Anda di halaman 1dari 6

LIBERALISME

Terdapat tradisi panjang dalam pemikiran liberal tentang karakteristik hubungan


internasional. Pada abad XVlll dan XIX, para filsuf dan pemikir politik berdebat tentang
berbagai masalah demi menetapkan aturan hubungan antar person yang adil, teratur, dan
damai. Salah satu penjelasan yang paling sistematis dan mendalam tentang masalah
perdamaian dunia dibahas oleh Filsuf jerman, Immanuel Kant pada 1795 dalam sebuah esai
yang berjudul Perpetual Peace (perdamaian abadi). Pemikiran sangat berpengaruh dalam
perkembangan dari hal yang sekarang kita kenal sebagai teori liberal.
Berbagai solusi terhadap masalah perang tidak ter jawab, bahkan oleh para pemikir
terkenal sekalipun. Pada abad XIX, para sarjana cukup puas dengan hanya menielaskan
peristiwa peristiwa sejarah dan studi tentang urusan urusan internasional umumnya
terbatas pada bidang sejarah diplomasi. Dengan meletusnya Perang Dunia l, kebutuhan
untuk menemukan cara cara guna mencegah Konflik terlihat semakin penting daripada
sebelumnya. Pembantaian yang kejam yang menandai konflik ini melahirkan determinasi
baru bahwa logika harus lebih dipilih dari emosi. Serombongan sarjana Hubungan
Internasional generasi baru sangat tertarik terhadap konsepsi yang mendukung hubungan
kerja sama di antara negara negara dan mengarah pada realisasi suatu tatanan yang adil,
seperti berdirinya Liga Bangsa Bangsa (LBB). Meluasnya sentimen anti perang pada saat itu,
terlihat memberikan dukungan publik luas yang diperlukan bagi keberhasilan institusi
seperti itu.
Idealisme kemudian mendominasi studi ”akademis Hubungan Internasional antara
Perang Dunia I dan II. Bagai manapun, keyakinan dasar idealisme tentang potensi kebaikan
umat manusia suatu pandangan positif terhadap karakteristik manusia hancur karena
tindakan agresif dari Jerman, Italia dan Jepang pada 1930 an yang mencemoh otoritas LBB,
seolah olah tanpa berpikir panjang dan tanpa memerhatikan masalah legalitas atau 'hak'
moral.
Setelah Perang Dunia II, idealisme meredup untuk waktu yang cukup lama. Akan tetapi,
pada 1970-an, generasi baru para sarjana liberal -yang disebut kaum pluralis liberal karena
alasan alasan yang akan dibahas nanti mulai membuat serangan serangan terhadap
dominasi realisme dalam HI. Perkembangan yang cepat dalam teknologi, pertumbuhan
organisasi organisasi seperti Komunitas Eropa, dan pengaruh dari berbagai peristiwa seperti
krisis minyak 1973 semua itu membuktikan tumbuhnya interdependensi dalam hubungan
internasional. Pada 1970-an juga muncul salah satu literatur kaum liberal tentang hubungan
'transnasional' dan 'masyarakat dunia'. Literatur literatur ini membuat terobosan yang
signifikan terhadap pemisahan pemisahan .
karakteristik yang kaku, seperti inside/outside (baca: pihak dalam/pihak luar),
domestik/internasional yang dipraktikkan Realisme. Lebih lanjut, kaum pluralis liberal
menunjuk kan pertumbuhan yang cukup signifikan dari perusahaan perusahaan
multinasional (MNCs), NGOs (LSM), dan pressure groups (sekelompok orang yang bekerja
sama memengaruhi pemikiran pemerintah atau pihak berwenang guna mencapai hasil yang
mereka inginkan.) Sebagai bukti bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya aktor penting
dalam hubungan internasional. Kaum pluralis liberal percaya bahwa kekuasaan dan
pengaruh dalam politik dunia kini dijalankan oleh serangkaian aktor. Lebih lanjut lagi, pada
waktu itu konflik tidaklah lagi merupakan proses utama dalam hubungan intemasional
sebagaimana, semakin meningkatnya, kerja sama dalam mengejar kepentingan kepentingan
bersama, merupakan ciri utama politik dunia. Di tahun tahun selanjutnya, kaum liberal telah
memberikan kontribusi penting bagi studi hubungan internasional dalam wilayah tatanan
internasional, institusi institusi, hak asasi manusia, studi keadilan dan perdamaian.

Pertama, Liberalisme seharusnya tidak disalah pahami begitu saja dengan idealisme.
Dalam pengertian sehari hari, istilah kaum idealis sering kali! digunakan dalam pengertian
negatif atau bertentangan, untuk menjelaskan seseorang yang dianggap tidak realistis -atau
seorang pemimpin. Bagaimanapun, istilah idealis mempunyai pengertian khusus dalam
filsafat, vaitu menunjukkan kepercayaan kepercayaan tertentu tentang pemahaman atas
karakteristik dunia dan manusia. Lebih lanjut, istilah kaum idealis juga melukiskan para filsuf
seperti Hegel yang sangat berpengaruh bagi Karl Marx Ditambah lagi banyak di antara
pemikiran liberal berakar pada tradisi utilitarian atau kaum empiris cukup berbeda dengan
idealisme. Konon, komitmen Kant untuk mewujudkan perdamaian dan mengukuhkan
sebuah tatanan internasional yang adil dengan hukum internasional yang mengatur
tindakan-tindakan negara, tersebar luas di antara kaum liberal saat ini. Jelas, seperti yang
Kant percayai bahwa suatu keadaan 'perdamaian abadi' (perpetual pence) tidak akan
terwujud dalam waktu dekat, kaum liberal kontemporer memercayai adanya hambatan-
hambatan dalam usaha untuk mencapai keadilan dan aturan hukum di dalam kondisi-
kondisi anarki, tetapi seperti halnya dengan kebanyakan di antara mereka menuntut bahwa
hal ini merupakan sesuatu yang ideal untuk diperjuangkan.
fakta yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa istilah 'liberal' telah diterapkan dalam
berbagai kepercayaan politik masyarakat luas. Kaum liberal mempunyai pandangan tentang
organisasi ekonomi masyarakat misalnya: yakni, kita bisa mengenali suatu pembagian dalam
pemikiran liberal antara mereka yang berpolitik 'sayap kanan', yang percaya bahwa
kebebasan individu harus diperluas ke dalam wilayah ekonomi. Dengan kata lain, seseorang
harus bebas untuk membeli dan menjual tenaga dan keahlian mereka sama halnya seperti
barang dan jasa dalam pasar bebas yang diatur dengan regulasi atau aturan yang minimal.
Sebaliknya, kaum liberal 'sayap kiri' menyatakan bahwa prinsip-prinsip kebebasan politik
dan persamaan hak bisa terancam oleh sentrailisaasi kekuasaan ekonomi dan kekayaan.
Aliran liberalisme ini mendukung peran intervensi bagi negara dalam penentuan regulasi
perekonomian, dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan dasar manusia dan
memperluas" kesempatan-kesempatan bagi orang-orang yang selama ini tersisih. Seperti
yang akan kita lihat nanti, kedua aliran dalam pemikiran liberal ini terkandung dalam
pendekatan neo-klasik pada ekonomi politik internasional.
satu jenis paham saja. Beberapa kaum liberal telah menetap kan ide ide dasar pemikiran
liberal dalam pemahaman mereka mengenai komunitas dan kewajiban politik dan mengenai
karakteristik dan peran pemerintah. Pendapat yang menyatakan bahwa individu adalah
pihak yang menentukan segala sesuatu yang terbaik menurut kepentingan kepen tingan
mereka, merupakan suatu pendapat yang sangat kuat menentang bentuk bentuk
pemerintahan otoriter (diktator). Kaum liberal umumnya mengusulkan suatu pemerintahan
representatif yang berdasarkan prinsip prinsip demokrasi.
Salah seorang pemikir liberal yang paling diakui pada abad XIX, John Stuart Mill,
berpendapat bahwa pemerintah itu merupakan sosok ancaman yang diperlukan (akses).
Dengan kata lain, pemerintah diperlukan guna mei lindungi kebebasan individu, tetapi dapat
menjadi opresif dan tirani jika kekuasaannya tidak dikontrol. Untuk itu, kaum liberal
biasanya mengusulkan adanya 'pemisahan kekuasaan' dan 'check and balance' yang
menjamin bahwa tak seorang pemimpin politik atau aparat pemerintah pun yang bisa
mendominasi. Ide dasar ini menjadi asal usul pluralisme politik, yang berarti distribusi atau
penyebaran kekuasaan dalam serangkaian institusi atau di antara sejumlah aktor. Pluralisme
liberal sangat berpengaruh dalam Hubungan Internasional, meskipun penggunaan istilah
’pluralisme’ dalam konteks ini sangatlah berbeda.
Sebagai tambahan pada konsepsi kaum utilitarian Vntang rasionalitas, terdapat aliran
pemikiran liberal lain yang meski berkomitmen pada prinsip kebebasan dan, mendukung
konsepsi kemajuan mempunyai pandangan agak berbeda mengenai otonomi dan
rasionalitas manusia.
Aliran liberal ini memandang rasionalitas atau esensi logika atau pikiran lebih sebagai
kemampuan umat manusia untuk memahami prinsip-prinsip moral daripada dalam
kerangka pengertian ’alat-tujuan’ atau 'untung-rugi. Aliran pemikiran ini biasanya dikaitkan
dengan kajian. Cukup dikatakan bahwa kaum liberal percaya bahwa kemampuan untuk
berpikir dan untuk memahami prinsip- prinsip moral merupakan hal yang universal, dengan
kata lain, merupakan sesuatu yang dimiliki oleh semua umat manusia. Secara bersamaan,
kepercayaan terhadap rasionalitas manusia, kemungkinan suatu kemajuan, kebebasan
individu, dan bahaya dari kekuasaan yang tidak dikontrol, memunculkan pemikiran kaum
liberal mengenai hak asasi manusia universal.

