Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

TEORI BENTUK NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN

Masalah asal mula negara merupakan salah satu pembicaraan yang penting dalam lapangan
Ilmu Negara. Pelbagai sarjana telah berusaha menyelidiki latar belakang terjadinya suatu negara, bahkan
maksud dan tujuan pembentukan organisasi Negara, sehingga muncul pelbagai teori karena masing-
masing sarjana mempunyai pandangan sendiri-sendiri sesuai dengan hasil penyelidikannya. Namun
belum terdapat bukti-bukti yang meyakinkan. Karena tiadanya bukti-bukti yang meyakinkan itu, maka
teori-teori tentang asal mula negara bercorak spekulatif dan abstrak dan lebih banyak merupakan
renungan-renungan dan pemikiran-pemikiran teoritis-deduktif, daripada uraian-uraian yang empiris
induktif.
Teori-teori tentang asal mula negara menurut F. Isywara (1982:136-160) dapat digolongkan
pada dua golongan yang besar, yaitu:
I. Teori-teori yang spekulatif
II. Teori-leori yang historis (evolusionistis)

I. Teori-teori yang spekulatif terbagi atas:


1. Teori Perjanjian Masyarakat
2. Teori Ketuhanan
3. Teori Kekuatan
4. Teori Patriarkhal dan teori Matriarkhal
5. Teori Organ
6. Teori Daluwarsa
7. Teori Alamiah
8. Teori Idealıstis
ad. I. Teori Perjanjian Masyarakat atau teori kontrak sosial menganggap perjanjian sebagai dasar
negara dan masyarakat negara. Penulis yang paling berpengaruh mengenai teori-teori
perjanjian masyarakat itu adalah “trio", Thomas Hobbes, John Locke dan Jean Jacques
Rousseau.
Teori- teori perjanjian masyarakat didasarkan atas paham, bawa kehidupan manusia
dipisahkan atas dua zaman, yakni zaman sebelum manusia hidup bernegara dan zaman
sesudah manusia memasuki hidup bernegara. Peralihan dari zaman pranegara ke zaman
bernegara terlaksana melalui perjanjian. Keadaan tak bernegara (pra negara) disebut
keadaan alamiah (state of nature, status naturalis), dimana individu hidup tanpa organisasi
dan pimpinan, dengan kata lain tanpa hukum, tanpa negara, dan pemerintah yang mengatur
hidup mereka.
Teoretici perjanjian masyarakat menggambarkan keadaan alamiah itu secara berlain-lainan.
Hobbes (1588-1676) menggambarkan keadaan alamiah sebagai suatu keadaan sosial yang
kacau balau, suatu "inferno", tanpa hukum yang dibuat oleh manusia secara suka rela dan
tanpa pemerintah, tanpa ikatan-ikatan sosial antara individu masing-masing. Dalam keadaan
demikian, hukum dibuat oleh mereka yang terkuat fisiknya sebagaimana di hutan rimba.
Keadaan demikian dilukiskan dalam peri bahasa "homo humini lupus", manusia yang satu
merupakan binatang buas bagi manusialainnya. Manusia saling bermusuhan, terus menerus
dalam keadaan perang-perangan. Keadaan ini dikenal sebagai "bellum omnium kontra
omnes” (perang antara semua melawan semua) tapi bukan perang yang terorganisir tetapi
perang dalam arti keadaan bermusuhan terus menerus antara sesuma individu. Keadaan
alamiah ini tidak dapat berlangsung terus. Manusia dengan akalnya mengerti dan menyadari
bahwa demi kelanjutan hidup, keadaan alamiah ini harus diakhiri. Dan hal ini dilakukan
dengan mengadakan perjanjian bersama, dimana individu yang tadinya hidup dalam
keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada
seorang atau badan. Dengan demikian maka terbentuklah negara yang dianggap dapat
mengakhirı anarkhi dalam keadaan alamiah itu. Dengan perjanjian seperti itu maka
terbentuklah “that great Leviathan". Bagi Hobbes hanya terdapat satu macam perjanjian,
yakni pactum subjectionis atau perjanjian pemerintahan dengan jalan mana segenap
individu berjanji menyerahkan semua hak-hak kodrat kepada seorang atau sekelompok
orang yang ditunjuk untuk mengatur hehidupan. Orang atau sekelompok orang yang
ditunjuk itu harus pula diberikan kekuasaan. Negara harus berkuasa penuh sebagaimana
