Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fisensius Gea

NIM : 200510036
Kelas : III-A
Mata Kuliah : Filsafat Politik
Dosen : Dr. Laurentius Tinambunan

Pandangan Politik Hegel dan Relevansinya Untuk Masa Kini

Georg Wilhelm Fridrich Hegel (1770-1831) mengembangkan filosofi berdasarkan


kebebasan dalam sistem filosofis yang lebih luas yang menawarkan pandangan baru tentang
topik mulai dari properti dan hukuman hingga moralitas dan negara. Karya utama Hegel
adalah Elements of the Philosophy of Right (PR) yang pertama kali diterbitkan pada tahun
1821. Banyak dari karya besarnya yang lain mencakup diskusi atau analisis yang terkait
dengan filsafat sosial dan politiknya. Ia juga menulis berbagai esai politik selama kariernya,
banyak di antaranya telah diterjemahkan. Karyanya telah memberikan pengaruh besar pada
tokoh-tokoh penting seperti Karl Marx hingga Charles Taylor dan seterusnya.1

Negara merupakan pembahasan terakhir Hegel dalam karyanya. Cinta terhadap orang
lain yang didasarkan pada perasaan dalam keluarga dan kemudian pada pemenuhan
kebutuhan masyarakat sipil diubah menjadi cinta patriotik terhadap sesama warga untuk
mendukung komunitas bersama, yang diwujudkan oleh negara modern (bdk PR §268).
Selain itu, pengejaran individu atas kepuasan kebutuhan mengarah pada perkembangan
negara. Bagi Hegel hanya dalam negara keluarga berkembang menjadi masyarakat sipil
dan di mana masyarakat sipil memperoleh “aktualitas” yang lebih besar ( PR §260).
Negara adalah tempat “kebebasan konkret” kita diwujudkan saat memahami diri kita
sendiri dalam realitas sosial dan politik kita sepenuhnya. 2 Hanya di sini individu dipahami
sekaligus sebagai anggota keluarga, sebagai bagian dari masyarakat sipil dan sebagai
warga negara. Negara Hegel adalah sebuah komunitas di mana individu dan
individualitas mereka dimaksudkan untuk berkembang.

Hegel sangat terkenal dengan filsafat dialetikanya. Metode filsafat dialetika ini selalu
mengandung tiga unsur dalam uraiaanya, yaitu tesis, antitesis, dan sintesis. 3 Dalam bidang
politik atau negara, Hegel membagi tiga bentuk negara. Pertama, bentuk Diktaktor. Dalam
negara berbentuk Diktaktor, hidup kemasyarakatan diatur dengan baik, namun para warga
negara tidak memiliki kebebasan (sebagai tesis). Kedua, bentuk Anarki yakni suatu negara
dimana para warganya mempunyai kebebasan tanpa batas (antitesis), tetapi hidup
kemasyarakatan menjadi kacau. Bentuk ketiga ialah Demokrasi Konstitusional (sintesis),
dalam negara ini kebebasan para warga negara terjamin dan dibatasi oleh Undang-undang
1
Thom Brooks, Stanford Encyclopedia of Philosophy “Hegel’s Social and Political Phylosophy”
(Departement of Philosophy, Sanford University: USA, 3 Juni 2021)

2
Ibid.

3
L. M. Nugroho, et al, Seni, Politik, dan Dialetika Hegel (Fakultas Soasial dan Ilmu Politik: Universitas
Indonesia), hlm. 10.
Dasar, serta hidup kemasyarakatan berjalan dengan memuaskan. Di dalam demokrasi
konstitusional kedua bentuk lain (diktator dan anarki) menjadi tidak ada lagi. Akan tetapi hal
demikian juga berarti bahwa apa yang bernilai dalam diktator ialah hidup kemasyarakatan
yang teratur, sedangkan yang bernilai di dalam anrki ialah kebebasan, keduanya disimpan
dalam demokrasi konstitusional dan ditampilkan dalam bentuk yang lebih tinggi.4

Hegel merefleksikan bahwa “sering dikatakan akhir dari negara adalah kebahagiaan
warganya. Ini memang benar, karena jika kesejahteraan mereka kurang, jika tujuan subyektif
mereka tidak terpenuhi, dan jika mereka tidak menemukan bahwa negara sebagai saranan
untuk kepuasan ini, negara itu sendiri berdiri di atas pijakan yang tidak aman” (bdk. PR §
265). Hegel dalam menyajikan konsepsi tentang negara/politik sangat dipengaruhi
idialisme-idialismenya, melalui prinsip-prinsip dialektisnya. Sebagai haisl dari sintesis
Hegel mengemukkan bentuk negara yang paling ideal adalah demokrasi konstitusional.
Dengan bentuk itu diharapkan bahwa kebebasan warga negara akan rejamin dan dibatasi
hanya oleh undang-undang, dan ketertiban masyarakat akan memuaskan.5

Relevansi Untuk Masa Kini


berdasarkan uraian di atas menganai konsep negara dan politk dalam pandangan
Hegel sangat aktual dalam negara modern masa kini khusunya di negara Indonesia.
Sebuah negara perlu memberi jaminan kesejahteraan bagi warganya. Apa yang dialami di
Indonesia saat ini dapat diakatan mengaktualisasikan paham Hegel menganai negara.
Secara khusus dalam sila-sila pancasila, di mana dalam sila-sila tersebut diungkapkan
keadilan, peri kemanusiaan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini
menjadi mimpi yang harus diperjuangkan agar warga indonesia mencapai pada kepuasan
dan kebahagiaan sebagai mana yang diuangkapkan Hegel dalam negara ideal.

Benar yang dikatakan Hegel bahwa kebebasan manusia adalah mutlak. Dalam
negara setiap warga memiliki hak dan kebebasan namun dibatasi undang-undang dasar
yang ditetapkan. Setiap orang memang memiliki kehendak bebas, bebas berpendapat,
bebas bertindak dan bebas untuk memutuskan. Namun, kebebasan itu dijalankan sesuai
undang-undang yang berlaku, agar kebebasan tidak dipersalah gunakan yang dapat
merusak kesejahteraan dan kedamaian dalam negara yang terdiri dari banyak orang. Maka
dari itu undang-undag dan hukum tetap berlaku dalam menjalankan tanggung jawab, hak
dan kebebasan dalam negara. Undang-undang tidak dipahami sebagai hambatan atau
penghalang dalam menjalankan kebebasan melainkan dipahami sebagai ukuran/patokan
yang mengontrol setiap warga agar memiliki moral dan tindakan etis untuk kebaikan dan
kebahagiaan bersama.
Daftar Pustaka

4
Surajiyo, Surajiyo. "Prinsip-prinsip Kenegaraan Menurut Pandangan Montesquieu, I. Kant, dan
Hegel." Jurnal Filsafat 1.1 (1994): 24-33

5
Ibid.
Brooks, Thom. “Hegel’s Social and Political Phylosophy”, Stanford Encyclopedia of
Philosophy. Departement of Philosophy, Sanford University: USA, 3 Juni 2021.

Nugroho, L. M. Dkk. Seni, Politik, dan Dialetika Hegel. Fakultas Soasial dan Ilmu Politik:
Universitas Indonesia.

Surajiyo, Surajiyo. "Prinsip-prinsip Kenegaraan Menurut Pandangan Montesquieu, I. Kant,


dan Hegel." Jurnal Filsafat 1.1, 1994.

Anda mungkin juga menyukai