat cukup tersedia di tepi sungai
Indus. Terdapat rumah bertingkat di antara puing-puing kota Mohenjo Daro dibangun
dengan perencanaan matang yang dibuktikan dengan penemuan denah kota yang
dirancang dengan perhitungan yang sangat teliti sistem drainase dirancang begitu
mengagumkan. Peradaban Indus mempunyai sistem tulisan sendiri yang terdapat di
atas benda-benda seperti stempel ukir, namun belum ada seorangpun yang mampu
mengartikannya. Pada tahun 1750 SM peradaban Indus mengalami kemunduran yang
diperkirakan terjadi akibat banjir yang mengubah aliran sungai serta terjadinya
peperangan dengan bangsa-bangsa lain dan kedatangan bangsa Arya ke India
(Septianingrum, 2017: 46-48).

Serbuan bangsa Arya pada abad 2 SM ke seberang sungai Saraswat, bagaikan serbuan
Dewa Agni yang membakar kawasan lama di luar daeran lembah Indus. Nampaknya
sejak itu berkembanglah pemujaan kepada api. Nampaknya tokoh Rama dalam
wiracarita Ramayana dipandang ole masyarakat Videha, yang sebetulnya merupakan

10
kerajaan mertuanya, sebaga pertapa dan penyebar ajaran falsafat Upasishad (Su'ud,
1992:40).

Bangsa Dravida akhirnya terdesak ke Selatan oleh kedatangan bangsa Arya sekitar
tahun 1500 SM. Darimana asal mereka, bermacam-macam pendapat para ahli, yang
jelas bahwa mereka termasuk bangsa penetap dan tinggal di pedalaman. Prof. Hills
bekesimpulan bahwa mereka berasal dari Benua Eropa tepatnya dari Austria-Hungary
dan Bohemia, jika ini benar maka perpindahan mereka ada dua kemungkinan yaitu
dari arah Utara dan Selatan dari lautan Hitam. Tetapi kemungkinannya kecil dari arah
Utara sebab jalan yang dilalui banyak kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi.
Dengan demikian mereka masuk dari arah Selatan Lautan Hitam. Mereka berusaha
masuk dan menetap di India sampai akhirnya mereka mampu menguasai seluruh
dataran rendah sungai Indus dan Gangga. Setelah menduduki wilayah yang demikian
luas itu, mereka menamakan tempat yang mereka tempati itu dengan Aryavarta yang
berarti tanah bangsa Arya, atau Hindustan yang berarti negeri orang Hindu. Bangsa
Arya sudah mempunyai kepercayaan sebelum mereka pindah ke India. Dilihat dari
cara perpindahannya, mereka itu terdiri dari dua kelompok, yaitu yang ke Iran dan
India. Kelompok yang ke Iran membawa buku yang disebut Avesta, sedangkan yang
ke India membawa buku yang disebut Veda (Nuriah, 1990:8-9).

Bangsa Arya memiliki ciri-ciri berkulit putih, badannya tinggi dan besar, rambutnya
kemerah-merahan, hidungnya besar dan mancung, dan matanya biru. Sifat yang
paling istimewa dari bangsa Arya adalah pandai berperang daripada bangsa Dravida.
Mereka menggunakan bahasa Sansekerta, dan tidak lagi menjadi bangsa pengembara
melainkan sebaliknya. Mereka menetap menjadi bangsa yang menetap menjadi
masyarakat desa, bercocok tanam dan berdagang. Ketiga pekerjaan itu menimbulkan
tiga macam pekerjaan yang utama yaitu menjalankan agama, berperang, dan
berdagang. Pengaruh tiga golongan dalam pergaulan hidup mereka menjadi golongan
pendeta, prajurit, dan golongan pedagang. Lambat laun ketiga golongan ini berubah
menjadi kasta Brahmana, kasta Ksatria, dan kasta Waisya. Bangsa asli (Dravida)
yang telah ditaklukkan oleh bangsa Arya, mereka masukkan dalam kasta yang
11
keempat yakni kasta Sudra. Sedangkan bangsa asli yang terdesak dibagian selatan
tidak dimasukkan ke dalam kasta apapun. Mereka oleh bangsa Arya disebut kasta
pAryah (paria) artinya orang yang tidak termasuk dalam lingkungan pergaulan hidup
yang tertentu (Khotimah, 2013: 2).

