Anda di halaman 1dari 13

TEORI KONTRAK SOSIAL: JOHN LOCKE DAN JEAN HACQUES ROUSESSAU

HAND OUT

Ditujukan Sebagai Bahan Diskusi Mata Kuliah Filsafat Politik

Dosen Pengampu: Dr. Cecep Wahyu Hoerudin, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Parhan

Rifki Hafizh Zhafran

Risa Nurinsani

Kelas: E/4

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2019
TEORI KONTRAK SOSIAL: JOHN LOCKE DAN JEAN HACQUES
ROUSESSAU

Sebuah teori muncul pada abad pencerahan yang secara eksplisit menjelaskan
bagaimana suatu negara terbentuk serta berasal dari manakah kekuasaan yang
muncul sebagai penjalan dari adanya negara. Teori ini dapat dikatakan merupakan
teori yang paling relevan untuk menjelaskan bagaimana suatu negara yang diidealkan
dapat terbentuk. Karena teori ini menjelaskan perolehan kedaulatan dan legitimasi
rakyat oleh suatu negara didapat dari adanya kesepakatan atau perjanjian antara sang
penguasa dan yang dikuasai, dimana yang dikuasai menyerahkan beberapa hak yang
dimilikinya untuk diatur oleh sang penguasa demi terbentuknya suatu negara yang
diidamkan. Teori kontrak sosial muncul dan berkembang dengan sangat dipengaruhi
oleh perkembangan yang ada pada abad Pencerahan dimana pada masa ini ditandai
dengan munculnya rasionalisme dan humanisme pemikiran manusia yang ajaran ini
menempatkan manusia sebagai penentu sistem (subyek sistem) serta pengatur
dinamika kehidupan. Dengan munculnya pemikiran seperti ini, menandai mulai
munculnya kesadaran bahwa manusia merupakan sumber kekuasaan yang
menginsyaratkan bahwasanya sudah sejak lama manusia berhasrat untuk
menciptakan, mengelola serta memilihara kehidupan sosial politik dengan kuat dan
gagasan ini masih sangat dipertahankan dengan benar hingga saat ini.
Bila kita tilik secara komprehensif, kemuculan Abad Pencerahan merupakan
sebuah kritik serta perbaikan atas zaman sebelumnya dimana ilmu pengetahuan serta
gagasan yang muncul pada Renaissance tidaklah murni lahir pada zaman ini.
Beberapa pemikiran yang dikatakan muncul pertama kali pada abad Renaissance
sudah ada sejak abad pertengahan, hanya saja mengalami beberapa pembaharuan dan
penegasan. Termasuk Teori Kontrak Sosial yang pada zaman sebelumnya sudah
sedikit diulas secara samar oleh Thomas Aquinas. Pada masa Reinassance, nilai-nilai
kebebasan (liberal) sangat dijunjung tinggi sehingga melahirkan banyak pemikiran
yang dijadikan landasar berpikir filsuf pada saat itu. Dalam penjelasan tentang
terbentuknya sebuah negara dimana didapatkannya sumber kekuasaan dari rakyat
dengan cara adanya kesepakatan penyerahan sebagian hak yang dimiliki yang
dikuasai pada sang penguasa yang pada akhirnya disebut sebagai Teori Kontrak
Sosial, terdapat kesamaan gagasan antara John Locke dan Rosseau. Tetapi dalam
fase analisis mereka, terdapat beberapa perbedaan dalam konsep kontrak sosial yang
disebabkan oleh beberapa faktor walaupun sama-sama mendasarkan analisisnya pada
manusia sebagai subyek serta sumber kekuasaan negara. Perbedaan analisis yang
muncul disebabkan oleh langkah analisis mereka tentang bagaimana kewenangan itu
diambil, siapa yang mengambil dari apa atau siapa serta bagaimana penggunanaan
kewenangan tersebut hingga pada akhirnya perbedaan analisis yang dihasilkan
bersifat sangat fundamental.
Selain terdapat perbedaan dari segi analisis teori kontrak sosial, hasil
pemikiran yang dihasilkan oleh para pemikir juga sangat dipengaruhi oleh latar
belakang kondisi sosial yang membentuk pemikirannya serta kepentingan-
kepentingan pemikir yang diidealkan pada latar belakang sosial yang telah
dirundungnya.
Dalam menghasilkan pemikiran mengenai teori kontrak sosial, John Locke
(1632-1704) banyak juga dipengaruhi oleh kondisi politik semasa ia hidup yang
berada di bawah kekuasaan kerajaan despotik.. Dengan demikian Locke berasumsi
bahwasanya penguasa absolut tidak lain adalah manusia yang selalu berpotensi
terpengaruhi oleh sifat pemikiran kotor manusia pada umumnya serta dapat
memperburuk kondisi. Tetapi Locke juga hidup di tengah-tengah tumbuh suburnya
gagasan liberalisme sehingga melawan bentuk monarkhi absolut. Dan lebih berpihak
pada pada parlemen karena persamaan persepsi dan juga ikatan karir yang pada saat
itu bertentangan dengan kerajaan. Oleh karena itu, John Locke dijuluki sebagai
Bapak Liberalisme karena mennetang adanya kekuasaan monarkhi absolut dan
mendukung adanya kebebasan individu.
Secara umum, terdapat persamaan keberangkatan asumsi yang masing-
masing diajukan oleh Rousessau dan Locke yang walaupun demikian tetap
menghasilkan pemikiran tentang kontrak sosial yang berbeda. Persamaan itu adalah
mereka berdua sama-sama memulai analisisnya dari konsep kodrat manusia,
kemudian konsep kondisi ilmiah, hak alamiah serta hukum alamiah.

A. John Locke1
John Locke adalah seorang filsuf sekaligus pemikir yang lahir pada medio 1632.
Dia hidup di tengah gejolak dua revolusi. Revolusi Puritan 1648 membawa
kesadarannya bahwa agama dijadikan sebagai kendaraan politik dalam menguasai
suatu pemerintahan. Revolusi Kejayaan 1688 menjadi titik tolak pemikirannya
tentang manusia dan dunia. Dia mulai memahami apa yang dibutuhkan manusia
dalam menjalani hidup. Keterpenuhan hak asasi manusia dan suatu sistem yang
menjamin adanya hak asasi tersebut adalah inti dari teori kontrak sosial Locke.
Menurut Wijaya (2013), hak-hak yang terampas dari kehidupan manusia adalah hak
untuk memiliki hidup, bebas, properti, dan kesehatan. Kontrak sosial yang dijalankan
oleh suatu pemerintahan harus melindungi hak-hak tersebut. Locke juga
menyaksikan pertentangan antara urusan pemerintahan dan agama semakin
meruncing. Dia merasa hal tersebut sebagai kekacauan utama masyarakat. Dia
percaya bahwa cara yang mungkin dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini
adalah dengan mengembalikan urusanmereka pada hakikatnya. Di satu sisi,
pemerintah berhubungan dengan urusan publik seperti bagaimana mengatur
masyarakat atau melindungi masyarakat. Sedangkan di sisi yang lain urusan gereja
merujuk pada urusan batiniah antara seseorang dengan tuhannya. Locke memper-
1
Sub-bab ini dikembangkan dari artikel penulis berjudul “John Locke dalam Demokrasi” yang
dipublikasikan di Jurnal Sejarah dan Budaya, Vol.8, No.1, (2014): 13-24
timbangkan bahwa seseorang pasti memiliki keinginan sendiri-sendiri; sehingga
dibutuh-kan kontrak sosial untuk melindungi kepemilikan dan kebebasan rakyat. Dia
percaya bahwa kontrak sosial dipercaya adalah satusatunya jalan dalam menuju
masyarakat beradab. Kontrak sosial adalah legitimasi otoritas politik untuk
membatasi kewenangan setiap subjek dan hak dari setiap penguasa dari seluruh
manusia yang secara alamiah terlahir bebas dan setara (Lessnoff, 1990:2).

Baginya tidak seorangpun dapat memiliki kekuatan politik tanpa persetujuan


rakyat. Hal ini berarti pada hakikatnya seluruh aktivitas rakyat akan ditentukan oleh
persetujuan rakyat. Namun, hanya manusia yang bebas (bukan budak) yang
bersepakat untuk berpikir dan bertindak dalam satu pemerintahan yang berdaulat
disebut sebagai masyarakat sipil. Pemerintah inilah yang kemudian memiliki tugas
dalam melindungi kehidupan kebebasan, dan kepemilikan rakyat (Richards dkk,
1981:38).

Dia mencoba menjelaskan bagaimana sistem kerja pemerintahan dan


legitimasinya sesuai dengan argumen-argumen di zamannya seperti keadaan alamiah,
keadaan perang, ataupun mitos kontrak sosial. Dia membayangkan kehidupan
manusia tanpa sebuah pemerintahan yang disebut keadaan alamiah dan manusia
hanya dibatasi oleh hukum alam. Hukum tersebut memiliki berbagai kelemahan yang
mendorong mereka untuk masuk pada alam peperangan. Satu-satunya jalan untuk
keluar dari permasalahan ini adalah keluar dari keadaan alamiah dan menciptakan
masyarakat sipil dibawah satu pemerintahan yang berdaulat dengan kesepakatan
bersama seluruh rakyat (Plamenatz, 1992:334).

Ujaran tersebut tentu dapat dipahami jika melihat perkembangan manusia dan
masyarakat di permulaan kehidupan. Manusia mulai berkumpul dan membentuk
suatu komunitas. Dalam komunitas tersebut akan dipilih pemimpin sebuah
komunitas yang biasanya disebut ketua atau kepala suku. Kepala suku ini yang
kemudian menjalankan ketiga fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam politik
modern. Walaupun demikian jika melihat perkembangan Indonesia terlihat
kerumitan dalam menentukan apakah bangsa atau negara terlebih dahulu karena para
pendiri bangsa berpijak pada kebangsaan Indonesia hadir atas reaksi pada negara
kolonial (Hindia-Belanda) yang berarti tanpa disadari lebih dahulu terdapat negara
kemudian bangsa. Sangat membingungkan bagi masyarakat umum jika memahami
gagasan Locke tentang pemerintah khususnya jika berkaitan dengan commonwealth
dan dominions (kedua konsep yang dimaksud oleh Locke ini berbeda dengan apa
yang dipahami saat ini. keduanya merujuk pada pemerintahan di pusat dan di
koloni). Pada abad ke-17, proses kolonialisme Inggris di Amerika mengalami
penyesuaian dan percampuran antara teori konstitusi dan praktik kolonialisme. Locke
sendiri juga berpartisipasi dalam proses tersebut sebagai salah satu sekretaris
informal dari pemilik tanah di koloni Carolina bidang perdagangan (Hsueh,
2002:427-429).
Pengalamannya kemudian dituangkan dalam the Fundamental Constitutions
of Carolina pada tahun 1669. Esai tersebut menjelaskan bagaimana cara membentuk
pemerintahan perwakilan yang mengakomodir rakyat untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan dan masyarakat koloni dapat dikontrol oleh pemilik tanah yang
bermukim di Inggris (Locke, 1669).

Para pemilik tanah di Carolina membuat hukum dan struktur sosial yang
sesuai sehingga dapat menjamin kehidupan yang layak bagi setiap insan dan mengisi
semua posisi eksekutif setelah menandatangani beberapa dokumen. Pemerintahan
baik di pusat ataupun di koloni bertugas untuk melindungi property rakyat dan
pelaksanaan pemerintahan berdasarkan hukum yang telah ditegakkan oleh para
pendiri negara. Locke (1691:273) berargumen bahwa:

“It may employ all that power in making laws for the community from time to time,
and executing those laws by officers of their own appointing”

Kesepakatan bukan hanya digunakan untuk merevisi hukum dan memilih


para eksekutif tetapi juga untuk mengambil pajak dari rakyat seperti yang
diungkapkan Locke (1691:227) dalam:

“Governments cannot be supported without great charge, and it is fit everyone who
enjoys his share of the protection, should pay out of his estate his proportion for the
maintenance of it. But still it must be with his consent, i.e. the consent of the
majority, giving it either by themselves, or their representatives chosen by them: for
if any one shall claim a power to lay and levy taxes on the people”

Gagasannya mengenai pemerintahan kiranya bermuara pada pembagian


kekua-saan pemerintahan untuk mencapai semua yang diinginkan dari keadaan
alamiah manusia dan menjauhi keadaan perang dalam tiga kekuatan: legislatif,
eksekutif, dan federatif (Tully, 1993:11).

Berbeda dengan bentuk pemikiran Thomas Hobbes, dalam memandang state


of nature manusia, John Locke mengandaikan manusia memiliki sifat alamiah yang
harmonis, teratur, serta produktif (Steele, 1993: 11). Locke sampai pada pandangan
ini tidak terlepas dari pandangan christian dan kondisi sosial yang dialaminya pada
saat itu, dimana nuansa religius yang kental yang kemudian menjadikannya sebagai
dasar dalam merumuskan kondisi alamiah manusia. Acuan dasar yang dipakai Locke
dalam memandang state of nature manusia ini kemudian sampai pada Tuhan (God).
Bagi Locke, God ini merupakan origin dari state of nature manusia, karena God ini
hadir dalam kehidupan manusia dalam dua bentuk, yaitu sebagai inspirasi ilahi
(divine inspiration) dan hukum alam (law of nature) (Steele, 1993: 12). Kedua
bentuk tersebut kemudian menggambarkan bahwa manusia dalam hal ini mempunyai
tujuan sebagai pemimpin atau agen yang akan merealisasikan tujuan dari nature itu
sendiri dengan asumsi bahwa God ini mempunyai kebijaksanaan yang akan tereduksi
pada tindakan-tindakan alamiah manusia.
Oleh karenanya, Locke pun sampai pada pernyataan bahwa semua manusia
pada dasarnya setara, karena merupakan bentuk realisasi dari keberadaan God
(Steele, 1993: 15). Sehingga semua manusia pada dasarnya tidak hanya harus
memenuhi kebutuhan dirinya sendiri namun harus juga memenuhi kebutuhan seluruh
peradaban manusia. Dalam hal ini Locke pun kemudian menyatakan bahwa tidak ada
orang yang memiliki yurisdiksi atas setiap tindakan manusia lain karena masing-
masing telah memiliki hak yang sama yaitu untuk hidup (life), bebas (liberty), dan
memiliki (property). Mengenai kehidupan dan kebebasan, Locke kemudian
menyatakan bahwa manusia berada dalam state of freedom dimana manusia mampu
menjalani kehidupan mereka bebas dari tuntutan orang lain. Namun perlu digaris
bawahi bahwa kebebasan dan kesetaraan yang dimaksudkan oleh Locke bukan pada
ranah kemampuan manusia atau kekayaan, karena dalam hal ini jelas terdapat suatu
variasi antara satu sama lainnya, maka dari itu yang dimaksudkan Locke dalam hal
ini ialah hak untuk tidak menjadi sasaran dari kehendak manusia lain sehubungan
dengan keberadaan state of freedom (Steele, 1993: 16).
Meskipun begitu bentuk variatif dari sisi individu manusia ini pada nyatanya
dapat menimbulkan permasalahan tertentu. Misalkan saja pada hak properti yang
dimiliki setiap orang, saat satu individu manusia telah memiliki sesuatu namun
karena beberapa alasan manusia tersebut kemudian memutuskan untuk memiliki
sesuatu tersebut melebihi apa yang dia butuhkan sehingga menimbulkan surplus pada
apa yang dimilikinya yang dapat mengurangi dan mengganggu hak milik orang lain.
Bagi Locke, masalah yang muncul akibat dari kepentingan individu ini dapat
merusak pengaturan dan state of nature manusia itu sendiri. Selain itu, pihak yang
dirugikan atas pelanggaran tersebut tidak memiliki cukup kekuasaan atau
power untuk memberi sangsi pada individu yang melanggar tersebut. Dalam hal ini
tentu terlihat absennya suatu pemegang kekuasaan yang dapat menjaga
keseimbangan dan keamanan dalam masyarakat tersebut. Maka Locke kemudian
menjelaskan bagaimana cara manusia agar keluar dari kondisi yang tidak aman
dengan menciptakan kondisi artifisial dengan cara diadakannya kontrak sosial.
Dimana dalam kontrak sosial Locke, kekuasaan yang akan diberikan pada calon
pemegang kekuasaan tidak diberikan seluruhnya, melainkan hanya sebagian saja.
Hubungan diantara pemberi kekuasaan dan pemegang kekuasaan tidak hanya sebatas
hubungan kontraktual saja, melainkan juga hubungan untuk saling mempercayai.
Oleh karenanya dalam social contract Locke ini, suatu negara yang baik ialah
negara yang bisa memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar dari manusia itu
sendiri, maka dari itu terbentuknya kontrak ini harus didasarkan pada suara
mayoritas serta jaminan atas perlindungan hak-hak warga negara dari pemerintahan
negara tersebut (Palmer, 2006: 195). Oleh karenanya suatu negara yang dibayangkan
Locke ini tidak sepenuhnya memegang kekuasaan atas rakyatnya, negara dalam hal
ini hanya berperan sebagai legitimasi atas adanya pihak yang berhak memberikan
hukuman pada individu yang telah keluar dari law of nature-nya.

