Tentang:
180902027
2019
Teori Struktural Fungsional
Teori struktural fungsional seringkali disebut sebagai perspektif fungsionalisme
adalah teori yang mengemukakan tentang keseimbangan sosial yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Kesimbangan ini diperoleh karena masyarakat dianggap sebagai susunan
organisme yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Organisme yang terbentuk
dalam masyarakat menyebabkan adanya stabiltas tatanan sosial yang di dapatkan dari
berbegai bentuk lembaga sosial masyarakat, baik lembaga ekonomi, lembaga politik,
lembaga hukum, ataupun lembaga pendidikan.
Emile Durkheim
Teori struktural fungsional menurut Emile Durkheim adalah susunan masyarakat
sebagai bagian tatanan sosial yang mengindikasikan bahwa memiliki hidup harmonis.
Fungsionalisme fokus pada struktur sosial yang levelnya makro dalam masyarakat, hal ini
juga ia tegaskan bahwa masyarakat sebagai kenyataan objektif individu-individu yang
merupakan anggota-anggotanya. Menurut Emile Durkheim fungsionalisme struktural sebagai
keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki
seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian
yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng yang bila kebutuhan
tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “patologis”.
Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan
yang harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluturasi yang keras,
maka bagian ini akan mempengaruhi bagian lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai
keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem
keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian
terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada akhirnya akan teratasi
dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali dapat dipertahankan.
Karl Marx
Teori konflik menurut Karl Marx terjadi karena adanya pemisahan kelas di dalam
masyarakat, kelas sosial tersebut antara kaum borjuis dan kaum proletar, di mana kaum
borjuis yang mempunyai modal atas kepemilikkan sarana-sarana produksi sehingga dapat
menimbulkan pemisahan kelas dalam masyarakat. Karl Marx menunjukkan bahwa dalam
masyarakat pada abad ke-19 di Eropa terdiri dari kelas pemilik modal (kaum borjuis) dan
kelas pekerja miskin (kaum proletar). Kedua kelas tersebut tentunya berada dalam struktur
sosial hierarki yang jelas sekali perbedaannya. Dengan jahatnya kaum borjuis kepada kaum
proletar maka kaum borjuis memanfaatkan tenaga dari kaum proletar. Kaum borjuis
melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi, keadaan seperti ini
akan terus berjalan selama beriringnya waktu, karena kaum proletar yang pasrah, menerima
keadaan yang sudah ada, kaum proletar menganggap bahwa dirinya itu sudah takdirnya
menjadi buruh atau kaum pekerja. Dari ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum
borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar yang disebut revolusi, hal ini bisa
terjadi karena adanya kesadaran dari kaum proletar yang dieksploitasi kepada kaum borjuis,
dari kesadaran tersebut menjadikan persaingan yang merebutkan kekuasaan, sehingga lahir
tatanan kelas masyarakat pemenang yang kemudian mampu membentuk tatanan ekonomi dan
peradaban yang maju dalam masyarakat.
Dahrendorf
Teori konflik menurut Dahrendorf dalam setiap kelompok seseorang berada dalam
posisi dominan berupaya mempertahankan status quo yang berarti orang tersebut
mempertahankan keadaan sekarang yang tetap seperti keadaan sebelumnya. Sedangkan
masyarakat yang dalam posisi marginal atau kaum yang terpinggirkan berusaha mengadakan
perubahan. Konflik dapat merupakan proses penyatuan dan pemeliharaan stuktur sosial. Jadi
tidak selamanya konflik itu bersifat negatif ada juga segi positifnya. Konflik dapat saling
menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok, konflik dengan kelompok lain dapat
memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak terpecah ke dalam
dunia sosial sekelilingnya. Misalnya perang yang terjadi di Timur Tengah antara Saudi
Arabia dan Israel yang telah memperkuat identitas kelompok masing-masing negara.