Nuriah Erwin (1990:10) menyatakan bahwa susunan kasta dimasyarakat bangsa Arya
adalah sebagai berikut:

1. Raja.
Para pembantu raja terdiri dari :
2. Pendeta (pemungut korban)
3. Senopati (angkatan bersenjata).
4. Pursheta (penasehat).
5. Rakyat biasa yang kedudukannya paling rendah dimasyarakat

Kedatangan bangsa Arya di India membawa peradaban baru bagi India, karena justru
kebudayaan corak Arya berbau desa yang berlawanan dengan kebudayaan
sebelumnya yang sudah bercorak kota modem. Kedatangan bangsa Arya ke India pun
merupakan titik permulaan sejarah bagi India yang meninggalkan masa pra
sejarahnya. Bangsa Arya pula yang menciptakan Sistem Kasta dalam agama Hindu.
Berdasarkan asas pergaulan kehidupan tersebut menyebabkan timbulnya konsepsi
Hinduisme mengenai sruktur dan susunan masyarakat (Khotimah, 2013: 2-3).

2.2.Perkembangan Zaman Weda

Zaman Weda ditandai dengan datangnya Bangsa Arya ke wilayah Asia Selatan. Prof.
Phalgunadi (2010:13-24) dalam Eka (2020: 157-158) menguraikan zaman Weda dibagi
menjadi dua yaitu Zaman Weda Awal (Early Vedic Period), dan zaman Weda akhir
(Later Vedic Period).

1. Zaman Weda Awal


Zaman Weda awal dimulai dari Zaman Rg Weda menjelaskan konsep
ketuhanannya dan kepercayaan mempercayai dewa-dewa, mempercayai
12
leluhur memiliki kedudukan tersendiri di alam para dewa (Rg Weda X.15),
leluhur pergi kesorga ataupun neraka berdasarkan karmanya, leluhur tinggal
bersama para dewa, leluhur ikut minum soma bersama para dewa, leluhur ikut
menikmati persembahan dan kedudukan leluhur sama dengan dewa. Konsep
ketuhanan dalam Rg Weda adalah percaya kepada Tuhan yang Esa tetapi juga
percaya kepada banyak dewa dengan segala manifestasinya (Kundra dalam
Phalgunadi, 2010:17). Ritual dalam Rg Weda sangat jelas tergambar dalam Rg
Weda I.162.21-22 yang mengambarkan bahwa penggunaan binatang dalam
upacara dan Rg Weda (X.15.14) juga menjelaskan terkait dua jenis upacara
kematian yaitu dengan jalan dibakar (agni dagdha) dan dikubur (anagni
dagdha), selain itu Rg Weda juga mengajarkan pelaksanaan yajna kepada
leluhur.
2. Zaman Weda Akhir
Zaman Weda akhir dimulai dari penggunaan pustaka suci Sama Weda, Yajur
Weda, dan Atharva Weda termasuk juga pustaka-pustaka Brahmana,
Aranyaka dan Upanisad, dari semua pustaka tersebut ditemukan ide mengenai
agama, kebudayaan, politik, sosial, dan ekonomi masyarakat India pada
Zaman Weda Akhir. Sharma dalam Phalgunadi (2010:24) dalam Eka (2020:
157-158) menyatakan karakteristik Zaman Weda Kundra diantaranya :
a) percaya adanya banyak dewa, tetapi juga percaya kepada Tuhan Yang Esa;
b) percaya adanya leluhur;
c) pentingnya pembacaan kitab suci Weda;
d) pentingnya melaksanakan upacara yajna kurban;
e) pentingnya melaksanakan upacara kematian;
f) pentingnya kedudukan pendeta;
g) tidak menyembah patuh; tidak membuat tempat ibadah kuil;
h) agama Weda bersifat optimistik, agama rasa, agama kepuasaan hati, dan
bhakti;
i) moksa dan sorga hanya dapat dicapai melalui yajna.

13
Kitab Weda merupakan hasil perpaduan budaya bangsa Arya dengan penduduk India
asli yaitu bangsa Dravida, beda dinyanyikan diucapkan dan ditulis. Sebagai sruti atau
yang didengarkan, kepercayaan Hindu meyakini Weda sebagai wahyu kosmik dalam
artian wahyu yang diperoleh manusia dari hasil kontemplasi menghayati alam
semesta tampil dalam seluruh tatanan semesta dan dunia alami yang diciptakan oleh
sang maha pencipta Yang Maha Esa. Weda memiliki akar-akar non kontemplatif,
terdapat pengaruh budaya dan sejarah dalam isi Weda. Isi Weda bersangkutan dengan
upacara agama terutama korban-korban bisa berupa binatang ternak padi mentega
minuman dan bahan makanan lainnya (Septianingrum, 2017: 52-53).

Secara historis, kelahiran agama Hindu dilatarbelakangi oleh akulturasi kebudayaan


antara suku Arya Iran dan Dravida sebagai penduduk asli India. Bangsa Arya masuk
ke India kira-kira tahun 1500 SM dengan segala kepercayaan dan kebudayaan yang
bersifat vedawi yang telah menjadi thesa disatu pihak, sehingga kepercayaan bangsa
Dravida yang animis telah menjadi antitesa di lain pihak. Dari sinkritisme antara
keduanya, maka lahir agama Hindu (Hinduisme) sebagai synthesa. Pada waktu
bangsa Arya masuk ke India, di sana telah tinggal penduduk India yang asli, yaitu
bangsa Dravida (Khotimah, 2013: 1). Akulturasi budaya pada bangsa Dravida dan
Bangsa Arya dapat dilihat dari Agama Hindu yang sebenarnya merupakan
Sinkretisme (percampuran) antara kebudayaan bangsa Arya dengan kebudayaan
bangsa Dravida. Sifatnya monotheisme panthaisme, yaitu percaya terhadap Tuhan
Yang Esa, tetapi memiliki manifestasi jamak yaitu adanya dewa-dewa, tiap-tiap dewa
merupakan lambang kekuatan atau manifestasi dari Tuhan Yang Esa (Tim Penyusun,
2016: 41-44 dalam Aryan dan Wulandari, 2021: 12).

Penganut Agama Hindu percaya setiap dewa memiliki peranan dalam mengatur
kehidupan manusia. Di antara dewa yang mereka yakini adalah tiga dewa utama yang
dikenal dengan Trimurti, yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wisnu sebagai dewa
pelindung, dan Siwa sebagai dewa penghancur, karena agama Hindu bersifat
polytheisme atau percaya terhadap banyak dewa maka mereka juga mempercayai
dewa lainya seperti: Dewa Pretivi sebagai dewa Bumi, Vayu sebagai Dewa
14
Angin,Varuna sebagai Dewa laut, dan Agni sebagai sebagai Dewa Api, Percampuran
kebudayaan Arya dengan penduduk Veda menghasilkan budaya Veda yang menjadi
cikal bakal lahirnya peradaban Hindu. Sejak itu agama Hindu mulai berkembang di
India. Dalam bidang kemasyarakatan, agama Hindu mengenal istilah tingkatan sosial
masyarakat yang disebut warna. Penetapan warna ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya perkawinan campuran antargolongan masyarakat (Aryan dan Wulandari,
2021: 12).

Khotimah (2013: 12) berpendapat bahwa penyebab timbulnya warna atau kasta-kasta
di dalam agama hindu adalah karena datangnya bangsa Arya yang datang ke India
dari Utara yang mengalahkan secara kultur bangsa Dravida. Mereka bukan saja
mengadakan percampuran agama, tetapi juga mencampurkan adat istiadat dan
kebudayaan. Tetapi karena bangsa Arya memliki kebudayaan yang lebh dominan,
maka unsur kebudayaan mereka itulah yang lebih unggul (dominan) terhadap
kebudayaan bangsa Dravida. Dari bangsa Arya itu pula yang melahirkan golongan
pendeta, tentara, raja-raja serta golongan saudagar atau orangorang kaya. Sedangkan
bangsa Dravida, terkecuali sebagaian kecil yang berhubungan perkawinan dengan
bangsa Arya, umunya membentuk golongan petani miskin dan pekerja kasar, tukang-
tukang serta pesuruh dari ketiga golongan pertama. Dengan demikian terbentuklah
empat macam kasta dalam kehidupan bangsa India yang diperkuat oleh ajaran agama
Hindu, yaitu:

a. Kasta Brahmana
Kelompok ini adalah mereka yang memiliki kecerdasan yang tinggi, mengerti
tentang kitab suci, ketuhanan dan ilmu pengetahuan. Para brahmana memiliki
kewajiban sebagai penasehat pada kaum kesatria dalam melaksanakan roda
pemerintahan. Rsi, pedanda, pendeta, pastur, dan pemuka-pemika agama lainnya,
dokter, ilmuwan, guru dan profesi yang sejenis dapat digolongkan ke dalam kasta
Brahmana.
b. Kasta Ksatria
Kasta Ksatria terdiri dari kelompok yang memiliki sikap pemberani, jujur,
15
tangkas dan memiliki kemampuan managerial dalam dunia pemerintahan.
Mereka yang masuk ke dalam golongan kasta Ksatria ini antara lain:
raja/pemimpin Negara, aparatur Negara, prajurit/angkatan bersenjata.
c. Kasta Waisya
Kelompok Waisya adalah adalah kelompok yang mana mereka memiliki
keahlian berbisnis, bertani dan berbagai profesi lainya yang bergerak dalam
bidang ekonomi. Mereka yang malam dalam kasta ini diantaranya adalah
pedagang, nelayan, pengusaha dan sejenisnya.
d. Kasta Sudra
Adalah mereka yang memiliki kecerdasan terbatas, sehingga mereka lebih
cenderung bekerja dengan kekuatan fisik, bukan otak. Contoh profesi sudra
adalah pembantu rumah tangga, buruh angkat barang, tukang becak dan
sejenisnya. Bagi bangsa Dravida yang tidak mempunyai pekerjaan tetap,
umumya terdesak ke daerah selatan dan tidak di golongkan ke dalam kasta sudra,
tetapi dianggap sebagai bangsa yang tak berkasta. Mereka menyebutnya dengan
sebutan bangsa pArya yaitu orang-orang yang tidak dalam perhitungan hidup
sehari-hari (Khotimah, 2013: 13).

Dalam agama Hindu di ajarkan bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu
penderitaan atau kesengsaraan (samsara), akibat perbuatan (karma) yang kurang baik
pada masa sebelumnya. Manusia dilahirkan kembali (reinkarnasi) memperoleh
kesempatan untuk memperbaiki diri, sehingga pada masa kelahiranya nanti dapat
dilahirkan dalam kualitas kehidupan yang lebih tinggi. Sebaliknya jika berbuat jahat
ia akan di lahirkan kembali dalam kondisi kehidupan yang lebih rendah (Aryan dan
Wulandari, 2021: 12).

Para ahli sejarah menyatakan bahwa pendatang baru ini adalah Indo-Eropa yang
menyambut diri mereka sebagai bangsa Arya. Untuk mengetahui peradaban dan
agama bangsa Arya ini dapat terlihat dari isi kitab Weda yang merupakan puji-pujian
yang masyhur dan terdiri dari empat yang termasyhur, yakni Reg Weda. Yajur Weda,
Sama Weda Atarwa Weda. Agama Indo- Arya seperti yang ditemukan dalam kitab
16
Rig Weda di gambarkan tentang penjelmaan alam. Dewa-dewi agama Weda ini
merupakan penjelmaan lebih kurang sebagai pengejewantahan dari daya-daya
kekuatan alam. Agni dewa api, Bayu dewa angin, Surya dewa matahari, dan
seterusnya. Mereka dipandang sebagai mahluk yang lebih tinggi dari manusia, dan
kewajiban manusia untuk menyembah, mematuhi, dan memberi sesaji kepada mereka.
Jadi terdapat banyak Tuhan dalam agama bangsa Arya. Agama bangsa Arya sekarang
ini seperti tampak pada kitabnya yang berbentuk poleteisme, dan mempunyai
persamaan mitologi dengan pasangannya di Eropa (Khotimah, 2013: 6).

2.3.Hasil Kebudayaan Mohenjo Daro dan Harappa

Peradaban lembah sungai Shindu (Indus) dan Gangga merupakan salah satu
peradaban besar yang muncul di wilayah India. Sungai Shindu (Indus) dan Gangga
adalah sungai yang berada di daerah India bagian utara yang merupakan daerah subur,
sehingga sangat padat penduduknya. Kota Mohenjo Daro diperkirakan sebagai ibu
kota daerah lembah Sungai Shindu bagian selatan dan kota Harappa sebagai ibu kota
lembah Sungai Shindu bagian utara. Mohenjo Daro dan Harappa merupakan pusat
peradaban bangsa India pada masa lampau (Badrika, 2006: 121).

