NPM : 153507076
RESUME
BAB 6
HOBBES:
A. PENGANTAR
Hobbes adalah pemikir yang lahir dan mengalami proses intelektualisasi dalam situasi
sosial politik anarkhis abad XVII. Sejak awal kehidupannya sampai akhir hayatnya perang
sipil, konfrontasi raja dan parlemen terjadi terus menerus telah mewarnai kehidupan Hobbes.
Banyak peristiwa sosial politik yang memperngaruhi pemikiran Hobbes. Pada masa perang
Inggris dan Spanyol yang merupakan sebuah luka sejarah di Inggris yang menjadikan Hobbes
terobsesi mencari pemecahan masalah, bagaimana perang dan konflik bisa di hindari dan
terciptanya perdamaian yang hakiki. Melalui kajian serius terhadap persoalan sosial politik
yang dihadapi Eropa, khususnya Inggris, Hobbes menyampaikan kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, salah satu sebab terjadinya perang agama, perang sipil dan konflik-konflik sosial
adalah karena lemahnya kekuasaan negara. Kekuasaan negara terbelah, tidak terpadu. Di
Inggris misalnya, kekuasaan negara terbelah menjadi dua : kekuasaan raja dan kekuasaan
parlemen. Kedua, perang akan dapat terhindari dan perdamaian akan tercipta bila kekuasaan
negara mutlak, tidak terbagi-bagi. Demokrasi dalam pengertian pemisahan kekuasaan negara
bagi Hobbes adalah malapetaka politik yang mesti dihindari.
Menurut Hobbes, manusia adalah pusat segala persoalan sosial dan politik. Hobbes
dalam hal ini memberikan sumbangan berarti dalam usaha kita memahami manusia. Menurut
Hobbes manusia tidak bisa didekati dengan pendekatan normatif religius, karena pendekatan
seperti ini semakin menjauhkan kita dari realitas sosial. Cara terbaik mendekati manusia
menurut Hobbes adalah dengan melihat manusia sebagai alat mekanis dan memahaminya
melalui pendekatan matematis-geometris. Dalam konteks inil terdapat beberapa tokoh yang
memengaruhi pemikiran Hobbes.
Francis Bacon, beliau adalah salah satu sahabat Hobbes yang menyadarkan Hobbes
akan pentingnya nalar-nalar dan metode-metode eksperimental dalam dunia ilmu
pengetahuan.Hobbes juga terpengaruh gagasan politik otoritarianisme Bacon. Hobbes tidak
selamanya sependapat dengan atau terpengaruh Bacon. Perbedaan itu nampak dari paradigma
keilmuan mereka ; Hobbes adalah seorang rasionalis sementara Bacon adalah seorang empiris.
Berdasarkan prinsip gerak dari Galileo William Harvey, penemu sirkulasi darah,
berpendapat bahwa manusia tidak lebih dari mesin-mesin kecil. Hobbes, karena pengaruh
keduanya, berpandangan sama. Menurutnya tubuh manusia memiliki akal, tidak seperti hewan
yang hanya memiliki naluri. Dengan akalnya, maanusia mampu melakukan refleksi,
berkalkulasi dan diperintah oleh sejumlah argumen. Bila hanya menggunakan insting manusia
akan saling menghancurkan. Akal menyebabkan manusia mencari alasan-alasan rasional untuk
tidak saling menghancurkan.
Hobbes mengakui kekuatan akal dan naluri dalam mengendalikan perilaku manusia
adalah sama kuatnya. Maka menurut Hobbes dalam keadaan alamiah, dimana manusia secara
alamiah setara, manusia bisa bertindak semata-mata mengikuti keinginan-keinginan dirinya,
yaitu memuaskan hawa nafsunya. Ia akan selalu berusaha menemukan cara dan jalan untuk
mencapai apa pun yang membuatnya senang. Sebaliknya, karena naluri itu pula ia berusaha
dengan jalan apapun menghindari apa pun yang tidak disukainya. Pada hakikatnya menurut
Hobbes secara alamiah manusia memliki rasa persaingan antara sesama manusia lainnya.
Dalam konteks inilah Hobbes menegaskan bahwa persaingan itu melahirkan rangsangan-
rangsangan alamiah untuk menggunakan kekuasaan dalam diri manusia. Dalam menghadapi
persaingan, manusia terdorrong untuk meenggunakan kekuasaan yang ada padanya.