Coser
Teori konflik menurut Coser dibagi menjadi dua, yang pertama konflik realistis dan
konflik non realistis. Konflik realistis berasal dari kekecewaan terhadap adanya tuntutan-
tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan yang ditujukan kepada obyek yang dianggap
mengecewakan. Contohnya seperti para karyawan perusahaan yang melakukan mogok kerja
supaya gaji mereka dapat dinaikkan oleh atasannya. Sedangkan konflik non realistis berasal
dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan yang paling tidak dari salah satu pihak.
Contohnya pada masyarakat yang buta huruf yang dalam membalaskan dendamnya dengan
pergi ke dukun santet supaya dendam-dendamnya terbayarkan, sedangkan pada masyarakat
maju yang melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan untuk
melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
Max Weber
Teori konflik menurut Max Weber baginya konflik merupakan unsur dasar kehidupan
masyarakat. Di dalam masyarakat tentunya memiliki pertentangan-pertentangan dan
pertentangan tersebut tidak bisa dilenyapkan dari kehidupan masyarakat. Max Weber juga
menyatakan bahwa masalah kehidupan modern dapat dirujuk ke sumber materialnya yang riil
(misalnya struktur kapitalisme). Bagi Max Weber konflik sebagai suatu sistem otoritas atau
sistem kekuasaan, dimana kekuasaan cenderung menaruh kepercayaan kepada kekuatan.
Orang yang kuat itulah yang akan berkuasa. Sedangkan otoritas adalah kekuasaan yang
dilegitimasikan artinya kekuasaan yang dibenarkan. Tindakan manusia itu di dorong oleh
kepentingan-kepentingan bukan saja kepentingan materiil melainkan juga oleh kepentingan-
kepentingan ideal. Oleh karena itu, antara konflik dan integrasi akan terjadi di dalam
masyarakat.
Harapan-harapan yang akan diperoleh dalam pertukaran sosial menurut Blau, yaitu :
ganjaran atau penghargaan;
lahirnya diferensiasi kekuasaan; * kekuasaan dalam kelompok; dan
keabsahan kekuasaan dalam kelompok.
Blau berpendapat bahwa
1. individu-individu dalam kelompok-kelompok yang sederhana (mikro) satu sama lain
dalam pertukaran sosial mempunyai keinginan untuk memperoleh ganjaran ataupun
penghargaan; dan
2. tidak semua transaksi sosial bersifat simetris yang didasarkan pada pertukaran sosial
yang seimbang.
Meski interaksi yang dilakukan dalam pertukaran sosial relative sama dengan
interaksi bisnis dalam pertukaran ekonomi, namun amat berbeda dalam hal kewajiban. Jika
kewajiban dalam pertukaran ekonomi lebih spesifik, maka kewajiban dalam pertukaran sosial
tidak spesifik.Ini hal mendasar yang membedakan pertukaran sosial dengan pertukaran
ekonomi. Dalam konteks asosiasi dan interkasi, blau berpendapat bahwa interaksi sosial
berkembang pertama kali dalam kelompok sosial. Dalam kelompok kecil, interkasi yang
terjadi bersifat face to face. Namun pada kelompok yang lebih besar amat jarang.Teori Blau
sangat jelas melihat hubungan-hubungan dalam pilihan. Seperti dikatakan oleh Blau bahwa
seorang individu merasa tertarik satu sama lain kalau dia mengharapkan sesuatu yang
bermanfaat bagi dia sendiri karena hubungan itu.
Dengan demikian, proses pertukaran sosial terjadi berawal dari self interest,
menumbuhkan kepercayaan dalam relasi sosial melalui pengembangan karakter yang
bertahap dan berulang (secara teratur). Blau berpendapat bahwa asosiasi dapat menawarkan
rewards yang highly attractive. Selanjutnya dari rewards tersebut akan memperkuat ikatan
sosial. Hubungan sosial dapat dikategorikan dalam dua kategori umum yang didasarkan pada
apakah reward yang ditukarkan itu bersifat instrinsik atau ekstrinsik. Reward yang intrinsik
berasal dari hubungan itu sendiri. Hubungan ekstrinsik berfungsi sebagai alat bagi suatu
reward yang lain dan bukan reward untuk hubungan itu sendiri.
Untuk jelasnya dapat dikemukakan bahwa interaksi sosial dapat digolongkan dalam
dua kategori, yaitu didasarkan pada ganjaran atau penghargaan yang bersifat intrinsik dan
ekstrinsik.Perbedaan antara pertukaran instrinsik dan ekstrinsik sejajar dengan perbedaan
antara pertukaran sosial dan pertukaran ekonomi. Dalam beberapa aspek yang penting kedua
tipe ini berbeda secara kontras. Salah satu perbedaan utamanya ialah bahwa pertukaran sosial
tidak tunduk pada negosiasi dan tawar menawar yang disengaja seperti dalam ekonomi. Pada
sosial reward banyak berjalan dengan sistem ketidak sengajaan dibicarakan dahulu. Ikatan
sosial secara intrinsik mendatangkan penghargaan yang dimanifestasikan dalam suatu
persahabatan intim, menggambarkan perihal reward yang intrinsik dan ekstrinsik yang
bersifat ekstrim. Namun pembeda antara yang intrinsik dan ekstrinsik harus dilihat dalam
suatu continum.
Reward yang intrinsik muncul dalam hubungan pada waktu pihak-pihak yang terlibat
di dalamnya secara bertahap masuk suatu pertukaran reward yang lebih banyak macamnya
dan ini akan menampakkan keunikan dari pola interaksi yang ditampilkan. Dalam banyak hal
pada tahap-tahap awal dalam banyak hubungan intrinsik orang sering mengadakan
perbandingan antara satu teman dengan teman lainnya yang potensial untuk pertukaran.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap-tahap awal daya tarik untuk mengadakan
pertukaran lebih bersifat ekstrinsik.Artinya, reward yang diinginkan tidak secara intrinsik
melekat pada seorang teman tertentu. Transformasi hubungan dari daya tarik ekstrinsik ke
daya tarik intrinsik akan paling jelas diterapkan oleh individu manakala mereka memiliki
tingkat kebebasan tertentu dalam memilih alternatif beberapa teman yang ada.
Pada akhirnya proses dari social attraction menuju pada proses pertukaran sosial, dengan
tahapan sebagai berikut :
1. Individu yang menerima layanan dari orang lain merasa memiliki hutang dan
berkewajiban untuk membayar kembali.
2. Pelayanan bermanfaat yang diterima oleh seseornag dari pihak lain adalah pelayanan
yang membuatnya merasa kewajiban untuk membalasnya.
3. Wujud penghormatan dari pihak yang menerima layanan adalah dalam bentuk
pelayanan yang memiliki keuntungan sebagai ganti pada pihak pemberi layanan
4. Kedua pihak masing-masing memberikan supplay layanan yang nilainya lebih dari
yang diterima untuk menyediakan insentif (meningkatkan supplay mereka) dan
hindarkan diri dari utang.
5. Sebagaimana sejumlah keuntungan besar yang diterima masing-masing pihak, maka
mereka butuh upaya lebih jauh untuk mencegah pertukaran sosial tersebut berhenti.
Social Exchange yang dimaksudkan dalam teori Blau ialah terbatas pada tindakan-
tindakan yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain dan berhenti apabila
reaksi-reaksi yang diharapkan itu tidak kunjung muncul. Bentuk pertukaran yang
dimaksudkan oleh blau dapat bersifat pertukaran sosial langsung maupun pertukaran sosial
tidak langsung. Dalam konteks pertukarna social langsung maka orang melakukan pertukaran
didasarkan pada transaksi-transaksi pertukaran sosial yang seimbang (simetris) maupun tidak
seimbang (asimetris).
Sedangkan dalam konteks pertukaran sosial tidak langsung, cenderung tidak terlihat dan
berdampak langsung, sebab sangat tergantung pada interrnalisasi norma. Blau berpendapat
bahwa hasil pertukaran sosial adalah spesialisasi peran yang dikembangkan (Diferensiasi
Sosial), yang memerlukan sumbangan-sumbangan yang sangat bervariasi. Setiap orang
mengiginkan adanya penghargaan dan kekuasaan. Demi memperolehnya, mereka
membuktikan dirinya menarik dan mempunyai kemampuan yang tidak disadari yang
dipertukarkan dengan kekayaan yang sangat penting. Disamping itu, adanya persaingan untuk
memperoleh sumber-sumber yang langka menyebabkan munculnya diferensiasi sosial.
