Anda di halaman 1dari 4

Nama : Andi Rahmat Nizar Hidayat

Nim : E062222006
MK : Filsafat Pemerintahan

Kontrak Sosial Menurut Thomas Hobbes


Hobbes tidak pernah menyebut konsep kontrak sosial, melainkan covenant. Bagi
Hobbes, hasrat manusia adalah terus menerus berkuasa, dan baru berhenti hanya saat
kematiannya. Juga bagi Hobbes, individu manusia sifatnya egosentris dan hanya memikirkan
diri sendiri. Dengan demikian, dalam kondisi alamiah (bagi Hobbes) manusia tidaklah cocok
untuk bersatu dalam masyarakat sipil. Hobbes berujar bahwa “man is a wolf to his fellow
man” (atau homo homini lupus).

Dalam kondisi alamiah pula, manusia bersifat apolitis. Itulah kondisi manusia
sebelum munculnya kontrak sosial yang kemudian memunculkan negara. Karena
egosentrisme dan mementingkan diri sendiri, maka hubungan antarindividu manusia adalah
situasi perang. Perang itu sifatnya semua melawan semua (bellum omnium contra omnes).
Bagi Hobbes, karena setiap individu punya hasrat serupa untuk berkuasa, mementingkan diri
sendiri, dan egosentris, maka hasrat tersebut terus bertabrakan dengan hasrat indiviu lain
yang juga identik. Situasi tidak pernah tenang, dan masyarakat sipil (masyarakat tanpa
negara) tidak cocok bagi para individu dengan kondisi alamiah semacam itu.

Di dalam kondisi alamiah terdapat pihak kuat dan lemah. Pihak kuat jelas dapat
mudah mendominasi pihak lemah. Namun, pihak lemah dengan kecerdikan maupun
koalisinya dengan individu lemah “korban” lainnya, dapat membunuh pihak kuat. Mungkin
teringat kita akan Brutus dan anggota senat Roma lain yang termarjinalisasi, ramai-ramai
menusukkan belati pada Julius Caesar. Kendati akhirnya akhirnya diberangus orang “kuat”
Romawi lain, Oktavianus Agustus (yang bahkan memerintah lebih lama dari Caesar sendiri)
menunjukkan stabilitas masyarakat tidak akan tercapai hanya dengan adanya satu atau
sejumlah orang kuat saja. Individu kuat maupun lemah punya kemampuan setara untuk
membunuh (juga dibunuh).

Dalam benak Hobbes, dalam kondisi alamiah manusia tidak ada dominasi sosial
sehingga keteraturan sosial tidak pernah ada. Namun, dari peristiwa pembunuhan si kuat oleh
si lemah, Hobbes menarik suatu kesimpulan bahwa ternyata manusia punya kemampuan
setara. Apakah kesetaraan tersebut menurut Hobbes? Kesetaraan itu adalah kemampuan
untuk, baik membunuh, ataupun terbunuh oleh pihak lain. Kenyataan ini mendorong Hobbes
ke premis lebih lanjutnya, bahwa setaranya kekuatan dan pikiran manusia membuat dalam
kondisi alamiah, tidak ada individu lebih superior dari lainnya. Tidak ada manusia, dalam
kondisi alamiah, mampu memerintah manusia lain.

Implikasi tesis Hobbes mengenai kondisi alamiah manusia ada dua. Pertama, bagi
Hobbes Politik adalah semata-mata konvensi (buatan dari hasil kesepakatan) manusia. Ini
berbeda dengan Aristoteles yang menyatakan secara alamiah manusia adalah binatang
politik. Kedua, bagi Hobbes para individu punya hak setara untuk saling bersetuju
membentuk pemerintahan, semata tidak lain untuk mengamankan hak-hak mereka masing-
masing. Inilah dasar pikir kontrak sosial menurut Hobbes. Kata kunci untuk memahami
pikiran Hobbes soal apa itu kontrak sosial adalah self-preservation. Self-preservation ini
adalah upaya individu untuk menjamin hasrat egosentris, berkuasa, mementingkan diri
terselenggara. Negara, sebab itu adalah konvensi politik antar individu guna mengejar
perdamaian dan kesatuan sosial. Tidak ada organ lain di luar negara yang mampu
menundukkan ego individu.