Kecenderungan itu semakin kuat mengingat manusia adalah makhluk pemburu kekuasaan.
Berdasarkan asumsi ini Hobbes berpendapat bahwa kehidupan manusia akan selalu diwarnai
oleh persaingan dan konflik kekuasaan.
Dengan titik tolak argumentasi itu, Hobbes berpendapat bahwa terbentuknya sebuah
negara atau kedaulatan pada hakikatnya sebuah kontrak atau perjanjian sosial. Negara versi
Hobbes memiliki kekuasaan mutlak. Kekuasaanya tidak boleh terbelah. Kekuasaan terbelah
akan mengakibatkan timbulnya anarki, perang sipil atau perang agama dalam negara. Hobbes
tidak menyangkal bahwa kekuasaan absolut bisa melahirkan negara despotis. Negara akan
bertindak sewenang-wenang tanpa ada satupun kekuatan yang mampu mengontrolnya.
Meskipun demikian menurut Hobbes, negara despotis itu masih jauh lebih baik daripada
terjadinya anarki akibat terbelahnya kekuasaan negara. Menurut Hobbes monarki absolut
dengan hanya memiliki seorang penguasa adalah bentuk negara terbaik. Sebab, negara dengan
seorang penguasa akan bisa tetap konsisten dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya,
sedangkan bila negara dikuasai oleh sebuah dewan besar kemungkinan kebijakan negara akan
mudah berubah. Keamanan rahasia negara lebih terjamin dibandingkan bila negara dikuasai
oleh dewan rakyat. Negara dengan penguasa sebuah dewan rakyat juga akan mudah mengalami
disintegrasi. Keretakan dalam hubungan antara anggota-anggota dewan dapat mengakibatkan
terjadinya polarisasi kekuatan dalam negara. Ini menurut Hobbes bisa merusak keutuhan
kedaulatan negara. Negara akan mudah mengalami disintegrasi hanya karena terjadinya
disintegrasi dalam dewan.
A. BIOGRAFI SINGKAT
Lock di didik oleh guru-guru yang berhaluan Politik toyalis musuh kaum puritan. Lock
mentyerang gagasan liberalisme. Yang ketika itu Lock masih berfikiran konservatif. Adapun
tokoh yang mempengaruhi Lock adalah Anthony Ashley. Lock sendiri merupakan seorang
filsup yang dimana dia berhenti mengajar filsafat Aristoleles dan mulai mempelajari filsafat
Descartes dan metode Cartesian yang amat berbeda dengan aliran pemikiran yang di ketahui
sebelumnya. Ia mendiskusikan berdasarkan persoalan filsafat dengan Shatresbury dan para
koleganya yang lain. Dan dari diskusi-diskusi tersebut terdorong untuk membuat gagasan-
gagasannya.
C. STATE OF NATURE
Locke mulai pembahasan karyanya gagasan alamiah Locke tidak lebih orisinil di
bandingkan dengan konsep keadaan alamiah Hobbes yang menggambarkan keadaan itu
sebagai keadaan semua perang semua lawan. Jadi keadaan alamiah Locke itu jauh dari
perlukisan Hobbes mengenai konsep manusia dimana manusia selalu terobsesi untuk
memersngi,melukai, dan membunuhsesamanya.keadaan alamiah berubah setelah manusia
mengenal uang dengan di temukannya uang manusia bias berprodiksi material melebihi
kebutuhannya. Semakin banyak manusia berproduksi barang-barang kebutuhan hidupnya
maka semakin besar akumulasi kapitalnya. Ada dua konsep penting dalam pemikiran Locke
Pertama, prinsip nahwa manusia memeliki kemampuan yang sama untuk mengetahui hokum
moral. Prinsip kedua adalah prinsip kepercayaan akan dalam kompetisi kebajikan merupakan
gagaan Locke yang radikal.
Montesquieu adalah pemikir yang seakan di takdirkan Tuhan untuk membaca dan
menulis sepanjang hidupnya. Gagasan-gaasannya mempengaruhi perkembangan pemikiran
Negara dan hokum di berbagai belahan dunia selama berabad-abad. Pengaruh pemikiran
mudah di lacak dalam formulasi ketatanegaraan modern. Gagasannya mengenai Trias Politica
yang memeisahkan kekuasaan Negara ke dalam tiga bentuk kekuasaan(eksekutif,legislative
dan yudikatif) di terapkan di Negara Negara eropa amerika serikat maupun di Indonesia. Di
gunakannya konsep ini sebagai sandi konseptual ketatanegaraan maka dapat disimpilkan
bahwa sangat besar pengaruh Montesquieu terhadap Negara penganut trias Poltiica.
Dari sedikit cendekiawan yang mengagumi dari karya Montesquieu adalah Edward
Gibson. Adapun Montesquieu dan Gibson memfokuskan kajiannya pada
kebangkitan,kebesaran dan sekaligus kejatuhan imperium Romawi. Montesquieu sendiri
menyelidiki sebab dan latar belakang sejarah serta kebesaran dan juga kehancuran imperium
tersebut. Mentesquieu mulai melacak sejarah kebangkitan Romawi dengan pengungkapan
episode-episode sejarah imperium tersebut. Montesquieu berpeendapat adanya hubungan
antara bentuk pemikiran dengan perasaan dan pembentukan lembaga sosisal dan juga politik
oleh karena itu untuk melihat sebab-sebab keruntuhan dan kejayaan Romawi dapat dengan
menentukan factor lain. Adapunlogika sejarah yang mempengaruhi imperium romawi adalah
perang antara tentara Sparta dan rakyat Athena. Montesquieu mengungkapkan bahwa latar
belakang kejayaan dan jatuhnya romawi adalah karena watak mereka yang suka berperang
dan juga membunuh. Dan watak itu di tunjang dengan kegigihan orang romawi berlatih
kemiliterandan memeiliki semangat untuk menaklukan bangsa-bangsa yang berdara di sekitar
imperium. Menurut Montesquieu factor moral juga mempengaruhi kejatuhan Romawi .
kekejaman,kebiadaban dan kebrutalan para jendral militer atau kaisar telah membuat rakyat
tertindas dan rakyat tertindas itu berusaha mencari celah untuk meruntuhkan penguasa.
B. SURAT-SURAT PERSIA
Dalam sejarahnya surat-surat Persia di terbitkan anonym atau tanpa pengarang karena
menghinadari kemungkinan pembredelan atau bahkan ancaman hukuman keras dari kekuasaan
depotisme perancis. Surat-surat Persia atau The Persian Letters merefleksikan pengalaman
Montesquieu ketika mengunjungi Negara tetangga terutama Persia. Karya ini bertujuan untuk
mengkritik dari cermin diri dan juga semangat untuk mengubah diri kepada rakyat dan
penguasa perancis di zamannya. Montesquieu sendiri mengkritik penguasa perancis saat itu
yaitu LOUIS XIV. Raja yang berkuasa mutlak yang di juluki sebaga tukang sulap yang telah
membentuk terjadinya proses pembodohan rakyat.selain itu Montesquieu juga mengkritik Paus
sebagai tukang sulap sebab menurutnya Paus telah menyulap apa yang sebenarnya benar
menjadi salah dan sebaliknya. Montesquieu mencontohkan Paus Bahwa Paus telah menuntun
untuk percaya pada Doktrin Trinitas. Atau tuhan terdiri dari tiga oknum tetapi teteap satu.
Selain penuh dengan kritik karya surat-surat Persia ini juga penuh dengan jenaka dimana
terdapat kisah seorang ahli kimia didalamnya.
Spirit Of The Law merupakan karya Montesquieu tang selanjutnya dimana buku inilah
yang paling monumental dan banyak membuat gagasan-gagasan. Dalam Spirirt Of Laws
Montesquieu memberikan perhatian khusus terhadap pengaruh iklim dan juga lingkungan fisik
manusia terhadap sifat,bentuk kegiatan dan juga cara bagaimana manusia hiudp bermasyarakat
dan juga lembaga sosial. Montesquieu juga menjelaskan bahwa terbentuknya perbedaan
tingkah laku dan perilaku sosial di sebabkan oleh faltor iklim dan letak geografis. Dalam bidang
pemikiran politiknya Montesquieu telah memberikan sumbangan yang cukup berarti yaitu
gagasannya mengenai teori Trias Politika inti dari teori ini adalah agar tidak adanya pemusatan
kekuasaan dan terbentuknya kekuasaan mutlak yang sewenang-wenang. Sama seperti Locke
lembaga atau kekuasaan legislative adalah lembaga yang tugas utamanya merumuskan undang-
undang atau peraturan Negara. Lembaga legislative merupakaan refleksi kedaulatan rakyat
dengan adanya legislative kepentingan rakyat dapat tertwakili secara baik. Lembaga ini
merupakaln cermin dari kedaulatan rakyat kekeuasaan Negara merupakan anti kritik naka
kekuasaan Negara harus di batasi karena merupakan keharusan untuk menghindari
kemungkinan terbentuknya kekuasaan mutlak.
