Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nafiysa Robitha Fuadiyna

No : 25
Kelas : XI MIPA 1

Teori Konflik Sosial Menurut Para Ahli Sosiologi

1. Karl Marx

Menurut Marx, sejarah masyarakat manusia adalah sejarah perjuangan kelas, yang
mana melahirkan kelompok borjuis dan kelompok proletar. Konflik antarkelas inilah yang
kemudian melahirkan perubahan dalam masyarakat. Ia mengembangkan teori konflik dengan
beberapa konsepsi yakni konsepsi tentang kelas sosial, perubahan sosial, kekuasaan dan
negara dimana konsepsi-konsepsi tersebut saling berkesinambungan satu sama lain.

Negara tentunya memiliki kepentingan, oleh karenanya hal ini dimanfaatkan oleh para
kaum borjuis. Mereka memiliki kekuasaan untuk menentukan apa yang akan diproduksi dan
didistribusi. Dalam konteks ini, hukum dan pemerintah lebih banyak berpihak pada kaum
borjuis dibanding proletar.

Pandangan ini berorientasi pada struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial di


masyarakat. Memandang masyarakat yang terus-menerus berubah dan masing-masing bagian
dalam masyarakat berpotensi untuk menciptakan perubahan sosial. Dalam konteks
pemeliharaan tatanan sosial, perspektif ini lebih menekankan pada peranan kekuasaan. Karl
Marx memandang bahwa teori konflik lahir dengan beberapa konsepsi yakni konsepsi
tentang kelas sosial, perubahan sosial, kekuasaan dan negara dimana konsepsi-konsepsi
tersebut saling berkesinambungan satu sama lain.

Contoh: Runtuhnya Rana Plaza di Bangladesh akibat abainya pemilik perusahaan terhadap
keselamatan buruh.

2. Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun menyampaikan bahwa bagaimana dinamika konflik dalam sejarah


manusia sesungguhnya ditentukan oleh keberadaan kelompok sosial (ashabiyah) berbasis
pada identitas, golongan, etnis, maupun tribal. Kelompok sosial dalam struktur sosial mana
pun dalam masyarakat dunia memberi kontribusi terhadap berbagai konflik . Dari sini dapat
kita lihat bagaimana Ibnu Khaldun yang hidup pada abad ke-14 juga telah mencatat dinamika
dan konflik dalam perebutan kekuasaan.

Dalam bukunya, Muqaddimah, Ibnu Khaldun menggunakan teori Ashabiyah ini


sebagai konsep pokok untuk menjelaskan proses terbentuknya suatu peradaban hingga
runtuhnya peradaban tersebut. Menurut Ibnu Khaldun, jatuh bangunnya suatu peradaban
berbanding lurus dengan kuat-lemahnya ikatan Ashabiyah dalam kelompok itu.
Semakin mapannya kekuasaan dalam suatu negara, ikatan Ashabiyah ini lama-
kelamaan akan semakin melemah, karena penyelewengan kekuasaan dan konflik internal
dalam negara tersebut. Kemudian, hal tersebut akan mengakibatkan sebuah negara
mengalami disintegrasi dan akhirnya punah atau jatuh kepada kelompok lain. Begitulah
konsep sejarah dalam pandangan Ibnu Khaldun. Baginya, sejarah adalah sebuah siklus yang
terus-menerus berulang sepanjang waktu di saat yang berbeda.

Contoh: Terjadinya penjajahan atau imperialisme, seperti freeport di papua dan terjadinya
klaim budaya.

3. Max Weber

Max Weber berpendapat konflik timbul dari stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Setiap stratifikasi adalah posisi yang pantas diperjuangkan oleh manusia dan kelompoknya.
Weber berpendapat bahwa relasi-relasi yang timbul adalah usaha-usaha untuk memperoleh
posisi tinggi dalam masyarakat.
Weber menekankan arti penting power (kekuasaan) dalam setiap tipe hubungan
sosial. Power (kekuasaan) merupakan generator dinamika sosial yang mana individu dan
kelompok dimobilisasi atau memobilisasi. Pada saat bersamaan power (kekuasaan) menjadi
sumber dari konflik, dan dalam kebanyakan kasus terjadi kombinasi kepentingan dari setiap
struktur sosial sehingga menciptakan dinamika konflik.

Contoh: Seseorang memakai Jilbab yang dilator belakangi karena adanya unsur nilai dan
norma di dalam masyarakat, seseorang melakukan kampanye politik yang dilatarbelakangi
untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

4. Rafl Dahrendorf

Dahrendorf percaya bahwa otoritas dan kekuasaan muncul di dalam suatu struktur
sosial karena struktur yang baru, yang merupakan hasil dari proses perubahan sosial
dilembagakan dan mulai diikuti oleh seluruh personel di dalamnya. Otoritas muncul karena
adanya posisi. Hendaknya orang yang memiliki otoritas mengatur orang yang berada
didalamya.

Dahrendorf dalam suatu perkumpulan bersifat bersifat dialektik. Dalam suatu


kelompok, yang berseteru adalah kelompok yang berada di bawah dan kelompok yang
memimpinnya. Konflik ini muncul akibat perbedaan tujuan. Kelompok yang diatas ingin
mempertahankan status quo terhadap kelompok dibawahnya. Sedangkan kelompok yang
dibawah menuntut adanya sebuah perubahan

Contoh : konflik antara pemerintah dengan oposisi (pihak yang berada di luar pemerintah)
5. Lewis Coser

Teori konflik menurut Coser tidak selamanya konflik itu bersifat negatif bahkan
konflik dapat menjadikan positif. Konflik dapat menjadikan positif dalam hal membantu
mewujudkan rasa persatuan dan kesadaran akan hidup bermasyarakat. Fungsi positif konflik
yaitu menyebabkan perubahan dimana solidaritas kelompok akan semakin erat untuk
mengatasi masalah dengan kelompok lainnya.

Menurut Coser konflik merupakan unsur interaksi yang sangat penting, tidak selalu
konflik menimbulkan perpecahan atau dalam hal yang tidak baik, bagi Coser konflik
merupakan cara atau alat untuk mempertahankan, mempersatukan bahkan mempertegas
sistem sosial yang ada.

Contoh : Dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat. Kemudian
setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah yang menuntut mereka
untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing- masing secara agresif dan teliti melindungi
kepentingan kliennya, tetapi setelah meniggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan
dan pergi ke restoran untuk membicarakan masa lalu.

Anda mungkin juga menyukai