Kontrak Sosial Menurut John Locke

Locke tidak pernah menyebut kontrak sosial, melainkan compact. Sama seperti
Hobbes, Locke memandang negara perlu ada untuk menjamin kedamaian. Di luar itu, Hobbes
dan Locke berpisah jalan. Berbeda dengan Hobbes yang menyatakan kondisi alamiah
manusia adalah perang semua lawan semua, Locke menyatakan bahwa dalam kondisi
alamiah pun manusia telah diregulasi oleh hukum alamiah. Hukum alamiah ini dipahami oleh
setiap individu, dan bahwa hukum alamiah tersebut bertindak sebagai “pembatas
independen” yang membatasi tindakan individu satu atas lainnya. Hukum alamiah ini dalam
pandangan Locke, termasuk hak alamiah manusia untuk menghukum pihak yang bersalah
yang telah melanggar hukum alamiah itu sendiri.

Bagi Locke, negara berfungsi sebagai penuntas konflik antar individu. Bagi Locke
pula, sifat negara adalah badan independen dan diakui oleh seluruh individu. Namun ada
perbedaan dengan Hobbes. Bagi Hobbes, negara adalah sumber segala-galanya tanpa kritisi.
Bagi Locke, negara bukan sumber seluruh aturan otoritatif dan pencipta kewajiban. Bagi
Hobbes, negara bersifat absolut, sementara bagi Locke negara punya sifat terbatas. Dasar
Locke menyebut kewenangan negara sebagai terbatas ini cukup menarik.

Hobbes menganggap bahwa selepas masuk ke dalam covenant maka seluruh hak
alamiah individu terlepas, dan apa yang tersisa kemudian adalah hak negara. Bagi Locke,
setelah individu masuk compact negara tidak boleh mengambil hak lebih daripada yang
sudah diserahkan individu. Jadi bagi Locke masih terdapat hak individu di dalam negara.
Locke menyebut bahwa dalam kondisi alamiah, hak alamiah individu dibatasi oleh hukum
alamiah. Demikian pula, saat individu sudah masuk ke dalam negara otomatis otoritas negara
pun tidak full melainkan dibatasi oleh hak-hak individu yang tidak seluruhnya diserahkan
tersebut.

Kontrak Sosial Menurut Jean Jacques Rousseau


Inti dari teori Kontrak Sosial Rousseau adalah bahwa masing-masing individu
melimpahkan segala hak perorangannya kepada komunitas sebagai satu keutuhan. Dengan
demikian maka segala hak alamiah, termasuk kebebasan penuh untuk berbuat sekehendak
hati yang dimiliki oleh orang-orang dalam kehidupan alamiah itu pindah ke komunitas, atau
dalam bahasa politik, pada komunitas sebagai satu keutuhanlah terletak kedaulatan rakyat,
dan kedaulatan ini tidak tidak dapat pula dibagi-bagi. Atau dengan kata lain, mengutip
Suseno; kehidupan bersama dengan sendirinya menuntut bahwa kebebasan masing-masing
orang dibatasi demi hak dan kebebasan setiap orang lain yang sama besarnya, dan juga oleh
tuntutan kehidupan bersama.

Dalam kaitan ini, sangat menarik apa yang dikemukakan oleh Rousseau bahwa
masalah mendasar yang dapat diselesaikan oleh kontrak sosial adalah “mencari suatu bentuk
asosiasi yang mempertahankan dan melindungi pribadi dan milik setiap anggota asosiasi
dengan segala kekuatan bersama, dan di dalam asosiasi itu masing-masing yang menyatu
dalam kelompok hanya patuh pada dirinya sendiri dan tetap bebas seperti sediakala”.
Sedangkan ‟pasal-pasal‟ dalam kontrak dapat disingkat menjadi satu yaitu alienasi total dari
setiap anggota asosiasi berikut semua haknya kepada seluruh masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai