Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dimas Surya Prasetyo

NIM : 11211120000056
Kelas : Filsafat Politik 3C
Thomas Hobbes (1588-1679 M)

Thomas Hobbes ialah seorang filsuf, ilmuan, dan sejarawan yang terkenal dari Inggris. Ia
lahir di Westport, Wiltshire, Inggris pada 5 April 1588 dan meninggal pada 4 Desember 1679. 1
Thomas Hobbes memandang pemerintah sebagai alat untuk memastikan keamanan kolektif.
Otoritas politik dibenarkan oleh hipotetis kontrak sosial yaitu seseorang atau entitas yang
bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan kepada semua orang yang terikat. Dalam
sudut pandang metafisika, Hobbes membela materialism, ia berpandangan bahwa hanya hal-hal
materi yang nyata.

Thomas Hobbes sebagai sosok filsuf yang tumbuh di bawah prahara politik pada masa
abad ke-17, masa yang mana politik penuh dengan anarkis, banyak perang dan konfrontasi
karena agama maupun perang sipil yang sedang terjadi di Inggris. Ia menyaksikan dimana masa
itu adanya perang saudara antara kubu Charles I dan kubu parlemen. 2 Peristiwa kekesaran yang
ada memberikan dampak banyak pada dirinya. Pemikir yang sangat mempengaruhi pemikiran
Hobbes ialah Frans Bacon, kedekatan mereka menjadikan terbukanya pemikiran Hobbes,
pemikiran tentang betapa pentingnya penggunaan suatu nalar serta metode eksperimental dalam
kehidupan sains, serta pemikirannya tentang otoritarianisme. Inggris tidak menikmati kehidupan
internal damai yang nyata pada saat James I naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 1603, tahun
ketika Hobbes kuliah di Oxford, sampai akhir dekade abad tersebut. Dalam lingkungan seperti
inilah Hobbes menulis karya politik terbesarnya, Leviathan. Masterpiece dari Hobbes merupakan
filsafat politik umum pertama yang besar dan komperhensif yang dihasilkan oleh pemikir
Inggris. Para penulis Inggris sebelumnya memang telah menulis karya-karya politik yang
penting, tapi pembahasan mereka tentang pemerintahan sangat terbatas dan terspesialisasi, dan
pemikiran politik mereka umum bersifat incidental. Leviathan adalah karya yang berorientasi
politik. Karena karya-karyanya, khususnya Leviathan Hobbes dianggap sebagai atheis yang
jahat. Ia dimusuhi oleh kalangan agama pada masanya, meskipun begitu kehidupan Hobbes
1
Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 227-236.
2
F. Budi Hardiman, Pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia Modern (Dari Machiavelli sampai Nietzsche)
(Jakarta: Erlangga, 2011), 56.
menyangkal itu semua, ia adalah seorang yang bebudi bahasa, toleran, dan mengabdikan
hidupnya demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Konsepsi manusia dan masyarakat Hobbes pada kondisi alami (state of nature). Menurut
Hobbes manusia sudah lebih dahulu ada daripada negara, masyarakat politik atau kekuasaan
bersama sebagai keadaan alamiah. keadaan normal kehidupan manusia adalah kehidupan konflik
terus menerus, persaingan yang brutal dalam meraih kekuasaan dan kedudukan. Jadi jika
disimpulkan, manusia bebas melakukan apa saja yang diinginkan sesuai dengan nalurinya. Tidak
ada yang dapat menghentikannya, kecuali hal tersebut bisa membantu mempertahankan
hidupnya menghadapi musuh-musuhnya.3 Meskipun Hobbes berpendapat manusia dalam kondisi
alami (state of nature) tetapi bukanlah sejenis hewan sosial (social animal) seperti apa yang
dikemukakan oleh Ariestoteles. Maksud dari pemikiran Hobbes ialah tiap manusia memiliki hak
kebebasan untuk mencari apa saja yang memuaskan keinginannya, yang bisa menyelamatkan
kehidupannya, dan menghindarinya dari bahaya.4

Hobbes memiliki pemikiran tersendiri tentang hukum alam. Menurutnya hukum alam
senantiasa melahirkan keamanan karena dapat menghindarkan peperangan antar manusia.
Supaya hal ini sempurna, setiap manusia harus membatasi hak-hak alaminya. Ini dapat dilakukan
melalui kesepakatan semua manusia. Setiap manusia juga harus melaksanakan apa-apa yang
telah dijanjikan dan disepakati itu. Hal tersebut dapat dipahami, bahwa hukum alam ini ialah
aturan tentang kebijaksanaan perilaku manusia, agar manusia mampu mengatasi ketakutan akan
kematian dan menikmati kehidupan yang menyenangkan.5

Kontrak sosial menurut Hobbes merupakan peralihan dari keadaan alamiah ke keadaan
masyarakat berbudaya/sipil (madani) yang terorganisasi. Hobbes menjelaskan bahwa kontrak
sosial adalah perjanjian dan kesepakatan antar individu untuk melepaskan hak-hak individu
mereka kepada negara dan selanjutnya tunduk kepada pemimpin. Negara berdaulat karena
mandat dari rakyat untuk mengatur, mengayomi dan menjaga keamanan maupun harta dan
benda. Kedaulatan negara akan tetap absah selama negara tetap menjalankan fungsi-fungsinya
3
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik Barat: Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Modern
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 311-312.
4
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat, dan
Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), 175.
5
Ibid., 314.
sesuai dengan kehendak umum. Kontrak tersebut bertujuan untuk ‘menemukan’ bentuk
persekutuan (association) yang dengan kekuatan bersama akan mempertahankan dan melindungi
orang serta miliknya, dan di mana masing-masing orang, meskipun telah menyatukan dirinya
dengan orang lain. masih patuh pada dirinya saja, dan tetap bebas sebagaimana sebelunya.6

Konsep kekuasaan monarki menurut Hobbes ialah kekuasaan (Machstaat), kekuasaan


negara hampir tidak terbatas kekuasaan hanya dikendalikan oleh satu penguasa saja, lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif tidak dipisah pisahkan tetapi itu semua dipegang oleh satu
orang saja. Sedangkan sistem kekuasaan negaranya ialah monarki absolut yang di mana
penguasa memegang seluruh jenis kekuasaan, terpusat dan otoriter.
Hobbes menjuluki negara kekuasaan sebagai Leviathann. Negara ini menimbulkan rasa
takut kepada siapapun yang melanggar hukum negara, dan bila warga melanggar hukum, negara
Leviathan tak segan-segan menjatuhkan vonis hukuman mati. Negara Leviathan harus kuat. Bila
lemah, akan membuat timbulnya anarkhi, perang sipil mudah meletus sehingga berdampak dapat
mengakibatkan kekuasaan negara yang terbelah. Apapun kritiknya terhadap negara, Hobbes
meyakini itulah bentuk negara yang baik.7

6
Henry J. Schmandt, Filsafat Politik Barat: Kajian Historis Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Modern
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 393.
7
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan
Kekuasaan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 165.

Anda mungkin juga menyukai