Anda di halaman 1dari 11

Teori-Teori Sosial Aristoteles (Komunitas Sosial) Landasan Teori Aristoteles memandang masyarakat manusia sebagai sebuah usaha etis,

yang berakar dalam kemampuan sosial manusia yang bersifat kodrati, yang terarah pada perwujudan kebaikan moral dan keunggulan intelektual dalam sebuah masyarakat politis. Pendekatan Aristoteles Pendekatan Aristoteles bertolak pada dua sifat filsafatnya yaitu; bersifat naturalis dan teologis. Filsafatnya naturalis karena pertama-tama bersifat empiris dan didasarkan pada pandangan yang bernuansa biologis. Sedangkan bersifat teologis karena analisisnya memusatkan semua kejadian maupun masing-masing jenis pengada ke arah tujuantujuan. Teori Aristoteles tentang Manusia Pendekatan biologis dari Aristotels mencakup analisis kenyataan-kenyataan menjadi bagian-bagiannya dan mengelompokkannya menurut spesis dan genus. Jadi manusia adalah seekor binatang dengan unsur-unsur tertentu yang khas, khususnya rasio dan tuturan. Keduanya penting karena memberinya kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan standar-standar etis. Teori Aristoteles tentang Masyarakat Konsep Aristoteles tentang masyarakat dan negara saling berkait sehingga lebih baik memakai istilahnya sendiri, 'piolis', untuk mengartikan komunitas sipil yang ia yakini sebagai latar sosial kodrati dari manusia. Negara-kota yang kecil dengan hubungan temumukanya dan bercampurnya persahabatan pribadi dengan kewajiban-kewajiban warga negara, jauh berlainan dari negara kebangsaan modern, atau kerajaan-kerajaan kekaisaran kuno pada zaman Aristoteles sendiri, walaupun polis menyatukan sebuah gagasan yang dikembangkan dengan baik dan terlembaga mengenai peraturan hukum, yaitu gagasan tentang pemerintah melalui peraturan-peraturan umum dan tidak dengan keputusankeputusan para individu secara sewenang-wenang. Implikasi-Implikasi Praktis Kehidupan kodrati bagi manusia adalah di dalam sebuah polis, tetapi Aristoteles sadar bahwa ada macam-macam polis yang berbeda-beda dan tidak semuanya sama-sama cocok untuk perkembangan potensi manusia. Sebuah polis adalah sebuah komunitas atau koinonia yang para anggotanya adalah warga negara. Seorang warga negara memiliki hak tertentu untuk menduduki jabatan di dalam suatu negara atau kota itu. Kritik dan Penilaian terhadap Aristoteles Kritik yang paling pedas dan langsung atas teori Aristoteles tentang masyarakat adalah bahwa ia melakukan kesalahan naturalistis dengan bergerak tanpa argumen-argumen yang benar dari observasi-observasi faktual mengenai masyarakat-masyarakat aktual ke kesimpulan-kesimpulan normatif mengenai bentuk-bentuk ideal atau terbaik dari

organisasi sosial. Thomas Hobbes (Individualisme Instrumental) Landasan Teori Rasio, bagi Hobbes, lebih daripada sebuah instrumen untuk memungkinkan individu untuk menemukan cara memperoleh dan mempertahankan apa yang ia inginkan. Hobbes menganggap masyarakat dan tatanan politis dan tempat masyarakat itu bergantung sebagai kondisi-kondisi yang secara intrinsik tidak menyenangkan tapi yang bagaimanapun perlu untuk kelangsungan hidup, piranti-piranti yang menyedihkan dari makhluk-makhluk egois yang terkejut panik yang tak bisa menemukan jalan lain untuk menghindari destruksi timbal-balik. Pendekatan Hobbes Pandangan Hobbes bersifat Deskriptif dan preskriptif yang anjurannya lebih menyeluruh dan dogmatis.Ia kadang-kadang mulai dengan menyatakan aksioma-aksiomanya atau definisi-definisinya dan kemudian menggabungkannya untuk menurunkan kebenarankebenaran baru tentang dunia. Di lain waktu dia mulai dengan pengamatan atas fenomena dan kembali pada proposisi-proposisi primer yang darinya fenomena ini dapat dideduksikan dengan proses sintetis. Teori Hobbes tentang Manusia Menurut Hobbes, manusia adalah sebuah mesin anti-sosial. Ke dalam mesin ini lewatlah masukan-masukan dari lingkungan melalui pancaindera. Masukan-masukan ini menghasilkan reaksi-reaksi fisik internal. Teori Hobbes tentang Masyarakat Berdasar pada analisisnya tentang kodrat manusia, Hobbes merumuskan masyarakat sebagai sebuah persekutuan yang terbentuk atas dasar "kontrak sosial" yang digunakan sebagai peranti untuk bertindak menurut keinginan instrumental akan hubunganhubungan yang damai karena mereka yang ada di dalamnya memiliki jaminan keuntungan-keuntungan yang diinginkan dan atas dasar dorongan hasrat ketergantungan manusiawi. Implikasi-Implikasi Praktis Hobbes menuliskan teori sosial dan politisnya dalam sebuah kisah mengenai masa silam yang jauh dan memusatkan perhatian kita pada gagasan mengenai sebuah kontra historis, tetapi dalam kenyataan pemakaian pandangannya ini jauh lebih preskriptif daripada deskriptif. Implikasi yang jelas dari teorinya adalah bahw, dari mana pun asal-usul pemerintahan despotis yang aktual, manusia memiliki alasan yang baik untuk mendukungnya sekarang. Kritik dan Penilaian terhadap Hobbes

