2.menyebutkan 8 faktor penyebabkonflik 3.pandangan tiga teori konflik
Jawab :
1. Terjadi perebutan sesuatu dengan kekerasan.
Terjadi interaksi sosial yang tidak harmonis dan saling curiga satu sama lain. Timbul rasa benci, antipati, dan dendam satu sama lain. Timbul usaha - usaha saling menjatuhkan dan menekan pihak lain. Usaha mediasi melalui cara damai telah dilakukan namun gagal. Bertentangan dengan integrasi Dapat menciptakan perubahan
2. -Perbedaan Antar perorangan. Perbedaan ini dapat berupa perbedaan
perasaan, pendirian, atau pendapat. ... Perbedaan Kebudayaan. ... Bentrokan Kepentingan. ... Perubahan Sosial yang Terlalu Cepat di dalam Masyarakat. ... Persaingan (Competition Adanya perubahan yang cepat dan mendadak Perbedaan cara mencapai tujuan
3.pandangan tiga teori konflik
1. Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme struktural dan akibat berbagai kritik, yang berasal dari sumber lain seperti teori Marxian dan pemikiran konflik sosial dari Simmel. Salah satu kontribusi utama teori konflik adalah meletakan landasan untuk teori-teori yang lebih memanfaatkan pemikiran Marx. Masalah mendasar dalam teori konflik adalah teori itu tidak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar struktural- fungsionalnya. Teori konflik Ralf Dahrendorf menarik perhatian para ahli sosiologi Amerika Serikat sejak diterbitkannya buku “Class and Class Conflict in Industrial Society”, pada tahun 1959. Asumsi Ralf tentang masyarakat ialah bahwa setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan, dan pertikaian serta konflik ada dalam sistem sosial juga berbagai elemen kemasyarakatan memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan. Suatu bentuk keteraturan dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang memiliki kekuasaan, sehingga ia menekankan tentang peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat. Bagi Dahrendorf, masyarakat memiliki dua wajah, yakni konflik dan konsesus yang dikenal dengan teori konflik dialektika. Dengan demikian diusulkan agar teori sosiologi dibagi menjadi dua bagian yakni teori konflik dan teori konsesus. Teori konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat sedangkan teori konsesus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat. Bagi Ralf, masyarakat tidak akan ada tanpa konsesus dan konflik. Masyarakat disatukan oleh ketidakbebasan yang dipaksakan. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain. Dahrendorf mengemukakan teorinya dengan melakukan kritik dan modifikasi atas pemikiran Karl Marx, yang berasumsi bahwa kapitalisme, pemilikandan kontrol atas sarana-sarana produksi berada di tangan individu-individu yang sama, yang sering disebut kaum borjuis dan kaum proletariat. Teori konflik dipahami melalui suatu pemahaman bahwa masyarakat memiliki dua wajah karena setiap masyarakat kapan saja tunduk pada perubahan, sehingga asumsinya bahwa perubahan sosial ada dimana-mana, selanjutnya masyarakat juga bisa memperlihatkan perpecahan dan konflik pada saat tertentu dan juga memberikan kontribusi bagi disintegrasi dan perubahan, karena masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.
2. Teori Konflik George Huaco
George Huaco (1986) mengaitkan pertumbuhan dan kemerosotan fungsionalisme struktural dengan posisi masyarakat Amerika dalam tatanan dunia. Ketika Amerika mencapai dominasi di dunia setelah tahun 1945, fungsionalisme struktural mencapai hegemoni dalam sosiologi. Fungsionalisme struktural mendukung posisi dominasi Amerika di dunia melalui dua cara. Pertama, pandangan struktural-fungsional yang menyatakan bahwa setiap pola mempunyai konsekuensi yang berperan dalam pelestarian dan bertahannya sistem yang lebih luas tak lebih dari “sekadar merayakan kemenangan Amerika dan hegemoninya di dunia” (Huaco, 1986:52). Kedua, teori struktural-fungsional yang menekankan pada keseimbangan (perubahan terbaik adalah tak adanya perubahan) berkaitan erat dengan kepentingan Amerika, kemudian berkaitan erat dengan kepentingan Amerika “kekaisaran terkaya dan terkuat di dunia”. Kemerosotan dominasi Amerika di dunia pada 1970-an bertepatan benar dengan hilangnya posisi dominan fungsionalisme struktural di dalam teori sosiologi.3 Serangan terhadap fungsionalisme struktural beraneka ragam, fungsionalisme struktural dituduh bersifat politik konservatif, tak mampumenjelaskan perubahan sosial karena perhatiannya tertuju pada struktur statisdan tak mampu menganalisis konflik sosial. Salah satu hasil dari kritik tersebutadalah upaya dari sejumlah pemikir sosiologi untuk menanggulangi masalahfungsionalisme struktural dengan menyatukan perhatian pada struktur dan padakonflik. Pemikiran inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya teori konflik sebagaialternatif terhadap teori struktural-fungsional. Sayangnya, teori konflik seringdilihat sebagai cerminan dari fungsionalisme struktural dengan sedikit integritas intelektual di dalamnya. Upaya penting pertama adalah karya Lewis Coser (1956) tentang fungsi konflik sosial (Jaworski, 1991). Karya ini dengan jelas mencoba menerangkan konflik sosial di dunia menurut kerangka pandangan struktural-fungsional. Meski bermanfaat untuk melihat fungsi konflik, namun masih lebih banyak yang perlu dikaji tentang konflik ketimbang menganalisis fungsi positifnya itu. Masalah terbesar yang dihadapi oleh kebanyakan teori konflik adalah kekurangan landasan kuat dalam teori Marxian -teori Marxian berkembang dengan baik di luar sosiologi dan seharusnya dapat dijadikan landasan untuk mengembangkan teori sosiologi yang lebih baik tentang konflik Teori konflik merupakan model pluralis yang berbeda dengan model dua kelas dari Marx. Unit analisis Marx menggunakan seluruh masyarakat, manusia dibagi ke dalam kelompok yang mengendalikan sarana produksi lewat pemilikan sarana tersebut dan kelompok yang tidak ikut dalam pemilikan. Pertentangan antara buruh dan manajemen, yang merupakan topik permasalahan utama bagi Marx, misalnya, akan terlembaga lewat serikat-serikat buruh. Pada saatnya, serikat buruh tersebut akan terlibat dalam pertentangan yang mengakibatkan perubahan di bidang hukum serta ekonomi dan perubahan-perubahan konkret dalam sistem pelaisan masyarakat. Timbulnya kelas menengah baru sebenarnya merupakan suatu perubahan struktural yang berasal dari institusionalisasi pertentangan kelas.
3. Teori Konflik dalam Perspektif Karl Marx
Teori konflik sosial yang muncul pada abad 18 dan 19 dapat di mengertisebagai respon dari lahirnya sebuah revolusi, demokratisasi dan industrialisasi. Teori sosiologi konflik adalah alternatif dari sebuah ketidakpuasan terhadap fungsionalisme struktural Talcot Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya. Dan perspektif konflik dalam melihat masyarakat ini dapat dilihat pada tokoh-tokoh klasik seperti Kral Marx, Max Weber, dan George Simmel. Teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas tumbuh suburnya teori fungsionalisme struktural yang dianggap kurang memperhatikan fenomena konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian. “Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx dan pada tahun 1950-an, teori konflik yang semakin mulai merebak.22” Teori ini bertujuan untuk menganalisis asal usulnya suatu kejadian terjadinya sebuah pelanggaran peraturan atau latar belakang seseorang yang berperilaku menyimpang. Konflik disini menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai kelompok, karena kekuasaan yang dimiliki kelompok-kelompok elit maka kelompok-kelompok itu juga memiliki kekuasaan untuk menciptakan peraturan, khususnya hukum yang bisa melayani kepentingan-kepentingan mereka. “Konflik berasal dari kata kerja latin “Configere” yang berarti ”saling memukul”. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan dan lain sebagainya. Dengan adanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, maka konflik merupakan situasi yang wajar terjadi dalam setiap bermasyarakat dan tidak ada satu pun masyarakat yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat yang lain, konflik ini hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya sebuah masyarakat itu sendiri
Abraham Maslow, dari hierarki kebutuhan hingga pemenuhan diri: Sebuah perjalanan dalam psikologi humanistik melalui hierarki kebutuhan, motivasi, dan pencapaian potensi manusia sepenuhnya
Manajemen konflik dalam 4 langkah: Metode, strategi, teknik-teknik penting, dan pendekatan operasional untuk mengelola dan menyelesaikan situasi konflik