Teori Kontrak Sosial John Locke

Sebagai pakar serta penaruh pondasi demokrasi dan liberal, John Locke
sukses menancapkan banyak pemikirannya di Inggris serta menginspirasi banyak
Founding Fathers Amerika. Sama halnya dengan Thomas Hobbes, ia memulai
pemikirannya dengan apa yang disebut sebagai kondisi alamiah (state of nature),
dimana manusia pada dasarnya memiliki kebebasan serta kemerdekaan dan hidup
bersama tanpa adanya otoritas politik. Yang berarti bahwasanya manusia bebas dari
segala macam otoritas dan kekuatan prioritas di muka bumi. Seperti halnya Thomas
hobbes yang terinspirasi oleh pemikiran Frans Bacon tentang otoritarianisme yang
memang semasa hidupnya merupakan bentuk solusi kekuasaan yang paling sesuai,
John Locke juga terinspirasi oleh pemikiraan Sir Robert Filmer (1588-1653) dan
Rene Descrates tentang teori ciptaan Tuhan akan kebajikan kodrati yang terdapat
pada diri manusia dalam kondisi alamiah. Dalam hal ini, manusia lahir secara
alamiah dan hidup secara bebas dan tidak saling mengacau berdasarkan kebajikan
kodrati. Kebajikan kodrati yang dimaksud adalah larangan untuk merusak dan
menghapuskan kehidupan, kebebasan, dan harta milik orang lain.

Berbeda dengan kondisi alamiah yang diungkapkan oleh Thomas Hobbes,


menurut John Locke manusia sudah terlahir dengan keadaan kodrati yang dapat
hidup dengan manusia lain secara damai karena terdapat pengaturan dan hukum
alamiah yang disadari manusia serta manusia mempunyai akal sebagai pembeda
mana yang baik dan yang brurk bagi pergaulan dengan sesamanya. Tetapi kondisi
seperti ini bukan berarti selalu mulus dan tanpa masalah. Menurut Locke, masalah
akan muncul ketika terdapat beberapa orang dengan tindakannya yang terbiasa
didorong oleh kepentingan individu yang dapat merusak pengaturan dan hukum
alamiah menjadi kacau. Selain itu, pihak yang dirugikan atas pelanggaran tersebut
tidak punya cukup power untuk memberi sangsi pada si pelanggar. Seperti halnya
Hobbes, akan terjadi kondisi tidak aman sepenuhnya karena pemegang kekuasaan
belum tentu bisa menjaga keamanan. John Locke juga menjelaskan bagaimana cara
manusia agar keluar dari kondisi yang tidak aman dengan menciptakan kondisi
artifisial dengan cara diadakannya kontrak sosial. Dimana dalam kontrak sosial
Locke, kewenangan yang akan diberikan pada calon pemegang kewenangan tidak
diberikan seluruhnya melainkan hanya sebagian saja. Hubungan diantara pemeberi
kewenangan dan pemegang kewenangan tidak hanya sebatas hubungan kontraktual
saja, melainkan juga hubungan saling kepercayaan.

Selain itu, Locke juga menyatakan bahwasanya kondisi masyarakat sipil


merupakan kondisi murni bentukan atas kepercayaan masyarakat dan sama sekali
bukan ketetapan otoritas suci Tuhan. Tugas negara dalam kontrak sosial John locke
adalah untuk melindungi serta menjaga hak milik warga negara. Suatu pemerintahan
baru dapat dijalankan atas dasar persetuuan dari masyarakat dan bukan hak suci
pemegang kekuasaan. Kesempatan dan kewenangan warga negara sangat diberikan
kesempatan seluas mungkin untuk dapat menurunkan atau menarik kembali
kewenangan yang diberikan kepada wakil mereka di pemerintahan karena
melakukan banyak penyelewengan dalam mengemban tugas. Dalam kontrak sosial
John Locke, terdapat tiga hubugan kepercayaan pokok, yaitu yang memberi
kepercayaan (trustor), yang diberi kepercayaan (trustee) dan yang merasakan
manfaat dari kepercayaan tersebut (beneficiary). Diantara trustor dan trustee harus
beneficiery, sedangkan trustee dan beneficiery tidak terdapat hubungan apapun,
hanya saja trustee menerima obligasi dari beneficiery secara sepihak. Dalam
hubungan kepercayaan diatas sangatlah nampak bahwasanya dalam kontrak sosial
John Locke, kewenangan yang dipasrahkan pada trustee sangatlah terbatas dan dapat
saja sewaktu-waktu ditarik kembali.

Dari penjelasan tentang kontrak sosial John Locke tersebut, sangatlah jelas
disebutkan bahwasanya sumber kewenangan yang diberikan trustor pada trustee
tidak lain adalah kewengan dari masyarakat itu sendiri. Dimana kepatuhan politik
masyarakat akan berjalan ketika kewenangan masih dipercayakan pada trustee.
Sehingga pemerintah tidak mempunyai cukup kewenangan untuk dapat memerintah
rakyat serta menjalankan fungsi kenegaraan. Dalam kontrak sosial Locke terdapat
beberapa sifat kontrak sosil yang perlu dicatat. Pertama, prinsip di balik yang
menggerakkan persetujuan bukanlah rasa takut akan kehancuran, akan tetapi
keinginan menghindari dari gangguan keadaan alamiah. Kedua, indivudu tidak
menyerahkan hak-hak alamiahnya pada kelompok tersebut hak-hak subtansial akan
tetapi hanya hak untuk melakukan hukum alam. Ketiga, hak yang diserahkan oleh
individu bukan pada seorang atau kelompok tertentu tetapi kepada seluruh
komunitas.