halnya Leviathan yang dapat menaklukkan segenap binatang buas lainnya. Negara harus
diberikan kekuasaan yang mutlak sehingga kekuasaan negara tidak dapat ditandingi dan
disaingi oleh kekuasaan apapun. Dengan teori perjanjian seperti ini, Hobbes meletakkan
dasar-dasar falsafah dari negara yang mutlak, teristimewa negara kerajaan yang absolut.
Bahwa hanya negara yang berbentuk kerajaan mutlak yang dapat menjalankan
pemerintahan dengan baik.
Teori perjanjian masyarakat kedua berasal dari pemikiran John Locke (1632-1704). Locke
mengemukakan ide-ide politiknya dalam bukunya yang berjudul “Two Treatises on Civil
Government”.
Keadaan alamiah ditafsirkan oleh Locke sebagai suatu keadaan dimana manusia hidup bebas
dan sederajat, menurut kehendak hatinya sendiri. Manusia hidup rukun dan tentram sesuai
dengan hukum akal (law of reason) yang mengajarkan bahwa manusia tidak boleh
mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan dan milik dari sesamanya. Sekalipun keadaan
alamiah itu suatu keadaan yang ideal, namun Locke merasakan bahwa keadaan itu potensiil
dapat menimbulkan anarki, karena manusia hidup tanpa organisasi dan pimpinan yang
dapat mengatur kehidupan mereka. Dalam keadaan alamiah setiap individu sederajat, baik
mengenai kekuasaan maupun hak-hak lainnya, sehingga penyelenggaraan kekuasaan dan
yurisdiksi dilakukan oleh individu sendiri-sendiri, berdasarkan azas timbale balik
(reciprocity). Setiap individu adalah hakim dari perbuatannya dan tindakannya. Keadaan
alamiah karena itu dalam dirinya sendiri mengandung potensi untuk menimbulkan
kegaduhan dan kekacauan. Oleh karena itu manusia membentuk negara dengan suatu
perjanjian bersama. Dasar kontraktuil dari negara dikemukakan oleh Locke sebagai
peringatan bahwa kekuasaan penguasa tidak pernah mutlak, tapi selalu terbatas. Karena
dalam mengadakan perjanjian individu tidak menyerahkan seluruh hak-hak alamiah mereka.
Ada hak-hak alamiah yang merupakan hak-hak azasi yang tidak dapat dilepaskan sehingga
penguasa yang diserahi tugas mengatur hidup individu dalam ikatan kenegaraan harus
menghormati hak-hak azasi itu. Dalam konteks perjanjian itu terdapat perbedaan
fundamental antara Locke dan Hobbes. Hobbes hanya mengkonstantir satu jenis perjanjian
masyarakat saja, yaitu pactum subjectionis (perjanjian penyerahan), sedangkan Locke
mengajukan kontrak itu dalam fungsinya yang rangkap. Pertama para individu mengadakan
suatu perjanjian masyarakat (pactum unionis = perjanjian persatuan) untuk membentuk
suatu masyarakat politik atau negara dan selanjutnya mengadakan pactum subjectionis
(perjanjian penyerahan). Tetapi bagi Locke, individu mempunyai hak -hak yang tidak dapat
dilepaskan (inalienable rights) berupa "life, liberty, and estate".
Dengan konstruksi perjanjian seperti itu, maka Locke menghasilkan negara konstitusionil
yang dalam kekuasaannya dibatasi oleh hak-hak kodrat yang tidak dapat dilepaskan itu dan
bukan negara absolute tanpa batas-batas. Dengan teorinya itu John Locke disebut sebagai
"Bapak Hak-hak Asasi Manusia."
Penganut teori perjanjian masyarakat selanjutnya adalah Jean Jacques Rousseau (1712-
1778). Rousseau terkenal dengan bukunya yang sangat terkenal di seluruh dunia yaitu "Du
Contract Sosial", (1762) Rousseau adalah orangpertama yang menggunakan istilah kontrak
sosial. Menurut Rousseau keadaan alamiah diumpamakan sebagai keadaan sebelum
manusia melakukan dosa, suatu keadaan yang aman dan bahagia. Individu hidup bebas dan
sederajat, semuanya dihasilkan sendiri oleh individu dan individu itu puas. Konstruksi
keadaan alamiah lebih mendekati gambaran Locke dari pada Hobbes. Keadaan alamiah
sedikit banyaknya menyerupai keadaan taman Firdaus. Akan tetapi manusia juga sadar akan
adanya ancaman-ancaman potensil atas hidup dan kebahagiaannya yang dapat menimpa
diri mereka, karena keadaan alamiah lambat laun menunjukkan bahwa penghalang bagi
kemajuan individu lebih besar dari alat-alat yang ada pada individu sehingga keadaan itu
tidak dapat dipertahankan. Dengan penuh kesadaran individu mengakhiri keadaan itu
dengan suatu kontrak sosial. Rousseau hanya mengenal satu jenis perjanjian saja yaitu
pactum unionis, perjanjian masyarakat yang sebenarnya. Rousseau tidak mengenal pactu
subjectionis yang membentuk pemerintah yang ditaati. Pemerintah tidak mempunyai dasar
kontraktuil. Yang dibentuk dengan kontrak hanyalah organisasi politik. Pemerintah sebagai
pimpinan organisasi dibentuk dan ditentukan oleh yang berdaulat dan merupakan wakil-
wakilnya. Yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya melalui kemauan umumnya. Negara
yang dibentuk itu menyatakan kemauan umumnya. Kemauan umum inilah yang mutlak
berdaulat. Kemauan umum tidak selalu berarti kemauan seluruh rakyat. Kemauan umum
selalu benar dan ditujukan pada kebahagiaan bersama, sedangkan kemauan seluruh rakyat
juga memperhatikan kepentingan individu.
Dengan konstruksi perjanjian seperti itu Rousseau menghasilkan bentuk negara yang
kedaulatannya berada dalam tangan rakyat melalui kemauan umumnya. Rousseau adalah
salah seorang peletak dasar paham kedaulatan rakyat. Ajaran Rousseau menghasilkan jenis
negara yang demokratis, sehingga Rousseau disebut sebagai “Bapak Demokrasi”.
ad 2 Teori Ketuhanan dikenal juga sebagai doktrin teokratis menganggap bahwa terjadinya
negara adalah berdasarkan kehendak kekuasaan Tuhan belaka. Jadi negara dibentuk oleh
Tuhan dan pemimpin-pemimpin negara ditunjuk oleh Tuhan, sehingga raja dan pemimpin-
pemimpin negara hanya bertanggung jawab kepada Tuhan, tidak kepada siapapun. Raja
dianggap sebagai wakil Tuhan, bayangan Tuhan sebagaimana dikatakan oleh Jean Bodin "Le
Roi C'est L 'image de Dieu". Raja sebagai bayangan Tuhan. Doktrin hak-hak ketuhanan dari
Raja ini telah menjadi dasar filosofis dari Raja Stuart di Inggris, Hohenzollerm dari Jerman
dan Bourbon di Perancis. Raja James I berusaha membenarkan teori-teori ketuhanan dalam
buku “True Law of Free Monarchy.”
ad.3 Teori Kekuatan (teori kekuasaan)
Teori ini menganggap bahwa faktor kekuatan menjadı dasar adanya negara. Negara
dilahirkan karena pertarungan kekuatan dan yang keluar sebagai pemenang adalah
pembentuk negara itu. Doktrin kekuatan merupakan hasil analisa anthropo-sosiologis dari
pertumbuhan suku-suku bangsa di masa yang lampau (primitif). Teori ini dikemukakan oleh
Ludwig Gumplowitz, yang kemudian dilanjutkan dan diperluns oleh antara lain Franz
Oppenheimer, George Simmel dan Albion Woodbury Small.
ad 4 Teori Patriarkhal dan Matriarkhal
Menurut teori ini negara adalah perkelompokan dari beberapa suku. Jika yang memegang
peranan dalam keluarga serta garis keturunan ditarik dari pihak ayah, hingga terjadilah gens
sampai akhirnya terjadi negara, maka ini adalah teori patriarchal.
Sir Henry Summer Mainc membentangkan teori patriarkhal dalam buku “Ancient Law”.
Jika yang memegang peranan dalam keluarga serta garis keturunan ditarik dari pihak ibu,
hingga terjadilah klan sampai akhirnya terjadi negara, maka ini adalah teori matriarchal.
Pertama kali dikemukakan oleh J.J. Bachofen dalam buku “Das Mutterrecht” (1860).
ad 5 Teori Organis
Konsepsi organis adalah suatu konsep biologis yang melukiskan negara dengan istilah-istilah
ilmu alam. Negara dianggap atau dipersamakan dengan makhluk hidup manusia atau
binatang. Nicholas pernah mengemukakan bahwa " kehidupan korporal" dari negara dapat
dipersamakan dengan anatomi makhluk hidup, yakni bahwa pemerintah dapat disamakan
sebagai tulang belulang manusia, undang- undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar) sebagai
kepala dan para individu sebagai daging makhluk hidup itu. Fisiologi negara sama dengan
fisiologi makhluk hidup. dengan kelahirannya, pertumbuhan, perkeimbangan dan
kematiannya. Yang dapat dipandang sebagai nyawanya adalah semangat nasional dari
rakyatnya yang terjelma dalam bentuk bahasa nasionalnya dan adat kebiasaannya serta
pandangan hidup rakyat itu.
ad 6. Teori Daluwarsa
Menurut teori ini Raja berkuasa bukan karena jure divino (kekuasaan berdasarkan hak-hak
ketuhanan) tetapi berdasarkan kebiasaan, jure consuetudinario.
Raja dan organisasinya (yaitu negara kerajaan) timbul karena adanya milik yang sudah lama,
yang kemudian melahirkan hak milik. Raja bertahta karena hak milik itu yang didasarkan
atas hukum kebiasaan. Teori daluwarsa dikenal juga sebagai doktrin legitimisme.
Asal kata legitimist = penganut pokok pikiran, bahwa kedaulatan Raja, seperti pun hak-hak
perdata adalah sesuatu dapat diwariskan tak tergantung pada kehendak rakyat.
ad. 7 Teori alamiah
Mula pertama dikemukakan oleh Aristoteles.
Bagi Aristoteles, negara adalah ciptaan alam. Kodrat manusia membenarkan adanya negara,
karena manusia pertama-tama adalah makhluk politik (zoon politicon) dan baru kemudian
makhluk sosial. Karena kodrat itu, maka manusia ditakdirkan untuk hidup bernegara. Yang
dimaksudkan Aristoteles dengan zoon politicon ialah bahwa manusia baru merupakan
manusia yang sempurna, manusia yang ethis baik, apabila manusia hidup dalam sesuatu
ikatan kenegaraan. Di luar negara, maka manusia hanya mengenal dua alternatif, atau dia
itu binatang atau dewa.
ad 8 Teori idealistis Dikenal juga dengan nama lain seperti teori filosofis dan teori metafisis.
Teori ini sebagaimana negara itu “seharusnya ada", negara sebagai "ide". Teori ini bersifat
filosofis, karena merupakan renungan-renungan tentang negara dan bagaimana negara itu
seharusnya ada, dan teori itu bersifat metafisis karena adanya negara dianggap terlepas dari
individu yang menjadi bagian bangsa, negara memilikı kemauan sendiri, kepentingan sendiri
dan nilai-nilai moralitas sendiri. Menentang kekuasaan negara tidak pernah dapat
dibenarkan Kewajiban mentaati negara adalah suatu tugas suci. Sekalipun penguasa itu
tidak sah dan pemerintah dilaksanakan oleh seorang usurpator,
karena negara menjelmakan ide yang suci dan bersifat ketuhanan. Negara memiliki hakekat-
hekekat tersendiri yang terlepas dari komponen-komponennya. la bukan ciptaan
mekhanistis atau yang dibuat-buat saja, tapi suatu kesatuan ideal yang melambangkan
manusia dalam bentuknya yang megah dan sempurna.
Il. Teori historis
Menurut teori ini ialah bahwa lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, tetapi secara
revolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia. Sebab diperuntukkan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan manusia, maka lembaga-lembaga itu dipengaruhi oleh tempat, waktu
dan tuntutan zaman.

Kesimpulan
Dengan singkat telah dibahas beberapa teori asal mula negara yang spekulatif beserta teori historis yang
didasarkan atas penyelidikan empiris. Dari teori-teori yang spekulatif ternyata betapa besarnya
perbedaan-perbedaan teoritis dalam teori-teori yang dibahas itu. Dari perbedaan-perbedaan itu
dapatlah diketahui betapa sulit dan berbelit-belitnya masalah asal mula negara. Betapa tidak negara
yang pertama-tama dimulai beribu-ribu tahun yang lalu, tatkala manusia hidup berkelompok dan
mendiami bersama dalam suatu wilayah. Karena asal mula negara berlangsung di zaman yang lampau
itu, maka mau tidak mau semua teori, juga teori historis harus bersifat spekulatif dan hypotetis belaka.
Tentang saat-saat lahirnya negara, tiada teori yang dapat memberikan jawaban yang tegas dan pasti.
Tentang asal mula negara hanya perkiraan yang dapat dikemukakan.

Tugas
Jelaskan teori-teori asal mula Negara menurut F.Isywara

Anda mungkin juga menyukai