Anda di halaman 1dari 2

Nama :Gilang Tresna Putra Anugrah (I3503221008)

Mata Kuliah: Teori-Teori Sosiologi Pedesaan dan Pengembangan Masyarakat

Teori Konflik

Teori konflik ini dikembangkan oleh Karl Marx. Marx melihat dalam perjalanan
hidupnya kaum pemilik modal mengeksploitasi kaum proletar. Marx melihat konflik ini sebagai
sesuatu yang bersifat materil yaitu konflik kepentingan dalam ekonomi antara para kapitalis
pemilik alat-alat produksi yang mengeskploitasi buruh. Dalam melihat hal itu, Marx berpendapat
alah akibat dari adanya perbedaan kepentingan materil antara kelas-kelas sosial yang berbeda.
Bahkan di dalam The Communist Manifesto Marx men gatakan “sejarah dari semua masyarakat
yang ada sampai sekarang adalah sejarah perjuangan kelas” adanya perbedaan antara pemilik
modal dan buruh, orang merdeka dengan budak, kaum bangsawan dengan rakyat biasa,
pemimpin perusahaan dengan pegawai dan selalu ada yang tertindas dan yang ditindas bisa
tersembunyi ataupun secara terang-terangan.

Perbedaan pemilikan modal atas alat-alat produksi inilah yang menurut Marx
menyababkan adanya kelas-kelas sosial. Marx juga menjelaskan bahwa karakteristik dari tiap
kelas sosial akan berbeda sifat interaksi dan hubungan sosialnya pada periode waktu yang
berbeda. Misalnya antara kaum feodal dan rakyat biasa akan berbeda dengan hubungan sosialnya
antara majikan (pemilik modal) dengan buruh. Dalam teori Marx kelas-kelas yang berbeda ini
akan saling bersaing untuk memperebutkan alat-alat produksi. Kelas borjuis akan terus bersaing
untuk memperebutkan kelas produksi yang lebih besar lagi ataupun untuk sekadar bertahan
menjadi kelas borjuis. Sedangkan mereka kaum proletar yang tidak memiliki alat produksi akan
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya dan bekerja sangat keras untuk menaikkan
kelasnya. Sehingga ada istilah yang Marx sebutkan yaitu lumpenproletar ialah kelas terbawah
dari kelas terbawah seperti pengemis dan gelandangan. Adanya perkembangan alat-alat produksi
dapat membuat kelas-kelas pemilik modal semakin diuntungkan dan kelas proletar akan semakin
dirugikan karena perbedaan akses dalam memperoleh alat-alat produksi. Kelas pemilik modal
akan semakin kaya dengan perkembangan alat produksi, namun kaum proletar akan semakin
sengsara dan miskin karena harus bekerja lebih keras untuk dapat bertahan dengan
berkembangnya teknologi karena tenaga mereka akan semakin sedikit dibutuhkan.

Dahrendorf sebagai teoretisi konflik melihat konflik pada setiap sistem sosial. Adanya
sistem sosial tumbuh dari adanya tekanan dan pertentangan di masyarakat sehingga terciptalah
sistem sosial. Menurutnya masyarakat memiliki dua wajah yaitu konflik dan konsensus.
Konsesus yaitu terkait bagaimana integrasi nilai di tengah masyarakat dapat terjadi, konlfik
melihat konflik kepentingan dan koersi yang ada menyebabkan masyarakat bersatu. Penyebab
adanya pertentangan itu adalah perbedaan kepemilikan atas otoritas. Tiap orang di masyarakat
memiliki otoritas yang berbeda-beda bergantung pada posisi apa yang dimilikinya. Otoritas itu
tidak melekat pada individu tetapi pada posisi yang dimiliki individu.

Di dalam otoritas terdiri atas superordinasi dan subordinasi. Mereka yang memiliki
superordinasi akan mengendalikan yang subordinasi. Orang yang memiliki posisi subordinasi di
suatu setting dapat memiliki posisi superordinasi di setting yang lain. Begitupun sebaliknya,
orang yang memiliki superordinasi di suatu setting dapat menjadi subordinasi si setting yang
lain. Inilah yang dinamakan hierarki otoritas. Menurut Dahrendorf orang-orang yang berada pada
posisi superordinat akan selalu berusaha mempertahankan posisinya status quo-nya sedangkan
yang berada dalam posisi subordinat akan berusaha menaikkan posisinya.

Lewis Coser memiliki pandangan bahwa konflik dapat menyolidkan kelompok yang
memiliki struktur yang longgar. Masyarakat yang sedang berkonflik dengan masyarakat lain
dapat menyolidkan masyarakat yang tadinya integrasinya rendah. Misalnya anak-anak sekolah
kelas 12A yang tadinya integrasinya rendah akan menjadi solid ketika adanya pertandingan
melawan kelas 12B.

Randall Collins melihat konflik kearah yang mikro ketimbang Marx yang melihatnya
secara makro. Collins melihat konflik dari perspektif individu karena akar teoretisnya ialah
fenomenologi dan etnometodologi. Pendekatan konflik Collins pada stratifikasi terdiri dari tiga
prinsip dasar. Pertama,seseorang hidup pada subjektifitas yang merekonstruksi dirinya sendiri.
Kedua, orang lain memiliki kekuatan untuk memengaruhi atau mengontrol seubjektifitas
individu. Ketiga, terkadang orang lain mencoba mengontrol individu yang bertentangan dengan
mereka. Dari ketiga prinsip itu dapat timbul konflik antarpribadi.

Collins dalam menganalisis konflik memiliki beberapa prinsip yang ada pada stratifikasi
sosial manapun. Pertama, teori konflik harus memusatkan perhatiannya pada kehidupan nyata
ketimbang pada formulasi-formulasi abstrak. Kedua, konflik stratifikasi harus menelaah
penataan material yang memengaruhi interaksi. Ketiga, dalam situasi yang timpang, kelompok-
kelompok yang mengontrol sumber daya cenderung mencebo mengeksloitasi mereka yang
miskin sumberdaya. Keempat, teori konflik harus melihat fenomena sebagai kepercayaan dan
gagasan ideal dari sudut pandang kepentingan.

Referensi:

Ritzer, G &Douglas J. Goodman. (2010). Teori Sosiologi Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai
Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana

Johnson, Doyle Paul. (1994). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia Utama

Zid, Muhammad & Ahmad Tarmiji Alkhudri. (2016). Sosiologi Pedesaan: Teoritisasi dan
Perkembangan Kajian Ppedesaan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai