Oleh Kelompok 3:
Khairul Muslimin
Nanda Lubis
Mita Andira
T.A 2023
Teori Sosiologi Konflik Mazhab Humanis
A. Teori Sosilogi Konflik Aliran Positivis
Beberapa tokoh sosiologi konflik yang menganut mazhab positivis diantaranya sebagai
berikut: :
a. Dahrendorf (Dialektika Konflik Kekuasaan)
Bagi Dahrendorf, konflik hanya muncul melalui relasi-relasi sosial dalam sistem.
Setiap individu atau kelompok yang tidak terhubung dalam sistem tidak akan mungkin
terlibat dalam konflik. Relasi-relasi sosial dalam struktur sosial ditentukan
oleh kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud Dahrendorf adalah kekuasaan kontrol dan
sanksi sehingga memungkinkan mereka yang memiliki kekuasaan memberi berbagai
perintah dan mendapatkan apa yang mereka inginkan dari mereka yang tidak memiliki
kekuasaan. Dalam hal ini, kekuasaan dalam masyarakat modern dan industrial dapat
diterjemahkan sebagai wewenang.
Dalam kajian tentang konflik, Dahrendorf juga memberikan ide tentang adanya
resolusi konflik. Resolusi konflik dapat terjadi jika terdapat redistribusi kekuasaan atau
wewenang dan menjadikan konflik tersebut sebagai sumber dari perubahan dalam sistem
sosial. Redistribusi kekuasaan dan wewenang merupakan pelembagaan dari kelompok
peranan baru yang mengatur versus kelompok peranan yang diatur sehingga dalam
kondisi khusus kontes perebutan wewenang yang tidak merata akan kembali muncul
dengan inisiatif kelompok kepentingan yang ada.
Terdapat 2 tipe dasar konflik yakni konflik realistis dan nonrealistis. Konflik
realistis memiliki sumber yang konkret atau bersifat material seperti perebutan sumber
ekonomi atau wilayah. Sedangkan konflik non realistis didorong oleh keinginan yang
tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis contohnya adalah konflik antar-agama,
antaretnis dan lain sebagainya. Di antara 2 tipe dasar konflik, konflik yang non
realistislah yang cenderung sulit untuk ditemukan resolusi konflik, konsensus dan
perdamaian tidak akan mudah diperoleh. Bagi Coser, sangat memungkinkan bahwa
konflik melahirkan kedua tipe ini sekaligus sehingga menghasilkan situasi konflik yang
lebih kompleks.
Otomar J. Bartos dan Paul Wehr mendefinisikan konflik sebagai “situasi pada saat
para aktor menggunakan perilaku konflik melawan satu sama lain untuk menyelesaikan
tujuan yang berseberangan atau mengekspresikan naluri permusuhan”. Bartos dan Wehr
memasukkan unsur perilaku konflik sebagai unsur pemicu konflik. Perilaku konflik
merupakan berbagai bentuk perilaku yang diciptakan oleh seseorang
atau kelompok untuk membantu mencapai apa yang menjadi tujuan atau
mengekspresikan permusuhan pada musuh atau pesaing mereka..
Perilaku konflik dibagi menjadi tindakan koersif dan non koersif. Tindakan
koersif merupakan bentuk tindakan sosial yang memaksa pihak lawan untuk melakukan
sesuatu yang pihak lawan tidak ingin melakukannya. Tindakan koersif terbagi menjadi
dua yakni koersi nyata dan koersi ancaman. Koersi nyata muncul dalam bentuk melukai
atau membunuh lawan, selain itu bisa juga dalam bentuk penyiksaan psikologis yang
menghasilkan luka simbolis. Tujuan utama dari koersi nyata adalah menghentikan
kemampuan lawan untuk meneruskan konflik. Sedangkan koersi ancaman bertujuan
menekankan agar lawan menurunkan keinginan mencapai tujuan pada tingkat tertentu.
Bentuk koersi ini muncul dalam bentuk intimidasi dan negosiasi sekaligus. Tindakan non
koersif adalah upaya mencari jalan keluar dari hubungan konflik.
1. Dahrendrof
Dahrendrof mengatakan bahwa kenyataan, status ekonomi dan status sosial walau
bukan merupakan determinan kelas, demikian menurut istilah yang dia gunakan
merupakan determinan kelas, demikian menurut istilah yang dia gunakan benar-benar
dapat mempengaruhi intensitas pertentangan. Ia pengetengahkan proporsi sebagai
berikut; bahwa semakin rendah korelasi antara kedudukan dana aspek-aspek status sosial
ekonomi lainnya, semakin rendah intensitas pertentangan kelas dan sebaliknya. Dengan
perkataan lain kelompok yang menikmati status ekonomi relatif tinggi memiliki
kemungkinan yang rendah untuk terlibat dalam konflik yang keras dengan struktur
kekuasaan dari para mereka yang terbuang dari status ekonomi dan kekuasaan. Bagi
Dahrendrof sama seperti Coser dalam masyarakat maka pertentangan itu tidak dapat
dihilangkan. Pertentangan tersebut fungsional bagi perkembangan dan perubahan
struktural sosial. Menurut Dahrendrof, bahwa analisis masyarakat dengan memakai segi
pandangan konflik, bertitik tolak kenyataan bahwa anggotanya dapat dikelompokkan ke
dalam dua kategori yaitu orang yang berkuasa dan mereka yang dikuasai.
2. Lewis Coser
Coser lebih menganggap Teori Konflik sebagai teori parsia daripada pendekatan
yang menjelaskan seluruh sosial. Dia lebih dekat dengan pandangan Robin william,
seorang penganut fungsionalisme yang mengatakan bahwa masyarakat aktual terjadi
bersama karena adanya konsensus oleh saling ketergantungan, oleh solidaritas, dan oleh
paksaan. Pandangan Coser tentang Teori Sosiologi adalah suatu kesatuan pandangan
yang mencakup teori-teori konflik maupun konsensus yang parsial. Dalam tradisi
Duekheim yang menekankan untuk menjelaskan fakta sosial, sosiologi harus
menggunakan fakta-fakta sosial lainnya.
Dalam pandangan mazhab humanis Konflik yang terjadi di Tanjung Balai timbul
karena adanya pemaknaan simbol yang salah yaitu terhadap tindakan M (orang
Tionghoa) dengan warga yang beragama islam. Dalam hal ini M yang datang ke Masjid
Al Makhsum dan meminta nazir untuk mengurangi volume toa di masjid berkali-kali
mengundang kesalah pahaman antara kedua pihak. Beberapa warga muslim beranggapan
bahwa M telah melarang adanya adzan yang dikumandangkan dari masjid yang
kemudian disebarkan melalui medsos oleh beberapa warga yang mendengarnya. sehingga
berakibatkan pada pembakaran dan pengrusakan sejumlah vihara, klenteng, tempat usaha,
dan kendaraan di Tanjung Balai.