Npm : 2110103010074
Mk : Filsafat Politik 01
Bab I Pengertian
Filsafat politik adalah konsep tentang negara. Negara merupakan institusi yang memiliki
kekuasaan yang luar biasa, baik dalam arti positif pun negatif. Filsafat politik merupakan satu
cabang dari filsafat moral (praktis) yang merefleksikan secara ilmiah-filosofis persoalan institusi
dan organisasi kenegaraan. Filsafat politik dikenal juga dengan nama filsafat negara
(Staatsphilosophie).
Dewasa ini setiap negara modern sekurang-kurangnya harus memenuhi empat syarat utama
yakni:Pertama, unsur teritorial. Kedua, penduduk. Ketiga, memiliki pemerintahan yang berdaulat.
Pemerintahan berdaulat berarti memiliki hak dan kewenangan untuk mengeluarkan undang-
undang dan memaksakan pelaksanaannya. Kewenangan tersebut dibangun di atas sistem hukum
yang didukung oleh birokrasi, sistem kepolisian dan militer. Pemerintahan berdaulat juga
memiliki Gewaltmonopol (kewenangan menggunakan kekerasan fisik) yang mendapat legitimasi
demokratis dari warga negara. Keempat, negara harus merdeka secara politis dan kedaulatannya
diakui secara internasional.
Jangkauan Tugas Negara(Kenyataan bahwa negara tampil sebagai aktor,akan menjadi problematis
jika ia berpretensi untuk mendapat dukungan langsung atau tidak langsung yang lebih kuat dari
warga.Persoalan menjadi lebih masif lagi dalam hubungan dengan jumlah pajak dan pengeluaran
yang sangat tinggi atau dalam kaitan dengan jangka waktu wajib militer atau kerja sosial yang
panjang dan berat. Persoalan ini menuntun kita ke pertanyaan yang lebih mendasar tentang basis
legitimasi negara untuk menuntut loyalitas warga dan sejauh mana tuntutan tersebut masih
dipandang legitim. Itulah soal tentang kewajiban- kewajiban politis yang masih harus dibahas
kemudian).
Civil Disobedience
Pembangkangan sipil adalah satu bentuk pelanggaran undang-undang yang diperhitungkan dan
dijalankan atas dasar pertimbangan- pertimbangan politis prapositif. Pembangkangan sipil biasanya
dilakukan oleh sekelompok orang dan jarang sekali oleh individu. Pembangkangan sipil bertujuan
mengartikulasikan protes fundamental atas opini publik dominan, struktur politik yang menindas
atau validitas undang-undang yang dipersoalkan. Pelanggaran biasa terhadap undang- undang
umumnya digerakkan oleh motivasi egoistis. Aksi pembangkangan sipil biasanya lahir dari kesadaran
moral yang sangat tinggi. Ia berpijak pada rasa keadilan yang dilukai, adanya ancaman masif atau
rasa marah yang luar biasa. Dalam menentang kondisi hukum yang berlaku para pembela civil
disobedience merujuk pada sumber hukum yang lebih tinggi seperti konstitusi, preambel
Perserikatan Bangsa-Bangsa, konsep hukum kodrat atau hukum Ilahi.
Rangkuman
Ada dua opsi yang muncul dalam sejarah. Opsi pertama adalah model negara lemah berdasarkan
prinsip laissez-faire. Opsi kedua merupakan konsep negara kuat dengan tanggung jawab tatanan
politis yang komprehensif. Konsep negara kuat mengandung bahaya terperosok ke dalam tiga
tendensi negatif: model negara sosial yang mengurus segalanya, bahaya totalitarisme dan
paternalisme negara.
Untuk memperjelas dan mempertajam intuisi kita tentang jangkauan kegiatan negara, maka tinjauan
tentang dasar-dasar teoretis konsep institusi dan kekuasaan penting diperhatikan. Institusi di satu
sisi dimengerti sebagai kebiasaan sosial dan di sisi lain organisasi badan. Pemahaman institusi
sebagai badan organisasi mendapat perhatian khusus pada zaman modern. Institusi di sini
menampilkan dua esensi dasar. Di satu sisi ia meringankan tugas individu dan mempermudah
terbentuknya kooperasi sosial, dan di sisi lain institusi mengurangi potensi dan memangkas radius
tindakan individu.
Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan seorang individu atau sebuah institusi untuk
memaksakan kehendaknya secara efektif pada pihak lain sekalipun mengalami perlawanan. Penting
dicatat, bahwa kekuasaan tidak hanya berarti represi, paksaan, pemerasan dan penindasan, tapi juga
mengungkapkan momen-momen konstruktif. Dalam hubungan dengan ini dapat dijelaskan bahwa
harus terdapat sebuah primat politik dan kewenangan negara yang menyeluruh supaya konsep kita
tentang kompetensi pengaturan politis memiliki makna.
Dalam demokrasi term-term seperti kewenangan mengatur, otoritas politis, kewenangan memaksa,
Gewaltmonopol dan soverenitas absolut pengertiannya tidak lebih dari syarat-syarat institusional
dan fungsional yang harus dipenuhi agar standar- standar moral dan pragmatis tertentu tetap
terjaga dalam ranah tindakan kolektif kita.
Martabat Manusia
Kita telah melihat bahwa ide hak-hak asasi manusia memiliki implikasi yang sangat luas. Hak-hak
asasi manusia merupakan sebuah konsep dengan tuntutan-tuntutan yang luar biasa. Hal ini tampak
antara lain dalam lima karakter dasarnya seperti dirumuskan oleh Robert Alexy. Pertama,
universalitas hak-hak asasi manusia sehubungan dengan pemilik hak dan penanggung jawab. Kedua,
moralitas yang tampak dalam legitimasi rasional berhadapan dengan setiap model argumentasi.
Ketiga, aspek fundamental. Artinya, hak asasi manusia adalah harga mati untuk manusia seperti
misalnya hak hidup. Keempat, hak-hak asasi manusia memiliki prioritas di hadapan hukum positif.
Kelima, hak-hak asasi manusia bersifat abstrak dalam hubungan dengan tanggung gugat, bentuk
validitas dan batas-batasnya.
Kebebasan
Di samping konsep martabat manusia, kebebasan merupakan salah satu pilar normatif penting
dalam moral politik. Sebagai konsep tandingan terhadap pembatasan dan reglementasi di satu sisi
kebebasan memainkan peran penting dalam realitas politik dan di sisi lain berfungsi sebagai
ungkapan otonomi pribadi dan politik serta otonomi pilihan rencana hidup privat. Pengertian
kebebasan pertama berarti sebuah independensi atau kondisi tak adanya halangan dari pihak luar.
Kebebasan dalam arti kedua adalah sebuah opsi atau adanya kemungkinan pilihan untuk bertindak.