Anda di halaman 1dari 10

IDEALISME NEGARA PLURALIS DAN AJARAN FASISME ADOLF

HITLER

Oleh : Anugrah Esa Oktoricho Al-Amin

NIM : 20150520037

Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract : Penulisan kali ini adalah sebuah pandangan tentang Politik yang
menekankan kita semua terhadap pentingnya moralitas dan cita-cita luhur bangsa,
filosofis Idealisme membawa kita mengimplikasikan bahwa ide-ide filosofis lebih
riil daripada pandangan terhadap materi. Idealisme Negara adalah sebuah
kekuatan negara yang berdaulat dimana sebagian besar warga negaranya memiliki
jiwa nasionalis dan kebangsaan yang sama, idealisme negara pluralis akan
semakin kuat dengan adanya sebuah keyakinan atau komitmen terhadap sebuah
keberagaman, atau yang meyakini bahwa Idealisme negara pluralis adalah
komitmen negara untuk membagi dan mendistribusikan kekuasaan secara adil dan
merata.

Yang kedua juga penulis akan membahas tentang Ajaran Adolf Hitler
seorang diktator Nazi dari Jerman. Penulisan tentang usaha sang diktator untuk
meleburkan rasa Nasionalisme Jerman Ekspansionis dan anti paham semitisme
menjadi sebuah teori untuk kita menjawab terjadinya perang yang tiada akhir
antara bangsa Jerman dan Bangsa Yahudi yang secara tidak langsung
mempresentasikan kekuatan-kekuatan dari sebuah kebaikan dan kejahatan. Ajaran
Adolf Hitler sangat memiliki kontribusi dan pengaruh yang sangat besar terhadap
pecahnya Perang Dunia II dan Holocaust atau yang lebih dikenal sebaagai
Genosida penghancur Yahudi.

Kata kunci : Idealisme Negara Pluralis dan Ajaran Adolf Hitler


1. PENDAHULUAN

Istilah negara sudah digunakan dalam menunjuk beberapa hal atau


menunjuk beberapa kumpulan lembaga permanen dan memiliki satuan teritorial
yang dilindungi oleh peraturan hasil kesepakatan bersama. Pendekatan idealisme
suatu negara telah jelas direfleksikan melalui tulisan-tulisan dari G.W.F Hegel,
Hegel menyatakan ada tiga momen dari eksistensi sosial sebuah negara yakni:
keluarga, masyarakat sipil dan negara itu sendiri. Idealisme sendiri merupakan
sebuah pandangan tentang pentingnya moralitas dan cita-cita yang memiliki ide-
ide atau gagasan yang begitu nyata daripada materi atau teori.

Masyarakat sipil dalam tiga momen yang dijelaskan hegel merupakan


sebuah ruang lingkup privat yang terdiri dari kelompok dan masyarakat organisasi
otonom yang independen terhadap otoritas negara dan otoritas publik. Menurut
Charles Tilly (1990) dalam buku Politik Heywood dijelaskan faktor utama yang
menjelaskan perkembangan dari negara modern adalah kemampuan dari sebuah
negara untuk berperang. Pandangan ini memberikan sebuah pembahasan tentang
kemunculan suatu negara dan kemampuan sebuah negara untuk memadukan
bentuk-bentuk ideologi atau paham yang akan berkembang dalam negara tersebut.

Negara akan muncul dengan keadaan yang terus melakukan perubahan


hingga negara dapat menentukan kemenangan sebuah ideologi yang akan
berkembang di negara tersebut. Idealisme sebuah negara dapat berubah-ubah
sesuai dengan kondisi ekonomi, sosial dalam masyarakat yang mengakibatkan
idealisme dalam suatu negara sangat sulit untuk dipertahankan. Banyak sekali
masalah yang timbul dikarenakan perbedaan sosial dan ekonomi, oleh karena itu
akan dibahas lebih lanjut mengenai negara yang memiliki kemampuan untuk
memadukan unsur keberagaman menjadi plural yang dinamakan penulis sebagai
Idealisme Negara Pluralis.
Kaum pluralis berpandangan bahwa negara itu bagaikan sebuah arena
tempat berbagai golongan dalam masyarakat berlaga. Masyarakat berfungsi
memberi arah pada kebijakan yang diambil negara. Pandangan pluralis persis
sebagaimana dikatakan Hobbes dan John Locke bahwa masyarakat itu
mendahului negara. Mayarakat yang menciptakan negara dan bukan sebaliknya,
sehingga secara normatif negara harus tunduk kepada masyarakat (Wibowo, 2000:
11-12) dalam (Triharso:2013). Yang mana artinya kedaulatan tertinggi dinegara
Pluralis dipegang oleh rakyat sebagaimana dengan penjelasan teori yang diatas
disesuaikan dengan perkataan Hobbes dan John Locke.