A. Penggalian di Mohenjo Daro


Dari barang-barang yang ditemukan di Mohenjo Daro nampak jelas bahwa
peradaban Lembah Sungai Indus sudah tinggi dan penduduk pun hidup makmur.
Mengenai kapan peradaban Lembah Sungai Indus ini berkembang, disimpulkan
oleh John Marshall sekitar abad ke 3 SM. Hal ini didasarkan pada beberapa
persamaan yang terdapat antara sungai Indus dengan Mesopotania. Nuriah Erwin,
(1990:5-6) mendeskripsikan barang-barang hasil penemuan di Mohenjo Daro itu
antara lain :
1. Materi-materi berhuruf, namun sangat disayangkan sampai saat ini belum
ada yang bisa membaca atau menafsikrkan huruf-huruf tersebut.
2. Bangunan-bangunan yang memberi kesan sudah berkembangnya peradaban
kota. Dari bekas-bekas rumah yang ditemukan jelas nampak bahwa rumah
17
tersebut memiliki pintu-pintu yang kecil, kemudian ukuran batu-batunya
hampir sama dengan batu-batu sekarang. Di samping rumah-rumah kecil
juga diketemukan rumah besar yang memiliki pendopo. Juga ditemukan
bekas kolam renang umum yang berukuran besar. Mengenai kolam renang
ini diduga mungkin berfungsi sebagai kolam renang seperi sekarang ini atau
sebagai kolam renang sakral tempat mandi para dewa-dewi, sesuai dengan
kepercayaan mereka. Peraturan yang baik telah dilaksanakan, nampak pula
dari bekas pengairan yang sudah teratur rapi di dalam kota, sistem irigasi
kota betul-betul dijalankan dengan apik. Meskipun tidak secanggih sckarang,
dari puing-puing yang ditemukan kita dapat mengetahui kepercayaan dan
keadaan sosial ekonomi penduduk saat itu. Selain sudah memiliki alat-alat
dari batu, juga mereka sudah menggunakan alat dari tembaga.
3. Perhiasan sebagai barang mewah yang menunjukan keindahan pun telah
ditemukan berupa kalung. gelang, anting-anting yang terbuat dari cemas atau
perak. Alat-alat rumah tangga. permainan anak-anak sudah di. hiasi dengan
seni gambar dan seni ukir yang indah. Ini- menunjukkan bahwa pencmuan di
Mohenjo Daro memperlihatkan peradaban yang tinggi.
4. Mereka telah mengenal binatang peliharaan scperti gajah, unta, kerbau dan
anjing. Di samping barang-barang yang dikctemukan di atas, pcncmuan di
Mohenjo Daro ini mempunyai keistimewaan tersendiri, yaitu barang yang
ditemukan dari penggalian yang paling bawah pun tetap ditemukan barang-
barang yang sama dengan yang ditemukan di lapisan bawah. Barang-barang
tersebut sudah menunjukkan peradabaa yang sudah tinggi. Jadi memang
peradaban Mahenyo Daro itu sudah modem sejak lama.

B. Penggalian di Harappa
Nuriah Erwin (1990:8) mengmukakan bahwa penemuan yang terdapat di Harappa
terdiri dari :

18
1. Arca-arca yang telah memiliki nilai seni yang bermutu tinggi. Kemudian
materi-materi yang dipergunakan untuk stempel barang-barang perdagangan
antar negara.
2. Ukiran-ukiran kecil yang dibuat dari terra cotta dengan berbagai bentuk,
seperti bentuk wanita telanjang dengan dada terbuka. Ini menggambarkan
bahwa hubungan dengan kepercayaan umum pada agama Hindu mulai
timbul. Patung wanita tadi menggambarkan kesucian seorang ibu/wanita
scbagai sumber kehidupan.
3. Alat dapur dari tanah liat serta periuk belanga dan pembakaran dari batu-
batu yang demikian kerasnya, karena ternyata barang-barang itu masih kuat
sampai sekarang.
4. Sebuah patung pohon di samping seorang dewa yang dilukiskan pada
materai juga menggambarkan adanya bayangan bahwa mungkin yang
dimaksud adalah kesucian pohon bodhi tempat Sidharta Gautama menerima
wahyu beberapa ratus tahun kemudian.
5. Arca-arca yang melukiskan manusia lembu yang menyerang harimau, lembu
yang bertanduk satu dan sebagainya menggambarkan bahwa mereka
menganggap suci binatang.

