Anda di halaman 1dari 6

NAMA:MUHAMMAD DIO KANSA

NPM:B1A118009
ILMU NEGARA
TEORI HUKUM ALAM ABAD KE XVII

 1. Thomas Hobbes
 Menurut Hobbes (Leviathan, 1651), keadaan alamiah adalah keadaan di mana tidak ada kriteria benar dan salah
yang dapat ditegakkan. Orang – orang mengambil untuk diri mereka sendiri semua yang mereka bisa, dan ia
menggambarkan kehidupan manusia sebagai “menyendiri, miskin, jahat, kasar dan pendek” karena sifat manusia yang
Homo Homini Lupus (Serigala Bagi Serigala Yang Lain). Oleh karena itu, keadaan alamiah adalah keadaan anarki yang
sangat rentan terhadap terjadinya peperangan, hal ini hanya dapat diakhiri jika individu – individu setuju (dalam
kontrak sosial) untuk menyerahkan kebebasan mereka ke tangan seorang penguasa, dengan satu – satunya syarat
bahwa hidup mereka dilindungi oleh kekuasaan yang berdaulat.
 Bagi Hobbes, otoritas penguasa adalah mutlak, dalam arti tidak ada otoritas di atas kedaulatan, yang
kehendaknya adalah hukum. Namun, itu tidak berarti bahwa kekuasaan yang berdaulat mencakup segalanya: subjek
tetap bebas untuk bertindak sesuka mereka dalam kasus di mana penguasa diam (dengan kata lain, ketika hukum
tidak membahas tindakan yang bersangkutan). Kontrak sosial memungkinkan individu untuk meninggalkan keadaan
alamiah dan memasuki masyarakat sipil, tetapi keadaan alamiah tersebut tetap menjadi ancaman dan dapat kembali
segera setelah kekuasaan pemerintah runtuh. Karena kekuatan Leviathan (negara politik) tidak terbantahkan,
bagaimanapun, keruntuhannya sangat tidak mungkin dan hanya terjadi ketika ia tidak lagi mampu melindungi
rakyatnya.
 Negara ideal menurut Hobbes tidaklah jelas. Bagi Hobbes semua bentuk negara baik, asal saja kekuasaan dalam
negara tidak terbagi-bagi. Kekuasaannya haruslah mutlak. Dalam kasus di Inggris, dia setuju bila parlemen yang
berkuasa tetapi pada saat yang sama Raja tidak boleh berkuasa atau sebaliknya.
2. John Locke
John Locke (Two Treatises of Government, 1690) memiliki pandangan berbeda dari Hobbes dalam
memahami keadaan alam, ia menganggap state of nature sebagai keadaan di mana manusia, meskipun bebas,
setara, dan mandiri, berkewajiban menurut hukum alam untuk saling menghormati hak hidup, kebebasan, dan
hak milik (Tabula Rasa). Namun demikian, individu setuju untuk membentuk persemakmuran (dan dengan
demikian meninggalkan keadaan alami) untuk melembagakan kekuatan yang tidak memihak yang mampu
menengahi perselisihan dan memulihkan konflik. Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa kewajiban
untuk mematuhi pemerintah sipil di bawah kontrak sosial bergantung pada perlindungan hak – hak kodrati
setiap orang, termasuk hak atas kepemilikan pribadi. Penguasa yang melanggar persyaratan ini dapat
dijatuhkan secara adil.
Kontrak sosial bagi Locke adalah bentuk legitimasi otoritas politik untuk membatasi kewenangan setiap
subjek dan hak dari setiap penguasa. Bagi Locke tidak seorangpun dapat memiliki kekuatan politik tanpa
persetujuan rakyat. Hal ini berarti pada hakikatnya seluruh aktivitas dalam negara akan ditentukan oleh
persetujuan rakyat. Pemerintah daripada negara inilah yang kemudian memiliki tugas dalam melindungi
kehidupan kebebasan, dan kepemilikan rakyat.
Menurut Locke, untuk menciptakan solusi dari kondisi perang sembari menjamin kepemilikan pribadi,
masyarakat harus setuju untuk membuat “perjanjian awal” atau kontrak sosial. Inilah saat Persemakmuran
ideal lahir. Dengan demikian, tujuan mendirikan negara bukan untuk menciptakan kesetaraan bagi semua
orang, tetapi untuk menjamin dan melindungi properti pribadi setiap warga negara yang masuk ke dalam
perjanjian.
Teori Hukum alam abad ke XVIII
1. J.J Rousseau
Teori hukum menurut Rousseau bermula pada dasar bahwa setiap orang adalah bebas, tetapi melalui
argumen awal yang dia berikan, yakni bahwa setiap orang adalah terikat pada sesuatu, seperti contohnya
budak pada zaman Yunani. Dia mengutip perkataan Aristoteles yang mengatakan bahwa tidak semua orang
sama karena beberapa lahir untuk memimpin dan beberapa lahir untuk menjadi budak, dan berargumen
bahwa setiap orang yang lahir dalam kondisi tertentu menjadi terikat dalam strata sosial tersebut karena
ketakutan. Menurutnya, orang berada dalam posisi tersebut karena suatu kekuatan atau kekuasaan
(Force), tetapi hanya ketakutanlah yang membuat mereka tetap berada di posisi tersebut.
Rousseau berpendapat bahwa kekuatan yang perlu kita taati secara moral adalah kekuatan yang
memiliki legitimasi. Dia juga menyatakan bahwa sebelum orang dapat memberikan dirinya untuk seorang
raja, atau pemimpin, orang tersebut haruslah tetap menjadi seseorang. Oleh karena itu, kebebasan
adalah dasar dari masyarakat. Hal ini merupakan sebuah pengembangan dari ide Grotius yang menyatakan
“seseorang dapat menyerahkan dirinya kepada raja.” Sebagai contoh, jika seratus orang ingin memiliki
pemimpin, apakah hak mereka untuk memilih seseorang di luar pendapat sepuluh orang yang tidak dapat
memilih? Hukum mayoritas menurut Rousseau adalah sesuatu yang dibuat berdasarkan persetujuan.
Intinya, dia menyatakan bahwa suatu negara harus berdasarkan pada persetujuan bersama, yakni tiap-
tiap orang menyatukan kekuatan masing-masing untuk menjalankan suatu tujuan bersama. Dengan
demikian, hukum juga harus memiliki tujuan umum yang berdasarkan pada keputusan bersama.
Rousseau mengatakan bahwa kontrak sosial (social contract) telah memberikan badan politik sebuah
tujuan, akan tetapi dibutuhkan suatu standar untuk menyatukan persetujuan dengan keadilan dan
keteraturan pada suatu komunitas sosial. Oleh karena itu, hukum merupakan suatu alat penting untuk
negara manakala hukum menjadi suatu pembatas yang mencegah adanya perseteruan yang terus-menerus
serta menjadi penyatu dari perbedaan pendapat dan perspektif tiap orang terhadap suatu masalah.
Hukum seharusnya dibuat dari relasi, yakni setiap orang membuat keputusan untuk semua orang
lainnya, yang setelah itu, melalui persetujuan bersama menjadi keputusan bersama. Inilah yang dinamakan
sebagai hukum oleh Rosseau. Hukum juga seharusnya memiliki objek yang umum, yakni seluruh rakyat
menjadi objek hukum, bukan hanya untuk mayoritas maupun minoritas. Pembuat hukum haruslah seseorang
yang mampu menentukan kepentingan bersama tanpa memajukan kepentingan sendiri. Pembuat hukum
yang sempurna hampir tidak mungkin ada. Oleh karena itu, Rousseau menyimpulkan bahwa seharusnya
pemerintahan dan penguasa adalah suatu entitas yang berbeda untuk memastikan bahwa negara tetap
berjalan atas keputusan umum. Negara seharusnya dibagi menjadi legislatif, yaitu penguasa yang terpilih
atau berdaulat harus mewakilkan kehendak umum yang telah menjadi keputusan bersama, dan
pemerintahan.
2. Immanuel kant
Immanuel Kant juga berpendapat bahwa hukum merupakan keseluruhan peraturan
yang dibuat dengan batasan-batasan dari hak milik orang lain. Dengan adanya hukum
diharapkan setiap orang dapat menghargai hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
orang lain. Kant berbeda pandangan dengan kaum utilitarianisme mengenai landasan
moral dari suatu perbuatan. Landasan perbuatan bagi kaum utilitarianisme adalah
perbuatan, sedangkan Kant menjadikan kewajiban sebagai landasan. Bagi kant,
melakukan sesuatu atas dasar kewajiban merupakan suatu perbuatan baik. Perbuatan
tidak dilakukan karena adanya alasan atau tujuan yang ingin dicapai, melainkan karena
itu adalah kewajiban
Secara umum, hukum merupakan suatu sistem norma dan aturan untuk mengatur
perilaku manusia. Hukum dapat berupa aturan yang tertulis ataupun tidak tertulis yang
bertujuan untuk mengatur masyarakat, mencegah terjadinya kekacauan atau perselisihan,
mewujudkan ketertiban, dan keadilan. Dengan diberlakukannya hukum, maka tingkat
kejahatan akan berkurang. Bagi siapapun yang melanggar hukum dan aturan, maka ia
akan mendapatkan sanksi. Tidak hanya mengatur warga negara saja, hukum juga akan
membantu melindungi hak dan kewajiban tiap warga negara, serta membuat pemegang
kekuasaan untuk tidak bertindak sewenang-wenang.

Anda mungkin juga menyukai