Anda di halaman 1dari 2

KELOMPOK 2:

1. Abida Ferindistika Putri (23187205040P4)


2. xx
3. xxx
4. xx

Hakikat dan Artifiser - Hobbes, Weber, dan Pendekatan Konstitusionalis

Pada awal Leviathan (2017 [1651]), Hobbes secara terkenal menjelaskan sifat
penyelidikannya tentang negara dan masalah yang harus dihadapinya. Dia menjelaskan
bahwa negara harus mempertimbangkan dua hal: "Materi dan Pembuatnya, yang keduanya
adalah manusia". Negara secara eksplisit diakui sebagai ciptaan manusia, namun Hobbes juga
memperlakukannya sebagai sesuatu yang independen. Oleh karena itu, penyelidikan terhadap
negara tidak hanya harus memeriksa apa itu negara, tetapi juga harus memeriksa bagaimana
negara terbentuk.
Eksplorasi filsafat politik mengungkapkan berbagai ide, teori, dan perspektif tentang
hakikat pemerintahan dan peran artificer, arsitek tatanan sosial. Thomas Hobbes dan Max
Weber, tokoh terkemuka dalam pemikiran politik, menyajikan pandangan kontras tentang
sifat kekuasaan politik dan peran negara. Esai ini akan mengupas pendekatan
konstitusionalis, mengeksplorasi bagaimana Hobbes dan Weber memberikan kontribusi pada
pemahaman kita tentang pemerintahan, kekuasaan, dan konstruksi tatanan politik.
Thomas Hobbes, filsuf politik abad ke-17, menggambarkan gambaran suram tentang
keadaan alam manusia dalam karyanya yang monumental, "Leviathan." Hobbes berargumen
bahwa dalam ketiadaan otoritas pusat yang kuat, kehidupan akan menjadi "sendiri, miskin,
menjijikkan, kejam, dan singkat." Leviathan, metafora bagi negara berdaulat, menjadi
artificer yang membentuk keteraturan dari kekacauan. Hobbes meyakini dalam kekuasaan
absolut negara untuk mempertahankan keteraturan sosial dan mencegah kerusuhan.
Teori kontrak sosial Hobbes menyatakan bahwa individu menyerahkan hak-hak
alaminya kepada Leviathan sebagai pertukaran perlindungan dan stabilitas. Berbeda dengan
pandangan Weber, pendekatan konstitusionalis dalam konteks Hobbes berkisar pada
pemerintahan yang kuat, terpusat, yang memiliki monopoli kekuasaan untuk memastikan
harmoni sosial.

Birokrasi Weberian
Sebaliknya dengan Hobbes, Max Weber, sosiolog abad ke-19 dan awal abad ke-20,
menawarkan perspektif yang lebih nuansa tentang hakikat dan artificer. Karya Weber,
khususnya "Politics as a Vocation" dan "Economy and Society," mengeksplorasi sifat otoritas
dan peran birokrasi dalam pemerintahan.
Weber memperkenalkan konsep "tipe ideal" birokrasi, yang ditandai dengan struktur
hierarkis, pembagian kerja, dan kepatuhan terhadap aturan dan prosedur. Berbeda dengan
Hobbes, Weber mengakui bahwa kekuasaan tidak hanya berasal dari penindasan tetapi juga
dari legitimasi. Negara birokratis, menurut Weber, adalah artificer yang membentuk
keteraturan melalui otoritas rasional-legal. Jenis otoritas ini berbasis pada aturan dan
prosedur, menciptakan struktur pemerintahan yang lebih impersonal dan dapat diprediksi.
Pendekatan Konstitusionalis
Pendekatan konstitusionalis, sebagaimana dipengaruhi oleh pemikiran Hobbes dan
Weber, mencakup gagasan bahwa suatu kerangka yang terdefinisi dengan baik dan diterima
adalah penting untuk pemerintahan. Namun, sifat kerangka ini berbeda antara dua teoritikus
tersebut. Bagi Hobbes, konstitusi cenderung menuju absolutisme, dengan menekankan pada
kekuatan berdaulat yang menjaga keteraturan sosial melalui penindasan. Dalam pandangan
Weber, konstitusi mengambil bentuk birokrasi rasional-legal, memastikan prediktabilitas dan
legitimasi.
Sebagai kesimpulan, hakikat dan artificer, sebagaimana diungkapkan oleh Hobbes
dan Weber, memberikan wawasan berharga tentang pendekatan konstitusionalis. Sementara
Hobbes mengadvokasi Leviathan yang kuat untuk mencegah anarki dan kekacauan, Weber
memperkenalkan konsep negara birokratis yang didasarkan pada otoritas rasional-legal.
Memahami perspektif ini meningkatkan penghargaan kita terhadap kompleksitas yang
melekat dalam konstruksi tatanan politik dan peran pemerintahan dalam membentuk struktur
sosial. Pendekatan konstitusionalis, oleh karena itu, menjadi konsep dinamis yang
berkembang sebagai tanggapan terhadap tantangan yang beragam yang dihadapi oleh lanskap
politik dan tradisi filosofis yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai