Anda di halaman 1dari 10

REVIEW BUKU

Yasmin Afifah
193507516016

Judul : International Relations Theory


Editor : Stephen Mcglinchey, Rosie Walters & Christian Scheinpflug
Penerbit : E-International Relations Publishing
Tahun Buku : 2017
Tebal Buku : 166 Halaman

Dalam buku ini dijelaskan secara singkat tentang teori HI melalui 3 bagian yaitu,
Teori Tradisional, Teori Jalan Tengah dan Teori Kritis. Menurut Thomas Khun melalui
struktur Revolusi Ilmiahnya, dia mengidentifikasi proses yang muncul ketika teori tidak lagi
relevan dan saat itulah teori yang baru muncul. Sebagai contoh, dulu manusia mempercayai
bahwasannya bumi itu datar, dengan adanya kemajuan ilmu pengetaguan dan juga teknologi,
munculah penemuan yang signifikan dan manusia tidak lagi mempercai hal itu. Saat ada
penemuan seperti itu terjadi, lalu ada pergeseran paradigma muncul dan pikiran yang
sebelumnya digantikan oleh yang baru.

Wight yang mengatakan bahwa Teori dalam HI adalah tradisi pemikiran mengenai
hubungan antara negara-negara. Waltz yang menjelaskan teori dalam HI adalah hukum yang
mengidentifikasi hubungan yang serupa atau yang dimungkinkan terjadi, atau Hollis & Smith
yang mendeskripsikan teori dalam Hubungan Internasional berfungsi untuk
menggeneralisasikan dan menghubungkan.

Teori dalam HI dapat digunakan oleh negara sebagai dasar pengambilan kebijakan
dalam menghadapi perkembangan dunia yang begitu cepat berubah. Berkembangnya realasi
negara sebagai aktor mula-mula dalam ilmu HI mengakibatkan perkembangan fungsi
dariIlmu HI. Ilmu HI yang pada mulanya memiliki fungsi terbatas pada bagaimana mencegah
atau mengakhiri terjadinya perang antar negara di lingkungan international kemudian
berkembang menjadi banyak fungsi. Diantaranya untuk memahami perilaku negara,
melakukan refleksi atau kritik terhadap pemikiran Ilmu HI sebelumnya,
Secara Tradisional ada 2 teori utama dalam HI, Teori Liberalisme dan Realisme. Teori
Liberalisme desebut juga sebagai teori ‘utopis’ dan sampai sekarang hal itu masih diakui.
Pada akhir abad ke-18, Immanuel Kant mengembangkan gagasan bahwasannya negara-
negara liberal dunia, akan semakin damai karena negara liberal diperintah oleh warganya dan
warganya jarang cenderung untuk berperang. Dan ide-idenya telah dikembangkan oleh kaum
liberal modern, tertutama untuk teori perdamaian demokrasi, yang mana demokrasi tidak
saling berperang antara satu dengan yang lainnya. Dapat dikatakan kaum liberal memiliki
keyakinan gagasan bahwasannya penghentian perang yang sifatnya permanen adalah tujuan
yang dapat dicapai.

Namun, ketika LBB runtuh karena terjadinya Perang Dunia II, dan kegagalan ini
sangat sulit untuk dipahami oleh kaum liberal, karena peristiwa itu sangat bertentangan oleh
teori yang mereka yakini. Liberalisme gagal dalam mempertahankan teori mereka, lalu
munculah teori baru untuk menjelaskan berlanjutnya keberadaan peran. Dan teori ini disebut
dengan teori Realisme. Realisme sangat dipakai saat PD II, di mana realisme dapat
menjelaskan mengapa perang itu terjadi. Para pendukung relaisme berkata bahwa teori ini
mencerminkan ‘realitas’ dunia dan lebih efektik dalam menjelaskan perubahan di dalam
Politik Internasional. Hobbes menggambarkan manusia sebagai hidup di dalam ‘keadaan
alam yang tak tertib’ yang di anggap sebagai perang terhadap semua. Realis mengatakan kita
hidup dalam sistem Anarki Internasional. Maka dari itu perang tampak lebih umum daripada
perdamaian.

Studi Hubungan Internasional berkembang akibat jatuhnya banyak korban jiwa pada
Perang Dunia Pertama, dan hal itulah yang memunculkan perasaan masyarakat agar
penderitaan manusia yang seperti itu tidak akan terjadi lagi. Terdapat empat perdebatan yang
menandai perkembangan HI. Perdebatan pertama, datang pada kaum liberal dengan kaum
realis. Para pemikir liberal memiliki beberapa gagasan cemerlang dan kepercayaan yang kuat
untuk menghindari perang dimasa depan; yaitu dengan merubah kembali sistem
internasional, dan struktur domestik negera penguasa. Namun, faktanya pandangan kaum
liberal tidak sepenuhnya benar, yang kemudian muncul lah pandangan kaum realis, yaitu
studi HI mulai berbicara tentang tata bahasa dan kekuatan sebagai intinya. Dasar HI
sebenarnya adalah tentang perjuangan antara kepentingan dan keinginan yang betentangan
atau identik dengan konflik. Sesuai analisa kaum realis, sangat penting untuk
mempertahankan keseimbangan kekuatan adalah satu-satunya cara untuk mencegah perang
dan tetap damai. Dan banyak yang mengakui bahwa realisme adalah petunjuk yang lebih baik
bagi hubungan internasional selama perang dunia.

Pada puncaknya, liberalisme disebut sebagai ' utopis ' teori dan untuk beberapa derajat
masih diakui seperti hari ini. Para pendukungnya memandang manusia secara bawaan baik
dan percaya perdamaian dan harmoni antar bangsa tidak hanya dapat dicapai, tetapi juga
diinginkan. Lebih jauh, kaum liberal beriman dalam gagasan bahwa penghentian perang
secara permanen merupakan tujuan yang dapat dicapai. Yang terakhir dari ' titik '-ide untuk
membangun kembali dunia di luar perang-adalah pengaturan dari sebuah asosiasi umum
bangsa: ini menjadi Liga negara.

Perdebatan kedua, munculnya generasi baru pakar HI yang tidak hanya belajar
tentang sejarah diplomasi, hukum internasional, dan filsafat politik, tapi lebih pada
bagaimana HI seharusanya dipelajari. Dan pemahaman baru ini disebut dalam istilah
"behaviorisme". Behaviorisme bukanlah teori baru dalam HI, melainkan sebuah metode baru
dalam mempelajari. kaum behavioralisme berpendapat bahwa HI dapat berkembang dengan
pesat apabila memerankan dirinya sendiri sebagi limu alam. Metode ini sedikit berbeda
dengan metode lama yang melihat dalam cara kemanusian dan memahami sejarah dan praktik
diplomasi, peran hukum internasional dan teori politik negara berdaulat. Sedangakan
behavioralisme tidak menyediakan tempat bagi moralitas atau etika dalam studi HI, sebab hal
itu melibatkan nilai-nilai dan nilai-nilai tidak dapat dipelajari secara objektif, yakni secara
ilmiah. Perdebatan kedua ini adalah sebagai sumber ilmiah untuk andil bagian dalam konteks
kaum behaviorisme telah memberikan dampak terhadap ilmu sosial,

Perdebatan ketiga muncul akibat dari adanya metodologi baru dari kaum
behaviorisme. Hal itu berpengaruh pada liberalisme dan realisme, sehingga memunculkan
pembaruan pendekatan menjadi neoliberalisme dan neorelaisme. Kaum neoliberalisme masih
terpaku pada pemikiran kamu liberal lama tentang adanya kemungkinan kemajuan dan
perubahan namun mereka menolak idealisme. Dengan adanya pandangan baru ini, muncul
beberapa aliran neoliberalisme yang saling mendukung dalam berpendapat dan konsisten
pada hubungan internasional yang lebih damai dan kooperatif. Hal itu juga diikuti oleh kaum
neoralisme yang memunculkan teori baru yang sengat berbeda yang berdasakan metodologi
behaviorisme. Neorealisme lebih tefokus pada struktur system internasional dan akibatnya
bagi hubungan internasional. Neorealisme beranggapan bahwa hubungan internasional adalah
suatu kesatuan antara Negara-negara yang berbeda dan hanya berbeda pada kekuatan
relatifnya.
Dan di dalam Ilmu Hubungan Internasional terdapat beberapa teori, berikut adalah teori-
teorinya:

1. Realisme

Realisme adalah sebuah teori yang menyebutkan tentang realitas politik Internasional.
Yang menjelaskan tentang kendala pada politik yang dibentuk karena hasil dari sifat manusia
yang egois dan ketidak adaannya otoritas pusat di atas negara. Menurut para realis, tujuannya
adalah untuk kelangsungan hidup suatu negara, yang mana menjelaskan tentang mengapa
tindakan suatu negara dapat dinilai dari etika sebuah tanggung jawab ketimbang pada prinsip-
prinsip moral.

Realisme sudah menghasilkan untaian literatur yang signifikan untuk mengkritik


prinsip utamanya. Realisme terus memberikan wawasan yang sangat berharga dan akan tetap
menjadi alat suatu analisa yang penting untuk Hubungan Internasional. Realis percaya bahwa
teori mereka paling dekat citra politik dunia yang dipegang oleh para politik kenegaraan.
Realisme sering digunakan dalam membuat kebijakan-kebijakan.

Realisme bisa dibilang bisa sebagai ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya.
Realisme sering dikritik karena terlalu pesemistis, karena realisme memandang sifat yang
konfrontasional dari sistem internasional. Meurut para realis, pemimpin memiliki kendala
tiada habis dan sedikit peluang untuk bekerjasama. Asumsi pertama dari realisme adalah
bahwa bangsa-negara (biasanya disingkat menjadi ' negara ') adalah aktor prinsip dalam
hubungan internasional. Tubuh lain ada, seperti individu dan organisasi, tetapi kekuasaan
mereka terbatas. Kedua, negara adalah aktor kesatuan.

Realis juga beranggapan bahwa prinsip-prinsip moral tidak dapat diterapkan untuk
memahami perilaku politik negara. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Morgenthau, bahwa
“realisme politik tidak memerlukan pembenaran moral, akan tetapi ia memerlukan
pembedaan yang tajam antara apa yang dikehendaki dan apa yang mungkin, antara apa yang
diharapkan di mana pun kapan pun”. Kalangan realis juga menolak penerapan prinsip-prinsip
moral dalam analisis politik internasional karena perbedaan mendasar antara politik
internasional dan politik domestik. Di tingkat domestik terdapat otoritas-otoritas berkuasa
yang dapat mengatur moralitas individu, sementara di dunia internasional tidak ada otoritas
berkuasa yang dapat mengatur kehidupan negara karena hubungan antar negara berlangsung
dalam lingkungan yang anarkis.
Kaum realis memiliki beberapa ide dan asumsi-asumsi dasar yang berbeda dari
pandangan kaum liberalis. Ide dan asumsi-asumsi dasar dari kaum realis yang pertama yaitu,
pandangan pesimis atas sifat manusia, seperti yang di jelaskan di atas,  manusia  kebanyakan
hanya mementingkan diri sendiri dan mengejar kekuasaan. Asumsi dasar yang kedua
yaitu,keyakinan bahwa Hubungan Internasional pada dasarnya konfliktual dan bahwa konflik
internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang. Asumsi kedua ini sama
dengan pendapat cara yang mengemukakan bahwa akan selalu ada konflik di  dalam  suatu
kepentingan. Asumsi dasar yang ketiga, keum realis menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan
nasional dan kelangsungan hidup negara. Dan yang keempat yaitu, skeptisisme dasar bahwa
terdapat kemajuan dalam politik internasional seperti yang terjadi dalam kehidupan politik
domestik.

2. Liberalisme

Bisa dikatakan Liberalisme adalah konsentrasi kekerasan yang tidak dapat


dipertanggung jawabkan. Dan yang menjadi ancamanya adalah kekuatan. Kekuatan
merupakan ancaman yang mendasar terhadap kebebasan individu dan harus dikendalikan,
lalu sebagai sarana utamanya untuk mengendalikan kekuasaan ialah institusi dan norma yang
mana keduanya pada tingkat domestik dan internasional. Pada tingkat Internasional, Lembaga
dan organisasi membatasi kekuatan suatu negara dengan membina kerjasama dan
menyediakan sarana untuk memberati biaya pada negara yang melanggar perjanjian
Internasional.