Secara umum Arshadi, (2016:80-82) memaparkan peninggalan dari kedua kota


tersebut, yaitu :

1. Dari Kota Harappa ditemukan dua buah arca yang telah hilang kepalanya,
yang mempunyai bentuk badan yang lebih bersifat naturalistik. Salah satu dari
arca itu yang mula mula bertangan empat dan berkepala tiga berdiri di atas
kaki kanan, sementara kaki kirinya terangkat.
2. Di beberapa tempat di Mohenjo Daro ditemukan beberapa benda arca, di
antaranya berupa seorang pendeta yang berjanggut. Arca ini memakai pita
yang melingkari kepalanya, sedangkan ia berpakaian baju yang berhiaskan
gambar-gambar yang menyerupai daun semanggi yang berdaun tiga. Hiasan
daun semanggi ini, rupanya juga lazim dipakai di Sumeria, Mesir dan Krete.
19
3. Dari kedua kota itu juga ditemukan sejumlah materai tanah liat dengan hiasan
bermacam-macam. Gambar-gambar itu diduga menggambarkan dewa-dewi.
Salah satu gambar wanita dilukiskan dengan bagian-bagian badan yang besar.
Ciri yang demikian mengacu kepada Dewi Kesuburan.
4. Terdapat pula gambar-gambar hewan, seperti buaya, gajah dan badak. Materai
dengan gambar dewa-dewi dan hewan ternyata sama dengan benda sejenis
yang ditemukan di Sumeria. Kenyataan ini menunjukkan bahwa telah ada
hubungan antara kedua tempat itu (India dan Sumeria). Hubungan ini
mungkin berupa hubungan perdagangan.
5. Berdasarkan penggalian di Harappa dan Mohenjo Daro, ditemukan pula
beberapa bukti tentang adanya perencanaan dan perancangan kota dan
arsitektur yang sudah sangat baik pada Zaman Kuno. Pada kedua tempat itu
ditemukan bekas-bekas kota besar yang ditata berdasarkan petunjuk-petunjuk
yang berhubungan dengan kesehatan, keindahan dan pertahanan. Rumah-
rumah yang besar, yang terbuat dari batu bata, didirikan di tepi jalan raya
yang sudah sesuai dengan arah tiupan angin. Jalan dibuat selebar 8 meter,
membujur arah Utara-Selatan. Setiap 40 meter, terdapat jalan kecil selebar
1,5 – 3 meter memotong dari arah Barat-Timur sehingga membentuk blok-
blok. Semua pintu rumah menghadap ke jalan. Dengan ini angin yang
membawa hawa sejuk dapat masuk ke jalan raya dan ke rumah rumah.
Rumah-rumah besar yang bertingkat tiga mempergunakan pipa-pipa dari
tanah untuk mengalirkan air dan segala kotoran dari tingkat yang atas ke
bawah, yang akhirnya dimasukkan ke dalam selokan di dalam tanah. Bentuk
bangunan baik di Harappa maupun di Mohenjo Daro menyerupai benteng. Di
Mohenjo Daro ditemukan sebuah bangunan yang berfungsi sebagai kolam
pemandian besar dilengkapi pipa-pipa air, ukurannya sekitar 45 x 22,5 meter
persegi.
6. Selain itu ada gudang gandum, tempat peleburan logam, tempat menenun kain,
tempat bermusyawarah, dan bangunan stupa dan tempat pemujaan.

20
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Kota Mohenjo Daro diperkirakan sebagai ibu kota daerah lembah Sungai Shindu
bagian selatan dan kota Harappa sebagai ibu kota lembah Sungai Shindu bagian utara.
Mohenjo Daro dan Harappa merupakan pusat peradaban bangsa India pada masa
lampau. Peradaban sungai Indus kuno (Mohenjodaro dan Harappa) memiliki
kenyataan penting yang menunjukkan Śivais mememiliki sejarah jauh kebelakang
menuju abad Chalcolithic atau bahkan lebih lanjut sebagai keyakinan hidup
masyarakat purba di dunia. Pada masa peradaban Mohenjo Dari dan Harappa bangsa
yang menempatinya adalah bangsa Dravida. Mereka pertama kali menetap di barat
laut India dan secara bertahap pindah ke pedalaman bagian timur dan selatan.
Pembangunan kota Mohenjo Daro dan Harappa didasarkan atas suatu perencanaan
tata kota yang pasti dan teratur baik.