Blau percaya bahwa kompleksitas pola-pola kehidupan sosial yang dijembatani oleh nilai-
nilai bersama itu akan melembaga. Lembaga-lembaga demikian akan abadi bilamana
dipenuhi tiga persayaratan :
Ide utama Blau mengenai kelompok sosial yang bersifat Emergen. Dalam hubungan
pertukaran yang elementer, orang yang tertarik satu sama lain melalui berbagai kebutuhan
dan kepuasan timbal balik. Asumsinya : bahwa orang yang memberikan ganjaran, melakukan
hal itu sebagai pembayaran bagi nilai yang diterimanya.Pertukaran demikian mudah sekali
berkembang menjadi hubunganhubungan persaingan dimana setiap orang harus menunjukkan
ganjaran yang diberikannya dengan maksud menekan orang lain dan sebagai usaha untuk
memperoleh ganjaran yang lebih baik.
Kepercayaan mendalam akan nilai dan norma yang abstrak dan proporsi yang meningkat
dalam pertukaran yang tidak langsung, dapat dilihat sebagai gejala yang muncul (emergent
phenomena) artinya, karakteristik-karakteristik ini mungkin hanya dikembangkan secara
minimal dalam semua sistem pertukaran yang kecil, tetapi karakteristik itu sangat penting
untuk pekerjaan rutin dalam sistem pertukaran yang besar. Ini merupakan tekanan yang
penting dalam teori Blau.Meskipun perkumpulan-perkumpulan yang besar itu berlandaskan
pada proses pertukaran dasar, mereka juga memperlihatkan sifat-sifat atau karakteristik-
karakteristik yang muncul (emergent properties), yang pengaruhnya mungkin kelihatan lebih
besar dari pada dinamika-dinamika dalam proses-proses kecil yang terjadi dalam transaksi
pertukaran langsung antar individu.
Kekuasaan yang dijelaskan Blau tidak lepas dari pertukaran sosial . Dalam hubungan dua
orang atau lebih selalu terdapat hubungan dimana pihak satu mendominasi pihak lain. Blau
menjelaskan mengenai Cognitive Dissonance yang disebabkan struktur kepimpinan yang
tidak baik akan melahirkan gerakan – gerakan oposisi. Jika terdapat pertukaran sosial antara
dua kelompok atau lebih dengan persepsi ataupun kelebihan yang berbeda kemungkinan
hubungan masih bisa dilanggengkan. Namun, jika terdapat pertukaran sosial yang tidak
seimbang, maka dominasi pun berperan lebih penting.
Pertukaran sosial yang tidak seimbang akan menyebabkan adanya perbedaan dan
diferensiasi kekuasaan karena dalam pertukaran tersebut ada pihak yang merasa lebih
berkuasa dan mempunyai kemampuan menekan dan di lain pihak ada yang dikuasai serta
merasa ditekan. Kekuasaan menurut Blau adalah kemampuan orang atau kelompok untuk
memaksakan kehendaknya pada pihak lain. Adapun strategi atau cara yang dapat digunakan
untuk mendapatkan kekuasaan terhadap orang lain yaitu memberikan sebanyak mungkin
kepada pihak lain yang membutuhkan, sebagai suatu upaya menunjukkan statusnya yang
lebih tinggi dan berkuasa, agar mereka yang dikuasai merasa berutang budi dan mempunyai
ketergantungan.
Dalam pertukaran sosial menunjukkan adanya gejala munculnya kekuasaan yang terjadi
pula dalam suatu kelompok. Dalam kelompok akan terjadi persaingan antar individu, dan tiap
individu akan berusaha memperoleh kesan lebih menarik jika dibanding dengan yang lain.