B. Jean Hacques Rousseau

Jean Jacques Rousseau lahir di Jenewa, Swiss, pada tanggal 28 Juni 1712.
Malang menimpa, tatkala ibunya hembuskan napas terakhir tak lama sesudah
melahirkannya. Ia diasuh oleh ayahnya yang kemudian yang kemudian menyerahkan
Rousseau pada pamannya, seorang pemuka agama yang kaya. Ia adalah seorang
pemikir yang hidup pada abad pencerahan (the Enlightment Age atau Aufklarung),
tatkala Perancis menjadi salah satu centre of civilization Eropa.7 Kehidupannya tidak
pernah tenang dan dapat dikatakan tidak berhasil, wataknya penuh pertentangan,
perasaannya mudah meledak, dan ia mudah menyerah pada wanita cantik.8
Filsafatnya ekstrim dan sekaligus luas, walaupun banyak orang mengkritiknya,
namun ia mempunyai pengaruh besar pada filsafat, kesusastraan, pendidikan, politik,
bahkan pada penghayatan di kemudian hari.9

Dalam otobiografinya Confession [pengakuan] (1765-1770) diceritakan;


kehidupannya dimasa kecil bersama sang ayah (seorang ahli arloji), menimbulkan
kesan yang sangat mendalam dalam dirinya. Bersama sang ayah, Rousseau
menghabiskan waktu-waktu malam untuk membaca berbagai karya klasik Plutrach,
seorang tokoh pada masa Romawi kuno. Ia sangat mengagumi tokoh ini dan
mempengaruhi dirinya, bahkan baginya ia telah menjadi seorang Romawi ketika
berusia dua belas tahun. Kebiasaan bersama ayahnya tersebut diceritakan; “Kita
biasa membaca bergantian tanpa berhenti, dan menghabiskan sepanjang malam
melakukan kegiatan ini. Kami tidak bisa berhenti hingga buku tersebut habis dibaca.
Kadang ayah saya, mendengar burung swallow mulai berkicau di dini hari, akan
berkata dengan sedikit malu, ayo kita tidur; saya lebih kanak-kanak dari pada kamu”

Didikan ayahnya membuat dirinya memiliki kepekaan perasaan dan jiwa


romantis yang tinggi. Ketika dewasa, didikan itu membekas, Rousseau menjadi
seorang romantis. Ia amat mementingkan kepekaan emosi dan kehalusan jiwa dari
pada penalaran logika dan rasionalitas. Kaum romantis membenci kehidupan
modern, industrialisasi kapitalisme yang merusak tatanan hidup masyarakat
tradisional dan kehidupan alamiah. Rousseau merupakan titik balik gerakan
Aufklarung yang berubah dari optimisme menjadi pesimisme.11

Rupanya, nasib buruk masih terus membuntuti: di umur sepuluh tahun


ayahnya diusir dan meninggalkan Jenewa dan hiduplah Rousseau seorang diri.
Kemudian Rousseau sendiri meninggalkan Jenewa tahun 1728 ketika umurnya
menginjak enam belas tahun. Bertahun Rousseau awam seawam-awamnya, tak
terkenal namanya samasekali, berkelana dari satu tempat ke tempat lain, dan bekerja
di satu tempat dan pindah kerja di tempat lain. Di Annecy negeri Savoy, ia
berkenalan dengan Madame de Warens „treats me as a man‟, seorang janda Katolik
yang cantik dan kaya yang sekaligus menjadi guru, pacar dan anaknya.12 Terlepas
dari hubungan ibu-anak angkat yang tak lazim tersebut, Madam de Warens amat
berjasa membentuk kepribadian dan watak pemikiran Rousseau. Wanita inilah yang
telah membiayai pendidikan Rousseau, menyediakan perpustakaan pribadinya untuk
anak asuhnya itu serta membentuk Rousseau menjadi penulis yang handal. Pada
tahun 1740, ia melarikan diri lagi dan sampailah ke Paris. Ia berkenalan dengan
tokoh-tokoh pencerahan seperti Diderot dan d‟Alembert, dan juga Voltaire.
Penghidupannya diperoleh sebagai pemain musik dan penulis. Di sela-sela itu dia
terlibat percintaan dengan banyak wanita, antara lain dengan Therese Levasseur yang
ujung-ujungnya punya anak di luar pernikahan yang kesemuanya dimasukkan ke
rumah anak yatim piatu.
Suatu pengalaman yang mengubah pikirannya dan merupakan semacam
pengalaman turunnya wahyu terjadi pada tahun 1749. Ketika sedang berjalan-jalan,
ia membaca iklam Akademi di Dijon yang mengajak menulis karangan tentang
pertanyaan; apakah kemajuan kesenian dan ilmu pengetahuan membantuk untuk
memurnikan adat-istiadat? Menurut pengakuannya sendiri, ia mendadak melihat
suatu dunia baru, kepalanya menjadi pusing, matanya menjadi silau, ia bagaikan
seorang kerasukan dan menangis tersedu-sedu. Pertanyaan itu merumuskan apa yang
sudah selalu samar-samardirasakan sebagai masalah kehidupannya. Ia menulis
karangannya dengan judul Discours sur les sciences et las arts (bahasan tentang
ilmu-ilmu pengetahuan dan seni) dan mendapat hadiah pertama. Inti jawabannya
ialah Tidak! Kemajuan dalam kesenian dan ilmu pengetahuan tidak memajukan
melainkan merusak kemurnian moral manusia.13 Sesudah itu namanya melangit.
Beruntun muncullah karya-karya lainnya, termasuk Discourse on the Origin of
Inequality (1755); La nouvelle Heloise (1761); Emile (1762); The Social Contract
(1762); Confessions (1770) yang kesemuanya itu melambungkan kemasyhurannya.
Tambahan lagi, karena Rousseau suka musik, dia menggubah dua opera masing-
masing Les muses galantes dan Le devin du Village. Diantara tulisan tersebut yang
sangat terkait dengan pembahasan ini adalah The Social Contract, yang membahas
tentang hubungan problematis antara individu, masyarakat dan negara. Ungkapan
yang paling popular dan sering dikutip dalam buku tersebut yaitu Mens is Born Free
and Everywhere He is in Chain, manusia dilahirkan bebas, tetapi kita melihat
dimanapun mereka hidup selalu dalam keadaan terbelenggu.

Kendati mulanya Rousseau sahabat sejumlah penulis pembaharu Perancis --


termasuk Denis Diderot dan Jean d'Alambert, jalan pikirannya segera bersimpang
jalan tajam dengan mereka. Karena Rousseau menentang rencana Voltaire
mendirikan sebuah teater di Jenewa (Rousseau bersikeras bahwa teater merupakan
sekolah yang membejatkan moral), Rousseau dibenci habis-habisan oleh Voltaire.
Disamping itu, citra rasa Rousseau berbeda amat dengan rasionalisme Voltaire dan
kaum Encyclopedist. Mulai tahun 1762 dan seterusnya, Rousseau menghadapi
kesulitan dengan pihak penguasa karena tulisan-tulisan politiknya. Beberapa kawan
dekatnya mulai menjauh darinya dan bersamaan dengan saat itulah Rousseau tampak
mengalami kelainan jiwa. Meskipun sejumlah orang masih bersahabat dengannya,
Rousseau bersikap bermusuhan dengan mereka karena sifatnya sudah menjadi penuh
curiga dan kasar. Selama dua puluh tahun sisa hidupnya, dia umumnya menjadi
orang penuh benci dan kecewa serta dirundung kemurungan tak bahagia.

Pada tahun 1766, David Hume menawarkan perlindungan untuknya di


Inggris, kehadirannya pun disambut hangat oleh rakyat Inggris. Dalam
perjumpaannya, Hume sangat meladeni keinginan tamunya, dan berlangsung hanya
beberapa bulan sampai pada saat keduanya berselisih. Tahun 1767 Rousseau
meninggalkan Inggris dan kembali ke Paris. Dia meninggal dunia tahun 1778 di
Ermenonville, Perancis.14 Pada tahun 1794, Republik Perancis yang baru
menganugerahi penghormatan kepadanya sebagai pahlawan nasional serta
memindahkan jenazahnya ke makan nasional.

