Anda di halaman 1dari 43

MARKAS BESAR TNI ANGKATAN DARAT

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO

PRODUK PERORANGAN
PENDIDIKAN REGULER LXIII SESKOAD TA 2023

MATA KULIAH
SEJARAH PERANG DAN BANGLINGSTRA

RANGKUMAN
HUBUNGAN INTERNASIONAL DAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL

Bandung, Maret 2023


2

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO TNI AD


DEPARTEMEN MASALAH STRATEGI

BAB I
MEMPELAJARI HUBUNGAN INTERNASIONAL

MENGAPA MEMPELAJARI HUBUNGAN INTERNASIONAL?

Hubungan Internasional dalam Kehidupan Sehari-hari


Secara garis besar, hubungan internasional mengacu pada studi
tentang hubungan dan interaksi antar negara, termasuk kegiatan politik, kebijakan
pemerintah nasional, organisasi internasional, LSM, dan perusahaan. Dalam kehidupan
sehari-hari, hubungan internasional berperan penting daladiran bangsa
lain, dalam membangun solidaritas antar bangsa, dalam menyelesaikan konflik,
dan sebagai sarana untuk menciptakan dan memelihara perdamaian di dunia.

Sketsa Singkat Mengenai Sejarah Sistem Negara


Sistem pemerintahan mengacu pada cara suatu negara diatur dan diatur.Ada berbagai
jenis sistem pemerintahan yang digunakan oleh negara-negara di seluruh dunia, dan
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa jenis sistem negara yang
umum digunakan adalah :

1. Monarki
2. Republik
3. Federasi
4. Negara satu partai
5. Negara demokratis

Sistem Negara Global Dan Ekonomi Dunia


Fase awal globalisasi sistem negara terjadi melalui akumulasi negara-negara
non-Barat yang tidak dapat dijajah oleh negara-negara Barat. Sistem global negara dan
ekonomi global adalah dua hal yang terhubung dan saling mempengaruhi.
3

Sistem nasional global mengacu pada hubungan internasional antar negara di seluruh
dunia, sedangkan ekonomi global mengacu pada perdagangan internasional dan arus
modal antar negara.
Hubungan Internasional dan Negara-Negara Modern yang Berubah
Studi hubungan internasional mencakup hampir setiap aspek kehidupan orang-
orang di seluruh dunia. Untuk memahami HI secara
holistik, perlu melihatnya dari sudut yang berbeda. Asosiasi teori IR dengan negara
dan Dalam kategori negara, dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu negara sebagai
pemerintah nasional dan negara sebagai entitas daerah.Negara sebagai pemerintah
nasional memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara dan
kedaulatan internal, sedangkan negara sebagai entitas teritorial meliputi wilayah
dan penduduknya dan, ketika negara berdaulat, diakui oleh masyarakat internasional.
Beberapa perubahan dalam hubungan internasional modern adalah:
1. Globalisasi:
2. Diplomasi dan negosiasi multilateral:
3. Peran baru dalam keamanan internasional
4. Perubahan politik internasional:
5. Teknologi:

HUBUNGAN INTERNASIONAL SEBAGAI SUBJEK AKADEMIK


Liberalisme Utopian: Awal Dari Studi Hubungan Internasional
Pemikiran liberal sangat mempengaruhi hubungan internasional, khususnya di
negara-negara liberal seperti Amerika Serikat dan Inggris. Pada abad ke-19, para
pemikir liberal seperti John Stuart Mill, Thomas Paine, dan Robert Owen mulai
mempromosikan gagasan masyarakat yang adil dan demokratis melalui pendidikan,
perubahan sosial dan politik, serta kesadaran kolektif. Para pemikir ini sangat percaya
pada reformasi sistem internasional dan struktur internal negara otokratis untuk
mencegah bencana di masa depan. Namun, gagasan liberalisme utopis terus
memengaruhi pandangan dunia dan strategi politik, termasuk upaya membentuk hak
asasi manusia, demokrasi, dan masyarakat yang lebih adil dan inklusif.
.
Realisme Dan Krisis 20 Tahun
4

Pengaruh idealisme liberal pada studi hubungan internasional pada tahun 1930-
an telah dikritik dan dianggap tidak sesuai dengan realitas politik. Namun, pandangan
realistik yang menekankan pentingnya kekuasaan, keamanan dan realitas politik
menjadi pandangan yang dominan. Pada tahun 2000-an, dunia mengalami banyak
krisis global yang signifikan, termasuk serangan 9/11 yang memicu perang global
melawan terorisme, perang Irak, krisis keuangan global tahun 2008, dan perang Suriah
yang semuanya melibatkan penggunaan kekuatan bersenjata. dan intervensi
internasional dalam situasi krisis.
Suara dari Behavioralisme dalam Hubungan Internasional
Perdebatan kedua jurusan Hubungan Internasional (HI) menyangkut perbedaan
metodologi yang digunakan di lapangan. Faktanya, sarjana HI generasi pertama
sebagian besar dilatih sebagai sejarawan, pengacara akademik atau mantan diplomat
dan jurnalis dan oleh karena itu cenderung mengambil pendekatan historis-humanistik
dalam penelitian mereka. Dalam konteks penelitian HI, pendekatan lain yang dikenal
sebagai behaviorisme dianggap tidak berharga secara moral atau etis karena. hal ini
bersifat subyektif dan tidak dapat dipelajari secara ilmiah atau obyektif.

Neoliberalisme: Institusi dan Interdependensi


Setelah memenangkan debat besar pertama, realisme tetap menjadi
pendekatan teoretis yang dominan dalam hubungan internasional. Namun,
perdebatan metodologis kedua tidak mengubah situasi secara langsung. Setelah 1945,
pusat gravitasi hubungan internasional adalah Perang Dingin antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet. Persaingan Timur-Barat telah menghasilkan pandangan dunia
yang realistis dan mudah ditafsirkan. Namun, pada 1950-an, 60-an, dan 70-
an, hubungan internasional semakin menjadi masalah perdagangan, investasi,
perjalanan, komunikasi, dan urusan serupa, khususnya di negara demokrasi liberal
Barat.

Neorealisme: Bipolaritas dan Konfrontasi


Teori baru neorealisme diilhami oleh behaviorisme, dan penekanannya pada
struktur sistem internasional diilhami oleh Kenneth Waltz dan dijelaskan dalam bukunya
5

Theory of International Politics (1979). Teori ini menggarisbawahi pentingnya


keseimbangan kekuatan antara dua kekuatan besar dalam
konteks bipolar, seperti saat Perang Dingin, untuk menjamin stabilitas hubungan
internasional.

Lembaga Internasional: Sekolah Bahasa Inggris


Ada sebuah sekolah di Inggris yang mempelajari hubungan internasional yang
muncul selama Perang Dingin yang memiliki dua perbedaan utama dari sekolah lain.
Kecenderungan ini menolak pendekatan behavioris dan lebih menekankan pada
pendekatan tradisional yang memahami peran manusia, norma, hukum dan sejarah
dalam hubungan internasional. Selanjutnya, aliran ini menolak perbedaan tajam antara
realisme dan liberalisme dalam hubungan internasional. Sekolah ini dikenal sebagai
"British School" atau "British Diplomacy School".Berikut adalah beberapa lembaga
internasional dengan sekolah bahasa Inggris:
1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
2. Bank Dunia
3. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
4. Badan Energi Atom Internasional (IAEA)
5.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
6. UNESCO

Ekonomi Politik Internasional (EPI)


Diskusi ilmiah sebelumnya tentang HI sebagian besar berfokus pada politik
internasional, sementara ekonomi seringkali menjadi kepentingan sekunder. Pada
tahun 1970-an, negara-negara berkembang dunia ketiga mulai mendorong perubahan
dalam sistem internasional untuk meningkatkan posisi ekonomi
mereka relatif terhadap negara-negara maju. Neo-Marxisme muncul saat ini sebagai
upaya untuk mengembangkan teori keterbelakangan ekonomi di negara-negara
berkembang.
Beberapa isu utama ekonomi politik internasional yang sering dibahas adalah:
1Globalisasi
6

2. Perdagangan Internasional
3. Penanaman Modal Asing
4. Sistem moneter internasional
5. Pembangunan Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan

Suara Penentang: Pendekatan Alternatif Untuk Hubungan Internasional


Selama ini perdebatan dalam penelitian PEP berkisar pada tradisi teoritis seperti
liberalisme, realisme, institusi internasional dan teori PEP. Nah, dalam debat HI
keempat, ada kritik terhadap tradisi ini dan penggunaan pendekatan alternatif, yang
dipandang sebagai post-positivis. Di HI selalu ada suara-suara yang berbeda pendapat,
yaitu para filosof dan sarjana yang ingin mengambil tindakan terhadap pandangan-
pandangan yang sudah mapan dan menggantinya dengan pendekatan-pendekatan
alternatif. Suara-suara ini menekankan pentingnya keadilan, kesetaraan, dan kerja
sama dalam hubungan internasional dan mengkritik dominasi dan pengaruh kekuatan
besar dalam keputusan yang memengaruhi seluruh dunia.

Teori yang Mana?


Membangun sistem yang memikirkan dunia membutuhkan teori, dan penting untuk
mempertimbangkan beberapa kriteria untuk mengidentifikasi teori terbaik. Beberapa
kriteria yang relevan adalah:
a. Koherensi: Suatu teori harus koheren dan tidak mengandung kontradiksi internal.
b. Kejelasan dalam pernyataan: Teori harus dirumuskan dengan jelas dan mudah
dipahami.
c. Objektivisme: teori tidak boleh didasarkan pada nilai-nilai subyektif. Sementara
teori tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai, itu harus didasarkan pada asumsi
yang jujur dan nilai-nilai universal.
d. Relevansi: Teori harus membahas isu-isu penting. Misalnya, teori pengambilan
keputusan dalam politik luar negeri secara umum.
e. Kedalaman: Teori harus mampu menjelaskan fenomena yang diteliti secara
lengkap dan lengkap.
BAB II
7

TEORI-TEORI KLASIK

REALISME

Pengenalan: Elemen dari Realisme


Gagasan dan asumsi yang mendasari realisme adalah:
a. Pandangan pesimis terhadap manusia
b. Keyakinan bahwa hubungan internasional selalu mengandung konflik dan bahwa
konflik internasional pada akhirnya diselesaikan melalui perang
c. Menghargai keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara
d. Skeptisisme
Realisme Klasik
Tiga realis klasik terbesar yang mempelajari hubungan internasional adalah
sejarawan Yunani kuno Thucydides, ahli teori politik Renaisans Italia Niccolò
Machiavelli, dan filsuf hukum dan politik Inggris abad ke-17 Thomas Hobbes.
a. Thucydides
Thucydides melihat hubungan internasional sebagai konflik yang tak terhindarkan
antara negara-kota Yunani kuno dan kerajaan tetangga non-Yunani. Thucydides
menekankan ruang terbatas para penguasa untuk bermanuver dalam menjalankan
kebijakan luar negeri.
b. Machiavelli
Menurut ajaran Machiavelli, kekuatan (singa) dan kelicikan (rubah) adalah dua
hal penting dalam politik luar negeri. Nilai politik tertinggi adalah kebebasan
nasional, yaitu kemerdekaan. Tugas utama para pemimpin adalah selalu
mencari keuntungan dan membela kepentingan negaranya untuk menjamin
kelangsungan hidup negara.
c. Hobbes dan Dilema Keamanan.
Menurut Hobbes, kita dapat memperoleh pengetahuan dasar tentang kehidupan
politik dengan membayangkan laki-laki dan perempuan yang hidup dalam kondisi
"alamiah" sebelum terciptanya negara berdaulat.
d. Morgenthau dan Realisme Klasik
8

Menurut Morgenthau (1965), laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah


hewan politik: mereka dilahirkan untuk mencari kekuasaan dan menikmati
buahnya.