Ketika dewasa Rousseau dikenal sebagai pembangkan kepada penguasa dinegara yang
ditempatinya. Akibatnya, ia harus melarikan diri ke Paris menghindari kejaran aparat
keamanan. Di Paris ia berkenalan dengan Diderot dan DAlembert serta Voltaire. Oleh
Voltaire, ia dimintai menulis artikel tentang musik untuk ensiklopedia yang ditulisnya. Tahun
1765 Rousseau diundang David Hume ke Inggris, tapi setahun kemudian kembali ke Perancis.
Lagi-lagi ia dikejar-kejar musuhnya. Tahun 1762 ia menyerang agama khatolik dan protestan
dalam karyanya Profession de foi du vicare savoyard yang kemudian menyebabkan ditahan
penguasa. Tahun 1778 meninggal di desa ErmenonVille. Kehidupan intelektualnya yang paling
produktif adalah ketika ia tinggal di Montmorency tahun 1757. Ketika meninggal Rousseau
meninggalkan karya-karya monumental, diantaranya : Du Contrat Social, Discours sur lorigin
et les fondements de linegalite parmi les hommes, considerations sur le gouvernement de
pologne. Dalam edisi terbitan garnier freres Paris tahun 1962 ketiga karya ini disatukan
dengan judul du contrat social. Disamping itu, rousseau juga menulis Emile:ou de leducation,
the confessions dan sebuah roman, Julie ou les nouvelle heloise serta beberapa karya lainnya.
Pengagungan terhadap rasio atau akal juga dikritik Rousseau. Ia menolak ras
rasionalisme Perancis abad XVIII. Rasionalisasi, rasionalisme dan pengandalan persepsi
inderawi sebagai tolak ukur kebenaran menyebabkan manusia kehilangan perasaanya, dalam
istilah Rousseau, la sensibilite. Dalam konteks inilah bisa dipahami mengapa ia ingin
mengembalikan manusia ke fitrahnya ; manusia yang mementingkan emosi, perasaan yang
tidak mendewakan rasio serta tidak menganggap manusia sekedar jasad tanpa ruh. Gagasan
inilah yang kemudian menjadi cikal bakal aliran Romantisme di Eropa. Rousseau juga menolak
produk-produk peradaban nasional abad pencerahan yang dinilainya telah merusak tatanan
sosial tradisional. Pemikiran mengenai hak kepemilikan yang dikembangkan tokoh-tokoh
pencerahan seperti John Locke, menurut Rousseau telah menciptakan ketimpangan-
ketimpangan sosial. Manusia menjadi tidak sederajat dengan manusia lainnya. Sebagai
manusia ada yang memiliki kekayaan yang jauh lebih besar dari sebagian (besar) manusia
lainnya.
C. STATE OF NATURE, MANUSIA ALAMIAH DAN KEBEBASAN
Untuk menjadi manusia alamiah dan konteks masyarakat modern, Rousseau mencoba
memberikan pemecahan masalah. Manusia menurutnya harus dididik sejak kanak-kanak.
Janganlah anak-anak dididik dalam struktur sosial dunia modern dengan segala etika dan nilai-
nilai moralitasnya. Anak-anak harus dibiarkan bebas menentukan watak dan kepribadiannya
sesuai dengan kehendak alam. Dalam roman, Emile : ouleducation, karya yang syarat dengan
filsafat pendidikan, Rousseau mengemukakan bahwa pendidikan yang baik bukanlah membuat
anak belajar segala tatakrama sopan santun, terikat oleh norma atau nilai-nilai etika, melainkan
membiarkannya sepenuhnya berkembang dengan naluri kemanusiaan dan insting
kemanusiaanya.
Manusia yang alamiah adalah manusia dalam keadaan bebas sejak dilahirkan. Rousseau
menekankan m=pentingnya nilai-nilai kebebasan dalam karya-karyanya terutama du contrat
social, tetapi itu bukanlah berarti Rousseau menghendaki kebebasan yang tanpa batas yang
dapat menimbulkan anarki sosial. Kebebasan tidak boleh menjadikan manusia anarkis.