Agar orang itu terkesan lebih menarik dari orang lain syaratnya dapat menarik perhatian
orang lain. Dalam persaingan itu nantinya akan nampak adanya pihak atau orang yang dapat
menarik perhatian orang-orang yang dalam kelompok yang bersangkutan. Kelebihan orang
yang bersangkutan dapat menarik perhatian orang lain kemungkinan karena kepandaiannya,
kejujurannya, kesopanannya ataupun kebijaksanaannya.
Dari tiap-tiap kelompok akan ada yang menonjol dan yang menonjol itu akhirnya akan
muncul satu orang yang paling menarik perhatian orang dalam kelompok-kelompok tersebut
maka muncullah kekuasaan, dalam arti ada pemimpin dan ada yang dipimpin.Dalam hal ini,
pemimpin (pemegang kekuasaan) akan memperoleh penghargaan sebagai akibat tanggung
jawab yang dapat dipenuhinya. Sementara orang yang dipimpin akan mendapat penghargaan
karena ketaatannya, baik karena tugas yang diselesaikan maupun kesediaannya mematuhi
peraturan-peraturan yang ada. Perintah yang dipatuhi adalah perintah yang diberikan oleh
pemimpin yang sah.
a. Kelebihan
Teori pertukaran sosial memiliki kelebihan, diantaranya adalah sebagai berikut :
Teori pertukaran sosial sangat sederhana sehingga memungkinkan bagi sebagian
besar orang untuk memahami asumsi-asumsi umum yang terkait.
Teori pertukaran sosial membantu menjelaskan beragam permasalahan dalam
komunikasi keluarga.
Pengetahuan yang baik tentang teori pertukaran sosial dapat memberikan
keseimbangan dalam hubungan.
b. Kekurangan
Selain kelebihan, teori pertukaran sosial juga memiliki beberapa kekurangan,
diantaranya adalah sebagai berikut :
Teori pertukaran sosial dipandang sebagai proses yang berlangsung satu arah.
Asumsi yang menyatakan bahwa orang siap untuk menghentikan hubungannya
dengan orang lain manakala biaya lebih tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang
diperoleh dinilai tidak selalu akurat.
Teori pertukaran sosial menempatkan hubungan ke dalam struktur yang linear ketika
beberapa hubungan melewatkan tahapan-tahapan kedekatan.
Teori Etmetodologi
Teori etnometodolgi ialah suatu teori dalam sosiologi yang berisikan sekumpulan
pengetahuan, serangkaian prosedur dan sejumlah pertimbangan atau metode tentang
kehidupan alamiah masyarakat sehari-hari, yang ditandai dengan bahasa yang digunakan, di
mana masalah-masalah kemasyarakatan ini diartikan sebagai masalah yang diselesaikan
secara rutin, praktis dan beelanjut tanpa banyak menggunakan pikiran. Dalam kehidupan
sehari-hari dengan teori etnometodologi, anggota masyarakat menggunakan penalaran
praktis, logika sendiri dan sifatnya abstrak teoritis, hidup dan berkembang dalam suatu
tatanan masyarakat alamiah yang merupakan produk masyarakat setempat.
Etnometodologi mempelajari dan berusaha menangkap arti dan makna kehidupan
sosial suatu masyarakat berdasarkan ungkapan-ungkapan atau perkataan-perkataan yang
mereka ucapkan baik secara eksplisit maupun implisit. Garfinkel menekankan, pokok
masalah etnometodologi tidak lain adalah pertukaran komunikasi yang di dalam penelitian
etnometodologis yang disebut proses-proses komunikasi menuju saling memahami di antara
para pelaku komunikasi (dalam Anthony Giddens dan Jonathan H. Turner, 2008: 27).
Menurut teori ini, seorang sosiolog tidak perlu memberikan arti atau makna kepada apa yang
dibuat oleh orang lain atau kelompok, tetapi tugas sosiolog adalah menemukan bagaimana
individu atau masyarakat mengonstruksi kehidupan sosialnya dan mencoba menemukan
bagaimana mereka memberi arti atau makna kepada dunia sosialnya sendiri. Pada
pengaplikasian teori etnometodogi, Grafinkel berusaha menekankan pada kekuatan
pengamatan atau pendengaran dan eksperimen melalui simulasi.
Salah satu pendirian kunci Garfinkel mengenai etnometodologi adalah bahwa mereka
“dapat dijelaskan secara reflektif”. Penjelasan adalah cara actor malakukan sesuatu seperti
mendeskripsikan, mengkritik, dan mengidealisasikan situasi tertentu. Penjelasan
(accounnting) adalah proses yang dilalui actor dalam memberikan penhelasan untuk
memahami dunia. Pakar etnometodologi menekankan perhatian untuk menganalisis
penjelasan actor maupun cara-cara penjelasan diberikan dan diterima atau ditolak oleh orang
lain. Inilah salah satu alasan mengapa pakar etnometodologi memustkan perhatian dalam
mengalisis percakapan. Satu contoh, ketika seorang mahasiswa menerangkan kepada
dosennya mengapa ia gagal mengambil ujian, ia sebenarnya memberikan suatu penjelasan.
Mahasiswa itu mencoba mengemukakan pemikiran mengenai suatu peristiwa kepada
dosenrnya. Dalam mengembangkan pemikiran tentang penjelasan ini, pakar etnometodologi
berusaha keras untuk menunjukkan bahwa sosiolog, seperti orang lain, memberikan
penjelasan. Jadi, laporan hasil studi sosiologi dapat sebagai penjelasan dan dengan cara yang
sama semua penjelasan lainnya dipelajari.
Kita dapat mengatakan bahwa penjelasan adalah cerminan pemikiran dalam arti
bahwa penjelasan itu masuk ke keadaan yang dapat diamati dan dijelaskan. Jadi, dalam upaya
melukiskan apa yang dilakukan orang, kita mengubah sifat yang mereka lakukan itu. Apa
yang dilakukan sosiolog ini sama dengan yang dilakukan orang awam. Dalam mempelajari
dan melaporkan tentang kehidupan sosial, sosiolog dalam prosesnya, mengubah apa yang
mereka pelajari itu. Artinya, subjek mengubah perilaku mereka akibat menjadi subjek
penelitian dan sebagai respon terhadap deskripsi perilaku tersebut. Pakar etnometodologi
tertarik pada sifat dasar panjelasan itu, dan lebih umum lagi, pada praktek penjelasan di mana
mahasiswa memberikan penjelasan dan dosen menerima atau menolaknya. Dalam
menganalisis penjelasan, pakar etnometodologi menganut pendirian ketidakacuhan
metodologis (ethnomethodological indifference). Artinya mereka tidak menilai sifat dasar
penjelasan, tetapi lebih menganalisis penjelasan itu dilihat dari sudut pandang bagaimana cara
penjelasan itu digunakan dalam tindakan praktis.
Hal-hal yang dikaji dalam etnometodologi adalah studi institusional analisis
percakapan. Tujuan studi institusional etnometodologi adalah memahami cara orang, dalam
setting institusional, melaksanakan tugas kantor mereka dan proses yang terjadi dalam
institusi tersebut. Studi ini memusatkan perhatian pada strukturnya, aturan formal, dan
prosedur resmi untuk menerangkan apa yang dilakukan orang di dalamnya. Dalam hal ini
orang menggunakan prosedur yang berguna bukan hanya untuk kehidupan sehari-hari, tetapi
juga untuk menghasilkan produk institusi. Hal yang dikaji etnometodologi berikutnya adalah
analisis percakapan. Tujuan analisis percakapan adalah untuk untuk memahami secara rinci
struktur fundamental interaksi melalui percakapan, dan mempelajari cara menata percakapan
yang dianggap benar. Analisis percakapan lebih memusatkan pada hubungan antara ucapan
dalam percakapan ketimbang hubungan pembicara dan pendengar. Percakapan sebagai unsur
dasar dalam etnometodologi adalah aktivitas interaksi yang menunjukkan aktivitas yang
stabil dan teratur yang merupakan kegiatan yang dapat dianalisis. Sasaran analisis percakapan
terbatas pada apa yang dikatakan dalam percakapan itu sendiri.
Michael Peter Blau, Exchange and Power in Social Life, New York: Wiley & Sons, 1964
Nanang Martono. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada