Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FILSAFAT SEJARAH

“ Wacana Filsafat Sejarah Spekulatif ”

Dosen Pengampu :

Dr. Erniwati,SS,M.Hum

Disusun Oleh:

Kelompok I

Abdul Hasan (21046090)

Dhea Mardalia Putri (21046170)

Muhammad Irsyad (21046130)

Rizki P.I.Hutagaol (21046143)

Yurike (20046107)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil”alamin, puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah


SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Wacana Filsafat Sejarah Spekulatif” ini dengan
tepat waktu. Selanjutnya salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah mengantarkan kita dari zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh ilmu
pengetahuan dan meninggalkan dua pedoman hidup bagi manusia yaitu Al-Qur’an dan As-
Sunnah.

Tidak lupa pula penulis ucapkan rasa terima kasih untuk dosen pengampu mata kuliah
Filsafat Sejarah yaitu Dr. Erniwati,SS,M.Hum yang telah membimbing dan memberi
kepercayaan pada kelompok IV untuk menyelesaikan makalah ini. Sehingga dengan
maksimal kami membuat makalah ini walaupun masih belum sempurna dari segi materinya.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dari segi isi dan penulisannya serta jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan mendidik dari pembaca untuk
perbaikan selanjutnya. Walaupun demikian penulis tetap berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua yang membacanya. Terima kasih.

Padang, 17 Februari 2023

Kelompok I
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. ii

Daftar Isi ......................................................................................................... iii

BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2

BAB II: PEMBAHASAN ..............................................................................

A. Titik Tolak : Tragedi Sejarah umat manusia........................................


B. Bidang garapan FS Spekulatif .............................................................
1. Homoshitpricus : Konsepsi tentang manusia……………………
2. Kekuatan/ faktor penggerak sejarah……………………………..
3. pola gerak sejarah………………………………………………..
4. makna dan tujuan hakiki sejarah ....................................................

BAB III: PENUTUP ......................................................................................

A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat Sejarah Spekulatif merupakan suatu perenungan filsafati mengenai
tabiat atau sifat-sifat gerak sejarah, sehingga diketahui srtruktur-dalam yang
terkandung dalam proses gerak sejarah dalam keseluruhannya. Menurut Ankersmit
(1987: 17), umumnya terdapat tiga hal yang menjadi kajian filsafat sejarah spekulatif,
yaitu pola gerak sejarah, motor yang menggerakkan proses sejarah, dan tujuan gerak
sejarah. Melalui tiga hal ini, lebih-lebih untuk hal yang ketiga, sistem-sistem sejarah
spekulatif tidak hanya berbeda dengan pengkajian sejarah “biasa” karena secara
khusus meneropong masa depan, juga, dalam pengungkapannya mengenai masa
silam, cara kerja seorang filsuf sejarah spekulatif berbeda dengan cara kerja seorang
peneliti sejarah yang “biasa”. Apa yang ditemukan dan diungkapkan oleh seorang
peneliti sejarah “biasa”, bagi seorang filsof sejarah spekulatif baru merupakan titik
permulaan.
Bila seorang filsuf sejarah spekulatif sudah maklum bagaimana proses
sejarah terjadi (di sini seorang peneliti sejarah “biasa” berhenti), maka ia ingin
menemukan suatu arti atau kecenderungan lebih dalam di dalam proses ini. Sering
kita merasa tidak puas dengan sebuah pemaparan dan penjelasan mengenai proses
sejarah seperti yang terjadi; kita juga ingin memberikan suatu arti kepada masa silam
itu, sehingga aktivitas manusia pada masa silam itu memperoleh suatu makna.
Selanjutnya, Filsafat Sejarah Kontemplatif pun menaruh perhatian terhadap
pembahasan untuk membatasi pola-pola gerak yang diikuti sejarah dalam
perjalanannya dan meneliti tentang faktor-faktor yang membuat timbulnya suatu pola
tertentu dalam gerak sejarah. Langkah ini mereka lakukan lewat penyingkapan
hukum-hukum umum yang mendominasi gerak itu, disamping perhatian para pengkaji
itu untuk menemukan makna gerak itu. Terkadang ada yang berpendapat bahwa
makna gerak itu berkembang ke arah kebebasan, keadilan, perealisasian kehendak
tuhan, kemajuan ke arah penegakan kehendak manusia, dan sebagainya.
Sementara itu, menurut W.H. Walsh (W.H. Walsh, 1967: 16) dalam
bukunya yang berjudul An Intoduction to Phillosophy of History, menyatakan bahwa
sebelum mendefinisikan filsafat sejarah hendaknya memperhatikan pengertian kata
sejarah. Sejarah kadang-kadang diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa lalu (the totality of past human actions) atau history as past actuality, dan
kadang-kadang diartikan pula dengan penuturan kita tentang pertistiwa-peristiwa
tersebut (the narrative or account we construct of them now) atau history as record.
Namun demikian, hingga abad XIX, apa yang disebut Walsh sebagai filsafat sejarah
spekulatif pada dasarnya adalah satu-satunya filsafat sejarah.
Filsafat sejarah spekulatif adalah perenungan filsafati mengenai sifat-sifat
suatu proses sejarah. Seorang filsuf sejarah spekulatif memandang proses sejarah
faktual dalam keseluruhannya dan berusaha menemukan suatu struktur dasar dalam
proses sejarah itu. Filsafat sejarah spekulatif mencari suatu struktur-dalam
tersembunyi yang ada di dalam proses historis yang menjelaskan mengapa sejarah
berlangsung demikian.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas ialah :
1. Apa titik tolak tragedy Sejarah umat manusia ?
2. Bagaimana bidang Garapan FS Spekulatif yang terbagi dari :
a. Homoshitpricus : konsepsi tentang manusia
b. Kekuatan atau factor penggerak Sejarah
c. Pola gerak Sejarah
d. Makna dan tujuan hakiki Sejarah

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan berdasarkan rumusan diatas yaitu :
1. Menjelaskan bagaimana titik tolak tragedy Sejarah umat manusia
2. Menjelaskan bagaimana bidan Garapan FS Spekulatif yangterbagi ke dalam
beberapa bagian yaitu, Homoshitpricus : konsepsi tentang manusia Kekuatan atau
factor penggerak Sejarah,Pola gerak Sejarah Makna dan tujuan hakiki Sejarah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Titik tolak : Tregedi Sejarah umat manusia


Menurut Friedrich Schleiermacher , teologi sejarah adalah disiplin sejarah,
yang mendekati bidang teologi dengan menggunakan metode yang digunakan dalam
studi fenomena sejarah lainnya. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa teologi
mempunyai titik tolak historis dan bukan spekulatif. Misalnya, Alkitab dan tulisan-
tulisan konsili ekumenis dianggap sebagai sumber sejarah dan isinya diperlakukan
sebagai kesaksian. Ini mencakup sebagian besar dari apa yang disebut
Schleiermacher sebagai kumpulan teologi yang sebenarnya dan dapat mencakup
teologi eksegetis , dogmatika , dan sejarah gereja .
Sebagai cabang teologi , ia menyelidiki mekanisme sosio-historis dan budaya
yang memunculkan gagasan, pernyataan, dan sistem teologis. Bidang ini berfokus
pada hubungan antara teologi dan konteksnya, serta pengaruh teologis atau filosofis
utama terhadap tokoh dan topik yang dipelajari. Landasan metodologis dan tujuannya
serupa dengan yang digunakan oleh sejarawan intelektual yang meneliti epistemologi
sejarah, khususnya seperti Matthew Daniel Eddy, yang menyelidiki hubungan budaya
antara teologi dan disiplin ilmu lain yang ada di masa lalu.
Pandangan evangelis menyatakan bahwa teologi sejarah harus selaras dengan
firman Tuhan atau harus selalu mengacu pada Kitab Suci. Segala sesuatu yang
bergerak pasti berasal dari penggerak atau sebab pertama, sehingga sampai kepada
penggerak pertama yang tidak bergerak (Prime Mover Unmoved), yakni Tuhan.
Dialah penyebab final yang menggerakkan segala sesuatu (causa prima).

B. Bidang Garapan FS Spekulatif


1. Homoshitpricus : konsepsi tentang manusia
MANUSIA KONSEP JAMAK
Konsep dari manusia adalah konsep generic, ia mengandung pengertian khas sebagai
suatu fenomena tunggal dan sekaligus jamak. Manusia sebagai perorangan/individu
dan manusia sebagai makhluk sosial terdapat dalam diri yang sama, tetapi satu sama
lain memiliki karakteristik berbeda. Dalam buku karangan Malinowski yang berjudul
“The Science of Man” menjelaskan bahwa konsep manusia disitu berkonotasi suatu
hal yang amat mendasar, belum jelas sama sekali manusia masuk dalam konsep jamak
atau tunggal.
Selanjutnya Prince Petter dalam bukunya yang berjudul “The Science Of
Anthropology” menjelaskan dari pernyataan Malinowski dalam kajian antropologi
sebagai ilmu tentang manusia. Tester selanjutnya membuat dengan jelas konsepsi
manusia dalam dua pengertian dan dalam tingkat yang berbeda yaitu pertama dari
sudut produk benda yang dihasilkannya dan kedua perilaku budayanya yang pertama
berkenaan dengan antropologi fisik yang mempelajari manusia sebagai anggota dari
animal Kingdom. Kerajaan hewan yang menciptakan alat bagi dirinya; yang kedua
berkenaan dengan teknologi yaitu mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Manusia adalah sebuah konsep jamak titik sejak dulu kala, banyak bidang ilmu yang
telah mencoba menemukan jawaban tentang misteri Apakah manusia itu. selain
teologi, juga ada filsafat, antropologi dan lebih belakangan psikologi, fisiologi dan
neurologi. Setiap filsuf sosial dan ilmu-ilmu sosial tanpa kecuali pada dasarnya
mengakui bahwa manusia adalah konsep dasar dalam kajian mereka Meskipun
demikian masing-masing memiliki penekanan hati yang berbeda-beda sesuai dengan
bidang garapan mereka masing-masing. Maka banyak istilah yang diberikan secara
terminologi bahwa manusia itu bersifat Homo Erectus Homo sapiens homo fever
homo habilis homo religius homo economicus dan homoluden.
Dari semua istilah di atas merupakan konsep yang digambarkan menurut
konteks pemikiran tertentu. Diantara dari beberapa pemikiran yang lazim dilakukan
untuk menjelaskan Apakah perbedaan manusia dengan hewan maka sering kita
mendengar bahwa manusia adalah sebuah makhluk sosial atau sosial animal namun
kesusilaan itu sendiri sebetulnya bukanlah ciri yang eksklusif dari manusia nyatanya
dalam dunia hewan ada makhluk sosial juga seperti Serigala semut lebah. Selanjutnya
ciri yang lainnya Jelaskan bahwa manusia adalah makhluk berpikir ini ungkapan dari
Rene Descartes. Seorang bapak rasionalisme modern mengatakan bahwa Cogito, Ergo
sum ( “Saya berpikir, maka itu saya ada”) dari ungkapan ini descartest mengacu
kepada prinsip bahwa eksistensi manusia di dunia lebih ditentukan oleh entitas fungsi
daya pikirnya ketimbang entitas lainnya. Sepertinya hal Plato deskartes percaya,
seperti bahwa pengetahuan yang benar atau pengetahuan yang dapat diandalkan
bukanlah diturunkan dari pengalaman, melainkan dari dunia pikiran. Inilah kenyataan
yang sudah ada bersama kita dalam bentuk ide-ide yang tidak kita pelajari melainkan
Turbo berikan oleh alam titik inilah yang menjadi titik tolak atau dasar pikiran kaum
rasionalis.
Sedemikian pentingnya ciri ini, sehingga orang percaya bahwa kebenaran
yang satu menjadi ciri khas yang membedakan manusia dengan hewan. Seseorang
baru dikatakan manusia bila ia mengfungsikan pikirannya atau akalnya. Martabat
manusia dipandang dari daya pikirnya, jika manusia Hilang Ingatan atau daya pikir
seseorang hilang maka hilang pula marwahnya sebagai manusia atau yang sering kita
anggap dengan orang gila.
Kemudian herder menyanggah dari pernyataan derkastes ini dan menyatakan
bahwa di dunia ini, bukan hanya untuk berpikir, tetapi untuk merasa dan untuk hidup
belakangan adalah lagi yang merevisinya dengan menyatakan,” Aku Ada Karena Aku
menilai” tentu saja masih terdapat sejumlah upaya untuk membedakan manusia dan
hewan padahal secara logika kita dapat membedakan manusia dengan hewan dengan
cara yang rasionalitas yaitu dengan cara berpikir, karena dalam agama terutama
agama Islam menjelaskan bahwa perbedaan manusia dan hewan itu terletak pada
akalnya.... dalam Alquran dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan yang
paling sempurna dan diberkahi dengan akal sedangkan hewan tidak diberkahi dengan
akal maka itu yang paling membedakan secara kodrat. Tetapi dalam segi filsafat tentu
masih terdapat sejumlah upaya untuk membedakan manusia dan hewan, baik dari segi
fisiologis maupun dari segi perilaku dan proses belajar. Seorang filsuf yang paling
rinci menjelaskan kesamaan dan perbedaan antara manusia dan hewan adalah Pierre
Teilhard de Chardin dalam bukunya yang berjudul “Pehnomenon of Man”
menyatakan bahwa manusia-manusia awal yang disebut Homo sapiens itu
mempunyai antropologi, tetapi tidak sejarah titik sebagian besar eksistensi mereka di
masa lampau hampir tidak ada bedanya dengan hewan. Homo sapiens pada dasarnya
mutatis mutalis hidup dalam suatu keadaan alami seperti halnya binatang-binatang
liar. Pernyataan ini mungkin terkesan agak provokatif tetapi maksudnya hanyalah
semata-mata untuk menekankan kenyataan bahwa pada tingkat tertentu Kita tidak
perlu Terlalu membesar-besarkan perbedaan antara manusia homo sapiens dan hewan.
Karena kembali lagi kepada penjelasan yang terdapat dalam Alquran itu sudah
dijelaskan bahwa tingkat dan martabat manusia itu lebih tinggi daripada hewan.
Ambang yang membedakan manusia dan hewan, menurut De Cardin, ialah apa yang
disebutnya dengan point Omega yaitu suatu Ultra refleksi atau tingkat kesadaran
berpikir manusia dalam menyesuaikan diri dengan dan mengolah lingkungan
hidupnya. Manusia diberkahi oleh refleksi atau yang kita sebut berpikir yang unik itu,
memiliki kesadaran tentang apa yang terjadi dengan dirinya dan untuk itu ya secara
bebas mampu berkolaborasi dengan evolusi alam dan kemudian menundukkannya.
Dari penjelasan tentang konsep point Omega ini juga merupakan titik perangkat yang
baik untuk menyerahkan ciri eksklusif manusia yaitu homo historicus.

