Anda di halaman 1dari 3

Liberalisme

Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan
pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama.

Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir
bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan
agama.

Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan
keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.

Ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life,
Liberty and Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar
Liberalisme tadi:

• Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia
mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial,
ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam
menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya
masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang
mutlak dari demokrasi.

• Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak
yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah
yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan dan kenegaraan
dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting
untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)

• Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak
menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by
the Consent of The People or The Governed)

• Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada
rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau
hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk
menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang),
persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.

• Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual)

• Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang
digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran
Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya
sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela
masyarakat telah mengalami kegagalan.

• Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini
disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa
semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah
berubah.

Dua Masa Liberalisme

Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. Ada dua macam Liberalisme, yakni
Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16.
Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada
Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme Modern,
karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah
hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core values)
tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. Jadi sesungguhnya, masa
Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir.

Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Setiap individu
memiliki kebebasan berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni
demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki
individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah kebebasan yang harus
dipertanggungjawabkan. Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan
bebas yang sebebas-bebasnya.

Pemikiran Tokoh Klasik dalam Kelahiran dan Perkembangan Liberalisme Klasik

Tokoh yang mempengaruhi paham Liberalisme Klasik cukup banyak – baik itu dari awal maupun sampai
taraf perkembangannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pandangan yang relevan dari tokoh-tokoh
terkait mengenai Liberalisme Klasik.

Marthin Luther dalam Reformasi Agama

Gerakan Reformasi Gereja pada awalnya hanyalah serangkaian protes kaum bangsawan dan penguasa
Jerman terhadap kekuasaan imperium Katolik Roma. Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. Pada saat
itu keberadaan agama sangat mengekang individu. Tidak ada kebebasan, yang ada hanyalah dogma-dogma
agama serta dominasi gereja. Pada perkembangan berikutnya, dominasi gereja dirasa sangat menyimpang
dari otoritasnya semula. Individu menjadi tidak berkembang, kerena mereka tidak boleh melakukan hal-hal
yang dilarang oleh Gereja bahkan dalam mencari penemuan ilmu pengetahuan sekalipun.Kemudian
timbullah kritik dari beberapa pihak – misalnya saja kritik oleh Marthin Luther; seperti : adanya
komersialisasi agama dan ketergantungan umat terhadap para pemuka agama, sehingga menyebabkan
manusia menjadi tidak berkembang; yang berdampak luas, sehingga pada puncaknya timbul sebuah
reformasi gereja (1517) yang menyulut kebebasan dari para individu yang tadinya “terkekang”.

John Locke dan Hobbes; konsep State of Nature yang berbeda

Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan konsep negara
alamaiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State of Nature. Namun dalam perkembangannya, kedua
pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama lainnya. Jika ditinjau dari
awal, konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya berbeda. Hobbes (1588 – 1679)
berpandangan bahwa dalam ‘’State of Nature’’, individu itu pada dasarnya jelek (egois) – sesuai dengan
fitrahnya. Namun, manusia ingin hidup damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru
– suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari
individu lain dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa). Sedangkan John Locke (1632 –
1704) berpendapat bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya kesenjangan
akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh orang lain sehingga mereka
membuat perjanjian yang diserahkan oleh penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi
penguasa sehingga tidak seperti ‘membeli kucing dalam karung’. Sehingga, mereka memiliki bentuk akhir
dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara), dimana Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi
Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional. Bertolak dari kesemua hal tersebut, kedua pemikir
ini sama-sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. Inti dari terbentuknya
Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun baik atau
tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara. Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan
Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan Negara menjadi terbatas – hanya sebagai
“penjaga malam” atau hanya bertindak sebagai penetralisasi konflik.

Adam Smith

Para ahli ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mahzab ekonomi klasik merupakan dasar sistem
ekonomi kapitalis. Menurut Sumitro Djojohadikusumo, haluan pandangan yang mendasari seluruh
pemikiran mahzab klasik mengenai masalah ekonomi dan politik bersumber pada falsafah tentang tata
susunan masyarakat yang sebaiknya dan seyogyanya didasarkan atas hukum alam yang secara wajar
berlaku dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pemikir ekonomi klasik adalah Adam Smith (1723-1790).
Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan ekonomi yang sangat luas, oleh Sumitro Djojohadikusumo
dirangkum menjadi tiga kelompok pemikiran. Pertama, haluan pandangan Adam Smith tidak terlepas dari
falsafah politik, kedua, perhatian yang ditujukan pada identifikasi tentang faktor-faktor apa dan kekuatan-
kekuatan yang manakah yang menentukan nilai dan harga barang. Ketiga, pola, sifat, dan arah
kebijaksanaan negara yang mendukung kegiatan ekonomi ke arah kemajuan dan kesejahteraan mesyarakat.
Singkatnya, segala kekuatan ekonomi seharusnya diatur oleh kekuatan pasar dimana kedudukan manusia
sebagai individulah yang diutamakan, begitu pula dalam politik.

Anda mungkin juga menyukai