Rousseau berkata bahwa orang yang merdeka (bebas) adalah orang yang patuh terhadap hukum
dan peraturan, tetapi ia tidak menjadikan dirinya budak. Ia mematuhi kekuatan hukum tetapi
bukan mematuhi manusia yang membuat hukum. Manusia bebas, adalah juga orang
mempunyai hak seorang tuan, tetapi ia bukanlah tuan. Rousseau menolak tesis Hobbes bahwa
hanya ada dua pilihan bagi manusia : kebebasan atau menjadi objek kekuasaan atau dikuasai.
Dalam konteks inilah Rousseau membahas klasifikasi pemerintahan dan kriteria tolok-
ukurnya. Menurutnya bentuk-bentuk pemerintahan bisa dilihat berdasarkan berapa banyak
jumlah mereka yang berkuasa. Rousseau mengingatkan klasifikasi bentuk negara itu tidak
bersifat kaku. Ia bersifat luwes dan bahkan bukan tidak mungkin saling tumpang tindih. Ia
mencontohkan demkrasi. Demokrasi bisa diperintah oleh masyarakat dan sebagian masyarakat
seperti halnya aristokrasi yang juga bisa diperintah oleh sebagian masyarakat. Bahkan, menurut
Rousseau, pemerintahan kaum bangsawan yang biasanya dikuasai seorang raja, bisa saja tidak
selalu demikian. Itu ditunjukan dalam sejarah negara Sparta dan imperium Romawi. Negara
Sparta, dengan konstitusinya, selalu memiliki dua orang raja dan imperium Romawi memiliki
delapan kaisar pada saat yang sama tanpa bisa dikatakan imperium itu terpecah belah.
BAB 10
Negara dalam pemikiran Hegel merupakan penjelmaan roh absolut (Greatz Spirit atau
Absolut Idea). Karena itu negara bersifat absolut yang dimensi kekuasaanya melampaui hak-
hak transendental individu. Mengikuti logika dialektika Hegel, negara merupakan suatu tahap
perkembangan ide mutlak. Perkembangan ini ditandai oleh proses gerak yang terjadi antara
tesis-antitesis yang kemudian melahirkan sintesis. Gagasan Hegel tentang roh absolut
nampaknya merupakan produk pengaruh pemikiran kristiani (Baca:protestanisme) pada diri
filosof ini. Yaitu tentang oknum roh kudus dalam doktrin trinitas. Sama seperti perspektif
kristiani yang menganggap roh atau spirit sebagai sesuatu yang suci (sakral), Hegel pun melihat
negara karena ia perwujudan roh sebagai organ politik yang suci pula. Hegel mensakralisasi
negar.
Hegel mengakui adanya sistem parlementer tetapi itu tidak mengikat karena kekuasaan
kepala negara mutlak. Berbeda dengan J.J Rousseau dan John Locke maupun kalangan Marxis
yang melihat negara sebagai alat kekuasaan, Hegel justru berpendapat bahwa negara itu bukan
alat melainkan tujuan itu sendiri. Karena itu dalam logika Hegel, bukan negara yang harus
mengabdi kepada rakyat atau individu maupun golongan masyarakat melainkan sebaliknya,
merekalah yang harus mengabdi dan diabdikan demi negara. Mereka harus menjadi abdi
negara. Tetapi hal itu dilakukan, Hegel berdalih, adalah jurstru untuk kebaikan dan
kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Hegel mempunyai interpretasi sendiri tentang kebebasan, konsep paling sentral dalam
diskursus demokrasi itu. Ia berargumentasi bahwa karena manusia itu makhluk rasional dan ia
memiliki kesadaran diri, maka ia akan sangat mengkultuskan kebebasan, tetapi disisi lain,
nampaknya hegel menyangsikan kemampuan manusia untuk mengekang dan menguasai hawa
nafsunya andai kata sejati diberikan sepenuhnya kepada manusia. Hegel berpendapat bahwa
negara bersifat unik karena ia memiliki logika, nalar sistem berfikir dan perilaku tersendiri
yang beda dengan yang ia miliki yang dimiliki organ politik apapun. Ia harus lebur dalam
kesatuan negara. Dalam perspektif semacam ini individu tidak mungkin bisa menjadi kekuatan
oposisi berhadapan dengan negara. Tetapi eksistensi kebebasan individu. Ia mengakuinya
meski anehnya, kebebasan tidaklah harus selalu berkonotasi demokrasi.