KONSEP TENTANG MANUSIA DALAM DIMENSI FILSAFAT


Dalam agama Islam, manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di
dunia ini, karena memiliki akal sebagai pembeda dengan binatang. Karena diberkahi
akal inilah yang menyebabkan manusia memiliki peradaban dan ilmu pengetahuan,
Dengan akal, membuat manusia selalu ingin tahu tentang segala sesuatu. Untuk
memenuhi rasa ingin tahu itu manusia menggunakan jalur pendidikan.
Dalam tulisan Zaenal Abidin ketika membahs tentang filsafat eksistensi Soren
Aabye Kierkegaard (1883-1855) pada jurnal Aryati1 dijelaskan bahwa eksistensi
manusia sebagai makhluk individu dijelaskan secara perkembangannya :
Tahap Estetis
Tahap estetis adalah tahap di mana orientasi hidup manusia sepenuhnya diarahkan
untuk mendapatkan kesenangan. Pada tahap ini manusia dikuasai oleh naluri-naluri
seksual (libido), oleh prinsip-prinsip kesenangan yang hedonistik, dan biasanya
bertindak menurut suasana hati (mood). Modela manusia estetis hidup untuk dirinya
sendiri, untuk kesenangan dan kepentingan pribadinya. Manusia estetis pun adalah
manusia yang hidup tanpa jiwa. Ia tidak mempunyai akar dan isi di dalam jiwanya.
Kemauannya adalah menginkatkan diri pada kecenderungan masyarakat dan
zamannya. Yang menjadi trend dalam masyarakat menjadi petunjuk hidupnya dan
oleh sebab itu ia ikuti secara seksama. Namun kesemuanya itu tidak dilandasi oleh
passion apapun, selain keinginan untuk sekedar mengetahui dan mencoba. Hidupnya
tidak mengakar dalam, karena dalam pandangannya pusat kehidupan itu ada di dunia
luar. Panduan hidup dan moralitasnya ada pada masyarakat dan kecenderungan
zamannya. Manusia estetis bisa mewujud pada siapa saja, termasuk pada para filusuf,
ilmuwan, sejauh mereka tidak memiliki passion, tidak mempunyai antusiasme,
komitmen dan keterlibatan tertentu dalam hidupnya. Jiwa estetis mereka tampak dari
pretensi mereka untuk menjadi “penonton obyektif” kehidupan. Mereka hanya

1
Aryati, A. (2018). Memahami Manusia Melalui Dimensi Filsafat (Upaya Memahami Eksistensi Manusia). El-
Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 7(2), 79-94.
mengamati dan mendeskripsikan setiap kejadian yang mereka amati dan alami dalam
kehidupan tanpa berusaha untuk melibatkan diri ke dalamnya.

a. Tahap Etis
Pada tahap ini merupakan perkembangan karakter yang dimana manusia yang
tadinya estetis menjadi etis, etis yang dimaksud adalah mereka mulai menerima
semua kebijakan kebijakan moral yang ada dan mulai memperbaiki dirinya serta
membuang prilaku yang sebelumnya telah melekat pada dirinya. Pada tahap ini
manusia tidak lagi mengikuti nafsunya dan memilih passion sebagai jalan hidupnya,
yang tadinya seksualitas sebagai kesenangan berubah tujuan menjadi tugas tugas
sebagai manusia yang berkembang biak. Manusia etis mengikat diri mereka kepada
pedoman pedoman yang memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi.

b. Tahap Religius
Hidup dalam Tuhan adalah hidup dalam subyektivitas transenden, tanpa
rasionalisasi dan tanpa ikatan pada sesuatu yang bersifat duniawi. ndividu yang
hendak memilih jalan religius tidak bisa lain kecuali berani menerima subyektivitas
transendennya itu- subyektivitas yang hanya mengikuti jalan Tuhan dan tidak lagi
tertarik baik pada nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal (eksistensi etis)
maupun pada tuntutan pribadi dan masyarakat atau zamannya (tahap estetis).