Dalil-dalil psikologi Hobbes terlalu sederhana dan secara tidak memadai di sokong dengan bukti empiris, khususnya kalau dalil-dalil itu di klaim sebagai kebenarankebenaran universal mengenai semua manusia. Kontrak sosial Hobbes lebih radikal, yaitu ke-masuk akal-an seluruh gagasannya diragukan. Singkatnya Hobbes tidak membebaskan dirinya sendiri dari pengandaian Aristotelian bahwa mungkinlah memberi sebuah definisi atau deskripsi mengenai kodrat hakiki manusia dan membangun sebuah teori sosial di atasnya. Adam Smith (Sistem Sosial) Landasan Teori Teori sosial Adam Smith berangkat dari sebuah kombinasi yang menari dari unsur-unsur Hobbesian dan Aristotelian. Seginya yang paling asli dan paling mencolok adalah gagasan bahwa masyarakat sebagaimana juga individu adalah sebuah sistem, atau mesin, yang bekerja bukan karena maksud-maksud manusia. Pendekatan Smith Adam Smith memakai model pendekatan astronomis untuk menerangkan sistem-sistem sosial sebagai mekanisme-mekanisme yang hidup yang bagian-bagiannya tanpa disadari mempengaruhi kehidupan dan kegiatan keseluruhan. Pendekatannya ini didasari oleh kemauannya untuk menjadi Isaac Newton dari ilmu-ilmu sosial. Teori Smith tentang Manusia Teori Smith mengenai kodrat manusia bersifat Hobbesian sejauh ia mendalilkan nafsunafsu dasar dan nafsu-nafsu asli tertentu. Kendati pun memiliki model sebab akibatnya untuk teori sosial, Smith, tak seperti Hobbes, tidak mengatakan bahwa manusia adalah sebuah mesin. Melalui pandangannya mengenai perkembangan ilmiah, Smith juga menunjukkan bahwa manusia juga memiliki kemampuan-kemampuan penalaran tertentu yang pada dasarnya bersifat psikologis. Teori Smith tentang Masyarakat Menurut Smith masyarakat adalah keseluruhan sebagai sebuah mekanisme yang terintegrasi dengan sebuah tujuan menyeluruh, sebuah tema yang tercermin dalam pandangannya mengenai keluarga sebagai sesuatu yang berasal dari naluri seksual tetapi dipersatukan dengan kenyamanan identifikasi simpati dengan mereka yang terus berkontak dengan kita. Ia menyatakan bahwa syarat sebuah masyarakat adalah 'keadilan'. Tanpa keadilan, kata Smith, sebuah masyarakat akan menghancurkan dirinya sendiri. Implikasi-Implikasi Praktis Sebuah sistem yang efisien yang tersusun sendiri seharusnya tidak dirusak, khususnya kalau proses-proses di dalamnya tidak sepenuhnya dimengerti. Pandangan Smith mengenai cara kerja ekonomi komersial membawa implikasi yang jelas bahwa pemerintah-pemerintah sebaiknya berdiam diri dan dengan demikian menghasilkan apa yang ia sebut 'sistem kebebasan alamiah yang jelas dan sederhana'. Inilah gagasan liberal mengenai negara minimal, yang terwujud di dalam kebijakan laissez-faire.