Schelling dan Realisme Strategis


Kaum realis klasik menyajikan analisis normatif dan empiris hubungan
internasional. Kekuasaan tidak hanya dilihat sebagai fakta kehidupan politik, tetapi juga
sebagai tanggung jawab politik itu sendiri. Realisme strategis berfokus pada keputusan
kebijakan luar negeri. Realisme strategis juga menekankan pentingnya menganalisis
kondisi politik internasional secara hati-hati dan menggunakan strategi cerdas untuk
mengeksploitasi kekuatan dan kelemahan negara lain dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan.

Waltz dan Neorealisme


Untuk menghindari plagiarisme, sebuah kalimat dapat diubah tanpa
mengorbankan maknanya sebagai berikut: Kenneth Waltz adalah pemikir neorealis
terkemuka, yang dikenal dengan Teori Politik Internasional 1979. Teori ini bertujuan
untuk menjelaskan sistem politik internasional secara ilmiah dan mengambil titik awal
beberapa elemen realisme klasik. Waltz berfokus pada pembagian kekuasaan dalam
sistem internasional dan bagaimana pembagian ini mempengaruhi keamanan dan
stabilitas.

Mearsheimer, Teori Stabilitas, dan Hegemoni


Dua strategi realisme dan neorealisme terkait erat dengan Perang Dingin.
Keduanya adalah reaksi tipikal teori HI terhadap situasi sejarah tertentu. Mearsheimer
mengembangkan argumen Waltz (1979:161-93) tentang stabilitas sistem bipolar dalam
hubungannya dengan sistem multipolar. Dalam konteks teori stabilitas hegemoniknya,
Mearsheimer juga menekankan pentingnya hegemoni dalam menjaga stabilitas sistem
internasional. Kekuatan hegemonik dapat mengontrol tindakan negara lain,
mempromosikan keseimbangan kekuatan yang stabil, dan mencegah pergeseran besar
kekuasaan antar negara. Secara keseluruhan, teori stabilitas hegemonik Mearsheimer
9

berdampak besar pada perkembangan hubungan internasional dan menjadi


pendekatan penting untuk memahami hubungan antar negara.

Realisme Neoklasik
Upaya telah dilakukan untuk mengembangkan teori realisme yang
menggabungkan kerangka analitis terbaik dari neorealisme dan realisme klasik.
Realisme neoklasik menganut dua pendekatan dasar ini dan merespons secara positif
argumen yang berkaitan dengan liberalisme. Teori ini menekankan kepentingan
nasional dan keseimbangan kekuatan, tetapi juga mengakui peran penting faktor non-
militer seperti ekonomi dan budaya. Menurut pendekatan neoklasik, negara berusaha
mendapatkan keuntungan dalam sistem internasional, namun hal ini tidak selalu
menimbulkan konflik. Kerja sama ekonomi dan diplomasi dapat menjadi cara lain bagi
negara untuk mendapatkan keuntungan.
Memikirkan Ulang dari Keseimbangan Kekuatan
Keseimbangan kekuatan dianggap sebagai fenomena yang sangat masuk akal
dalam hubungan internasional dan secara luas dianggap sebagai fenomena alam.
Konsep keseimbangan kekuatan ini berpendapat bahwa kekuasaan hanya berkaitan
dengan kemampuan militer negara kecil, dengan negara berusaha mencegah negara
lain menjadi terlalu kuat dan mempertahankan status quo dalam sistem internasional.
Negara-negara juga berusaha menjaga keseimbangan kekuatan dengan negara
lainnya demi keamanan nasional mereka sendiri. Konsep ini terkait erat dengan kritik
dan kontroversi.

Dua Kritik Terhadap Realisme


Pada paruh kedua abad ke-20, realisme mendominasi bidang hubungan
internasional, khususnya di Amerika Serikat, menghasilkan kumpulan karya yang
mengkritik banyak asumsi dan argumen dasar realisme. Kritik alternatif dan sangat
berbeda terhadap realisme adalah "teori emansipasi". Berikut beberapa kritik terhadap
teori realisme dalam hubungan internasional:
10

1.Determinisme Struktural: Kritik utama terhadap teori realisme adalah bahwa


pendekatannya cenderung deterministik dan terlalu menekankan faktor struktural
dalam sistem internasional.
2. Kurangnya perhatian terhadap faktor-faktor non-militer: Para kritikus juga
berpendapat bahwa teori realistik terlalu berfokus pada kekuatan militer dan
keamanan nasional, sehingga mengabaikan faktor-faktor non-militer seperti ekonomi,
lingkungan, dan hak asasi manusia

Prospek dan Program Penelitian


Teori realisme membahas masalah keamanan negara-negara berdaulat dalam
lingkungan anarki internasional, serta tatanan internasional. Inti normatif dari realisme
adalah memastikan kelangsungan hidup negara dan menjaga keamanan nasional.

LIBERALISME

Pengenalan: Asumsi Dasar Liberal


Tradisi liberal dalam hubungan internasional terkait erat dengan munculnya
masyarakat liberal modern. Filsuf liberal, dimulai dengan John Locke pada abad ke-17,
menyadari potensi yang sangat besar bagi kemajuan manusia dalam masyarakat
beradab modern dan ekonomi kapitalis. Keduanya bisa berkembang di negara-negara
yang menjamin kebebasan setiap individu. Modernitas dimaksudkan untuk
memungkinkan kehidupan yang lebih baik, bebas dari kekuasaan otoriter, dengan
tingkat kekayaan materi yang lebih tinggi.
.
Liberalisme Sosiologi
Realis melihat hubungan internasional (IR) sebagai ilmu hubungan antara
negara berdaulat. Namun, pandangan ini ditolak oleh liberalisme sosiologis karena
terlalu sempit dan tidak adil. Hubungan internasional bukan hanya hubungan antar
negara, tetapi juga hubungan supranasional, yaitu hubungan antara orang, kelompok,
dan organisasi di berbagai negara.
11

Liberalisme Institusional
Dari sudut pandang liberalisme institusional, institusi internasional mengacu
pada organisasi internasional seperti NATO atau Uni Eropa yang membantu
mempromosikan kerja sama antar negara. Teori ini menggunakan pendekatan perilaku
dan ilmiah untuk mengevaluasi klaim tersebut. Liberalisme institusional juga
menekankan pentingnya institusi dan organisasi dalam mempromosikan kerjasama
antar negara dan membangun institusi yang efektif dan transparan di mana negara
memiliki peran penting untuk dimainkan.

Liberalisme Republic
Liberalisme republik berpendapat bahwa demokrasi liberal cenderung lebih
damai dan taat hukum daripada sistem politik lainnya. Liberalisme republik adalah visi
politik yang menggabungkan prinsip-prinsip liberalisme dan republikanisme, yang
mengakui pentingnya kebebasan individu dan hak asasi manusia, serta mengakui tugas
dan tanggung jawab individu terhadap masyarakat dan negara.

Kritik Neorealis terhadap Liberalisme


Liberal cenderung percaya sejarah bisa progresif. Namun, pandangan ini
dianggap tidak penting bagi kaum neorealis. Mereka mencatat bahwa kondisi "liberal"
telah ada selama bertahun-tahun dan tidak mencegah konflik dan kekerasan antar
bangsa.
1. Kemunduran ke liberalisme lemah
Liberal menanggapi keberatan neorealis dengan dua cara berbeda.Kelompok
pertama, lebih defensif, lebih memilih untuk menerima beberapa tuntutan realistis,
termasuk pertanyaan esensial tentang kegigihan anarki, dan sering disebut sebagai
"kaum liberal yang lebih lemah". Sementara itu, kelompok "liberal yang lebih kuat"
lainnya percaya bahwa dunia sedang mengalami perubahan mendasar yang konsisten
dengan ekspektasi liberal. Kemunduran liberalisme yang lemah dapat terjadi dalam
berbagai bentuk dan tingkatan.

1. Serangan balik oleh liberalisme energik


12

Serangan neorealis terhadap teori liberal tampaknya mendapat momentum.


Teori alternatif mereka didasarkan pada dua asumsi utama, yaitu bahwa sejarah selalu
berulang dan anarki internasional mengarah pada ketidakamanan dan risiko perang.
Dalam konteks ini, pendukung paling vokal liberalisme mulai menentang neorealisme,
dengan alasan bahwa perubahan kualitatif telah terjadi dalam sistem internasional.

.Liberalisme dan Aturan Dunia


Liberal yang kuat sekarang mendorong kebangkitan pemikiran liberal,
memperkenalkan teori baru yang dikenal sebagai "liberalisme struktural" oleh Daniel
Deudney dan G. John Ikenberry (1999; lihat juga Ikenberry 2009). Teori ini mencoba
menggambarkan ciri-ciri utama tatanan barat, khususnya hubungan antara negara-
negara demokrasi liberal di kawasan itu. Lima elemen penting dari agenda termasuk
keamanan bersama yang mengikat, pendalaman hegemoni timbal balik, kekuatan
besar semi-negara dan parsial, keterbukaan ekonomi dan identitas sipil.

Liberalisme: agenda penelitian saat ini


Dengan berakhirnya Perang Dingin, beberapa isu tradisional dalam agenda
penelitian liberal telah mengambil makna baru.Saat ini lebih penting dari sebelumnya
untuk memahami dengan tepat bagaimana demokrasi dapat membawa perdamaian
dan sejauh mana konsolidasi demokrasi diperlukan untuk menjaga perdamaian
demokrasi. Beberapa . Dalam beberapa dekade terakhir, liberalisme telah dikritik di
kalangan akademisi, menunjukkan bahwa prinsip-prinsip liberal mengabaikan
ketidaksetaraan struktural dan mengeksploitasi negara-negara berkembang.

MASYARAKAT INTERNASIONAL

Dasar dari Pendekatan Masyarakat Internasional


Untuk menghindari pilihan sulit antara (1) egosentrisitas negara dan konflik dan
(2) niat baik dan kerja sama manusia yang dipromosikan oleh debat realisme-
liberalisme, pendekatan komunitas internasional menawarkan sebuah alternatif.
Pendekatan ini berada di pusat tradisi hubungan internasional klasik antara realisme
13

dan liberalisme, mengembangkannya menjadi pendekatan yang berbeda dan khas di


bidang hubungan internasional.

Tiga tradisi
Menurut Martin Wight, tokoh-tokoh utama dalam teori hubungan internasional
klasik terbagi dalam tiga kategori: realis, rasionalis, dan revolusioner. Kaum realis
menganggap persaingan dan konflik antar negara sebagai doktrin penting. Rasionalis,
di sisi lain, percaya bahwa orang selalu menggunakan penalaran mereka untuk
membuat keputusan.

ketertiban dan keadilan


Martin Wight terutama adalah seorang sejarawan yang mempertimbangkan
hubungan dinamis antara konsep dan asumsi mendasar dalam hubungan internasional.
Pertimbangkan teori IR sebagai bagian dari teori politik yang dipengaruhi secara
historis.

kerajaan dan korporasi dunia


Sarjana Masyarakat Internasional lebih memperhatikan konsep masyarakat dunia
dan kerajaan, baik konsep solidaritas sebagai lawan dari konsep pluralisme. Konsep
"kekaisaran" dapat dijelaskan sebagai sistem hierarkis antara pemerintah dan anak
perusahaannya, di mana kedaulatan dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah tersebut
dan dijalankan sebagai supremasi atau dominasi atas anak perusahaannya.

1. Tanggung Jawab Nasional


Menurut pandangan ini, negarawan bertanggung jawab atas kesejahteraan
warganya. Keamanan nasional adalah nilai inti yang harus mereka lindungi

2. Kewajiban internasional
Menurut konsepsi ini, negarawan dari negara anggotanya dalam masyarakat
internasional mempunyai kewajiban asing yang mengandung hak dan kewajiban
menurut hukum internasional.
14

3.Tanggung Jawab Kemanusiaan


Menurut pandangan ini, negarawan mendahulukan manusia, dan oleh karena itu
negarawan memiliki kewajiban mendasar untuk menghormati hak asasi manusia
tidak hanya di dalam negeri tetapi di seluruh dunia.

Tanggung Jawab Kemanusiaan dan Perang


Tugas-tugas kemanusiaan dapat diselesaikan melalui intervensi dan peperangan, yang
telah menjadi hal yang lumrah dalam masyarakat internasional sejak berakhirnya
Perang Dingin. legislasi manusia diakui secara luas dalam hubungan internasional
setelah Perang Dunia II merupakan reaksi terhadap kekejaman yang terjadi selama
perang itu.

kritik terhadap komunitas internasional


Kritik realistis terhadap bukti bahwa norma-norma internasional sebagai penentu
kebijakan dan perilaku pemerintah dipandang lemah atau tidak ada.. Beberapa kritik
yang sering dilontarkan kepada masyarakat internasional adalah:
1. Resolusi Konflik yang Buruk: Masyarakat internasional cenderung lebih
mengandalkan cara diplomasi dan mediasi daripada tindakan nyata untuk
menyelesaikan konflik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia.
2. Ketimpangan kekuasaan: Masyarakat internasional dipandang didominasi oleh
negara dan kekuatan yang kuat, yang seringkali menimbulkan ketidakadilan dalam
berbagai keputusan dan kebijakan internasional serta dalam distribusi sumber daya
global.

program penelitian saat ini


Sejak berakhirnya Perang Dingin, sebagian program penelitian Perhimpunan
Internasional telah berkembang dan berubah. Beberapa program penelitian yang saat
ini populer di masyarakat internasional adalah:
1. Masalah Keamanan Global:
2. Isu Lingkungan
15

3. Isu Ekonomi Global


4. Isu HAM.
5. Masalah kesehatan global
6. Isu Politik
7.Masalah Teknologi Global
8. Isu Migrasi Global

EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL: TEORI-TEORI KLASIK


Pengenalan: apa itu EPI?
Ekonomi Politik Internasional (IPE) adalah bidang studi yang menggabungkan
ekonomi dan ilmu politik untuk memahami dinamika bagaimana negara berinteraksi
dalam perdagangan global, investasi, dan keuangan. MYP berfokus pada interaksi
kompleks dalam konteks internasional antara politik dan bisnis, antara negara dan
pasar. IPS menarik perhatian kita pada masalah kekayaan dan kemiskinan dan siapa
yang mendapat apa dalam sistem internasional.

Merkantilisme
Visi merkantilisme digagas oleh elit politik sebagai upaya membangun negara
modern. Mereka berpendapat bahwa kegiatan ekonomi harus ditujukan untuk
membangun bangsa yang kuat. Kebijakan proteksionis adalah ciri utama merkantilisme,
di mana negara berupaya membatasi impor barang asing dan mendorong ekspor
produk lokal. Kebijakan ini diterapkan dengan mensubsidi produsen lokal, memungut
bea masuk dan membangun monopoli perdagangan di koloni.
liberalisme ekonomi
Liberalisme ekonomi muncul sebagai kritik terhadap kontrol politik dan regulasi
ekonomi yang berlaku di seluruh Eropa saat itu, yakni merkantilisme.Ini didefinisikan
sebagai "doktrin yang mengatur organisasi dan pengembangan ekonomi dan
kesejahteraan individu". Ciri-ciri liberalisme ekonomi antara lain:
1. Pasar bebas:
2Persaingan bebas
3. Kepemilikan pribadi
16

4. Liberalisasi Perdagangan:
Marxisme
Marxisme adalah teori sosial dan politik yang berasal dari gagasan Karl Marx dan
Friedrich Engels pada abad ke-19. Beberapa prinsip kunci dan fitur dari Marxisme
adalah:
1. Materialisme Historis:
2Kritik terhadap Kapitalisme:.
3. Penekanan pada kelas sosial
4. Penghapusan kepemilikan pribadi
5. Sosial Demokrasi
6. Revolusi Proletar

BAB III
Pendekatan dan Perdebatan Kontemporer

Ekonomi Politik Internasional: Perdebatan Kontemporer

Hubungan antara Politik dan Ekonomi: Perdebatan tentang Stabilitas Hegemonik


Amerika Serikat
Salah satu perdebatan utama terkait merkantilisme adalah perlunya negara yang
kuat untuk memungkinkan pembangunan ekonomi internasional yang harmonis. Dalam
hal ini diperlukan hegemon, yaitu kekuatan ekonomi dan militer yang dominan, untuk
menciptakan dan mengembangkan sepenuhnya sistem ekonomi dunia yang liberal.

Pembangunan dan keterbelakangan di negara berkembang


Perdebatan yang muncul dari visi Marxis terutama menyangkut masalah
pembangunan dan keterbelakangan di negara-negara berkembang. Indikator yang
digunakan untuk mengukur kemajuan di negara berkembang antara lain tingkat
kemiskinan, kualitas pendidikan, harapan hidup dan tingkat pengangguran. Berbagai
upaya telah dilakukan untuk mempercepat pembangunan di negara berkembang,
17

seperti bantuan dan kerjasama internasional, program pembangunan dan reformasi


struktural.

Globalisasi ekonomi dan perkembangan peran negara


Gobalisasi ekonomi adalah fenomena di mana negara-negara mengintegrasikan
ekonomi mereka melalui arus barang, jasa, modal, teknologi, dan tenaga kerja.
Perdebatan tentang globalisasi muncul dan menjadi fokus EPI. kehidupan, termasuk
ekonomi, politik, teknologi dan komunikasi. Globalisasi menggambarkan penyebaran
dan intensifikasi hubungan ekonomi, sosial dan budaya lintas batas internasional

Perkembangan teoretis terkini dalam PSA


Teori EPP klasik terdiri dari tiga aliran utama, yaitu merkantilisme, ekonomi
liberal, dan Marxisme. Dalam hal ini, individualisme metodologis membantu para ahli
teori IPS untuk menyempurnakan fondasi mikro-teoritis untuk berpikir tentang
bagaimana individu memengaruhi dinamika ekonomi global.
perkembangan teoretis terbaru yang dipelajari di EPI meliputi:
1. Teori ketergantungan
2. Teori ketimpangan global
3. Teori rezim internasional
4.Teori Hegemoni
5. Teori transnasionalisme
Perkembangan teoritis terkini IPE terus berkembang sejalan dengan dinamika
perekonomian dunia. Penelitian lebih lanjut tentang teori-teori ini dapat membantu untuk
memahami dan menjelaskan dinamika sistem global, serta memberikan wawasan
tentang proses pengambilan keputusan negara-negara dalam menghadapi tantangan
global saat ini.
Kesimpulan: masa depan EPI
Isu kekayaan dan kemiskinan yang menjadi fokus PIE menjadi semakin penting
dalam politik dunia. Sementara IR secara tradisional berfokus pada perang dan
perdamaian, risiko perang antar negara menurun. Dalam dinamika perubahan sistem
ekonomi global, masa depan EPI terlihat cerah. Namun, EIP akan menghadapi
18

beberapa tantangan seperti: B. meningkatnya ketidaksetaraan ekonomi global,


perkembangan teknologi dan digitalisasi, perubahan iklim dan pergeseran kekuasaan
dan pengaruh antara.

Konstruktivisme Sosial
Kebangkitan Konstruktivisme di Hubungan Internasional
Dalam beberapa dekade terakhir, Konstruktivisme telah menjadi pendekatan
Hubungan Internasional (HI) yang semakin menonjol, khususnya di Amerika Utara ke
tulisan-tulisan filsuf Italia abad ke-18 Giambattista Vico.

Konstruktivisme sebagai teori sosial


Teori sosial adalah cabang ilmu yang mencakup pemahaman umum tentang
dunia sosial, tindakan sosial, dan hubungan antara struktur dan agen. Dalam teori
sosial, konstruktivisme menekankan bahwa realitas sosial dibangun secara sosial
dengan cara yang konstruktif. Hubungan antar manusia, termasuk hubungan
internasional, terdiri dari pemikiran dan gagasan dan tidak semata-mata ditentukan oleh
kekuatan material.

Teori konstruktivis Hubungan Internasional


Konstruktivisme diperkenalkan ke HI oleh Nicholas Onuf (1989), yang
menciptakan istilah tersebut.
1. Budaya Anarki
Dalam sistem anarkis, setiap negara memiliki kemampuan militer dan lainnya yang
berpotensi mengancam negara lain. Namun, perang dan perlombaan senjata
bukanlah hasil akhir dari sistem ini. Interaksi sosial antar negara yang anarki juga
dapat mengarah pada budaya yang lebih terbuka dan ramah dimana negara dapat
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan membangun stabilitas regional
dan global.
2standar masyarakat internasional
Berfokus pada interaksi antara sistem internasional dan mengabaikan peran faktor
nasional.
19

3. Kekuatan organisasi internasional


Pandangan realistis tradisional organisasi internasional menyatakan bahwa
organisasi internasional memainkan peran penting bagi negara dalam menyediakan
barang publik, mengumpulkan informasi, membuat komitmen yang kredibel,
memantau perjanjian, dan negara dalam mengatasi masalah, mengambil tindakan
kolektif, dan meningkatkan bantuan kesejahteraan individu .
4. Pendekatan konstruktivis terhadap kerja sama Eropa
Aspek kerjasama Eropa menjadi fokus analisis konstruktivis, sedangkan sejarah
kerjasama Eropa di bidang ini dinilai kurang positif oleh kaum realis karena
perbedaan kepentingan nasional..
5. Membentuk rumah dan identitas, mulai dari aturan
"Analisis konstruktivis berfokus pada berbagai aspek kerja sama Eropa, sementara
kaum realis menilai secara negatif sejarah kerja sama Eropa di bidang ini karena
perbedaan kepentingan nasional

"Kritik terhadap konstruktivisme


Teori neorealisme tetap menjadi pesaing utama dan lawan intelektual dari teori
konstruktivisme.. Namun, seperti pendekatan lain dalam penelitian sosial,
konstruktivisme juga mendapat kritik. Berikut adalah kritik terhadap konstruktivisme:
1. Kurangnya penekanan pada faktor struktural.Pendekatan konstruktivis cenderung
berfokus pada bagaimana individu menciptakan makna dan membangun dunia sosial
melalui interaksi dengan orang lain dan lingkungan, dan mengabaikan faktor
struktural seperti kekuatan ekonomi, politik, atau ideologi yang mempengaruhi
interaksi tersebut.
2. Kesulitan memahami objektivitas. Konstruktivisme cenderung menolak objektivitas
dan memandang pengetahuan sebagai subyektif, sehingga sulit bagi para sarjana
konstruktivis untuk membedakan antara klaim yang valid dan tidak valid, atau klaim
yang benar dan yang salah.

Program Penelitian Konstruktivis


20

Penelitian konstruktivis adalah pendekatan penelitian sosial yang mendalilkan


bahwa realitas sosial ditentukan tidak hanya oleh faktor struktural tetapi juga oleh
interaksi antara individu dan lingkungannya. Dalam konteks hubungan internasional,
konstruktivisme menekankan pentingnya budaya dan identitas dalam membentuk
kepentingan dan peran negara. Sementara agenda penelitian konstruktivis memiliki
pencela, pendekatan ini masih dianggap valid dan berguna dalam memajukan
pemahaman kita tentang kompleksitas dunia sosial.

POST-POSITIFISME DALAM HI
Post-strukturalisme dalam HI
Poststrukturalis adalah kritikus awal dan pencela ilmu sosial, termasuk
Hubungan Internasional (IR), berdasarkan metodologi positivis. Perspektif positivis
dalam HI menekankan keyakinan ilmiah yang dapat menjadi sumber kumulatif
pengetahuan untuk HI, meningkatkan akurasi, kekikiran, kekuatan prediksi, dan
kekuatan penjelas. Positivis percaya pada kesatuan sains: bahwa ilmu sosial tidak
berbeda secara fundamental dari ilmu alam dan bahwa metode analisis yang sama,
termasuk metode kuantitatif, berlaku untuk kedua bidang.

Post-kolonialisme dalam HI
Postkolonialisme diilhami oleh poststrukturalisme, yang mengkritik pendekatan-
pendekatan yang mapan untuk merepresentasikan dan menganalisis dunia.
Pendekatan ini kemudian diadopsi oleh postkolonialisme untuk fokus pada hubungan
antara negara-negara Barat dan non-Barat. Sebagai suatu sistem, kolonialisme
melibatkan negara atau kekuatan asing yang mendominasi dan menguasai wilayah
atau negara lain untuk kepentingan politik, ekonomi, dan budaya mereka sendiri.
Feminism dalam HI
Dalam beberapa tahun terakhir, isu gender mendapat perhatian yang meningkat
di banyak bidang ilmu sosial.. Feminisme dalam Sejarah Indonesia (HI) mengacu pada
upaya mempromosikan kesetaraan gender dalam penelitian, penulisan, dan pengajaran
sejarah.
Pendekatan kritik dari Post-Positivis
21

Pendekatan kritis post-positivis adalah pendekatan yang mengkritisi


pengetahuan dan praktik sosial dari pendekatan positivis. Kritik utama terhadap
pendekatan postpositivis menyangkut metodologi, di mana postpositivis tidak
sepenuhnya setuju dengan metodologi positivis superior yang dirasakan. Secara
umum, pendekatan kritis postpositivis mengusulkan pendekatan reflektif dan kritis
terhadap pengetahuan dan praktik sosial yang ada.Dengan menekankan kritik terhadap
ide-ide universalisme, empirisme, positivisme, dan hegemoni, pendekatan ini dapat
menawarkan pandangan yang lebih kompleks terhadap realitas sosial yang kompleks
dan beragam.
Program penelitian Post-positivis
Mazhab pemikiran dalam ilmu sosial disebut postpositivisme kritis dan berusaha
melampaui pendekatan positivis, yang menganggap bahwa pengetahuan dapat
diperoleh secara objektif dan universal melalui metode ilmiah. Dalam postpositivisme,
peneliti harus mengakui dan mengkritisi asumsi, nilai, dan kepentingan yang mendasari
penelitian mereka.

kebijakan luar negeri


Konsep dari Kebijakan Luar Negeri
Mazhab pemikiran dalam ilmu sosial disebut postpositivisme kritis dan berusaha
melampaui pendekatan positivis, yang menganggap bahwa pengetahuan dapat
diperoleh secara objektif dan universal melalui metode ilmiah. Meskipun postpositivisme
terdiri dari banyak teori dan pendekatan yang mengarah ke arah yang berbeda,
beberapa program penelitian yang sering dikaitkan dengan aliran ini meliputi penelitian
kritis dan dekonstruktif, penelitian kualitatif, studi gender dan kekuasaan, penelitian
partisipatif, dan studi kinerja dan pembandingan. dan transnasional.
Analisis Kebijakan Luar Negeri
Pemeriksaan kebijakan luar negeri melibatkan analisis yang mendalam dan
penempatan kebijakan tersebut dalam konteks yang lebih luas dari pengetahuan
akademis. Analisis kebijakan luar negeri merupakan proses analitis untuk memahami
dan mengevaluasi kebijakan luar negeri suatu negara. Selain mempertimbangkan
22

konteks global dan regional yang berkembang, seorang analis juga harus memahami
kerangka kerja kebijakan luar negeri yang berlaku di negara yang bersangkutan
.
Bagaimana Caranya Mempelajari Kebijakan Luar Negeri: Pendekatan Level
Analisis
Berbagai tingkat analisis dapat dipertimbangkan saat mengkaji kebijakan luar
negeri, khususnya:
a. Tingkat sistem: Ini termasuk pemisahan kekuasaan dalam sistem internasional,
saling ketergantungan ekonomi politik antar negara dan faktor struktural lainnya.
b. Tingkat nasional: meliputi jenis pemerintahan, hubungan antara pemerintah dan
organisasi lain, dan faktor internal lain yang mempengaruhi kebijakan luar negeri
suatu negara.
c. Tingkat individu: termasuk faktor psikologis seperti mentalitas, pengambilan
keputusan dan kepentingan pribadi dari mereka yang terlibat dalam menentukan
kebijakan luar negeri.

Pertempuran di Teluk Persia: Sebuah Studi Kasus


Pada tanggal 2 Agustus 1990, Irak menginvasi negara tetangga Kuwait dan empat hari
kemudian Kuwait dianeksasi sebagai provinsi ke-19 Irak. Amerika Serikat dan banyak
negara lain takut Irak akan menyerang Arab Saudi yang kaya minyak. Jadi mengapa
Amerika Serikat memilih untuk terlibat dalam Perang Teluk? Ini karena Amerika Serikat
percaya memiliki kepentingan nasional yang sangat penting di kawasan ini

Catatan tentang Para Ahli dan ‘Think Tanks’


Kebijakan luar negeri telah menarik minat dan penelitian, sebagian besar
ditujukan untuk mempengaruhi dan meningkatkan proses dan tujuan kebijakan luar
negeri negara tersebut. Sebuah organisasi yang misinya menyebarkan informasi yang
berguna dan memberikan nasihat ahli tentang isu dan masalah internasional adalah
think tank.

BAB IV
23

KEBIJAKAN DAN ISU-ISU

KUNCI DARI ISU DI HI KONTEMPORER

Terorisme Internasional
Tindakan yang melanggar hukum atau mengancam kekerasan terhadap warga
sipil karena alasan politik, agama, atau sejenisnya dapat didefinisikan sebagai tindakan
terorisme. Upaya penanggulangan terorisme internasional dilakukan oleh negara dan
organisasi internasional seperti B. Mengejar dan menangkap anggota kelompok teroris,
memperkuat keamanan di daerah sensitif dan mengumpulkan dukungan
internasional.Namun, upaya tersebut juga menimbulkan sejumlah kontroversi dan
tantangan, khususnya yang berkaitan dengan keseimbangan keamanan, hak asasi
manusia dan kebebasan individu

Agama di RI: Benturan Peradaban?


Di masa lalu, agama dan politik terkait erat.Pada Abad Pertengahan, kekuasaan
terbagi antara hierarki pemimpin agama di satu sisi dan pemimpin politik di sisi lain.
Keduanya sering bersaing untuk mendapatkan pengaruh dan kekuasaan di negara
tersebut.
lingkungan
Selama tiga dekade terakhir, isu-isu lingkungan semakin mendapat perhatian
internasional. Banyak orang, terutama di negara-negara Barat, semakin yakin bahwa
kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat saat ini merusak lingkungan.

Pola Baru Dari Perang Dan Perdamaian: Perubahan Kenegaraan


Saat ini konflik bersenjata sering terjadi di negara lemah, yaitu negara yang tidak
dapat menjamin keamanan, ketertiban, kebebasan, dan keadilan warga negaranya.
Sementara itu, di negara maju, khususnya di negara demokrasi liberal, terdapat derajat
perdamaian, kerja sama, dan risiko perang antar negara. Fenomena ini terkait dengan
perubahan keadaan.
24

Kesimpulan
Dalam pembahasan RE, telah diidentifikasi empat masalah modern yang perlu
dipecahkan berdasarkan teori RE. Namun, sifat tantangan teoretis yang muncul
bergantung pada penilaian seseorang terhadap keseriusan masalahMisalnya,
pandangan radikal tentang masalah lingkungan memaksa kita untuk mengevaluasi
kembali cara berpikir kita tentang hubungan internasional secara keseluruhan
.KELEMAHAN DAN KEKUATAN BUKU
KELEMAHAN BUKU:
 Terlalu banyak sub-bab yang memuat topik yang kembali berulang
 Terlalu banyak kata-kata yang memiliki makna kiasan sehingga membuat
pembaca bingung
 Banyaknya makna pada suatu kalimat yang ditulis bersamaan tanpa kata
penghubung yang jelas
 Tidak adanya terjemahan mengenai istilah kata yang digunakan sehingga perlu
untuk mencari scara lebih artinya
 Penyampaian buku yang cukup rumit, dengan banyak nya box-box penjelasan
yang sulit dipahami

KELEBIHAN BUKU:
 Buku ini bisa dijadikan sebagai dasar pedoman untuk mempelajari tentang HI
secara menyeluruh
 Terdapat sub-bab yang saling berhubungan sehingga memudahkan untuk
mempelajari antar sub-bab nya
 Referensi dari sumber yang diberikan jelas dan terperinci
 Terdapat kesimpulan-kesimpulan di akhir sub-bab sehingga memudahkan
pembaca untuk lebih memahami
 Adanya pertanyaan-pertanyaan di akhir sub-bab membuat pembaca dapat saling
berdiskusi
25

SEKOLAH STAF DAN KOMANDO TNI AD


DEPARTEMEN MASALAH STRATEGI

RANGKUMAN
HUKUM LAUT INTERNASIONAL

LAHIRNYA HUKUM LAUT INTERNASIONAL


Hukum internasional berasal dari benua Eropa sebelum masa kekuasaan
Imperium Roma yang menganggap laut sebagai "res communis omnium". Imperium
Roma menguasai seluruh laut tengah secara mutlak, dan pemikiran hukum yang
melandasi sikap tersebut adalah laut merupakan "res communis omnium". Adanya
klaim dari negara – negara pantai untuk keperluan yang secara singkat dijelaskan
meimbulkan sebuah keadaan dimana laut tidak lagi merupakan sebuah daerah milik
Bersama. Peristiwa penting dalam sejarah hukum maritim internasional adalah
pembagian semua laut dan samudera di dunia menjadi dua bagian oleh Alexander XIV
pada tahun 1493. Pembagian semua laut dan samudera antara Portugal dan Spanyol
pada dasarnya adalah pembagian dunia.

Upaya kerajaan Portugal, Spanyol, Denmark, dan Inggris Raya untuk


menyatakan laut sebagai "laut domino" mereka, berdasarkan kepentingan perlindungan
penangkapan ikan dan monopoli maritim, menantang pihak lain serta perjuangan
Belanda. dan angkatan laut Inggris Portugal dan Spanyol di laut akhirnya menyadari
prinsip kebebasan laut dalam arti kebebasan navigasi. Prinsip kebebasan laut pertama
kali diperkenalkan oleh Hugo Grotius dalam bukunya Mare Liberium, buku tentang hak
pelayaran Belanda ke Hindia Timur, yang ditulis untuk melindungi hak lintas laut
Belanda selain Portugis dan Portugis. lautan Penangkapan ikan adalah subjek penting
pada saat itu, tetapi dalam pro-pajak pengiriman gratis dan di Mare liberia yang
ditugaskan ke Spanyol, hak untuk menangkap ikan tidak ada hubungannya dengan
kebebasan navigasi.

Sudah menjadi asumsi umum bahwa aturan laut tiga mil pernah dianggap
sebagai ukuran lebar laut teritorial yang diterima secara umum, yang berasal dari
26

kaliber tembakan meriam. Aturan tiga mil adalah prinsip hukum laut, yang menyatakan
bahwa setiap negara berhak mengklaim sebagai laut teritorialnya suatu wilayah laut
yang berjarak tiga mil dari pantainya. Pada zaman sejarah dahulu, masyarakat
menggunakan beberapa ukuran untuk menentukan lebar laut teritorial sebagai garis di
bawah kedaulatan suatu negara pantai, antara lain ukuran kerangka, ukuran mata, dan
ukuran laut. Penulis Italia Domenico Anzun menyamakan tembakan meriam 3 mil laut
yang dipelopori oleh Galiani dan Anzun pada abad ke-18.

KEKUASAAN NEGARA ATAS LAUT YANG BERBATASAN


DENGAN PANTAINYA

Sudah menjadi asumsi umum bahwa aturan laut tiga mil pernah dianggap
sebagai ukuran lebar laut teritorial yang diterima secara umum, yang berasal dari
kaliber tembakan meriam. Aturan tiga mil adalah prinsip hukum laut, yang menyatakan
bahwa setiap negara berhak mengklaim sebagai laut teritorialnya suatu wilayah laut
yang berjarak tiga mil dari pantainya. Penggambaran perkembangan dalma hukum laut
adalah sebagai berikut:

1. Perkembangan hukum pemberantasan penyeludupan di inggris


Sebagian besar undang-undang saat ini menetapkan yurisdiksi atas
barang selundupan dalam jarak enam mil dari pantai. Singkatnya, substansi dari
banyak undang-undang yang berlaku saat ini memperluas yurisdiksi Inggris lebih
dari 12 mil laut atas kapal penyelundupan tertentu, terlepas dari
kewarganegaraan kapal tersebut. Dan hasil dari pengembangan undang-undang
anti penyelundupan Inggris adalah bahwa pemerintah asing, dalam hal ini
Prancis, setuju untuk menindak kapal berbendera Prancis di bawah undang-
undang anti penyelundupan karena Inggris memperkenalkan undang-undang
baru yang mengesampingkan semua undang-undang yang ada.
2. Perkembangan hukum pemberantasan penyeludupan di amerika serikat.
27

Salah satu Tindakan legislative pertama adalah undang – undang oleh


kongres pada 1 juni 1789, dimana bahwa kapal – kapal diperiksa oleh petugas
bea cukai dalam jarak 12 mil dari pantai untuk memeriksa ada atau tidaknya
manifest yang memuat perincian barang yang diangkut. Juga dilarang untuk
menurunkan barang muatan di dalam jarak 12 mil dari pantai di tempat yang
tidak resmi diperuntukan untuk menurunkan barang. Uu 1790 memuat ketentuan
denda bagi yang melawan pejabat bea dalam pelaksanaan kewajibanya,
sedangkan uu tahun 1791 melarang pembongkatan muatan miniman keras
dalam jaran 12 mil.
Uu 1799 memberikan wewenang kepada petugas bea melepaskan tembakan
yang tidak mengindahkan perintah. Kemudian 1922 undang undang bea cukai
yang menegaskan yuridiksi anti penyelundupan hingga meliputi segala macam
barang yang dibongkar atau diturunkan pada jarak 12 mil.
3. Surat menyurat diplomatic dan perjanjian – perjanjian tentang yuridiksi
pemberantasan penyeludupan di laut dan di luar batas 3 mil
Kedua negara, Amerika Serikat dan Inggris, memiliki yurisdiksi atas
penyelundupan di luar batas 3 mil laut dan mereka memiliki kesamaan dalam
masalah anti-penyelundupan. Namun, Inggris terlihat tidak setuju dengan
tindakan Amerika dalam pemberantasan penyelundupan narkoba dan alkohol.
Saat AS mengambil tindakan terhadap kapal Inggris yang membawa alkohol di
luar batas 3 mil laut, Inggris menolak untuk menerimanya dan mengirim surat
protes kepada Kementerian Luar Negeri. Dalam surat tersebut, Duta Besar
Inggris menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak setuju dengan pendapat
pemerintah AS bahwa kapal asing dapat diambil tindakan jika terbukti melakukan
kegiatan ilegal di dekat pantai. Meskipun Departemen Luar Negeri AS
mempertahankan posisinya, Inggris tetap protes bahwa tindakan AS tersebut
tidak dapat diterima.
Negara-negara lain, termasuk Prancis dan Belanda, juga melakukan
korespondensi diplomatik yang serupa dan mengirimkan protes diplomatik terkait
undang-undang anti penyelundupan dan bea cukai AS. Amerika Serikat
mengusulkan perjanjian antara Amerika dan Inggris untuk meningkatkan
28

penegakan undang-undang anti-perdagangan manusia dan menghindari


kesalahpahaman antara kedua negara. Kesepakatan akhirnya dicapai dan
memfasilitasi penegakan hukum terkait undang-undang penyelundupan dan anti-
perdagangan manusia. Perjanjian ini mengatur prinsip-prinsip untuk penegakan
undang-undang anti-perdagangan manusia, termasuk masalah penjualan
minuman beralkohol di Amerika Serikat. Pasal 1 menegaskan bahwa lebar laut
teritorial yang sesuai adalah 3 mil laut. Pasal 2 menjanjikan bahwa Pemerintah
Inggris tidak akan menolak pemeriksaan kapal Inggris di luar laut teritorial yang
dapat dilakukan dalam satu jam. Pasal 4 berisi ketentuan tentang ganti rugi dan
klaim dalam hal hilangnya kapal Inggris karena tindakan yang tidak cukup kuat
atau tidak masuk akal. Perjanjian ini merupakan dokumen internasional pertama
yang memperkenalkan konsep yurisdiksi umum negara pantai dan yurisdiksi
terbatas negara pantai atas jalur laut atau wilayah di luar 3 mil laut yang
mencegah penyelundupan. Oleh karena itu, perjanjian ini memiliki arti sejarah
yang penting.

4. Kesimpulan
Tumbuh dan berkembangnya kekuasaan Negara atas
laut teritorial dengan segala kedoknya jelas menunjukkan bahwa kebutuhan
unik berbagai negara Inggris dan Amerika menyebabkan perluasan
kekuasaan Negara atas laut teritorial melebihi 3 mil
laut teritorial. yang pernah dianggap sebagai bagian dari laut. Munculnya
kekuatan negara pantai untuk mencegah perusakan dan penyelundupan di luar
batas wilayah 3 mil laut disebabkan oleh dua keadaan pertama, batas 3 mil laut
tidak cukup luas dan yang kedua adalah keinginan
untuk meningkatkan batas kekuatan. negara pantai atau
kedaulatan maritim negara pantai.Dengan kesimpulan dari perjanjian bilateral,
dicatat bahwa sejumlah lembaga hukum tambahan, yang awalnya dibuat
untuk tujuan praktis, menjadi lembaga hukum laut internasional yang diakui
secara umum. Sebelum Konferensi Perairan Teritorial, perkembangan
kekuasaan negara atas dasar laut yang berbatasan dengan pantainya telah
29

mencapai tingkat perkembangan yang memisahkan kekuasaan atau yurisdiksi


pantai negara lain.

MASALAH HUKUM LAUT PADA KONFERENSI


KODIFIKASI DEN HAAG TAHUN 1930
Konferensi Kodifikasi adalah konferensi kodifikasi yang diselenggarakan oleh Liga
Bangsa-Bangsa (LBB) yang bertujuan untuk menghimpun dan
mengkoordinasikan norma-norma hukum internasional yang ada. Konferensi ini
berlangsung di Den Haag, Belanda pada tahun 1930 dan dihadiri oleh para ahli hukum
internasional dari berbagai negara. Tujuan utama dari konferensi ini adalah untuk
memperkuat dan mengembangkan prinsip-prinsip hukum internasional yang ada
dan mengeluarkan peraturan baru untuk memfasilitasi hubungan antar negara.
Konferensi tersebut membahas hukum laut, kejahatan internasional dan perlindungan
orang asing. Meski hasil konferensi tidak memuaskan
semua pihak yang terlibat, konferensi ini tetap menjadi tonggak perkembangan hukum
internasional.Beberapa hasil konferensi ini menjadi sumber referensi dan
dasar pengembangan standar internasional yang masih berlaku.
Konferensi Kodifikasi LBB juga menjadi salah satu landasan berdirinya Mahkamah
Internasional dan Komisi Hukum Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

1. Persiapan konferensi.
Tugas Komite Ahli adalah menyusun daftar awal poin-poin terpenting dalam
hukum internasional yang dianggap perlu dikodifikasi, dan melaporkannya kepada
Dewan setelah menerima masukan dari negara-negara anggota Liga Bangsa-
Bangsa. Setelah beberapa sesi, Komite Ahli mempresentasikan daftar tujuh
masalah hukum internasional yang siap dikodifikasi, salah satunya adalah
masalah maritim. Rancangan Pasal Schucking terdiri dari 14 pasal yang
berhubungan dengan sifat dan luas hak negara pantai, perairan teritorial, teluk,
pulau, selat, lintas damai, yurisdiksi, sumber daya laut, dasar laut dan permukaan,
serta kapal perang di bawah yurisdiksi negara pantai atas kapal dagang di
30

pelabuhan. Berdasarkan jawaban dari panitia ahli pemerintah, disimpulkan bahwa


masalah perairan teritorial cukup untuk dikodifikasi, dan Majelis Umum Liga
Bangsa-Bangsa memutuskan untuk membahas tujuh pertanyaan hukum pada
pertemuan pada tanggal 27 September 1927, yaitu 1) Kewarganegaraan, 2)
Perairan teritorial, dan 3) Tanggung jawab negara.

2. Hasil Konferensi
Hasil konferensi menghasilkan setidaknya beberapa hukum laut teritorial yang
jika tidak dapat dianggap sebagai kodifikasi hukum kebiasaan maka berlaku,
setidaknya merupakan repositori atau dokumentasi hukum kebiasaan
internasional. berdasarkan praktek nasional di daerah ini.
a. Laut Teritorial
Pasa 1 mengatakan wilayah negara meliputi suatu jalur laut dalam konvensi di
namakan laut territorial. Pasal 2 mengatakan bahwa wilayah negara pantai
meliputi ruang udara di atas territorial demikian dasar laut daripada laut
territorial dan tanah di bawahnya.
b. Hak Lintas Damai
Konsep lintas damai dalam Pasal 2 menjelaskan bahwa kapal asing tidak boleh
membahayakan keamanan dan ketertiban umum di wilayah laut negara. Pasal
3 mengizinkan kapal untuk berhenti dan buang jangkar dalam keadaan normal
atau dalam situasi darurat. Pasal 4 menyatakan bahwa lalu lintas kapal asing di
laut teritorial tidak boleh dihalangi kecuali jika ada ancaman terhadap kapal
selam. Pasal 5 menegaskan bahwa hak lintas damai kapal asing tidak
mengurangi hak negara pantai untuk melindungi keamanan dan ketertiban
umum di laut dalam.
c. Yuridiksi (Kriminal dan Sipil) negara pantai atas kapal – kapal asing di dalam
laut territorial
Ketika kapal asing berada di laut teritorial suatu negara pantai, dua
yurisdiksi berlaku, yaitu yurisdiksi pantai negara yang berdaulat atas laut
teritorial dan yurisdiksi negara yang benderanya dikibarkan kapal tersebut.
Namun, Pasal 8 menyatakan bahwa negara pantai tidak boleh menangkap atau
31

menahan seseorang yang telah melakukan pelanggaran di atas kapal ketika


melintasi laut teritorialnya, kecuali dalam kasus-kasus tertentu. Ketentuan Pasal
8 dan 9 tidak berlaku bagi kapal pemerintah atau negara asing yang tidak
melakukan pelayaran niaga, seperti kapal perang dan kapal dinas pemerintah.
d. Pengejaran seketika
Konferensi juga mengatur tentang tindakan segera terhadap kapal asing
yang melanggar peraturan perundang-undangan negara pantai. Pasal 11
menyatakan bahwa pengejaran segera dapat dilakukan terhadap kapal asing
yang melanggar hukum dan peraturan negara pantai, dimulai dari perairan
pedalaman atau laut teritorial hingga di laut lepas. Namun, pengejaran harus
dihentikan ketika kapal asing mencapai laut teritorial negara Anda sendiri atau
negara ketiga. Pasal 12 mengatur bahwa negara pantai tidak dapat mencegah
atau memerlukan otorisasi atau pemberitahuan terlebih dahulu atas lintas kapal
perang asing melalui laut teritorialnya, kecuali dalam keadaan tertentu yang
ditentukan. Namun, jika kapal perang tidak memenuhi persyaratan negara
pantai untuk mematuhi aturan lintas damai, negara pantai dapat meminta kapal
perang asing untuk meninggalkan wilayah laut.

e. Kesimpulan
Konferensi Kodifikasi Hukum Laut Internasional tahun 1930 juga
membahas masalah keamanan laut dan perlindungan lingkungan laut. Dalam
hal ini, konferensi menekankan perlunya negara-negara untuk melakukan
tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melindungi keamanan navigasi dan
mencegah kecelakaan kapal di laut, serta untuk melindungi lingkungan laut dari
pencemaran dan kerusakan. Konferensi juga menghasilkan beberapa
kesepakatan penting terkait tanggung jawab negara-negara dalam hal
kecelakaan kapal, seperti Konvensi Kapal Selam pada tahun 1936 dan
Konvensi OILPOL pada tahun 1954.
Pada tahun-tahun berikutnya, banyak negara yang mengadopsi dan
mengimplementasikan prinsip-prinsip dan kesepakatan yang dicapai pada
Konferensi Kodifikasi Hukum Laut Internasional tahun 1930. Namun, beberapa
32

isu yang masih diperdebatkan, seperti kewenangan negara pantai atas sumber
daya alam di dasar laut di luar laut teritorial, belum sepenuhnya diatasi. Oleh
karena itu, negara-negara terus berdiskusi dan bernegosiasi dalam berbagai
forum internasional untuk mencapai kesepakatan mengenai masalah-masalah
terkait hukum laut dan lingkungan laut.

f. Penilaian.
Konferensi Kodifikasi Den Haag membahas berbagai isu terkait laut
teritorial dan organisasi hukum, dan memberikan kontribusi besar dalam
pengembangan hukum maritim internasional. Salah satu hasilnya adalah
regulasi hukum maritim. Selama persiapan konferensi, para ahli
memperkenalkan pemahaman baru tentang hukum laut yang berkaitan dengan
perlindungan perikanan.
Konsep jalur penyangga ikan sempat dibahas, tetapi tidak pernah
diwujudkan menjadi kertas kerja atau draft paper oleh subkomite ahli. Meskipun
demikian, konsep ini dianggap sebagai jembatan antara hukum laut
internasional klasik dan modern.Namun, hasil positif dari Konferensi Kodifikasi
Den Haag akan lebih signifikan dalam perkembangan hukum laut internasional
jika konferensi tersebut berhasil mencapai kesepakatan tentang lebar laut
teritorial sebagai puncak atau mahkota kerja konferensi. Sayangnya, Konferensi
Lebar Laut Teritorial mengalami kegagalan karena beberapa peserta ingin
memaksa penerimaan lebar laut teritorial 3 mil sebagai ukuran luas yang
diterima secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa peserta tidak
ingin mengakui praktik negara-negara yang memiliki laut teritorial yang lebih
luas. Secara keseluruhan, Konferensi Kodifikasi Den Haag memberikan
kontribusi besar dalam pengembangan hukum laut internasional, terutama
dalam hal regulasi hukum maritim dan pemahaman baru tentang perlindungan
perikanan. Meskipun Konferensi Lebar Laut Teritorial mengalami kegagalan,
hal ini tidak mengurangi pentingnya konferensi tersebut dalam sejarah
perkembangan hukum laut internasional.
.
33

PERKEMBANGAN HUKUM LAUT SESUDAH PERANG


DUNIA KE II

Diantara faktor” yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam hukum laut


internasional setelah akhir PD-II dapat dikemukakan tiga faktor terpenting sebagai
berikut :
a. Banyaknya jumlah negara yang menjadi merdeka sehingga mengakibatkan
perubahan peta bumi politik yang tidak kecil di dalam dunia setelah perang dunia
ke-II.
b. Kemajuan teknologi sebagai akibat samping dari kemajuan dalam teknologi yang
terjadi dengan pesatnya selama perang dunia ke-II.
c. Bertambahgantungnya bangsa bangsa pada laut sebagai sumber daya
kekayaan alam, baik hayati maupun mineral termasuk minyak bumi dan gas.
Bertambah gantungnya penduduk pada laut sebagai sumber kekayaan atau
penghidupanya mengakibatkan diambilnya Tindakan sepihak dan juga terjadinya
sengketa – sengketa, terutama sengketa yang bertalian dengan kekayaan hayati laut.
Hal ini mengakibatkan terjadinya peristiwa yang cukup penting dalam sejarah
perkembangan hukum laut internasional modern, karena menyebabkan terjadinya
perubahan dalam ketentuan yang terbentuk sebelum perang.
1. Proklamasi Presiden Truman Tahun 1945 Tentang Continental Shelf.
Deklarasi Truman menyatakan pentingnya perlindungan dan pengelolaan
sumber daya alam di bawah dasar laut dan landas kontinen oleh negara pantai
yang berbatasan dengan area tersebut, karena eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya alam semakin maju dan penting untuk kebutuhan jangka panjang dunia.
Oleh karena itu, kewenangan pengaturannya harus dimiliki oleh negara pantai
yang berbatasan dengan area tersebut, karena "landas kontinen" dianggap
sebagai perpanjangan wilayah daratan dan penghilangan sumber daya alam di
dalamnya memerlukan kerja sama dan perlindungan pantai. Tindakan pemerintah
AS didasarkan pada pendapat ahli geologi perminyakan bahwa bagian tertentu
dari landas kontinen mengandung cadangan minyak berharga. Sejarah hukum
maritim mencatat preseden pengelolaan sumber daya alam, seperti penambangan
34

batu bara di Cornwall dan penambangan mutiara dari dasar laut di beberapa
negara. Gagasan "landas kontinen" pertama kali muncul dari kekayaan hayati atau
perikanan, dan istilah ini dicetuskan dalam perdebatan hukum laut pada
Konferensi Den Haag 1930. Negara-negara mulai mengklaim kepemilikan atas
kekayaan alam di dasar laut dan tanah di bawahnya setelah Amerika Serikat
membuat Deklarasi Truman pada 1945. Meksiko, Panama, Argentina, Pakistan,
dan Filipina termasuk di antara negara-negara yang mengikuti jejak AS dengan
membuat deklarasi serupa. Prinsip dan pemahaman hukum laut yang
diperkenalkan dalam Deklarasi Truman menyebar ke seluruh dunia dalam waktu
yang relatif singkat.

2. Proklamasi Presiden Truman tahun 1945 tentang Perikanan.


Pemerintah AS menetapkan zona penyangga untuk melindungi stok ikan dan
mengatur kegiatan penangkapan ikan di wilayah tersebut, baik yang dilakukan
oleh warga negara AS maupun negara lain. Zona konservasi juga dapat
ditetapkan melalui kesepakatan dengan negara lain, dengan memperhatikan
kepentingan bersama warga negara AS dan hak navigasi yang tidak terpengaruh.
Tindakan yang inti pokoknya dituangkan dalam proklamasi yang dikutip di atas
antara lain :
a. Perikanan sangat penting sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat yang
hidup di daerah pantai dan sebagai sumber bahan bagi industry makanan
amerika.
b. Peningkatan kemajuan dalam peralatan memancing dan teknik meningkatkan
bahaya over-fishing yang dapat mengakibatkan berkurangnya sumber daya
ikan, dimana telah menciptakan kebutuhan mendesak untuk melindungi pesisir
sumberdaya perikanan dari metode ekstraksi yang mengancam kelestarian
sumber daya tersebut. ini kekayaan.
c. Pengaturan untuk penggalian kekayaan hayati itu ada sampai saat itu, yaitu
dalam bentuk perjanjian atas perikanan antara negara-negara yang
berkepentingan, dipertimbangkan tidak memadai sebagai tindakan untuk
melindungi dan menjamin kelangsungan hidup sumber kekayaan hayati yang
penting ini.
35

Di bawah hukum adat laut satu-satunya pembatasan kebebasan mutlak


untuk menangkap ikan ini adalah yang dikenakan oleh perjanjian penangkapan
ikan menyimpulkan antar negara. Namun, pembatasan yang dipaksakan sendiri
secara kolektif tidak berkurang prinsip bahwa pada dasarnya orang bebas untuk
menangkap ikan di laut lepas. Seperti diketahui, kebebasan mutlak untuk
menangkap ikan di laut lepas menurut hukum adat laut itu berlaku sampai saat itu
didasarkan pada Hugo Argumen Grotius bahwa lautan adalah sumber kekayaan
alam yang tidak ada habisnya.

3. Sengketa perikanan antara Inggris dan Norwegia (Keputusan Mahkamah


Internasional Tahun 1951)
Perselisihan perikanan antara Inggris dan Norwegia pada tahun 1951
berdampak besar pada perkembangan hukum maritim saat ini. Perselisihan ini
berpusat pada validitas larangan penangkapan ikan eksklusif Norwegia dan cara
menarik garis dasar yang benar. Mahkamah Internasional menentukan bahwa
garis dasar harus mengikuti garis pasang surut..
Inggris berpendapat bahwa Norwegia dapat membenarkan penarikan
garis dasar lurus hanya di depan teluk, tetapi tidak di depan pantai dari pulau ke
pulau atau di depan kelompok pulau (skjaergaard). Selain itu, menurut pihak
Inggris, panjang garis dasar di depan teluk tidak boleh lebih dari 10 mil. 23)
Inggris Raya mengakui bahwa laut antara kelompok pulau dan daratan Norwegia
di teluk atau perairan laut disebut "fjord" atau "matahari". laut teritorial atau
perairan pedalaman Norwegia. Tetapi hanya karena "hak sejarah" seperti itu, itu
merupakan pengecualian. Mahkamah Internasional tidak setuju dengan Inggris
dalam keputusannya bahwa penarikan titik awal langsung Norwegia hanya dapat
dibenarkan sebagai pengecualian. Norwegia menggambar garis dasar langsung
tidak lebih dari hukum internasional yang berlaku umum dalam situasi tertentu.
4. Klaim – Klaim 200 Mil oleh Chile ,equador dan peru.
Proklamasi presiden Chili dan Peru pada tahun 1947 menetapkan klaim atas
sebuah wilayah seluas 200 mil di dekat pantai, yang disebut sebagai "landas
kontinen". Klaim tersebut didasarkan pada alasan atau argumen karena
kurangnya "taman kontinental" geologis dan berbeda dengan klaim "landas
36

kontinen" lainnya yang didasarkan pada keberadaan "landas kontinen" dalam arti
geologis.. Prinsip-prinsip yang menjadi dasar klaim Chili dan Peru adalah
kombinasi argumen geologis dan biologis yang disajikan dalam Deklarasi
Santiago tanggal 18 Agustus 1952, yang ditandatangani oleh Chili, Ekuador, dan
Peru. 81) Dalam pernyataan ini antara lain disebutkan:
a. Karena faktor-faktor geologis dan biologis yang mempengaruhi
keberadaan, konservasi dan pengembangan flora dan fauna laut di
perairan yang berbatasan dengan pantai negara pemberi pernyataan,
luas laut teritorial dan zona tambahan sebelumnya tidak cukup untuk
mengizinkan konservasi, pengembangan dan penggunaan sumber daya
yang menjadi hak negara pantai.
b. Oleh karena itu Pemerintah Cile, Ekuador dan Peru menyatakan sebagai
prinsip kebijakan maritim internasional mereka bahwa masing-masing
memiliki kedaulatan dan yurisdiksi tunggal atas wilayah laut yang
berbatasan dengan pantai negaranya sendiri dan membentang tidak
kurang dari 200 mil dari pantai tersebut".
Sebelum Konferensi Hukum Laut Jenewa 1958, Indonesia sendiri telah
mengambil tindakan di bidang internasional hukum laut yang juga sangat penting
dan bersifat prinsipil, yaitu diundangkannya Deklarasi tentang Perairan Indonesia
pada tanggal 13 Desember 1957, yang berisi tentang pokok-pokok yang kemudian
berkembang menjadi apa yang sekarang dikenal dengan Wawasan Nusantara.
37

KONFERENSI HUKUM LAUT JENEWA TAHUN 1958

1. Tugas Konferensi : arti dan Sifatnya


Sidang umum internasional yang diselenggarakan untuk merevisi hukum laut dan
mempertimbangkan aspek teknis, biologi, ekonomi dan politik dari masalah tersebut untuk
menghasilkan satu atau lebih konvensi internasional atau instrumen lain. Pokok bahasan
terutama berkaitan dengan pengukuran dan pemetaan klaim negara di laut yang
berbatasan dengan pantainya, baik di laut teritorial maupun landas kontinen, serta aspek
teknis lain dari hukum laut yang berkaitan dengan perkembangan teknologi di sektor
perikanan dan hasil laut..
Masalah ekonomi muncul dari meningkatnya kebutuhan manusia akan hasil laut
dan sumber daya angkatan laut yang terbatas. Peningkatan perikanan memerlukan
penelitian mata pencaharian ikan dan hewan laut lainnya, serta perbaikan teknik
penangkapan. Kebutuhan manusia akan sumber daya laut bersifat biologis dan selalu
untuk kebutuhan masyarakat tertentu sebagai sekelompok orang. Aspek illegal dalam
Resolusi No. 1105 (XI) bersifat politis dan sangat penting. Perkembangan hukum laut
dipengaruhi oleh aspek hukum laut non-hukum, terutama sosial-ekonomi, yang ada
melalui tindakan politik negara yang bersangkutan..
Kepentingan nasional negara bersifat subjektif dan mempengaruhi penilaian objektif
terhadap fakta, seperti pentingnya penangkapan ikan bagi ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat. Perluasan laut teritorial sering dijustifikasi dengan alasan tersebut, tetapi
perlu dipertimbangkan faktor objektif dan lama situasi ini berlangsung. Pemecahan
masalah lebar laut teritorial membutuhkan ukuran objektif dan faktor yang digunakan.
Lebar laut teritorial dipengaruhi oleh faktor subjektif, termasuk kepentingan nasional.
Konferensi diplomatik Perserikatan Bangsa-Bangsa bertujuan untuk menetapkan hukum
laut universal. Konferensi Maritim Jenewa 1958 menerapkan Pasal 13 Piagam PBB untuk
mempromosikan perkembangan progresif dan pengaturan hukum internasional.
Pembedaan antara "kodifikasi" dan "perkembangan progresif" diperlukan karena
Kodifikasi Den Haag 1930 dan Konferensi Hukum Laut Jenewa 1958 berbeda. Istilah
kodifikasi tidak cocok untuk mempromosikan hukum maritim publik dan konferensi harus
mempertimbangkan perubahan teknologi dan politik.

2. Persiapan Konferensi.
Komite Hukum Internasional mempersiapkan pembentukan hukum laut internasional
selama 7 tahun dan selesai pada sesi VIII tahun 1956, dengan pekerjaan yang
38

mengagumkan di wilayah laut lepas, laut teritorial, perikanan, konservasi sumber daya
laut, dan wilayah kontinental rak. Hasil karyanya, sistem yang terdiri dari 73 pasal dan
komentarnya, merupakan bab penting dalam sejarah hukum internasional. Konferensi
maritim di Jenewa pada tahun 1958 dan 1960 membahas isu-isu tersebut.
Draft P.H.I terdiri dari 73 pasal yang mencakup hukum publik modern terkait bahan
laut, dengan 25 pasal mengenai laut teritorial, 23 pasal tentang laut lepas, 1 pasal terkait
wilayah perbatasan, 8 artikel tentang tahapan kontinental, dan 16 pasal lainnya. Selain itu,
Pelapor Khusus P.H.I. memperoleh banyak pengetahuan teknis-ilmiah di bidang
perikanan dan konservasi sumber daya laut hayati dari Technical Conference on the
Conservation of Living Marine Resources yang diadakan di Roma pada tahun 1955, yang
menjadi dasar pembahasan dalam konferensi maritim di Jenewa pada tahun 1958 dan
1960.
P.H.I. mempertimbangkan pendapat pemerintah negara-negara anggota PBB dalam
penyusunan draf pasal Hukum Laut, yang secara politis sangat bermanfaat. Tanggapan
pemerintah menggambarkan posisi politik negara-negara tersebut terhadap subjek yang
termasuk dalam draf artikel dan sama pentingnya dengan aspek hukum dan teknis-ilmiah.
Perubahan yang diusulkan harus meningkatkan nilai draf pasal tersebut sebagai bahan
diskusi untuk konferensi diplomatik berikutnya. Diskusi P.H.I. Komite VI (Hukum) Majelis
Umum PBB ditutup untuk terakhir kalinya dalam sidangnya yang XI (1956), dan
persiapan-persiapan konferensi itu juga harus dilihat dari segi politik..
3. Hasil Konferensi
Empat Konvensi Jenewa tentang Hukum Laut tahun 1958 disebutkan secara
terpisah: I. Konvensi Laut Teritorial dan Alur Sekunder; II. Konvensi Laut Lepas (High
Seas Convention); AKU AKU AKU. Konvensi tentang Konservasi Perikanan dan Sumber
Daya Margasatwa Laut Lepas dan IV. Kontrak Landas Kontinen. Konvensi-konvensi ini
merupakan hasil dari empat komite, yang masing-masing menangani bagian draf pasal
yang disusun oleh Komite Keadilan Internasional. Tindakan ini sesuai dengan keputusan
no. 1105 (XI): “menerjemahkan hasil karyanya ke dalam satu atau lebih konvensi
internasional atau peraturan perundang-undangan lain yang dianggap relevan”.
a. Konvensi I Menganai Laut Teritorial dan Jalur Tambahan
Konvensi Laut Teritorial dan jalur tambahan menegaskan beberapa asas dan
pengertian tentang laut teritorial yang telah berkembang sejak lahirnya hukum
internasional laut dan mendapat rumusan yang jelas di Kodifikasi Den Haag
Konferensi tahun 1930. Dalam beberapa hal. Konvensi I berisi ketentuan yang
merupakan perkembangan baru dalam hukum publik di laut.
39

1) Pasal 1 menyatakan bahwa laut teritorial yang merupakan alur itu terletak di
sepanjang pantai suatu negara berada di bawah kedaulatan negara. (kursi
penulis).
2) Pasal 2 menyatakan bahwa kedaulatan negara atas wilayah laut meliputi
ruang udara di atasnya dan dasar laut dan tanah di bawahnya.
3) Pasal 3 memuat ketentuan tentang tanda air rendah sebagai garis dasar
normal.
4) Pasal 4 mengatur garis pangkal lurus dari ujung ke ujung akhir (garis dasar
lurus) sebagai cara menggambar garis dasar yang dapat dilakukan dalam
keadaan tertentu.

b. Konvensi mengenai Laut lepas.


Konvensi Laut Lepas disusun dan diadopsi oleh Negara Pihak pada Konferensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut pada 1958-1964. Konvensi ini
mencakup sumber daya alam laut, hak lintas damai di perairan internasional,
perikanan, dan lingkungan laut. Konvensi ini menetapkan pemetaan batas laut dan
hak berdaulat negara-negara atas wilayah pesisir dan laut teritorialnya, termasuk
hak mengklaim wilayah laut teritorial sampai dengan 12 mil laut dari pantai dan zona
ekonomi eksklusif 200 mil laut. Konvensi ini berperan penting dalam menetapkan
aturan dan pembatasan penggunaan laut dan sumber daya alamnya, dan dalam
pencegahan konflik internasional terkait dengan hak dan klaim di wilayah maritim.
Konvensi ini telah diratifikasi oleh lebih dari 160 negara.
c. Konvensi Mengenai Perikanan dan perlindungan kekayaan hayati laut lepas
Konvensi ini menetapkan aturan tentang eksploitasi perikanan dan sumber daya
alam di laut lepas, serta prinsip-prinsip penting seperti hak negara pantai dan
kewajiban untuk melindungi lingkungan laut dan memastikan pengelolaan sumber
daya yang berkelanjutan. Konvensi Perlindungan Perikanan Laut Lepas dan Sumber
Daya Hayati memunculkan Komisi Konservasi Sumber Daya Kehidupan Laut
Antartika, bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam di dalam dan
sekitar Antartika. Konvensi ini penting untuk pengelolaan sumber daya hayati laut
lepas yang berkelanjutan dan perlindungan lingkungan laut di masa depan.
d. Konvensi Mengenai Landasan Kontinen
Tujuannya adalah untuk mengatur dan menetapkan batas-batas wilayah laut
yang terletak di luar wilayah teritorial negara pantai, atau landas kontinen, atau
landas kontinen. Konvensi ini menetapkan bahwa negara pantai memiliki hak
eksklusif untuk menggunakan sumber daya alam zona landas kontinennya,
40

termasuk minyak, gas, dan mineral dasar laut lainnya. Namun hak ini terbatas pada
mereka yang berada di bawah laut di luar wilayah negara. Konvensi Landas
Kontinen juga mendefinisikan landas kontinen sebagai bagian dari batuan dasar laut
yang padat di bawah kedalaman 200 meter. Namun, negara pantai dapat
mengklaim untuk memperluas landas kontinennya hingga 350 mil laut dari pantai
jika mereka dapat membuktikan bahwa landas kontinennya melebihi 200 mil laut.
Konvensi ini sangat penting karena memberikan kerangka hukum bagi hak dan
kewajiban negara pantai dalam penggunaan sumber daya alam di landas
kontinennya dan membantu mencegah konflik internasional atas klaim maritim dan
penggunaan sumber daya alamnya. sumber daya Konvensi ini telah diadopsi dan
diratifikasi oleh banyak negara di dunia dan tetap menjadi salah satu perjanjian
internasional yang paling berpengaruh di bidang hukum maritim.

INDONESIA DAN PERKEMBANGAN HUKUM LAUT


DEWASA INI

1. Lahirnya Konsepsi Nusantara : Deklarasi 13 Desember 1957


Konsep Nusantara menekankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
sebagai satu kesatuan wilayah besar yang terdiri dari beberapa pulau dan berbagai
suku bangsa, dan diperkenalkan secara formal oleh Presiden Soekarno dalam
pidatonya pada Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955 dan dikembangkan lebih
lanjut dalam pidatonya di hadapan Sidang Umum PBB pada tahun 1957. Konsep
ini juga dijadikan dasar politik luar negeri Indonesia yang memperjuangkan
perdamaian dan keamanan dunia serta memperkuat peran Indonesia dalam
masyarakat internasional.
Hingga saat ini, konsep Nusantara masih menjadi bagian penting dari
identitas nasional Indonesia dan menjadi pijakan dalam membangun bangsa yang
lebih maju dan sejahtera. Konsep Nusantara tidak hanya menjadi pijakan dalam
membangun bangsa Indonesia, tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi gerakan-gerakan
pembebasan di negara-negara lain di Asia dan Afrika pada masa itu. Konsep ini menjadi
sebuah simbol dari semangat persatuan dan kesatuan, keberagaman, dan perjuangan
kemerdekaan, yang diadopsi oleh negara-negara lain di Asia dan Afrika yang sedang
berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan dari penjajahan.
Konsep nusantara mencakup persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
dalam wilayah yang terdiri dari berbagai pulau dengan karakteristik geografis,
41

sejarah, dan budaya yang sama. Konsep ini memiliki pengaruh kuat dalam seni
dan budaya Indonesia, serta menjadi landasan politik luar negeri aktif Indonesia
dalam memperjuangkan perdamaian dan keamanan dunia. Saat ini, konsep
nusantara menekankan persatuan dan kesatuan, serta penguatan posisi Indonesia
dalam tatanan geopolitik regional dan global..

2. Undang – Undang No.4/Prp. Tahun 1960 Tentang Perairan Indonesia


UU Perairan Indonesia No. 4/PRP 1960 adalah undang-undang yang
disahkan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Undang-undang itu dibuat
untuk mengatur pengelolaan sumber daya alam pesisir dan laut Indonesia.
Pembentukan undang-undang tersebut terjadi pada saat Indonesia bermasalah
dengan negara lain terkait kedaulatan dan pengelolaan perairan Indonesia. Saat
itu, banyak kapal asing yang masuk ke perairan Indonesia dan menangkap ikan
tanpa izin dari pemerintah Indonesia. Selain itu, negara-negara tetangga Indonesia
mengkhawatirkan batas wilayah perairan Indonesia. Untuk mengatasi masalah
tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 4/PRP sejak tahun 1960 di
perairan Indonesia. Undang-undang ini memperkuat kedaulatan Indonesia atas
perairan teritorial, yang meliputi laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan landas
kontinen. UU No. 4/PRP tahun 1960 untuk perairan Indonesia adalah sebagai
berikut:

a. Laut teritorial Indonesia mencakup perairan yang berjarak 12 mil laut dari
garis pangkal. Di dalam laut teritorial ini, Indonesia memiliki hak kedaulatan
penuh terhadap sumber daya alam dan kegiatan di dalamnya.
b. Zona ekonomi eksklusif Indonesia mencakup perairan yang berjarak 200 mil
laut dari garis pangkal. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia
memiliki hak eksklusif untuk mengelola sumber daya alam yang terdapat di
dalamnya.
c. Landas kontinen Indonesia mencakup dasar laut yang terletak di luar laut
teritorial hingga kedalaman tertentu. Di dalam landas kontinen ini, Indonesia
memiliki hak eksklusif untuk melakukan pengeboran minyak dan gas bumi
serta melakukan eksplorasi sumber daya alam yang terdapat di dalamnya.
d. Undang-undang ini juga memberikan wewenang kepada pemerintah
Indonesia untuk mengeluarkan izin dan peraturan terkait pengelolaan
sumber daya alam di wilayah perairan Indonesia. Hal ini dilakukan untuk
42

menjaga keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam dan memastikan


pengelolaan perairan Indonesia dilakukan secara berkelanjutan.

Undang-Undang No. 4/PRP Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia merupakan


undang-undang yang penting bagi Indonesia dalam mengatur dan mengelola
wilayah perairan Indonesia. Undang-undang ini memperkuat kedaulatan Indonesia
atas wilayah perairan Indonesia serta memberikan dasar hukum untuk mengatur
dan mengelola sumber daya alam yang terdapat di dalamnya.

3. Peraturan Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 4/Prp Tahun 1960:


Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1962 tentang hal (lalu) lintas damai
kendaraan air asing.
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1962 tentang lintas damai (lalu lintas)
kapal asing, yang didasarkan pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut,
ditandatangani di Jenewa pada tahun 1958. Konvensi tersebut mengatur tentang
hak dan kewajiban negara maritim, termasuk pengaturan lalu lintas kapal asing di
perairan internasional. Setelah menandatangani Konvensi Jenewa tentang Hukum
Laut, Indonesia memutuskan untuk meratifikasinya. Artinya, Indonesia
menyanggupi untuk mengikuti prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam konvensi
tersebut, termasuk pengaturan pelayaran asing di perairan Indonesia. Untuk
melaksanakan prinsip tersebut, pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1962 tentang lintas damai (traffic) kapal asing.
Isi aturannya adalah mis.Setiap kapal yang memasuki perairan Indonesia harus
memiliki dokumen yang lengkap dan mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku
di Indonesia
a. Kapal asing yang ingin berlayar di perairan Indonesia harus meminta izin
terlebih dahulu kepada otoritas pemerintah Indonesia.
b. Kapal asing harus mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia,
seperti batas kecepatan, jalur pelayaran, dan batas-batas wilayah laut yang
diakui oleh Indonesia.
c. Kapal asing yang melakukan tindakan melanggar hukum atau membahayakan
keamanan Indonesia dapat dilarang berlayar di perairan Indonesia.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1962, Indonesia dapat
mengatur dan mengendalikan lalu lintas kapal asing di perairan wilayahnya,
43

sehingga dapat menjaga kedaulatan dan keamanan nasional serta melindungi


sumber daya alam di perairannya. Selain itu, juga melibatkan konsultan-konsultan
asing yang ahli di bidang hukum laut untuk memberikan masukan dan saran dalam
menyusun peraturan tersebut. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1962 merupakan
salah satu bentuk implementasi dari Konvensi Hukum Laut Jenewa, yang bertujuan
untuk memastikan bahwa lalu lintas kapal asing di perairan Indonesia dilakukan
secara tertib dan damai, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang
diakui oleh dunia internasional. Dengan demikian, peraturan ini penting dalam
menjaga kedaulatan, keamanan, dan kepentingan nasional Indonesia di laut.

4. Pengumuman Pemerintah tentang Landas Kontinen Indonesia.


Pada 13 Mei 1997, Menteri Luar Negeri Indonesia mengumumkan bahwa
Indonesia memiliki hak untuk memperluas batas lautnya di luar 200 mil laut,
berdasarkan hak Indonesia atas landas kontinen. Konvensi PBB tentang Hukum
Laut memberikan hak kepada negara pantai untuk menetapkan ZEE sejauh 200
mil laut dari pantai, dengan hak eksklusif untuk menguasai sumber daya alam di
dalamnya.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut memberikan hak khusus kepada
negara-negara yang memiliki landas kontinen untuk memperluas batas maritim
mereka di luar ZEE hingga 350 mil laut dari pantai. Indonesia mengklaim batas laut
teritorial harus diperluas hingga batas landas kontinen, yaitu hingga jarak
maksimum 350 mil laut dari pantai. Pengumuman pemerintah tentang landas
kontinen Indonesia menemukan sisi positif dan negatif di antara negara-negara
tetangga Indonesia, namun Indonesia tetap teguh pada tuntutannya dan terus
bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan serta
menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan.

Anda mungkin juga menyukai