Hegel juga menganut prinsip keharmonisan sosial atau meminjam konsep parsonians,
social equilibrium (keseimbangan sosial). Dalam kerangka berfikir itu, hegel menilai bahwa
manusia akan meraih kebebasannya manakala apa yang diinginkan dan dituntutnya sesuai
dengan keinginan dan tuntunan manusia-manusia lainnya. Ada keselarasan aspirasi individual
dengan aspirasi sosial Dan, yang lebih penting lagi, tidak boleh ada kontradiksi antara
kepentingan individu dengan etika dan tatanan sosial.
Teori kontrak sosial ini dianut Eropa barat dan Amerika. Kedua, teori kelas (class
theory) dari Marx, Angels dan Lenin. Negara, dalam teori ini diasumsikan sebagai alat
penindas kaum borjuis kapitalis. Ketiga, teori negara integralistik dari Spinoza, Adam Muller
dan Hegel. Menurut para teoritisinya, negara integralistik dibentuk bukan untuk membela
segelintir segmen sosial Atau golongan masyarakat tertentu saja, melainkan untuk semua
masyarakat. Diberbagai kepulauan nusantar seperti Jawa dan Sumatera, menurut beliau
terdapat banyak desa yang struktur administratifnya masih kuat dipengaruhi ajaran-ajaran
spiritual dan bercorak kekeluargaan. Kepala desa secara spiritual dianggap bersatu dengan
rakyat. Keharmonisan sosial dijaga benar lewat penegakan hukum adat. Kepala desa secara
sosial diituntut membela rasa keadilan, merealisasikan cita-cita rakyat dan harus senantiasa
bermusyawarah dengan rakyat dan kepala-kepala keluarga. Jadi ada pertalian batin antara
pemimpin dan rakyat.
Cara kekerasan sebisa mungkin di hindari. Persatuan antara rakyat dan pemimpin
semata-mata dijiwai oleh semangat gotong royong dan kekeluargaan dalam konteks negara
integralistik, kepala negara dan badan-badan pemerintah lainnya harus bersifat badan
penyelenggara. Badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari seluruh rakyat. Jadi,
negara betul-betul merupakan perwujudan seluruh rakyat. Dan tidak dibenarkan apabila
kemudian negara menjadi seperti individu yang berkuasa mutlak lepas dari kepentingan rakyat.
Ditegaskan oleh Prof. Soepomo bahwa tidak boleh ada dualisme antara negara dan masyarakat.
Tidak diakui adanya kontradiksi antara susunan hukum individu dengan susunan kenegaraan,
oleh karena seperti dijelaskan berulang-ulang individu merupakan bagian organik dari negara
Yang menjadi concern utama Buyung Nasution adalah, seperti terefleksi dalam
disertasinya, keberatan-keberatannya terhadap konsep negara integralistik yang dikemukakan
Prof. Soepomo. Pertama, berkaitan dengan masalah hubungan antara negara dan masyarakat.
Kontradiktif dengan pandangan Prof Soepomo, Buyung berargumentasi bahwa paling tidak
secara teoretis perlu ada dualisme anatara negara dan masyarakat. Sebab kalau tidak,
masyarakat tidak akan menjadi entitas yang bebas. Masyarakat akan cenderung selalu diatur
dan berada dalam kontrol kekuasaan negara. Dan, tidak akan ada pertarungan substansial antara
struktur negara dengan struktur legal yang menyangkut kepentingan individual. Ini akan
membuat negara bersifat totaliter dan anti demokrasi. Dan ini juga penting, bila negara
melakukan penyimpangan tidak ada kekuatan oposisi yang menentangnya. Situasi seperti ini
juga menimbulkan kultus terhadap pengelola negara. Mereka akan selalu dianggap sebagai
manusia yang bermoral tinggi, bijak dan tidak memiliki veested interest dalam struktur
kekuasaan. Padahal, seringkali fakta menunjukan kebalikannya.
Kedua, konsep negara integralistik berdampak negatif pada HAM. Menurut Buyung
negara model ini melihat negara bersifat superfluous. Tidak adanya jaminan HAM bagi warga
negara. Sebab, menurut model ini individu merupakan bagian integral organis dari negara. Jadi
bisa saja HAM dinegasikan sedemikian rupa demi kepentingan negara.