Kritik dan Penilaian terhadap Smith Smith tidak membawa ke studi tentang masyarakat semacam presisi matematis yang mungkin dalam studi mengenai gerakan-gerakan benda-benda angkasa yang bersifat fisik. Teorinya mengenai norma-norma sosial juga problematis, barangkali lebih dari itu, karena rumit-nya fenomena sentimen 'alamiah' dalam kenyataan empiris. Pandanganpandangan Smith sebagian besar tak berlaku, dalam peranan yang dimainkan Allah baik dalam skema penjelasannya dan dalam etika normatif-nya. Karl Marx (Teori Konflik) Landasan Teori Karl Marx melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan meyudahi konflik melalui konflik. Ia mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan menjadi hasil akhir sejarah perang dan revolusi kekerasan. Pendekatan Marx Pertama-tama Marx adalah seorang positivis. Versi positivisme khusus Marx dinamai 'materialisme sejarah'. Positivisme-nya bersifat historis, dalam arti bahwa generalisasigeneralisasi ilmiah yang ingin ia tetapkan adalah mengenai arus sejarah manusia. Sejarah ia percayai sebagai proses evolusi di mana masyarakat melampaui berbagai tahap, masing-masing tahap menghancurkan dan setelahnya membangun di atas tahap sebelumnya. Marx menganggap bahwa mungkin meng-identifikasi-kan langkah-langkah evolusioner ini dan menjelaskan mengapa masyarakat melewati berbagai tahapnya. Teori Marx tentang Manusia Marx mengemukakan gagasan bahwa manusia tidak memiliki kodrat yang persis dan tetap dan ini merupakan pendekatan holistis-nya terhadap penjelasan sosial. Tindakantindakan, sikap-sikap dan kepercayaan-kepercayaan individu tergantung pada hubunganhubungan sosialnya dan hubungan sosialnya tergantung pada situasi kelasnya dan struktur ekonomis masyarakatnya. Oleh karena itu, kodrat manusia bersifat sosial dalam arti bahwa manusia tak memiliki kodrat lepas dari apa yang diberikan oleh posisi sosialnya. Teori Marx tentang Masyarakat Dalam teori tentang masyarakat ini, Marx menyebut bahwa masyarakat ibarat sebuah kekuatan produksi. Dengan melihat kemampuan dan potensi manusia, ia menyimpulkan bahwa manusia merupakan suatu sumber tenaga untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Implikasi-Implikasi Praktis Ilmplikasi-implikasi teori Marx tentang masyarakat pada dasarnya berhubungan sebabakibat. Dengan menelanjangi mekanisme-mekanisme yang berlangsung di dalam ekonomi kapitalis Marx merasa mampu meramalkan keruntuhannya yang segera menyonsong. Selain itu, dilihat dari teorinya tentang produksi pabrik dan stabilitas sistem