Asumsi-asumsi
Kaum liberal percaya bahwa seluruh umat manusia adalah makhluk rasional. Rasionalitas
bisa digunakan dalam dua cara yang berbeda:
(a) Dalam pengertian instrumen, sebagai kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan
mengejar 'kepentingan' seseorang.
(b) Kemampuan untuk memahami prinsip prinsip moral dan hidup berdasarkan amran
hukum.
2. Kaum liberal menilai kebebasan individu di atas segala galanya. '
3. Liberalisme berpandangan positif atau progresif tentang karakteristik manusia. Kaum
liberal percaya bahwa per ubahan perubahan positif dalam hubungan internasional
merupakan hal yang sangat mungkin dicapai.
4. Kaum liberal menekankan kemungkinan bagi agensi manusia untuk memengaruhi
perubahan.
5. Dengan berbagai cara, liberalisme menentang pembagi an antara wilayah domestik dan
internasional:
(a) Liberalisme merupakan doktrin yang universal dan juga berkomitmen pada beberapa
konsepsi tentang suatu komunitas umat manusia yang uni versal yang melampaui
pengidentifikasian diri dengan dan keanggotaan dari komunitas negara bangsa.
(b) Konsep kaum liberal tentang interdependensi dan masyarakat dunia menyatakan bahwa
dalam dunia kontemporer batas batas antar negara menjadi lebih mudah ditembus.
Kaum liberal dari spektrum politik kanan cenderung lebih memusatkan perhatian pada
pentingnya kesetaraan formal dan kesempatan-kesempatan yang sama hak setiap individu
untuk diperlakukan sama di mata hukum dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
dalam masyarakat atau bersaing di dalam pasar daripada persamaan sebagai suatu hasil.
Dari perspektif ini, dunia yang 'bebas' dan 'adil' merupakan suatu dunia tempat setiap orang
mempunyai kesempatan untuk mencapai sukses. Kaum liberal 'sayap-kanan' tetap
berpegang ide bahwa pasar bebas merupakan sarana paling efektif dalam mewujudkan
'kebahagiaan terbesar bagi orang banyak'. Dengan diberi kebebasan, maka orang-orang
akan mengejar berbagai kepentingan mereka sendiri, sementara keadaan tersebut akan
melahirkan masyarakat yang dinamis dan perekonomian yang cerah dan --dalam jangka
panjang keuntungan keuntungan dari hal tersebut akan dirasakan oleh semua pihak.
Sebaliknya, kaum liberal 'sayap kiri' cenderung lebih menyetujui campur tangan negara
dalam hal seperti kesenjangan sosial dan batasan terhadap berbagai persamaan
kesempatan. Kaum liberal kiri mengakui bahwa guna menciptakan suatu situasi yang
memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk mencapai sukses, diperlukan
jaminan bahwa semua orang itu terdidik atau memiliki tingkat keamanan sosial dan
ekonomi secara mendasar. Penciptaan sebuah masyarakat yang di dalamnya
memungkinkan dilakukan usaha usaha bagi terwujudnya persamaan kesempatan mungkin
membutuhkan campur tangan negara untuk menyediakan pendidikan, perawatan
kesehatan, dan keamanan sosial. Bagaimanapun, pada umumnya, kaum liberal percaya
bahwa lebih baik memperbaiki sistem pasar bebas untuk mengurangi berbagai pengaruh
buruknya -daripada membahayakan kebebasan individu dalam hal persamaan sosial dan
ekonomi.
Konflik dan Kekerasan
Konflik dan kekerasan telah menjadi fokus utama HI liberal. Kami tidak akan
membahasnya lebih jauh di sini, cukup dikatakan bahwa dengan cara-cara tersendiri, kaum
liberal memandang diri mereka sebagai aktivis yang men dukung terciptanya perdamaian.
Keinginan mereka untuk mengakhiri konflik dan kekerasan ini terlihat dalam teori
perdamaian liberal dan pernyataan pernyataan mereka mengenai perdamaian dan
keamanan. Kaum liberal juga melihat institusi institusi sebagai pemeran utama dalam
menengahi dan memecahkan konflik. Liberalisme sering kali dicap sebagai utopis yang putus
asa disebabkan oleh keinginan yang kuat untuk mewujudkan dunia yang minim tingkat
kekerasan serta konfliknya. Namun demikian, sekali lagi, mereka tidak melihat hal ini akan
terwujud dengan segera tanpa kehendak politik dan usaha manusia.

Institusi-institusi dan Tatanan Dunia

salah satu cara liberalisme telah memberikan kontribusi bagi pemahaman kita tentang
hubungan internasional. adalah melalui berbagai karya tentang karakteristik masalah
institusi dan tatanan dunia. Tak pelak lagi, tema tema tentang kerja sama dan
interdependensi yang kompleks merupakan hal yang dilihat kaum pluralis liberal ketika
melihat regulasi dan memfasilitasi peran yang dimainkan oleh institusi institusi dalam
hubungan internasional. Di tahun tahun kemudian, kaum institusionalis neo-liberal telah
mengembangkan analisis yang lebih canggih tentang karakteristik tatanan dunia dan peran
krusial yang dimainkan oleh institusi institusi dan berbagai rezim dalam mengatur hubungan
antar negara. Pada bagian ini, kita akan membahas ide ide pluralis liberal dan neo liberal
secara lebih mendalam. Bagaimanapun, pertama tama, kita perlu mempertimbang kan
secara mendalam sebuah aliran pemikiran pendahulu yang -meski tidak secara tegas
membicarakan 'liberal', namun mengantisipasi berbagai pendapat mengenai karakteristik
interdependensi dan kebutuhan bagi institusi institusi yang nantinya dikembangkan oleh
para teoretisi HI liberal.

Seperti kebanyakan ide dalam Hubungan lntemasional, 'Fungsionalisme' mempunyai akar


pemikiran yang sama seperti cabang-cabang ilmu sosial lainnya, yaitu Sosiologi.
Bagaimanapun, karena ide dasar tersebut 'melintas batasnya', katakanlah demikian,
pengertiannya berubah. Kaum Fungsionalis berpendapat bahwa interaksi di antara negara
negara dalam berbagai bidang menciptakan masalah masalah yang membutuhkan kerja
sama untuk memecahkannya : contoh yang paling jelas misalnya bidang telekomunikasi dan
pelayanan pos. Keuntungan positif, dan kepercayaan bersama, yang muncul dari kerja sama
di bidang mana pun akan menumpahi, mendorong kerja sama dalam area yang lebih
signifikan lainnya, seperti perdagangan.
Kaum Fungsionalis berpendapat bahwa integrasi merupakan hal yang diperlukan karena
negara negara tidak mampu menghadapi berbagai pengaruh modernisasi. Institusi institusi
internasional makin dianggap penting sebagai pelengkap bagi keberadaan negara, yang
makin menurun kemampuannya untuk menghadapi berbagai masalah yang disebabkan oleh
teknologi baru. Kaum Fungsionalis yang percaya bahwa ketika tingkat kerja sama dan
integrasi semakin meningkat, maka akan bertambah sulit bagi negara negara untuk menarik
diri dari komitmen komitmen yang telah mereka buat karena rakyat mereka akan menyadari
berbagai keuntungan yang diperoleh dengan bekerja sama. Interaksi fungsional seperti itu
akan berpengaruh terhadap masyarakat internasionaL, meningkat kan perdamaian, dan
membuat perang begitu mengganggu dan merugikan sehingga tidak akan lagi dianggap
sebagai sarana 'rasional’ bagi negara negara untuk mewujudkan berbagai tujuan dan
kepentingan mereka.

Anda mungkin juga menyukai