2. Kekuatan/faktor Penggerak Sejarah

Gerak Sejarah merupakansalah satu di antara empat pokok pembahasan yang lazim
ditemukan dalam kajian filsafat sejarah spekulatif :

1. Konsepsi tentang manusia homohistoricus (manusia sebagai makhluk sejarah).


2. Kekuatan penggerak sejarah (driving force); faktor tunggal dalam sejarah
3. Gerak sejarah berbagai model pola gerak sejarah ( lihat dibawah )
4. tujuan akhir atau makna hakiki perjalanan semua sejarah (sejarah universal)
Dalam hal ini sejarah memiliki makna (meaning) memiliki makna yang lebih dalam, tidak
terbatas pada konteks peristiwa empirik, melainkan makna sejarah secara kesuluruhan.
Se- jarah memiliki makna apabila ia mencapai tujuan sesuai dengan prakonsepsi yang
dimiliki menurut cara pandang mazhab atau aliran filsafat sejarah masing-masing
(Hegelian, Matx- ist, dll.).

Gerak sejarah sebagaimana dipahami filsuf sejarah merupakan suatu hasil perenungan
falsafati tentang tabiat atau sifat-sifat gerak sejarah, sehingga diketahui struktur immanent
(tetap) dalam proses gerak sejarah secara keseluruhan. Di sini berlaku hukum determin isme
sejarah. Ini tentu berbeda dengan narasi sejarah yang biasa, yang hanya menggambarkan
segala sesuatu dalam konteks sejarah tertentu tanpa mencari sebab-sebab mutlak atau sebab
yang pasti (deterministik) yang bersifat tunggal. Dalam sejarah naratif yang biasa, rangkaian
peristiwa historis yang dipelajari terbatas pada konteks peristiwa historis tertentu.

Beberapa model Gerak Sejarah.

Pola Gerak Sejarah Keterangan


Gerak Siklus Gerak sejarah siklus berlangsung secara alami sesuai den-
gan hukum Fatum (takjdir, nasib), di mana gerak sejarah
ditentukan oleh hukum alam (sistem musim, tumbuhan, atau
siklus hidup manusia dari kelahiran hingga kematian.
Gerak Spiral Gerak sejarah siklus berlangsung secara alami sesuai den-
gan hukum Fatum (takjdir, nasib), di mana gerak sejarah
ditentukan oleh hukum alam (sistem musim, tumbuhan, atau
siklus hidup manusia dari kelahiran hingga kematian.
Linear atau Garis Lurus Sejarah bergerak ke depan menuju kemajuan atau dari
(Progress) tingkat yang lebih rendah, terkebelakang ke tingkat yang
lebih tinggi atau lebih sempurna.
Dialektik Sejarah bergerak menurut irama dialektika: tesis-antitesis
dan sintesis. Tesis adalah pangkal (ata awal, anti-tesis
(pembatalan) dan sitensis (kebatalan pembatan). Artinya
sejarah selalu berlangsung dalam pertentangan
(perbenturan) antara yang lama (tesis) dan yang baru; yang
lama ditolak, kemudian muncul alternatif baru. Alternatif
baru kemudian menumbulkan masalah dan ditolak dan
kemudian diperbaharui lagi dan begitulah seterusnya. Jadi di
sini berlaku semacam hukum “pelunturan”.
Tak Berbentuk (Amorph) Gerak sejarah tidak mungkin dapat dipolakan, distruktur-
kan karena sejarah bergerak “liar” tanpa dapat dibaca atau
diprediksi manusia. Gerak sejarah mengalir menurut arah
yang jamak, tidak bisa diterka.
Jatuh-Bangun ( Up and Sejarah seperti halnya dengan prinsip keilmuan apa pun
Down ), Hero, Orang Besar memiliki tanggung jawab etis. Kebena- ran sejarah
(kebenaran ilmu) memiliki dampak positif dan negatif. Jika
sebuah kebenaran mem- bawa mudharat ketimbang manfaat
maka di situ terdapat pertimbangan etis

Gerak Sejarah Braudelian

Gerak sejarah yang dikemukakan di atas bersifat deterministik. Namun sejarah ilmiah juga
percaya bahwa gerak sejarah bisa dipelajari dan diprediksi menurut teori ilmiah (hukum
probalitas). Tokoh utama dalam garis ini ialah Fernand Braudel, sejarawan Perancis yang
terkenal itu. Sejarah bergerak menurut irama waktu yang dibaginya ke dalam tiga alur gerak
sejarah sebagai berikut:

1. Gerak sejarah jangka pendek ― the courte durée, biasanya berkenaan dengan sejarah
politik. Braudel menyebutnya histoire événementielle (sejarah peristiwa) yang cenderung
mengalami perubahan atau berfluktuasi secara cepat.