Zaman Weda dibagi menjadi dua yaitu Zaman Weda Awal (Early Vedic Period), dan
zaman Weda akhir (Later Vedic Period). Zaman Weda awal dimulai dari Zaman Rg
Weda menjelaskan konsep ketuhanannya dan kepercayaan mempercayai dewa-dewa,
mempercayai leluhur. Zaman Weda akhir dimulai dari penggunaan pustaka suci Sama
Weda, Yajur Weda, dan Atharva Weda termasuk juga pustaka-pustaka Brahmana,
Aranyaka dan Upanisad. Zaman Weda ditandai dengan datangnya Bangsa Arya ke
wilayah Asia Selatan. Peradaban dan agama bangsa Arya dapat dilihat dari isi kitab
Weda yang merupakan puji-pujian yang masyhur dan terdiri dari empat yang
termasyhur, yakni Reg Weda. Yajur Weda, Sama Weda Atarwa Weda.

Peninggalan dari adanya peradaban Mohenjo Daro dan Harappa yaitu ditemukannya
arca seorang pendeta berjanggut, Hiasan daun semanggi, ditemukan juga sejumlah
materai tanah liat dengan hiasan bermacam-macam. Selain itu perencanaan dan
perancangan kota dan arsitektur yang sudah sangat baik pada Zaman Kuno juga

21
ditemukan disertai bangunan berupa gudang gandum, tempat peleburan logam,
tempat menenun kain, tempat bermusyawarah, dan bangunan stupa, tempat pemujaan
Agama Budha, lengkap dengan arcanya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abu, Suud. 1988. Memahami Sejarah Bangsa-bangsa di Asia Selatan (Sejak Masa
Purba sampai Masa Kedatangan Islam). Jakarta: Dedikbud, Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.

Arshadi. 2016. Dunia Kuno: Sumeria-Mesir-India. Jakarta:Arsitektur UMJ Press

Arta, K. S., Yasa, I. W. P. (2019). SEJARAH ASIA SELATAN Dari Praaksara Sampai
Modern. Jateng: Penerbit Lakeisha.

Aryana, I. M. P dan Wulandari, I. A. G.. Peta Konsep Perkembangan Agama Hindu :


Pemahaman Awal Pendidikan Agama Hindu. Jurnal Pendidikan Hindu.
Volume 8. Nomor 1. 2021

Badrika, I Wayan. (2006). Sejarah untuk SMA jilid 1 Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Departemen Agama RI. 1996. Buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Hanuman Sakti.

Eka, Putu Sura Adnyana. Karya Prof. Phalgunadi “Sekilas Sejarah Evolusi Agama
Hindu” Menelisik dan Memahaminya dalam Bingkai Filsafat Sejarah Hindu.
Jurnal Filsafat. Vol. 11, No. 2. 2020.

Hermana, Hena Gian. Green History Dalam Buku Teks Sejarah. Jurnal Historia. Vol
2. No 1. 2017.

Honiq. A. G. 1997. Ilmu Agama. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Idedhyana, Ida Bagus dan Suryada, I Gusti Agung Bagus. Serpihan Teori Arsitektur
India Purba. Jurnal Dinamika Kebudayaan. Vol 11, No 2. 2009.

Khotimah. 2013. Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya. Riau: Daulat Riau.

Nuriah, Erwin Tuti. 1990. Asia Selatan Dalam Sejarah. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

23
Purnomo, I Made Bagus Andi. Teori Invasi Ras Arya Dalam Hindu: Studi Komparasi
Pemikiran Barat Dan Timur. Jurnal Danapati. Vol 1. No 1. 2020.

Septianingrum, A. 2017. Sejarah Dunia Kuno Empat Benua. Yogyakarta: Anak Hebat
Indonesia.

Sihombing. 1902. Sejarah India dan Kabudayaan. Sumur Bandung. Bandung.

Sudarmanu. 2013. Sejarah dan Perkembangan Tradisi Śivaisme di India. Jurnal


Avatara. Volume 1. Nomor 1.

Tim Penyusun. 2016. Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama Hindu.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian
Riset dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

24

Anda mungkin juga menyukai