Teori Kontrak Sosial Jean-Jacques Rousseau

Pada Rousseau yang pemikiran mengenai kontrak sosialnya dipengaruhi oleh


John Locke, konvensi atas kontrak sosial terbentuk atas dasar legitimasi dari seluruh
otoritas politik, tetapi gagasannya mengenai masyarakat lebih natural dan tidak se-
individualistik daripada Locke (Duignan, 2011, p. 131). Russeau yang memiliki
jargon pemikiran yaitu “Man was born free, and everywhere he is in chain”
(Rousseau, 2002 : 156) menganggap seseorang itu bebas dan memiliki hak-haknya,
namun ia tetap dibatasi ketika masuk ke dunia sosial, dimana mereka diatur oleh
hukum, dan diberikan status kewarganegaraan. Bagi Rousseau, negara merupakan
manusia – manusia yang bermoral yang berpadu dengan anggotanya
(masyarakatnya) yang dalam tindakannya diatur oleh general will yang pada
ujungnya merupakan kebebasan dan kesetaraan bagi masyarakatnya.

Pada dasarnya manusia memiliki keinginan-keinginan dalam hidupnya yang


ingin ia penuhi. Namun tidak semua keinginannya dapat dipenuhi apabila ia masuk
dalam kehidupan sosial yang memungkinkan adanya manusia lain yang memiliki
keinginan yang beragam yang juga ingin dipenuhi. Hal ini dapat menimbulkan
konflik karena keinginan-keinginan tersebut bisa saja bertentangan sehingga tidak
mungkin dapat terwujud. Maka dari itu diambillah keinginan– keinginan yang sama
antara manusia satu dengan lainnya yang pada akhirya membentuk general will.
General will mengabaikan keinginan–keinginan lanjutan yang berbeda tiap
individunya. General will merupakan suatu yang diinginkan oleh seluruh
masyarakat, misalnya masyarakat mnginginkan kenyamanan dan keamanan untuk
dirinya. Maka negara harus menjamin keinginan yang diinginkan oleh seluruh
masyarakat dengan memberikan kenyamanan dan keamanan dengan juga
memberikan peraturan agar pelanggaran atas kenyamanan dan keamanan tidak
terjadi.

Dengan adanya general will secara tidak langsung terbentuk kontrak sosial
dimana individu harus memberikan beberapa haknya kepada negara supaya tidak
terjadi konflik. Misalnya jika ada orang mencuri barang kita, kita tidak bisa memukul
dia karena kita tidak berhak untuk menyakiti dirinya, melainkan adanya badan
seperti polisi yang kita berikan hak untuk menghakimi mereka.

General will atau kehendak umum sebagai solusi dari Rousseau untuk
menciptakan pemerintahan yang lebih baik dibandingkan dengan society yang
corrupt. Seperti yang dikatakan Susan Dunn dalam bukunya.
‘‘To find a form of association that may defend and protect with the
whole force of the community the person and property of every associate,
and by means of which each, joining together with all, may nevertheless
obey only himself, and remain as free as before.’’ Such is the fundamental
problem of which the social contract provides the solution. (Susan, 2002:163)

Bagi dia dengan kehendak umum masyarakat dapat mendapatkan haknya


lebih baik dibandingkan dengan saat ia berada dalam society yang corrupt. Society
yang corrupt bagi Rousseau di sini merupakan masyarakat yang sudah dirusak oleh
reason. Orang–orang mulai lepas dari state of nature-nya dan mempunyai nilai yang
berbeda dengan sebelumnya. Society yang corrupt ini bagi Rousseau merupakan hal
yang mengecewakan tetapi tidak dapat dihindari, karena manusia memang sudah
mempunyai kapasitas untuk berpikir jadi hal tersebut tidak dapat dihindari. Dan di
sinilah dibutuhkannya General will sebagai solusi untuk mengatur masyarakat yang
sudah keluar dari state of nature-nya. Dalam General will semua orang dipandang
sama tanpa adanya pengecualian dan semua orang dipaksa untuk tunduk atas
kehenda general will tersebut.

Ketika memasuki kehidupan sosial, manusia cenderung melupakan dirinya


dan hak-haknya untuk seluruh komunitas. Rousseau menganggap hal ini merupakan
pertukaran hak yang mana individu memberikan hak naturalnya untuk hak sipilnya.
Dalam pandangan Rousseau, seseorang yang dipaksa masyarakat untuk memutuskan
hukum dapat membawanya kembali kepada awareness-nya terhadap apa yang
sebenarnya ia minati.
SUMBER RUJUKAN

https://www.academia.edu/28247809/KONTRAK_SOSIAL_HOBBES_LOCKE_ROUSSEAU_

https://www.academia.edu/4652137/
Teori_Kontrak_Sosial_Thomas_Hobbes_dan_John_Locke_Isnan

https://www.academia.edu/36021622/
PEMIKIRAN_JEANJACQUES_ROUSSEAU_17121778_TENTANG_KEHENDAK_UMUM_DAN_US
AHA_MENCARI_NEGARA_IDEAL_1

Anda mungkin juga menyukai