Namun tidak hanya masalah idealisme oleh suatu negara, dalam penulisan
ini juga akan dibahas mengenai ajaran-ajaran Hitler dalam masa kepemimpinanya.
Ajaran Hitler tentang anti semitisme menjadi teori sejarah yang mendasari
peperangan antara bangsa Jerman dan Yahudi, perlu diketahui bahwasanya
Idealisme Negara Pluralis sangat berbeda dengan ajaran-ajaran Hitler tentang
Fasisme yang menuju kearah pemaksaan atau kediktaktoran dalam perwujudan
utamanya. Fasisme adalah ajaran yang muncul sebagai salah satu anak dari abad
ke-20 dimana pada masa ini fenomena yang terjadi adalah peperangan yang mana
keyakinan-keyakinan fasisme dapat ditelusuri kembali pada akhir abad ke-19.

Dalam banyak hal fasisme yang dibawa oleh Hitler adalah ajaran yang
digunakan untuk membentuk sebuah perlawanan terhadap nilai-nilai dan ide-ide
yang telah mendominasi pemikiran maupun paham-paham politik sebuah negara.
Cita-cita fasisme adalah cita-cita tentang manusia baru, seorang pahlawan
idealisme yang dimotivasi oleh tugas kehormatan dan pengorbanan diri untuk
melakukan perlawanan terhadap ketidaksesuaian. Dengan ini memunculkan
keyakinan Arianisme yang meyakini bahwasanya bangsa jerman adalah bangsa
yang menempati kelas tertinggi dan ditakdirkan untuk memimpin dunia tanpa
melihat keragaman dan toleransi sosial terhadap bangsa maupun warga lainya.
2. Pembahasan

Pembahasan pertama tentang Idealisme dalam negara Pluralis, berangkat


dari teori Pluralis tentang negara yang memiliki sebuah keterkaitan kuat dengan
liberalisme yang kuat dan sangat jelas keterkaitanya dengan kebebasan. Menurut
Thomas Hobbes dalam buku Heywood:Politik menyatakan bahwa pembelaan
terhadap pemerintah yang absolut dengan didampingi oleh kontrak sosial dan hak
ketuhanan. Hak ketuhanan memiliki maksud sebagai doktrin bahwa para penguasa
dibumi dipilih oleh tuhan dan karenanya memiliki otoritas yang kuat.

Tidak hanya demikian ada pandangan lain bahwasanya Negara tidak


mungkin ada atau tercipta kedaulatan negara tanpa adanya warga negara yang
menempatinya, demikian pula tidak ada warga negara yang mampu hidup dalam
keragaman dan kesejahteraan tanpa adanya negara yang berdaulat. Namun,
persoalannya tidak sekedar masalah ontologis keberadaan keduanya, namun
hubungan yang lebih relasional, misalnya apakah negara yang melayani warga
negara atau sebaliknya warga negara yang melayani negara.

Sebagaimana pernyataan dari Locke dimana tidak ada aturan maka tidak
akan ada kebebasan, aturan yang diperoleh dari negara akan memunculkan sistem-
sistem kebebasan untuk masyarakat dapat memilih kontrak sosial yang sesuai
dengan keinginanya dan negara mengakui keragaman atas sosial yang dipilih oleh
masyarakatnya sebagai sebuah keadilan yang merata bagi semua. Pluralisme
menurut Surbakti (2010: 131) merupakan suatu sistem yang memungkinkan
semua kepentingan dalam masyarakat bersaing secara bebas. Sehingga konsep
negara pluralis seringkali ditemukan pada negara yang terdiri dari beberapa
kelompok kepentingan atau bersifat majemuk seperti Indonesia.
Teori Negara pluralis adalah pandangan yang melihat Negara sebagai alat
yang netral dari aktor-aktor sosial Politik yang menguasai atau mempengaruhi
Negara. Paham ini menekankan dari heterogenitas masyarakat, masyarakat terdiri
dari kelompok kekuatan sosial politik yang saling berinteraksi. Menurutnya tidak
ada satu kelompok yang secara eksklusif mengenai relasi kepada Negara yang
mungkin terjadi adalah adanya kelompok tertentu yang lebih dominan dibanding
kelompok lain.

Kelompok masyarakat pluralisme adalah suatu masyarakat yang terdiri


atas berbagai unsur dengan subkulturnya masing-masing lalu menjalin kese-
pakatan bersama untuk menampilkan diri sebagai suatu komunitas yang utuh.
Masyarakat pluralisme tidak hanya sebatas mengakui dan menerima kenyataan
kemajmukan masyarakat, tetapi pluralisme harus difahami sebagai suatu ikatan
dan pertalian sejati sebagaimana disimbolkan dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Khususnya dinegara yang menganut Pluralisme dalam melaksanakan
Pemerintahan dan hubungan kepada warga negara baik dari segi sosial, ekonomi
maupun Politik.

Artinya kedaulatan negara dalam konsep negara pluralis terletak di tangan


rakyat yang diwakili oleh kelompok-kelompok tersebut sehingga pentingnya
adanya kemerataan dalam distribusi kekuasaan oleh masing-masing kelompok
yang majemuk tersebut. Kemajemukan inilah terkadang proses kemerataan
distribusi kekuasaan dalam negara pluralis terkadang menjadi hambatan karena
tantangan terbesar dari konsep ini ialah konflik akibat kemajemukannya namun
disisi lain dampak positif dari keberhasilan konsep negara pluralis ialah
terciptanya negara yang kuat karena kokohnya persatuan dan kesatuan.
Yang kedua pembahasan ajaran Adolf Hitler yang sangat tidak cocok atau
bertentangan dengan Pluralisme. Pada tahun 1933-1945 merupakan masa
kejayaan Adolf Hitler menjadi seorang pemimpin dari partai NAZI dan sekaligus
menjadi pemimpin Jerman yang dapat mengembalikan kejayaan pada Negara
Jerman akibat sanksi ekonomi yang diterapka ke negara Jerman dalam suatu
perjanjian. Pelopor Ideologi Fasisme adalah Adolf Hitler dengan bukunya Mein
Kampft, Adolf Hitler adalah seorang tokoh politik yang telah berhasil mengusai
jerman dengan ideologi Fasismenya.
Tokoh ini sangat di kenal oleh dunia dengan perjuangannya menarik
perhatian masyarakat Jerman untuk menerapkan ideologi Fasis dalam sebuah
tatanan Negara yaitu di Jerman. Ideologi fasisme Hitler merupakan ideologi yang
mendapat banyak respon dari Negara lain karena konsep Fasisme yang digunakan
Adolf hitler dianggap sebagai konsep fasisme yang kejam dan diskriminasi
terhadap kaum yahudi. Akan tetapi sebelum menjadi NAZI namanya adalah Partai
Buruh Jerman.
Mengenal terlebih dahulu Adolf Hitler sang pembawa Ajaran Fasisme
untuk Bangsa Jerman, dalam salah satu literatur di sebutkan bahwa Adolf Hitler
awalnya hanya seorang tentara biasa yang tidak memiliki kecerdasan, bahkan
dilingkungan keluarganya dia termasuk anak yang bodoh di antara saudara-
saudaranya (Hitler:2005). Adolf Hitler yang masih mempunyai rasa kecewa
terhadap Pemerintah Jerman yang kalah dalam Perang Dunia ke I, karena itu pula
perkembangan ideologinya perlahan mulai terbentuk. Seperti para Nasionalis
yang lain Adolf Hitler meyakini pasti ada pengkhianatan dari Angkatan Darat
Jerman yang ia percayai tak terkalahkan di peperangan, dan Adolf Hiter juga
menuding para pemimpin warga sipil dan kaum Marxis lah yang membuat
kekalahan Jerman.
Adolf Hitler mengutarakan kekecewaannya terhadap perjanjian Versailes
yang menekan bahwa Jerman harus mengembalikan wilayah dan
mendemiliterisasi Rhineland. Perjanjian ini memberlakukan sanksi ekonomi dan
reparasi berat terhadap Jerman. Adolf Hitler pun menyebut perjanjian ini sebagai
salah satu upaya mempermalukan Jerman. Perjanjanjian Versailes dan kondisi
ekonomi jerman pun pascaperang kemudian di eksploitasi oleh Adolf Hitler untuk
kepentingan politiknya.
Mengartikan ideologi sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-
ide dasar Jules Archer (2004). Sama halnya ideologi-ideologi besar lainnya
fasisme berkembang ke bagian-bagian Negara lainnya termasuk Jerman. Akar-
akar filsafat fasisme bisa dilacak dalam pemikiran-pemikiran Plato, Aristoteles,
Hegel, Rosenberg, Doriot, Gobinan, Sorel, Darwin, Nietzche, Marinetti, Oswald
Spengler, Chamberlin, dan lain-lain. Menurut Ebenstein(2006), ada tujuh pokok-
pokok fasisme dalam buku karya Hitler berjudul Mein Kampft antara lain:
Pertama, ketidak percayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme,
keyakinan yang bersifat fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti
benar dan tidak boleh lagi didiskusikan. Kedua, pengingkaran derajat
kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru pertidaksamaanlah yang
mendorong munculnya idealisme mereka. Ketiga, kode prilaku yang didasarkan
pada kekerasan dan kebohongan. Dalam pandangan fasisme, Jika ada yang
bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah musuh yang harus
dimusnahkan.
Keempat, pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis,
pemerintahan harus dipimpin oleh segelintir elit yang lebih tahu keinginan seluruh
anggota masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang berlaku adalah
keinginan si-elit. Kelima, totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme
bersifat total dalam meminggirkan sesuatu yang dianggap kaum pinggiran. Hal
inilah yang dialami kaum wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada
wilayah 3 K yaitu: kinder (anak-anak), kuche (dapur) dan kirche (gereja).
Keenam, Rasialisme dan imperialisme. Menurut doktrin fasis, dalam suatu
negara kaum elit lebih unggul dari dukungan masa dan karenanya dapat
memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dan yang ketujuh fasisime memiliki
unsur menentang hukum dan ketertiban internasional. Konsensus internasional
adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan cinta damai.
Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut. Dengan
demikian fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban
manusia. Sehingga dengan kata lain bertindak menentang hukum dan ketertiban
internasional.
Salah satu unsur pokok dalam ideologi fasisme adalah totaliterisme.
Totaliterisme adalah pemikiran politik yang melihat bahwa keberadaan manusia
tidak penting, jika tidak setiap manusia untuk melakukan perannya untuk
mendukung pencapaian kepentingan bersama. Untuk itu, bimbingan utama adalah
ideologi atau ide negara. Totalitarianisme adalah pemikiran politik yang melihat
bahwa keberadaan manusia tidak penting, jika tidak setiap manusia untuk
melakukan perannya untuk mendukung pencapaian kepentingan bersama. Untuk
itu, bimbingan utama adalah ideologi atau ide negara. Jerman di bawah partai
Nazi dan Hitler adalah contoh yang sering diungkapkan dalam bentuk
pemerintahan merupakan manifestasi pemikiran politik ini

.
3. PENUTUP
Dengan demikian dapat kita katakan bahwasanya idealisme dalam negara
pluralis sangatlah bertentangan jika di hadapkan persamaan dengan ajaran Hitler
yang membawa dendam kekecewaan terhadap perjanjian ekonomi dan
menyatakan perang sebagai penanda kekuasaan. Jauh berbeda dengan negara
pluralis yang mana masyarakat memiliki kekuatan pemersatu untuk menyatukan
berbagai unsur keragaman dalam sebuah negara. Akan tetapi disini yang menjadi
keunikan dari penulis dan masih membutuhkan analisis yang lebih mendalam.
Bagaimana penerapan ideologi Fasisme dalam negara pluralis saat terjadi
perhelatan politik maupun ekonomi, jawabanya adalah bisa karena fasisme sendiri
adalah paham yang menyatakan perang kepada setiap penghalang atau bisa
dikatakan disini musuh sebuah negara, baik dalam perhelatan politik maupun
ekonomi negara. Fasisme dapat dinyatakan sebagai paham pertahanan dan
nasionalisme bangsa jika dilaksanakan sesuai dengan jalur dan aturan-aturan yang
tegas membatasinya, atau dapat dikatakan keragaman yang dipersatukan dengan
rasa nasionalisme yang tinggi akan mewujudkan tingginya rasa cinta tanah air dan
bela negara khususnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Archer, Jules. 2004. Kisah para dictator : Biografi politik Para Penguasa Fasis,
Komunis, Despostis dan Tirani. Yogyakarta narasi.

Ebenstein, William dan Edwin Fogelman. 2006. Isme-Isme yang mengguncang


dunia. Yogyakarta narasi.

Hitler, Adolf. 2010. Mein Kampf: Edisi lengkap volume I dan II. Jakarta:
PT.Suka Buku.
Heywood, Andrew. 2014. Politik Edisi ke-4. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Hegel, G.W.F. ([1821] 1942). The Philosophy Of Right. (Oxford: Claredon Press)
(Translated. T. M. Knox) (Terjemahan. A.L. Lazuardi)
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik ,jakarta, Grasindo,

Triharso, Ajar. 2013. Buku Modul Kuliah Kewarganegaraan. Surabaya:


Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai