Anda di halaman 1dari 5

Konsep Pemerintahan Al-Mawardi Dan John Locke(Studi Kasus:Dinasti Politik di

Probolinggo)

M. Surya Andhika Pradana

Pendahuluan

Setiap ciptaan tuhan memiliki kemampuan dalam berpolitik.Secara umum, politik berasal dari
bahasa Yunani yaitu kata “polis” yang berarti Negara yang terdapat pada masa Yunani kuno. Di dalam
Polis terdapat masyarakat atau kelompok individu, pemerintahan yang mengatur, menjaga dan
melindungi kepentingan masyarakat, dan wilayah yang di dalamnya terdapat masyarakat dan
pemerintahan (Djuyandi, 2017). Kelompok individu yang berada di dalam Polis mendapatkan sifat
moral yang paling tinggi,karena didalam polis tersebut akan dibahas semua urusan-urusan kepentingan
masyarakat. Politik sering dikaitkan dengan kepemerintahan padahal politik juga terdapat di segala
aktifitas disekitar kita, contohnya di dimensi yang lebih sempit yaitu dalam ruang lingkup keluarga.
Dalam sebuah keluarga harus ditentukan siapa yang akan menjadi kepala keluarga untuk diberi
tanggungjawab melalui wewenang dan kekuasaannya yang kemudian akan membawa keluarganya
untuk mencapai sebuah tujuan keluarga yang aman,nyaman,harmonis dan sejahtera (Djuyandi,
2017).Setiap sistem politik disuatu Negara ataupun kerajaan memiliki karakteristik yang berbeda.Hal
itu disebabkan karena adanya penyesuaian terhadap kondisi di suatu Negara.Dalam perintisan gagasan
ilmu politik Banyak filsuf yang telah mendedikasikan pikirannya yang terbukti hingga kini masih
menjadi referensi dari sistem politik di suatu Negara.Al-Mawardi dan John Locke merupakan pemikir
dari masa yang berbeda dan wilayah yang berbeda.Mereka mencetuskan gagasan Ilmu politik mereka
yang terbukti berpengaruh besar terhadap berjalannya suatu Negara.

Pembahasan

Pemikiran politik Al-mawardi

Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi lahir di Basra pada tahun 364 H/975
M,dan wafat pada 450 H/1058 M di Baghdad.Beliau adalah tokoh pemikir islam yang sangat
terkenal,tokoh terkemuka Madzhab Syafi’I dan juga seorang pejabat yang tinggi di masa pemerintahan
Abbasiyah (Amin, 2016). Sama halnya seperti pendapat Plato,Aristoteles dan Ibnu Abi Rabi’,Al
Mawardi pun sepakat dengan mereka tentang teori terbentuknya suatu Negara dikarenakan manusia
merupakan makhluk sosial,perbedaanya adalah Al-Mawardi memasukkan unsur agama
kedalamnya.Menurutnya Allah dengan sengaja menciptakan manusia yang lemah
fisiknya,menghadirkan dalam kondisi yang berbeda dan memberikan perbedaan kemampuan
individual.Hal tersebutlah yang mendorong manusia untuk bersatu dan saling membantu serta
mengadakan kerjasama.Ringkasnya,manusia membentuk suatu Negara dengan beralasan atas hajat
mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhannya kemudian didukung dengan akalnya yang mendorong
manusia mengetahui tentang cara saling membantu dan membentuk suatu ikatan yang kuat sehingga
membentuk suatu Negara atas kesepakatan bersama atau yang disebut dengan kontrak social (Alwie,
2012).

Negara membutuhkan kepala negaranya untuk merangkai tujuan bangsa kedepannya dan
menjadi pemeran dalam pengambilan kebijakan untuk mensejahterakan rakyatnya.Dalam konsep
pemerintahannya,Al-Mawardi memperjelas tentang konsep kepemimpinan politiknya (Amin, 2016).
Yang pertama,penegakan imamah, imamah yang dimaksud Al-mawardi dijabat oleh khalifah atau
pemimpin(al rais)atau raja( al-mulk),penguasa (Al-sulthan),atau kepala Negara(Al-qaid al-daulat) dan
kepada pemimpin itulah diberikannya label agama.Dia menegaskan bahwa kepemimpinan Negara
merupakan sebuah instrumen untuk melanjutkan misi-misi para nabi untuk memelihara agama dan
mengatur dunia.Kedua,Al-mawardi juga telah menuliskan kriteria tentang orang berhak dipilih sebagai
kepala Negara.Ketiga,ahl al ikhtiar atau pemilih juga harus memiliki kriteria untuk berhak
memilih.keempat,suksesi kepala Negara,suksesi yang dilakukan berdasarkan konsep suksesi Agama
Islam.Ke lima,imam harus mengetahui dan menjalankan kewajibannya sebagai imam.Ke
enam,Mengetahui imam.Maksud dari poin ini adalah seluruh warga Negara harus mengetahui tentang
penyerahan jabatan imam dan sifat-sifatnya.Ke tujuh,pemakzulan atau pemecatan imam,alasan yang
membolehkan atas pemakzulan kepala negara ada 2 yaitu,pertama apabila imam mengalami perubahan
moral baik itu dalam segi jasmani maupun aqidah,kedua apabila terjadi perubahan dalam diri kepala
Negara yaitu cacat panca indera,cacat organ tubuh dan cacat tindakan.Kedelapan, kontrak
sosial,hubungan antara ahl al-hall wa al aqd atau al ikhtiar dan imam atau kepala Negara merupakan
hubungan antara dua peserta kontrak sosial atau persetujuan secara sukarela.Kemudian kontrak sosial
tersebut membuahkan sebuah hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak atas dasar timbal balik (Amin,
2016).

Pada masa Al-Mawardi inilah terdapat kelebihan yaitu teori kontrak sosial merupakan teori
yang digagaskan oleh Al-mawardi sendiri sebagai perjanjian kedua belah pihak dalam melakukan
kenegaraannya.Berangkat dari kontrak sosial tersebut Al-mawardi menumbuhkan konsep tentang
pemecatan kepala Negara dari jabatannya yang kemudian menjadi satu-satunya pemikir politik islam
pada zaman abad pertengahan yang berpendapat bahwa kepala Negara dapat dipecat apbila tidak
mampu melaksanakan tugasnya lagi.

Pemikiran Politik John Locke

John locke lahir pada tahun 1632 di Somerset Inggris,pada masa itu Stuart menjabat sebagai
seorang raja di Inggris dan menjadi sejarah paling kacau pada sejarah Inggris.Kemudian,terjadi revolusi
yang terjadi pada seluruh aspek,tidak hanya politik namun juga ekonomi,agama,dan intelektual.Bourne
menjelaskan bahwa Locke dibesarkan dengan sangat baik,kesehatan sangat terjaga dan kedisiplinannya
dididik di rumah.John Locke dididik sangat keras oleh ayahnya,tidak hanya diajari tentang bahasa
Latin namun ayahnya juga mengajari tentang berpikir tentang permasalahan-permasalahan yang ada
pada saat itu. (Wijaya, JOHN LOCKE DALAM DEMOKRASI, 2014).John Locke merupakan seorang
pemikir politik yang sangat hebat,selain menjadi politikus dia merupakan dokter lulusan Oxford
University.

Dalam pemikiran politiknya,dia lebih mendukung sistem politik liberal dan tidak setuju dengan
adanya sistem monarki,Hal ini dapat dilihat dari masa jatuhnya Cromwell sebagai pemimpin yang
liberalis dan kemudian digantikan oleh Charles II yang didukung thomas hobbes dengan diluncurkanya
buku leviathan yang berisi tentang pemerintahan yang baik adalah monarki.Hal ini membuat john locke
geram terhadap pendapat Hobbes lalu mengkritik bukunya.Locke sangat terpengaruh oleh liberalis di
masa kekuasaan Cromwell.Dia juga tidak menyukai tentang kebengisan yang ada di sistem monarki
sehingga sering dikritisi oleh John locke.Dia juga tidak setuju apabila terjadi kekerasan secara tidak
langsung maupun langsung contohnya adalah adanya penjajahan,perbudakan dan mempekerjakan
manusia dalam durasi yang lama.Selain melakukan kritik terhadap monarki,Locke juga menghabiskan
hari-harinya dengan mengajar murid-muridnya serta terus mengintrodusir pemahaman liberal kepada
siapapun (Wijaya, JOHN LOCKE DALAM DEMOKRASI, 2014).

John locke sangat memperhatikan tentang hak asasi manusia dan menurutnya hak asasi manusia
perlu diberikan perlindungan kepadanya.John locke berpendapat bahwa HAM pada hakikatnya dimiliki
oleh manusia dari sejak lahir atau yang disebut sebagai natural rights yakni right to
life,health,freedom,and property preservation. (Wijaya, JOHN LOCKE DALAM DEMOKRASI,
2014).Apabila 4 hak tersebut yang dimiliki manusia dilindungi oleh pemerintah dan setiap warga
Negara dapat menjalankan kewajiban mereka secara konsekuen,maka tidak mungkin tidak jika akan
tercipta tata keola pemerintah yang baik dan mendorong kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

Mengenai konsep kontrak sosialnya,John locke berpendapat bahwa kontrak sosial adalah jalan
menuju masyarakat biadab.Kontrak sosial adalah legitimasi otoritas politik yang membatasi
kewenangan setiap subjek dan hak dari setiap penguasa dari seluruh manusia yang secara alamiah
terlahir bebas dan setara (Wijaya, KONTRAK SOSIALMENURUTTHOMAS HOBBES DAN JOHN
LOCKE, 2016).Menurutnya kekuatan politik tidak akan terjadi apabila tidak ada persetujuan
rakyat.Artinya setiap aktivitas rakyat haruslah melalui persetujuan rakyat atau yang disebut dengan
demokrasi. Dalam bernegara,menurut pandangan John Locke,demokrasi bukan hanya sekedar konsep
pemerintahan yang mana rakyat atau wakil rakyat yang menjalankan tugas-tugasnya yang telah diatur
dalam konstitusi yang telah dikonsep oleh pendiri negara.Namun demokrasi adalah bagaimana
pemerintah tersebut siap untuk menjaga dan mengayomi hak-hak dasar yang dimiliki oleh rakyat.

Secara umum,manusia tanpa kepemerintahan yang berarti manusia hidup secara alamiah yang
hanya dibatasi hukum alam maka tentunya akan terjadi sebuah peperangan (Wijaya, KONTRAK
SOSIALMENURUTTHOMAS HOBBES DAN JOHN LOCKE, 2016).Untuk menyelesaikan ini perlu
untuk dibentuknya masyarakat sipil di bawah pemerintahan yang berdaulat dengan kesepakatan seluruh
rakyat.Setelah dibentuk masyarakat sipil itu maka dibentuklah tatanan masyarakat yang merujuk pada
pemerintah pusat dan koloni.Pemerintah pusat dan koloni memiliki kewajiban dalam melindungi
masyarakat dan pemerintahannya diatur oleh undang-undang yang ditegakkan oleh pendiri
Negara.Sebagai penikmat keamanan dan perlindungan pemerintah,maka masyarakat pun juga harus
membayar pajak atas timbal balik tersebut.Selain itu locke juga memperhatikan tentang pertentangan
antara urusan Negara dan agama yang menurutnya juga merupakan pemicu utama kekacauan dalam
bermasyarakat.untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,mengembalikan urusan agama dan Negara
pada hakikatnya masing-masing.Urusan pemerintahan mengacu terhadap bagaimana melindungi dan
mensejahterakan rakyatnya dan agama memiliki urusan tentang tiap batiniah individu kepada tuhannya.

Jadi konsep kepemerintahan Locke memiliki tujuan untuk mencapai semua yang diinginkan
dari keadaan alamiah manusia dan menjauhi keadaan perang melalui pembagian kekuasaan
pemerintahan dalam 3 kekuasaan yaitu:legislatif,eksekutif dan federatif (Wijaya, KONTRAK
SOSIALMENURUTTHOMAS HOBBES DAN JOHN LOCKE, 2016)

Perbedaan dan Kesamaan Konsep Pemerintahan Antara Al-Mawardi dan Locke

Pemikir politik diatas memiliki pemikiran yang berbeda,pada filsuf Al-Mawardi,dia


merelasikan sistem pemerintahan politiknya dengan agama dan memilih untuk menjadikan agama
sebagai landasan fundamental dari sistem politiknya.Menurutnya agama merupakan inspirator bagi
manusia dan menjadi penuntun bagi manusia untuk menempuh kehidupan yang sebenarnya.Agama
akan memberi jalan yang baik dalam bertindak atau berpikir karena dalam agama terdapat petunjuk-
petunjuk yang tidak dapat terpikirkan oleh manusia yang tidak semutlak tuhan (Alwie,
2012).Sedangkan pada pemikiran politik John locke,dia tidak mencampuradukkan urusan agama dan
Negara karena menurutnya itulah yang menjadi pemicu utama kekacauan pada masyarakat.Pemerintah
berhubungan dengan publik sebagai pelindung dan pengatur masyarakat sedangkan agama merupakan
hak batiniah seseorang dengan tuhannya (Wijaya, KONTRAK SOSIALMENURUTTHOMAS
HOBBES DAN JOHN LOCKE, 2016).

Al-mawardi mengkonsep pemerintahannya berdasarkan sejarah islam yaitu pemimpin dipilih


oleh wakil rakyat dan kepala negaranya memiliki visi untuk memelihara dan mengatur dunia.Berbeda
dengan John locke yang bentuk pemerintahannya adalah demokrasi liberal dan pemimpin yang
dijadikan kepala Negara harus disetujui oleh rakyatnya dan seluruh aktivitas rakyat harus berdasarkan
kehendak rakyat jadi rakyat turut andil dalam pemerintahan.

Kesamaannya adalah kedua tokoh ini memiliki teori kontrak sosial.Teori kontrak sosial
merupakan teori yang digagas oleh Al-mawardi pada awal abad XI masehi,dan baru lima abad
kemudian yaitu di pertengahan abad XVI masehi baru mulai bermunculan sistem kontrak sosial di
barat.Begitu pula dengan John Locke yang mempraktekan kontrak sosial sesuai dengan keadaan
demokrasi liberalism,yang menyatakan bahwa kuatnya politik perlu disetujui oleh rakyat.

Hukum Dinasti Politik Dalam Pemikiran John Locke dan Al-mawardi

Tepat pada tanggal 30 agustus 2021,Puput Tantriana Sari,Bupati Probolinggo dan


suaminya,Hasan Aminuddin ditangkap oleh KPK dalam Operasi Tangkap Tangan terkait kasus jual
beli jabatan.Kasus jual beli tersebut terlahir ketika dinasti politik berkuasa dan memiliki kekuatan yang
besar.Hal ini dibuktikan dengan jejak politik dari Hasan yang telah 29 tahun memasuki dunia politik
sehingga telah Paham betul tentang kondisi rakyat probolinggo.Dinasti politik yang terjadi di
probolinggo ini telah bertahan kurang lebih selama 18 tahun yaitu 2 periode bupati Hasan masa jabatan
2003-2008 dan 2008-2013 lalu dilanjutkan oleh istrinya dengan 2 periode masa jabatan 2013-2018 dan
2018-2023 dan rencananya mempersiapkan putranya untuk maju di pilkada 2024 ,selain itu dengan
kekuasaannya Hasan juga banyak menempatkan saudara dan kerabatnya di pos-pos pemerintahan
lainnya,sehingga tak jarang dia dicap sebagai bapak politik di probolinggo.

Dinasti dalam politik tradisional merupakan usaha penguasa dalam menempatkan


keluarga,saudara,dan kekerabatannya kedalam jabatan-jabatan yang strategis guna membentuk kerajaan
politik di dalam pemerintahan nasional maupun daerah (Darmansyah, Syahrani, & MS, 2020).Tujuan
dilakukannya dinasti politik bagi pelaku dinasti adalah menjaga kekekalan kekuasaan, disamping itu
juga untuk mengendalikan departemen dan dinas sesuai dengan keinginan dinasti politik yang sedang
berlangsung.

Bila ditinjau dari pandangan John Locke,bentuk dinasti politik merupakan penjelmaan sistem
monarki dimana kekuasaan dipegang oleh penguasa yang kemudian estafet kepemimpinannya akan
diwariskan kepada sanak-familinya.Tentunya hal ini tidak dibenarkan dalam Negara penganut
demokrasi karena dapat memberikan pengaruh buruk pada pembangunan sosiopoltik dan sosioekonomi
sehingga peluang politik dan ekonomi menjadi sangat terbatas bagi warga Negara ,bahkan diasumsikan
akan terjadinya monopoli oleh pemerintah dan tatanan dinastinya.Selain itu tindakan dinasti politik
juga dapat menutup peluang lahirnya pemimpin yang berkualitas.Adanya kekuasaan yang kuat dalam
dinasti politik kemudian akan membuat kerajaan kecil ini sewenang-wenang dalam menjalankan
tugasnya sebagai pemimpin atau mengedepankan radikalisme sehingga kepentingan rakyatnya pun
akan terabaikan,contohnya seperti Hasan dan istrinya yang melakukan jual beli jabatan.

Sama halnya seperti pendapat John Locke dalam pembagian kekuasaan,Indonesia pun juga
menerapkannya.Konsekuensi dari ditetapkannya pembagian kekuasaan tersebut dapat berupa positif
dan negatif,positifnya adalah dapat memilih kepala daerah secara demokratis,tetapi adanya pembagian
kekuasaan ini dapat menimbulkan terjadinya dinasti politik. (Darmansyah, Syahrani, & MS, 2020)

Pemecatan terhadap pemimpin yang dianggap telah tidak mampu melanjutkan kekuasaannya
sebagaimana yang dijabarkan oleh Al-mawardi dapat dilakukan.Hal ini dapat memutus terjadinya
kelanjutan dinasti politik yang tentunya sangat merugikan suatu kenegaraan.

Daftar Pustaka

Alwie, A. N. (2012). Konstruksi Filsafat Sosial Al-Mawardi. Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 338.

Amin, M. (2016). Pemikiran Politik Al-Mawardi. Jurnal Politik Profetik, 121.

Darmansyah, R., Syahrani, S. D., & MS, Z. H. (2020). Potret Dinasti Politik dalam Pengisian Jabatan
Administratif . Journal of Political Issues, 36.

Djuyandi, Y. (2017). Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rajawali Pers.

Wijaya, D. N. (2014). JOHN LOCKE DALAM DEMOKRASI. Jurnal Sejarah dan Budaya, 16.
Wijaya, D. N. (2016). KONTRAK SOSIALMENURUTTHOMAS HOBBES DAN JOHN LOCKE. Jurnal
Sosiologi Pendidikan Humanis, 188.

Anda mungkin juga menyukai