2. Gerak sejarah jangka menengah ― moyenne durée, biasanya berkaitan dengan sejarah
sosial-ekonomi, disebut histoire conjuncturelle, rangkaian kejadian dengan kecepatan sedang.

3. Gerak sejarah jangka panjang – longue durée , yaitu kejadian sejarah yang bergerak

sangat lambat laun, yang berlangsung lama di atas seratus tahun dan bahkan bisa millennium.
Barudel menyebutnya histoire structurelle (sejarah structural), biasanya terkait dengan gejala
perubahan dalam lingkungan alam atau geografi dan sampai tingkat tertentu juga budaya.
Misalnya sejarah iklim atau sejarah mentaliteit (budaya).

Dengan tipe gerak sejarah yang kedua ini kita dapat membangun skema sejarah dalam jangka
periode berbeda-beda. Model Braudelian sangat berpengaruh dalam riset sejarah masa kini
dan mereka biasanya lebih tertarik dalam mempelajari sejarah jangka panjang.

3. Pola Gerak Sejarah

Dalam filsafat sejarah, pola gerak sejarah merujuk pada pola perubahan yang terjadi dalam
sejarah. Ada dua pandangan utama tentang pola gerak sejarah, yaitu pandangan yang
menyatakan bahwa pola gerak sejarah sesuai dengan garis lurus (linear) dan pandangan yang
menyatakan bahwa pola gerak sejarah bersifat melingkar atau siklis (circular). Filsafat sejarah
spekulatif juga membahas mengenai pola gerak sejarah beserta faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga timbul pola-pola tertentu. Pola gerak sejarah juga dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lingkungan.
Dalam historiografi modern, pola gerak sejarah dipelajari dengan menggunakan metode yang
kritis dan sistematis, menggunakan sumber-sumber primer yang kredibel, verifikasi data,
analisis kritis, dan interpretasi objektif

Pola gerak dalam filsafat sejarah merujuk pada pendekatan atau konsepsi tentang bagaimana
sejarah berkembang atau bagaimana peristiwa sejarah saling terkait dan berubah seiring
waktu. Dalam perkembangan pemikiran sejarah, terdapat beberapa pola gerak yang telah
diusulkan oleh para filsuf dan sejarawan. Dua pola gerak yang sering dibahas dalam filsafat
sejarah adalah pola linear dan pola siklus

1. Pola Linear

Pola gerak linear menekankan pada pandangan bahwa sejarah memiliki arah atau tujuan
tertentu yang dituju dalam perkembangannya. Dalam pola ini, waktu dianggap bergerak maju
secara linear, dari masa lalu ke masa kini, dan menuju ke masa depan. Pemikiran ini sering
dihubungkan dengan filsuf-filsuf progresif yang percaya bahwa manusia dan masyarakat
bergerak menuju kemajuan yang lebih baik secara bertahap.

Konsep-Konsep Terkait:
Teleologi: Teleologi adalah gagasan bahwa ada tujuan atau akhir tertentu dalam peristiwa
sejarah.

Determinisme: Dalam beberapa versi pola gerak linear, determinisme dianggap sebagai
kekuatan yang menggerakkan peristiwa-peristiwa sejarah menuju tujuan akhir yang
ditetapkan.

Contoh dalam Sejarah dan Filsafat:

Pemikiran Hegelian: Filsuf Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Hegel, mengusulkan konsep
bahwa sejarah bergerak menuju pemahaman yang lebih baik tentang diri kita sendiri dan
kebebasan manusia. Baginya, proses dialektika (pertentangan antara thesis, antithesis, dan
synthesis) adalah cara utama di mana sejarah berkembang.

2. Pola Siklus

Pola gerak siklus menekankan pada pandangan bahwa sejarah mengikuti pola berulang atau
siklus tertentu. Dalam pola ini, peristiwa-peristiwa sejarah dianggap berulang dengan pola
yang sama atau serupa dari waktu ke waktu. Pandangan ini sering menyoroti bahwa
meskipun masyarakat dapat mengalami kemajuan atau kemunduran, pola dasar kehidupan
manusia dan masyarakat tetap tidak berubah.

Konsep-Konsep Terkait:

Eternal Recurrence: Konsep ini, yang diusulkan oleh filsuf Friedrich Nietzsche, menyatakan
bahwa sejarah dan kehidupan manusia berulang tanpa henti, menciptakan suatu siklus yang
tak berujung.

Contoh dalam Sejarah dan Filsafat:

Pemikiran Cicero: Cicero, seorang filsuf Romawi kuno, percaya bahwa sejarah manusia
mengikuti siklus yang berulang, dengan masyarakat bergerak dari fase kejayaan ke fase
kemunduran, dan kemudian kembali lagi.

Teori Toynbee: Arnold J. Toynbee, sejarawan Inggris abad ke-20, mengusulkan bahwa
peradaban manusia mengalami siklus pertumbuhan, kejatuhan, dan regenerasi. Dia
mengidentifikasi pola-pola ini dalam sejarah peradaban-peradaban kuno.
Pola gerak dalam filsafat sejarah ini sering digunakan sebagai kerangka kerja untuk
menganalisis dan memahami perkembangan sejarah manusia. Namun, perlu dicatat bahwa
tidak ada konsensus tunggal tentang pola gerak mana yang paling tepat atau relevan, dan
pandangan-pandangan ini terus berkembang seiring waktu dengan penemuan baru dan
interpretasi yang berbeda.

4. Makna & tujuan hakiki sejarah

Makna sejarah

Sejarah memiliki makna yang dalam dimana tidak hanya Terbatas pada konteks peristiwa
empirik,melainkan makna sejarah secara kesuluruhan. Sejarah memiliki makna apabila ia
mencapai tujuan sesuai dengan prakonsepsi yang dimiliki Menurut cara pandang mazhab atau
aliran filsafat sejarah masing-masing (Hegelian, Matxist, dll.). Dimana dalam hal ini terdapat
4 ide yang mendukungnya yaitu

Pertama, ide tentang kemajuan. Ide tentang kemajuan merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam sejarah kehidupan manusia. Ide tentang kemajuan dalam sejarah filsafat
telah ada sejak filsuf Yunani Kuno, Heraclitus, berpendapat bahwa realitas itu tidak tetap,
semuanya mengalir, (Reck, 1972: 185). Realitas tidak tetap dan terus mengalir menjadi
inspirasi bagi para filsuf abad ke-19, khususnya para filsuf sejarah. Mereka berpandangan
bahwa sejarah sebagai mana realitas pada umumnya bergerak terus-menerus dari masa lam-
pau ke masa kini dan akan menuju ke masa depan Konsep

Kedua, ide tentang waktu. Manusia dalam menjalani kehidupannya mengalami tiga
dimensi waktu, yaitu: waktu lampau, waktu sekarang dan waktu yang akan datang. Di antara
ketiga waktu itu, waktu sekarang menempati tempat istimewa sebab waktu yang sebenarnya
adalah waktu yang sekarang.Berdyaev, salah seorang filsuf sejarah, mengatakan bahwa
manusia dalam menyejarah menghayati waktu dalam tiga bentuk penghayatan. Pertama,
waktu yang dihadapi manusia dalam bentuk pergantian siang dan malam.Kedua, waktu
kesejarahan yang merentang antara masa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang. Di
dalam waktu kesejarahan ada perubahan yang menuju kepada pembaruan atau sesuatu yang
baru. Waktu kesejarahan juga dapat dihitung secara matematis. Rentang waktu kesejarahan
dapat dihitung dalam dekade, abad, ataupun milenium. Walaupun waktu kesejarahan dapat
dihitung secara matematis, tetapi setiap peristiwa dalam waktu kesejarahan tidak pernah
terulang kembali.Ketiga, waktu eksistensial, yaitu waktu yang tidak terpengaruh oleh
perhitungan matematis. Waktu eksistensial ditentukan oleh intensitas penghayatan manusia
atas penderitaan dan kebahagiaan.

Ketiga, ide tentang kebebasan. Manusia dalam menjalani hi- dup kesejarahannya
memiliki suatu modal yang utama, yaitu kebebasan. Kebebasan berarti kemampuan untuk
memilih secara merdeka. Manusia dengan kebebasannya itu menciptakan dirinya secara
terus- menerus.Bagi Hegel, kebebasan berkaitan dengan sejarah. Sejarah dunia menyajikan.

perkembangan kesadaran Ruh dari kebebasannya dan aktualisasi yang dihasilkan oleh
kesadaran. Perkembangan ini meru- pakan sebuah proses secara bertahap, serangkaian
determinasi kebe- basan yang muncul dari konsep sejarah dunia. (Hegel, 1953:78).

Keempat, ide tentang makna masa depan. Makna sejarah terletak pada adanya
kemungkinan mewujudkan cita-cita di masa depan. Proses sejarah merupakan jalan agar pada
akhirnya tujuan luhur yang dicita-citakan terwujud. Para filsuf sejarah berpendapat bahwa
makna sejarah terdapat dalam kemampuan manusia untuk mempersiapkan masa depan. Para
ahli filsafat sejarah spekulatif berpendapat bahwa makna sejarah terdapat dalam kemampuan
manusia untuk meramalkan masa depan. Artinya perbuatan manusia yang saling mengait
antara masa lampau, masa kini ditujukan untuk menuju ke masa depan yang dicita- citakan
(Ankersmit, 1987: 372).

Tujuan Sejarah

Tujuan sejarah adalah untuk menyadari hakikat keterlibatan manusia baik Dalam sisi
yang jelek maupun yang baik dalam proses peradaban yang terjadi. Kesadaran akan
keterlibatan manusia dalam proses sejarah membawa Konsekuensi pada konsep diri yang
positif. Manusia dapat Mengulang dan mengembangkan pengalaman yang positif. Pada saat
yang Bersamaan, manusia dapat meminimalkan pengalaman yang negatif. Manusia Dapat
menempatkan dirinya sebagai subjek sekaligus objek sejarah. Untuk itu,Bagi manusia yang
bertanggung jawab tidak dapat mengelak dari posisinya Sebagai makhluk yang menyejarah.
Serta adapun filsafat Sejarah bertujuan untuk

• Menyelidiki sebab-sebab terakhir peristiwa sejarah agar dapat diungkap hakikat dan
makna terdalamnya.
• Memberikan jawaban atas pertanyaan, kemanakah arah sejarah, serta menyelidiki
semua sebab timbulnya perkembangan segala sesuatu.
• Membentuk visi sejarah seseorang agar menjadi luas dan mendalam; Membentuk
pikiran sejarah seseorang agar menjadi analitis, kronologis dan arif-bijaksana.

Membentuk dan menyusun isi, hakikat dan makna sejarah, sehingga mampu
menyusun pandangan Dunia untuk filsafat sejarah Dunia atau pandangan nasional
untuk filsafat sejarah Nasional Indonesia (Tamburaka, 1999: 142-143).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Filsafat sejarah yang berkembang pada Abad Pertengahan salah satunya


yaitu filsafat sejarah spekulatif. Filsafat sejarah spekulatif merupakan suatu
perenungan filsafati tentang tabiat atau sifat-sifat dalam proses sejarah.Pada
umumnya, filsuf sejarah spekulatif selalu berusaha untuk menemukan tiga
pertanyaan dasar, yaitu apakah arti dan makna dari suatu sejarah, apa yang
menjadi penggerak dalam proses sejarah, dan apakah tujuan akhir dari proses
sejarah. Hal ini senada dalam bukunya Ankersmit yang berjudul "Refleksi tentang
Sejarah : Pendapat-pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah" bahwa kajian
filsafat sejarah spekulatif ada tiga, yaitu pola gerak sejarah, motor penggerak
sejarah, dan tujuan akhir proses sejarah.
Dari tiga kajian filsafat sejarah spekulatif yang telah dipaparkan di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat sejarah spekulatif pada Abad Pertengahan
terfokus pada religi dan teologi. Begitu juga dengan filsafat sejarah spekulatif
berdasarkan pandangan filsuf sekaligus teolog Santo Augustinus bahwa proses
sejarah umat manusia digerakkan oleh kekuatan dan kekuasaan Tuhan serta
bergerak secara linear dari awal hingga akhir. Karena digerakkan oleh Tuhan
secara linear, maka tujuan dari proses sejarah menurut filsafat sejarah spekulatif
adalah menangnya Kerajaan Tuhan atau kebaikan di atas segala bentuk kejahatan.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini,kami menyadari bahwa apa yang kami tulis
masih banyak terjadi kesalahan kesalahan,baik dari segi isi (materi) dan
sistematika penulisan.Olehnya itu,penulis meminta sumbangsi saran dan
pemikiran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini,sehingga
menjadi suatu bacaan yang dapat bermamfaat untuk setiap orang yang
membacanya.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, S., Pratama, R. A., & Perdana, Y. (2020). Gerak Laju Sejarah dalam Pandangan Filsafat
Karl Marx. Jurnal Artefak, 7(2).

Zed, M. (2018). Tentang konsep berfikir sejarah. Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Budaya, 13(1).

Zed, M. (2018). Tentang konsep berfikir sejarah. Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Budaya, 13(1).

Mestika Zed. (2010) Pengantar Filsafat Sejarah. Padang: UNP Press(hal 22-25)

Aryati, A. (2018). Memahami Manusia Melalui Dimensi Filsafat (Upaya Memahami


Eksistensi Manusia). El-Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 7(2), 79-94.

Munir, Misnal. “Ide-Ide Pokok dalam Filsafat Sejarah.” Jurnal Filsafat 22.3 (2012):
273-299.

Zed, Mestika. “Tentang konsep berfikir sejarah.” Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah Ilmu-
Ilmu Budaya 13.1 (2018).

SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah, Vol. 4, No. 1 (Januari-Juni
2022): 1-10.

Anda mungkin juga menyukai