yang ada di dalamnya, maka dapat ditemukan bahwa ilmplikasi Marx juga merujuk pada revolusi proktarial. Penilaian dan Kritik terhadap Marx Teori Marxian kadang-kadang dikatakan tidak konsisten di dalam dirinya sendiri. Marx tidak berpikir bahwa sebab-sebab material dari tingkah-laku sosial melampaui kesadaran manusia. Ketidak konsisten-an dikatakan terjadi dalam kritik Marx atas moralitas sebagai ungkapan dari kepentingan-kepentingan kelas yang disembunyikan sebagai patokanpatokan hak yang bersifat universal dan dipakai oleh kelas-kelas lain sebagai hasil dari kesadaran palsu. Kelemahan Marx sebagai seorang filsuf moral barangkali adalah dia relatif kurang memberi persetujuan evaluatif mengenai prioritas moral dari kedamaian, kemakmuran, harmoni sosial dan kerja kreatif. Emile Durkheim (Teori Konsensus) Landasan Teori Durkheim mengajukan pengakuan untuk gagasan sebuah ilmu pengetahuan tentang masyarakat yang bisa meyumbangkan pemecahan atas masalah-masalah moral dan intelektual masyarakat. Dia berusaha menjadikan pandangan ini sebuah kenyataan di dalam studi-studi pokok mengenai hakikat solidaritas sosial. Pendekatan Durkheim Dukheim dipengaruhi oleh Aguste Comte yang adalah perintis paham positisme. Filsafat positif, berakar kuat dalam kekaguman Durkheim. Sehingga ia menerapkan metode tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip keteraturan dan perubahan di dalam masyarakat, sehingga menghasilkan sebuah susunan pengetahuan baru yang bisa dipakai untuk mengorganisasikan masyarakat demi perbaikan umat manusia. Pendekatan ilmiah dan rasionalis, yang dikombinasikan dengan sebuah perspektif sejarah. Teori Durkheim tentang Manusia Durkheim berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang jelas bersifat manusiawi seperti bahasa, moralitas, agama dan kegiatan ekonomi. Memang persis karena tekanan Durkheim bahwa betapa sedikitnya individu sebagai bahan mentah yang dapat dibentuk oleh pengaruh kehidupan kelompok dapat melampaui masyarakat. Durkheim memandang kodrat manusia sebagai sebuah abstraksi yang hampir total dari tingkah-laku manusiamanusia aktual dalam situasi-situasi rel. Teori Durkheim tentang Masyarakat Bagi Durkheim, masyarakat adalah sebuah tatanan moral, yaitu seperangkat tuntutan normatif lebih dengan kenyataan ideal daripada kenyataan material, yang ada dalam kesadaran individu dan meski demikian dalam cara tertentu berada di luar individu. Durkheim membagi dua konsep yang berhubungan tentang kenyataan sosial dalam masyarakat, yaitu: gambaran kolektif dan kesadaran kolektif. Gambaran kolektif adalah simbol-simbol yang memiliki makna yang sama bagi semua anggota dalam masyarakat. Sedangkan kesadaran kolektif adalah gagasan yang dimiliki bersama dalam sebuah masyarakat.

Implikasi-Implikasi Praktis Telaah Durkheim terhadap tatanan sosial dan khususnya dengan disintegrasi masyarakatmasyarakat yang bercirikan pembagian kerja yang dipaksakan dilukiskan dengan pandangannya dalam Suicide tentang apa yang terjadi kalau kekuatan penata masyarakat hancur. Implikasi praktis dari Suicide searah dengan Division of Labour di mana ia persis mencapai kesimpulan yang sama mengenai kebutuhan akan penataan organis untuk membendung anomie. Penilaian dan Kritis terhadap Durkheim Durkheim merangsang penilaian kritis tidak semata-mata sebagai seorang filsuf yang merekomendasikan sebuah pendekatan metodologis khusus terhadap studi sosial, tetapi juga menurut standar-standar khusus terhadap studi sosial, tetapi juga menurut standarstandar empiris yang ditemukannya sendiri. sebagai seorang empiris praktis dia tak bisa menutup bahannya terhadap prosedur-prosedur pengujian ilmiah.

Max Webber (Teori Tindakan) Landasan Teori Bagi Webber ciri yang mencolok dari hubungan-hubungan sosial adalah kenyataan bahwa hubungan-hubungan tersebut bermakna bagi mereka yang mengambil bagi di dalamnya. Dia percaya bahwa kompleks hubungan-hubungan sosial yang menyusun sebuah masyarakat dapat dimengerti hanya dengan mencapai sebuah pemahaman mengenai segi-segi subjektif dari kegiatan-kegiatan antarpribadi dari para anggota masyarakat itu. Oleh karena itu, melalui analisis atas berbagai macam tindakan manusia lah, kita memperoleh pengetahuan mengenai ciri dan keanekaragaman masyarakat manusia. Pendekatan Webber Webber mendefinisikan sosiologi sebagai sebuah ilmu yang mengusahakan pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar dengan cara itu dapat menghasilkan sebuah penjelasan kausal mengenai pelaksanaan dan akibat-akibatnya. Webber membedakan tindakan dari tingkah laku pada umumnya dengan mengatakan bahwa sebuah gerakan bukanlah sebuah tindakan kalau gerakan itu tidak memiliki makna subjektif untuk orang yang bersangkutan. Ini menunjukkan bahwa seorang pelaku memiliki sebuah kesadaran akan apa yang ia lakukan yang bisa dianalisis menurut maksud-maksud, motif-motif dan perasaan-perasaan sebagaimana mereka alami. Teori Webber tentang Manusia. Teori Weber tentang manusia didasarkan pada penciriannya ada empat jenis tindakan manusia yaitu: tindakan rasional tujuan, rasional nilai, tindakan emosional, dan tindakan tradisional. Keempat tindakan ini merupakan cara para individu memaknai tindakannya. Oleh karena itu manusia adalah suatu makhluk religius dalam arti bahwa bahkan kegiatan-kegiatan ekonomisnya mengandaikan pandangan dunia umum tertentu

yang ia pakai untuk membuat kehidupan dapat dipahami. Teori Webber tentang Masyarakat Analisis Webber tentang masyarakat dapat diambil dari gagasan idealnya tentang tindakan individual. Setiap individu yang berusaha mewujudkan kehendaknya akan mengalami bentrokan dalam realisasi tindakannya. Sehingga sebagai keseluruhan dari individu tadi masyarakat adalah sebuah keseimbangan yang kompleks dari kelompokkelompok yang bertentangan. Implikasi-Implikasi Praktis Webber mengusahakan penelusuran perkembangan kapitalisme modern melalui pengaruh gagasan-gagasan religius, pandangannya mengenai rutinisasi kharisma, pemusatan dirinya pada tipe ideal organisasi birokratis rasional yang khas bagi negara-negara kapitalis modern. Kritik dan Penilaian terhadap Webber Kritik evaluatif atas Webber cenderung berpusat pada tuduhan bahwa dengan menekankan peranan nilai-nilai yang sangat relativistis dari asal-usul kharismatis, ia membuka jalan untuk gerakan-gerakan yang khas politis modern, seperti fasisme, yang menyebarkaluaskan organisasi efisien yang menyebarkan ciri-ciri irasional. Alfred Schutz (Pendekatan Fenomenologi) Landasan Teori Analisis-analisis Schutz bersifat radikal dalam arti menolak banyak pengandaian ortodoksi 'fungsionalisme-struktural' yang berkuasa, cap yang diberikan kepada sintesis Talcott Parsons atas organisme Durkheim dan teori tindakan sosial Weber. Pendekatan Schutz Schutz memakai apa yang ia anggap sebagai piranti-piranti filsafat fenomenologis Edmund Husserl. Metode ini adalah memeriksa dan menganalisis kehidupan batiniah individu, yakni pengalaman-pengalamannya mengenai fenomena atau penampakanpenampakan sebagaimana terjadi dalam apa yang kadang disebut 'arus kesadaran'. Teori Schutz tentang Manusia Schutz meletakkan hakikat kondisi manusia dalam pengalaman subjektif dalam bertindak dan mengambil sikap terhadap 'dunia-kehidupan' sehari-hari. Baginya, inilah sebuah dunia kegiatan praktis. Teori Schutz tentang Masyarakat Sebuah masyarakat adalah sebuah komunitas linguistik. Masyarakat berada melalui simbol-simbol timbal-balik. Oleh karena itu kesadaraan sehari-hari adalah kesadaran sosial atau kesadaran yang diwariskan secara sosial mengenai masyarakat. Diniakehidupan individu lalu merupakan sebuah dunia 'inter-subjektif' dengan makna-makna bersama dan rasa ketermasukan ke dalam sebuah kelompok.

Implikasi-Implikasi Praktis Implikasi-implikasi idelisme praktis Schutz terutama adalah pada tingkah-laku penyelidikan sosiologis yang, bagi Schutz, bukanlah sebuah bidang keprihatinan praktis langsung. Tetapi pendekatan Schutz yang lebih bersahaja dan klaim terbatas yang dibuatnya untuk kesahihan metode sosiologis memiliki implikasi-implikasinya sendiri bagi pemahaman kita tentang diri kita sendiri. Kritik dan Penilaian Terhadap Schutz Dalam teori Schutz tidak ditemukan pemikiran mengenai kesamaan situasi-situasi, melainkan pusat perhatiannya adalah menemukan perbedaan-perbedaan yang ada di antara makna-makna dalam konteks-konteks yang berbeda. Teori Schutz yang dikembangkan terlalu cepat bergerak dari soal yang jelas bahwa hubungan-hubungan sosial yang jauh dari kesimpulan yang jelas bahwa kenyataan gagasan-gagasan ini sama sekali tergantung pada apa yang mungkin dipikirkan manusia. http://www.indoforum.org/showthread.php?t=113595.

lato Dalam sejarah filsafat, Plato merupakan murid dari Socrates yang paling cemerlang. Tiga buah karya tulis Plato yang banyak kaitannya dengan sejarah pemikiran mengenai negara dan hukum adalah; Politeia (tentang negara), Politikus (tentang abdi negara), Nomoi (tentang undangundang). Dalam kepustakaan filsafat Plato disebut sebagai pencipta ajaran alam cita (ideeenler), sementara aliran filsafat yang dikembangkan sering disebut sebagai Idealisme. Plato terkesan dengan pemikiran kaum Sofis, sehingga pemikirannya banyak dipengaruhinya. Pandangannya tentang asal mula negara, Plato menggarisbawahi bahwa negara itu muncul karena adanya berbagai kebutuhan dan keinginan manusia semata-mata.lebih lanjut ditegaskan, bahwa mengingat kebutuhan dan keinginan manusia yang berbeda-beda dan bahkan bisa bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya, mau tidak mau mereka harus bekerjasama agar kebutuhan yang saling berbeda-beda tersebut bisa terwujudkan. Dalam kerjasama tersebut, masing-masing orang bekerjasama sesuai dengan tugas dan fugsinya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Kalau yang demikian itu dapat berjalan dengan baik diperkirakan semua kebutuhan dan kepentingan tiap-tiap orang akan bisa terpenuhi secara lebih memuaskan. Adanya kebersamaan dan kesatuan inilah yang nantinya akan membentuk masyarakat atau negara. Masyarakat atau negara muncul karena keinginan dan kesepakatan bersama manusia untuk mempersatukan diri didalam mencapai tujuan bersama. Epicurus Ajaran filsafat yang dikembangkan Epicurus dalam segi tertentu sangat berbeda dengan ajaran Aristoteles. Dan ajaran filsafat tersebut dapat dikatakan bertolak belakang. Karena zaman yang dilalui kedua tokoh ini bertolak belakang. Aristoteles hidup pada zaman Alexander Yang Agung,

justru Epicurus hidup pada masa kebalikannya. Zaman dimana Epicurus hidup diwarnai dengan perpecahan yang terjadi di Yunani sebagai akibat meninggalnya Raja Alexander tersebut. Pada zaman Aristoteles, hubungan antara manusia dengan negara demikian harmonis, dimana negara dan masyarakat dianggap sebagai bagian penting dalam kehidupan manusia. Pada zaman Epicurus sebagai akibat perpecahan tersebut orag mulai bersikap acuh tak acuh terhadap eksistensi negara. Antara manusia sebagai individu dengan negara mulai timbul jurang yang memisahkan secara tegas. Negara tidak lagi dipandang sebagai bagian penting dalam kehidupan, akan tetapi individu yang harus memperhatikan dirinya sendiri. Diarasakan tidak akan ada kemungkinan lagi untuk mendidik para warganegara menjadi pendukung yang setia dan loyal terhadap negara. Berdasarkan sikap terhadap situasi dan kondisi negara semacam itu, Epicurus mengetengahkan ajarannya yang banyak bersifat individualistis. Karena itu Epicurus diidentifikasikan sebagai pencipta ajaran Individualisme yang dalam perkembangan selanjutnya mampu mendesak ajaran Universalisme Aristoteles. Dalam pandangan Individualisme Epicurus, negara dan masyarakat dianggap bukan bagian yang penting dalam kehidupan manusia, tetapi justru manusia itu sendiri yang menempati posisi sentral sebagai anggota negara atau masyarakat. Adanya negara tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan para individu yang tinggal didalamnya. Ajaran Epicurus juga dikenal dengan sebutan atoomisme, karena memandang masyarakat sebagai suatu keadaan yang kompak, sementara individu-individu dipandang sebagai atoom-atoom yang menempati posisi vital. Masyarakat mempunyai dasar-dasar kehidupan yang otonom, dan lebih merupakan realitas dibanding masyarakat yang tidak mempunyai dasar kehidupan sendiri. Karena negara dan masyarakat itu adalah hasil perbuatan manusia sebagai individu-individu, maka negara tidak berbeda dengan benda mati. Negara tidak lebih sebagai suatu mekanisme. Negara tidak lebih dari suatu alat manusia yang dibentuk dengan senjata untuk kepentingan manusia itu sendiri. Jika negara sudah terbentuk, ia harus mengutamakan individu-individu sebagai dasar bagi kepentingan negara. Cicero Cicero adalah pemikir besar Romawi tentang negara dan hukum. Pemkiran Cicero banyak dipengaruhi oleh karya-karya Plato dan ajaran filsafat kaum Stoa. Pengaruh yang demikian besar ini nampak dalam dua karya Cicero, yaitu De Republica (tentang negara), dan De Legibus (tentang hukum atau undang-undang). Dengan demikian ajaran Cicero tentag asal mula negara tidak berbeda dengan ajaran Plato, yaitu melalui perjanjian masyarakat dan kontrak sosial. Namun demikian Cicero telah memodifikasi pemikiran Plato dengan memasukkan pengaruhpengeruh Stoa didalamnya. Dalam pandangan Cicero, negara adalah suatu kenyataan yangharus ada dalam kehidupan manusia. Negara disusun oleh manusia berdasarkan atas kemampuan rasionya, khususnya rasio murni manusia yang disesuaikan dengan hukum alam kodrat. Kendatipun ajaran Cicero berbeda dengan ajaran Epicurus yang menganggap negara sebagai hasil perbuatan manusia yang berfungsi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun ajaran Cicero ini jelas menunjukkan konsep perjanjian masyarakat tentang asal mula negara.

Hugo Grotius Grotius juga dikenal sebagai pemikir besar tentang negara dan hukum. Grotius dikenal sebagai peletak dasar (pelopor) dan bahkan dianggap sebagai pencipta teori Hukum Alam Modern. Ajaran hukum alam yang dikemukakan oleh Grotius bayak dipengaruhi oleh hukum alam Yunani Kuno (Aristoteles), pemikiran Stoa (Zeno), dan juga jalan pemikiran Cicero. Pengaruh ini nampak dalam karyanya; De Jure Belli ac Pacis (Hukum Perang dan Damai) yang ditulis khusus untuk Raja Louis XIII dari Perancis. Ajaran Grotius tentang hukum dan negara ini mencoba mengangkat akal manusia sebagai salah satu dasar yang paling efektif untuk mengatasi berbagai perpecahan yang terjadi dalam bidang keagamaan. Selain itu pemikiran tentang asal mula negara sangat dipengaruhi oleh Aristoteles dimana ia berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang selalu mempunyai hasrat hidup bermasyarakat. Namun demikian Grotius lebih memusatkan analisanya pada akal manusia itu sendiri. Dikatakan bahwa karena manusia itu memiliki akal atau rasio maka kepentingan pribadi atau keuntungan individual tidak akan mengalahkan kepentingan umum. Dalam pandangan Grotius dan juga penganut aliran hukum alam pada umumnya, negara terjadi karena adanya suatu perjanjian, mengingat manusia adalah makhluk sosial yang selalu mempunyai hasrat untuk hidup bermasyarakat. Dan perjanjian itu wajar terjadi karena manusia mampu menggunakan rasionya. Berdasar pada hasrat atau rasio itulah negara terbentuk melalui suatu perjanjian untuk mencapai tujuan bersama, yaitu adanya ketertiban dan keamanan umum. Didalam perjanjian itu juga disepakati pula Raja diserahi tugas untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Masyarakat selalu tunduk pada perjanjian itu karena menurut rasionnya perjanjian itu dianggap benar dan baik. Thomas Hobbes Sebagai pemikir besar tentang negara dan hukum, ia memiliki dua buah karya yang cukup popular, De Cive (tetang warga negara), dan Leviathan (tentang negara). Hobbes dikenal sebagai pengunut setia aliran hukum alam seperti Grotius. Dalam banyak hal ajaran Hobbes berangkat dari keadaan manusia sebelum adanya negara, dimana manusia hidup dalam keadaan bebas tanpa ikatan apapun. Dalam keadaan yang disebut in abstrakto ini manusia saling bermusuhan, berlawanan, curiga-mencurigai, dan mementingkan dirinya sendiri. Dalam keadaan yang demikian ini tidak jarang terjadi peperangan antara orang yang satu dengan lainnya, antara seorang dengan semua orang, dan juga antara semua orang melawan semua orang, bellum omnium contra omnes. Keadaan yang serba tidak teratur ini sebenarnya berpangkal pada sifat-sifat yang melekat pada tiap-tiap manusia dalam keadaan in abstrakto, yaitu pertama, competitio (competition). Dengan adanya sifat ini manusia cenderung berlomba-lomba untuk mengatasi manusia yang lain. Manusia yang satu berusaha mengungguli manusia yang lain, dan dalam persaingan ini mereka cenderung membenarkan segala cara yang akan ditempuhnya. Kedua, defentio (defend). Sesuai dengan sifat yang pertama diatas, manusia yang satu tidak mau dikuasai oleh manusia lainnya. Karena itu timbul sifat yang kedua yaitu kecenderungan untuk membela diri, mempertahankan diri dan mengusahakan jaminan bagi keselamatannya. Dan yang ketiga, adalah sifat Gloria, yaitu sifat ingin selalu dihormati, disegani dan dipuja. Dalam pandangan Hobbes, keinginan atau hasrat yang kuat untuk menciptakan perdamaian

antara manusia itu bisa terwujud apabila mereka mengadakan suatu perjanjian yang disebut perjanjian masyarakat. Perjanjian itu tidak saja membentuk masyarakat tetapi berkembang samp[ai akhirnya membentuk suatu negara. Dalam negara itulah keselamatan manusia terjamin, melalui negara itu pula manusia dapat memiliki sesuatu yang diinginkan. Perjanjian masyarakat ini dikatakan bersifat langsung. Ini berarti manusia yang terlibat perjanjian itu secara langsung menyerahkan hak atau kemerdekaanya kepada seorang Raja yang tidak terlibat dalam perjanjian bahkan diluar perjanjian. Raja merupakan pihak yang tidak terkena perjanjian, akan tetap memperoleh kekuasaan dari orang-orang yang mengadakan perjanjian tersebut. Karena pada prinsipnya tidak ikut terlibat dalam perjanjian masyarakat, maka tidak ada kewajiban bagi raja untuk terlibat dalam perjanjian tersebut. Sebenarnya dari kenyataan inilah absolutisme seorang raja memperoleh pembenaran (justifikasi). Raja dapat melaksanakan apa yang diinginkan, dan kalau perlu seorang raja dapat membunuh seseorang demi terciptanya perdamaian sesuai dengan tujuan utama perjanjian masyarakat. John Locke Beliau adalah pemikir besar tentang negara dan hukum dari Inggris. Ia hidup pada masa pemerintahan Raja Willem III yang mengendalikan pemerintahannya melalui suatu bentuk monarkhi terbatas. Oleh karena itu tidak heran jika ajaran-ajaran Locke, khususnya tentang ajaran negara dan hukum merupakan pembenar terhadap monarkhi terbatas Raja Willem III. Sebagai penganut hukum alam, Locke sependapat bahwa hukum alam tetap menjadi landasan rasional perjanjian masyarakat yang timbul dari tuntutan penghargaan terhadap hak-hak manusia dalam keadaan yang masih alamiah. Namun demikian Locke berusaha melepaskan cara berfikir yang logis, deduktif, dan matematis untuk kemudian berganti dengan cara yang baru yang lebih realistis dengan berlandaskan pada praktek ketatanegaraan dan hukum yang lebih aktual. Locke mandasarkan teorinya kepada keadaan alamiah manusia atau keadaan manusia di alam bebas. Sangat berbeda dengan Thomas Hobbes yang melihat keadaan alamiah itu tidak terdapat aturan atau ketentraman, maka Locke mengakui bahwa keadaan alamiah yang mendahului adanya negara itu sebenarnya sudah ada ketentraman dan alam pikiran seperti halnya dalam negara. Bahwa dalam keadaan alamiah itu manusia itu telah mempunyai beberapa hak yang juga bersifat alamiah, seperti hak hidup, hak kebebasan atau kemerdekaan dan hak milik. Dengan demikian sesuai dengan kodratnya manusia itu sejak lahir telah mempunyai hak-hak kodrat atau hak-hak alamiah yang oleh Locke disebut dengan hak-hak dasar atau hak asasi. Karena itu agar pelaksanaan hak-hak asasi bisa berjalan dengan sebaik-baiknya, manusia selalu menyelenggarakan suatu perjanjian masyarakat, untuk mebentuk masyarakat dan selanjutnya negara.

Anda mungkin juga menyukai