Lalu, lembaga ekonomi akan sangat efektif untuk membina kerjasama karena
manfaatnya yang dapat didapatkan dari ekonomi yang saling ketergantungan. Dan pada
akhirnya, norma-norma yang bersifat liberal akan menambah Batasan yang lebih lanjut pada
kegunaan dari kekuatan dengan cara membentuk pemahaman kepada kita tentang apa saja
jenis perilaku yang sesuai. Pada saat ini, sangat jelas bahwa liberalisme bukan teori yang
‘utopis’ yang mana menggambarkan dunia yang damai dan kebahagiaan seperti apa yang
disebutkan. Dan ini juga memberikan jawaban yang sangat jelas terhadap realisme, yang
mana berakar kuat kepada bukti dan tradisi teoritis yang mendalam.

liberalisme adalah berfungsi untuk membangun institusi yang melindungi kebebasan


individu dengan membatasi serta memeriksa kekuatan politik. Dan ini adalah masalah
domestik dari politik, ranah IR juga penting bagi kaum liberal karena negara kegiatan di luar
negeri dapat memiliki pengaruh kuat terhadap kebebasan di dalam negeri. Liberal adalah
khususnya bermasalah dengan kebijakan luar negeri militer. Perhatian utama itu adalah
perang menuntut negara untuk membangun kekuatan militer. Kekuatan ini bisa digunakan
untuk melawan negara asing, tetapi juga bisa digunakan untuk menindas warganya
sendiri. Karena alasan ini, sistem politik yang berakar pada liberalisme sering membatasi
kekuatan militer sarana seperti memastikan kontrol sipil atas militer.

Pendudukan dan kontrol politik wilayah dan orang asing. atau memperluas
pendudukan wilayah asing. Karena itu bagi kaum liberal, kaum. kebebasan warga negaranya.
Pemeriksaan kelembagaan utama pada kekuasaan dalam liberal. pemerintah. Keterbatasan
penting kedua pada kekuatan politik adalah pembagian. parlemen / kongres, eksekutif dan
sistem hukum. membuat teori IR. Ini menegaskan bahwa negara-negara demokratis sangat
tidak mungkin untuk pergi. untuk berperang satu sama lain. Ada dua bagian penjelasan untuk
fenomena ini. dijelaskan di atas. Kedua, demokrasi cenderung memandang satu sama lain
sebagai yang sah. satu sama lain daripada yang mereka lakukan dengan non-demokrasi. tetapi
beberapa masalah terus diperdebatkan. perkembangan terkini dalam sejarah manusia.
demokrasi memiliki kesempatan untuk saling bertarung. aliansi, budaya, ekonomi dan
sebagainya. seperti ketika Amerika Serikat berperang dengan Irak pada tahun 2003.
ketertiban dibangun setelah Perang Dunia Kedua (1939–1945). norma; keinginan untuk
menahan kekuatan kekerasan negara.

Menurut Jackson dan Sorensen (1999, 175) terdapat tiga asumsi dasar pandangan
liberalisme, yaitu: pandangan positif terhadap sifat manusia, percaya bahwa hubungan
internasional mampu bersifat kooperatif, dan optimis akan adanya kemajuan dalam politik
internasional. Dari kedua asumsi tersebut dapat dilihat bahwa liberalisme memandang sifat
positif manusia yang percaya pada sikap bekerjasama dan percaya akan kedamaian. Liberal
institusionalisme menekankan bahwa aktor-aktor selain negara seperti NGOs dan TNCs
memiliki peran penting untuk menunjang fungsi negara dalam interaksinya dengan negara
lain. Transnational corporations adalah bentuk kerjasama organisasi yang sudah melewati
batas negara sehingga lahir peran-peran baru yang tidak mampu dijalankan oleh negara.
Adapun main agenda dari paham liberalisme adalah paham liberalisme tidak hanya
memperhatikan aktor negara saja, tetapi aktor non-negara juga diperhitungkan kontribusinya
dalam hubungan internasional. Unsur kedaulatan dapat diberikan melalui perusahaan,
institusi multinasional dan organisasi non-negara, seperti PBB, Greenpeace dan Amnesty
Internasional
3. Behaviorisme

Menurut para behaviouralis, metode yang diterapkan para tradisionalis pada saat
menggambarkan dunia tidaklah ilmiah. Kalangan tradisionalis dianggap hanya mengandalkan
wisdom literature saat melihat fenomena hubungan internasional. Tidak dapat dipungkiri,
kebanyakan para tradisionalis juga berasal dari kalangan diplomat, jurnalis dan tokoh hukum
yang kemudian mencoba untuk menuliskan keadaan dunia dengan berdasarkan pengalaman
mereka masing-masing. Sehingga dalam kasus tertentu, subjektifitas bisa masuk ke dalam
teori yang mereka buat. Dengan kata lain, teori hasil karya kalangan tradisionalis tidaklah
objektif, yang karenanya tidak scientific.

Behaviouralisme mencoba untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki


oleh tradisionalisme. Behaviouralisme menerapkan metode-metode seperti rational game
theory maupun survei untuk mengetahui bagaimana sebuah negara bertindak dalam hubungan
internasional. Behaviouralisme dalam melakukan penelitian melakukan pengumpulan data-
data historis secara lengkap untuk dianalisis.

Pada akhirnya, walaupun dalam beberapa kasus behaviouralisme mencoba


mendiskreditkan tradisionalisme, secara umum hasil penelitian behaviouralisme
menunjukkan bahwa negara-negara bersifat realis. Bedanya mereka menggunakan
pendekatan ilmiah untuk menemukan jawaban terhadap apa yang terjadi di dunia. Dengan
kata lain, behaviouralisme adalah realisme yang spesifik.

Mengapa perdebatan ini tidak terlalu menjadi perhatian mungkin karena tingkat
pembahasannya hanya masalah metode saja. Akan tetapi, sesungguhnya behaviouralisme
menjadi sebuah pijakan menuju perubahan pada perdebatan teori-teori hubungan
internasional pada masa yang akan datang.

Menurut prinsip/pemikiran behavioralisme negara adalah pembuat kebijakan


(decision makers) artinya yang dimaksudkan sebagai negara dalam pandangan behavioralis
adalah sekelompok orang yang bertanggung jawab membuat keputusan di negara tersebut.
Dan tindakan negara adalah tindakan yang diambil oleh pihak yang bertindak atas nama
negara untuk memahami perilaku negara para teoritis harus memetakan kembali dunia secara
pandangan para pengambil kebijakan.

Ambisi kaum behavioralis dalam Hubungan Internasional adalah melakukan hal yang
sama bagi dunia hubungan internasional serta tujuan utamanya, yaitu mengumpulkan data
empiris tentang hubungan internasional; lebih di sukai data dalam jumlah yang banyak;
kemudian dapat digunakan untuk pengukuran, klasifikasi, generalisasi dan yang terakhir
adalah pengesahan hipotesis-hipotesis berupa pola perilaku yang dijelaskan secara ilmiah.
Dengan demikian dapat dikatakan jika Behavioralisme ini bukanlah sebuah teori baru dalam
Hubungan Internasional, namun Behavioralisme ini merupakan sebuah metode baru dalam
mempelajari Hubungan Internasional.
Kesimpulan
Dalam buku ini saya dapat menyimpulkan bahwa kedua pandangan ini memiliki sudut
pandang nya masing-masing seperti kaum Realis yang memandang segala sesuatu nya di
dasari dengan pesimistis, bagaimana mereka memandang dunia dan individu dalam negara,
bagaimana mereka memandang sebuah perang. menurut saya perspektif ini memang
berdasarkan pesimistis manusia, dan sangat realistis nya mereka menjalani hidup. Lalu dalam
bab Liberalisme ini kita dapat melihat antonim dari kedua perspektif tersebut, bagaimana
kaum Liberal memandang dunia, bagaimana pandangan ini berawal. Pandangan ini terbentuk
diawali oleh para kaum antiperang yang tidak sependapat dengan kaum Realis. Maka dari
kedua pandangan tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa pandangan tersebut adalah
dasar dari ilmu Hubungan Internasional yang sangat penting untuk dipelajari, kita dapat
melihat segala sesuatu nya dari sudut pandang yang berbeda.

Liberalisme didasarkan pada argumen moral yang menjamin hak seorang orang per
orang untuk kehidupan, kebebasan, dan properti adalah tujuan tertinggi pemerintahan.
Akibatnya, kaum liberal menekankan kesejahteraan individu sebagai blok bangunan
mendasar dari sistem politik yang adil. Sistem politik ditandai dengan kekuatan yang tidak
terkendali, seperti monarki atau kediktatoran, tidak bisa melindungi kehidupan dan kebebasan
warganya. Karena itu, menjadi perhatian utama liberalisme adalah untuk membangun
institusi yang melindungi kebebasan individu dengan membatasi dan memeriksa kekuatan
politik. Sementara ini adalah masalah domestic politik, ranah Hubungan Internasional juga
penting bagi kaum liberal karena negara kegiatan di luar negeri dapat memiliki pengaruh kuat
terhadap kebebasan di dalam negeri. Liberal adalah khususnya bermasalah dengan kebijakan
luar negeri militeristik. Perhatian utama adalah itu perang menuntut negara untuk
membangun kekuatan militer. Kekuatan ini bisa digunakan untuk melawan negara asing,
tetapi juga bisa digunakan untuk menindas warganya sendiri.

Liberalisme merupakan salah satu perspektif tua dan tradisional dalam studi hubungan
internasional. Liberalisme merupakan salah satu perspektif yang berlawanan dengan
perspektif dalam hubungan internasional lainnya, yaitu realisme. Liberalisme mulai dikenal
pasca perang dingin tahun 1991. Liberalisme merupakan salah satu perspektif yang
menjunjung tinggi kebebasan individu, sehingga peran negara hanyalah melindungi
kebebasan tersebut.
Liberalisme memandang manusia sebagai makhluk yang tidak bisa jauh dari
kerjasama dalam mencapai tujuannya, begitu juga dengan negara. Liberalisme memandang
bahwa negara merupakan aktor yang dominan, walaupun pada kenyataannya aktor-aktor non-
negara juga memiliki peran yang menurut mereka penting. Hal ini berbeda dengan realisme
yang menganggap bahwa hanya negaralah yang menjadi aktor utama dalam hubungan
internasional.

Liberalisme percaya bahwa dunia memiliki sistem yang anarki, yaitu tidak ada
kekuasaan yang lebih tinggi di atas negara. Akan tetapi, mereka menganggap bahwa adanya
organisasi internasional adalah untuk menciptakan perdamaian dunia. Kaum liberalisme rela
menyerahkan sedikit kedaulatannya demi mencapai kepentingan bersama. Selain itu, mereka
menganggap bahwa sistem yang anarki juga mendukung diadakannya kerjasama dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Kaum liberalisme juga menganggap bahwa
kerjasama merupakan jalan yang paling tepat dalam mencapai perdamaian dunia dibanding
dengan kekuatan masing-masing aktor. Mereka percaya bahwa kerjasama dapat berjalan
dengan baik apabila masing-masing aktor yang bersangkutan memiliki kepentingan yang
sama dan adanya pihak yang mengontrol kerjasama tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat empat perdebatan dalam perkembangan HI.


Perdebatan pertama membahas antara liberalisme dan realisme. Perdebatan kedua
memunculkan metodologi baru yaitu behavioralisme yang tidak hanya mepelajari tentang
sejarah perang dan hukum internasional, tetapi juga mempelajari tentang nilai-nilai dalam
studi HI. Pedebatan ketiga adalah akibat dari behavioralisme yang membuat munculnya EPI
yang didalamnya terdapat; EPI liberal, EPI marxisme, EPI realis. Perdebatan keempat yang
memunculkan pemikiran kontruktivisme yang mengacu pada pemikiran yang mampu
membentu sistem internasional. Dan dapat kita simpulkan bahwa pentingnya belajar HI
adalah agar kita mampu memahami dan menganalisa berbagai fenomena dalam dunia
internasional baik dalam skala antar negara atau antar individu, baik dalam bidang politik
maupun ekonomi, berlandaskan akan latar belakang mengapa terjadi hubungan tersebut dan
sesuai dengan hukum yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai