Anda di halaman 1dari 9

Nama anggota kelompok:

1. Firdausi Nuzula 145060601111002


2. M. Nicolaus 155060600111017
3. Jody Yusuf Praditha 165060601111052
4. Fikriyah 165060601111009
5. Amanda Rahmat W. 165060600111026
6. Ria Ronauli 165060601111049
7. Bella Rizqa Idha Ayu 165060601111008
8. Ella Ayu Pradita 165060601111042
9. Ilham Maulana 165060601111024
10. Robby Muttaqin 165060601111028

Paradigma Struktur Konflik

Ada beberapa pandangan terhadap teori konflik yaitu menurut Karl Marx, Max Weber,
Rendhall Collins, George Simmel, Lewis Coser, dan Dahrendorf. Teori konflik merupakan sebuah
pendekatan umum terhadap seluruh pembahasan dalam sosiologi. Teori ini memiliki bermacam-
macam landasan seperti teori Marxian dan Simmel.
Kontribusi dari teori konflik Marxian adalah memberi jalan keluar terjadinya konflik kelas
pekerja, sedangkan teori konflik Simmel berpendapat bahwa kekuasaan, otoritas, ataupun
pengaruh merupakan sifat dari kepribadian individu yang bisa menyebabkan terjadinya konflik.
A. Proposisi Teori Konflik
Teori konflik banyak dikembangkan oleh para ahli, namun bila dilihat pada elemen-elemen
dasar, teori konflik berasal dari pemikiran Karl Marx dan Max Weber. Beberapa proposisi dari
teori konflik adalah sebegai berikut:
1. Proposisi pertama
Proposisi ini memandang bahwa tingkat ketidak merataan pada kekuasaan merupakan
konflik kepentingan objektif di antara mereka yang memiliki dan tidak memiliki
kekuasaan. Kesadaran akan konflik mengakibatkan mereka yang lemah akan
mempertanyakan kualitas pada kekuasaan yang ada sekarang.
2. Proposisi kedua
Proposisi ini menyatakan apabila mereka yang lemah semakin menyadari akan
pentingnya kepentingan kelompok, makan akan semakin besar kemungkinan mereka
akan mempertanyakan kualitas pada kekuasaan yang tidak merata.
3. Proposisi ketiga
Proposisi ini menjelasakan bahwa semakin sadar akan kepentingan kelompok mereka,
makan akan semakin besar kemungkinan mereka mempersalahkannya, dan semakin
besar pula kemungkinan mereka mengatur untuk memulai konflik secara terang-
terangan.
4. Proposisi keempat
Proposisi ini mengandung pengertian, apabila golongan penguasa dan golongan lemah
(yang dikuasai) semakin terpolarisasi, maka akan semakin keras konflik yang akan
terjadi.
B. Dasar Teori Konflik Perspektif Karl Marx
Teori konflik dikemukakan oleh Karl Marx yang kemudian dijadikan dasar teori tersebut.
Teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas berkembangnya teori fungsionalisme struktural
yang dianggap kurang memperhatikan fenomena konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat
yang perlu diperhatikan (Raho, 2007). Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar teori
konflik merupakan pemikiran dari Karl Marx. Teori tersebut bertujuan untuk menganalisis asal
usulnya suatu kejadian terjadinya sebuah pelanggaran atau latar belakang seseorang yang
berperilaku menyimpang. Konflik tersebut menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan
ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi, dimana kekuasaan dimiliki oleh kelompok-
kelompok elit sehingga kelompok tersebut yang membuat peraturan serta hukum yang dapat
melayani kepentingan mereka.
Pemikiran Karl Marx terfokus pada usaha untuk membuka kedok sistem masyarakat, pola
kepercayaan, dan bentuk kesadaran sebagai ideologi yang mencerminkan dan memperkuat
kepentingan kelas yang berkuasa. Berdasarkan pandangan Marx, pengakuan terhadap adanya
struktur kelas dalam masyarakat tidak dapat diabaikan serta materi ekonomi merupakan hal
terpenting dikarenakan faktor ekonomi juga dapat dijadikan sebagai penguasaan terhadap alat
produksi. Berdasarkan alat produksi, Marx membagi perkembangan masyarakat menjadi 5 tahap
yaitu tahap I adalah masyarakat agraris primitif, tahap II adalah masyarakat budak, tahap III
merupakan dalam masyarakat feodal ditentukan oleh kepemilikan tanah, tahap IV adalah
masyarakat borjuis, serta tahap V adalah masyarakat komunis.
Konflik diartikan sebagai proses sosial antar orang dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain lain dengan cara menjatuhkannya (Haryanto dan Nugroho,2011).
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
Menurut Karl Marx, potensi-potensi konflik terutama terjadi dalam bidang perekonomian serta
dalam bidang distribusi prestise dan kekuasaan politik. Teori konflik menurut Marx memandang
eksistensi hubungan pribadi dalam produksi dan kelas-kelas sosial sebagai elemen kunci dalam
banyak masyarakat. Dasar teori konflik yang dikemukakan oleh Karl Marx adalah konflik sosial
yang terjadi timbul seiring dengan berjalannya kehidupan bermasyarakat di lingkungan tersebut.
C. Teori Konflik Perspektif Max Weber
Max Weber meyakini bahwa konflik terjadi lebih dari sekedar kondisi-kondisi material.
Dia mengatakan bahwa konflik dalam memperebutkan sumber daya ekonomi merupakan ciri dasar
kehidupan sosial. Sebenarnya masih banyak terdapat tipe-tipe konflik lain yang juga terjadi dimana
Weber menekankan dua tipe, yakni:
1. Konflik terjadi dalam arena politik. Weber berpendapat bahwa pertentangan untuk
memperoleh kekuasaan tidaklah terbatas pada organisasi-organisasi politik formal,
tetapi juga terjadi pada setiap tipe kelompok seperti organisasi pendidikan dan
keagamaan.
2. Konflik dalam hal gagasan dan cita-cita. Weber berpendapat bahwa orang sering
tertantang untuk memperoleh dominasi dalam hal pandangan dunia mereka, baik itu
berupa doktrin keagamaan, filsafat sosial, ataupun konsepsi tentang bentuk gaya hidup
kultural yang terbaik. Gagasan dan cita-cita tersebut tidak hanya dipertentangkan,
melainkan dijadikan senjata atau alat dalam pertentangan lainnya, misalnya
pertentangan politik. Jadi, orang dapat berkelahi untuk memperoleh kekuasaan dan
pada saat yang sama berusaha saling meyakinkan satu sama lain bahwa bukan
kekuasaan yang mereka tuju, melainkan kemenangan prinsip-prinsip yang secara etis
dan filosofis benar.
Secara substansial Max Weber memiliki pandangan bahwa konflik itu akan selalu eksis
dan tidak dapat dihilangkan dalam kehidupan sosial masyarakat. Dia percaya sistem apapun
kedepannya baik masyarakat kapitalis ataupun sosialis akan senantiasa berkonflik untuk
memperebutkan berbagai macam sumber daya. Proposisi-proposisi yang menyangkut tentang
konflik menurut Weber antara lain:
1. Semakin besar derajat kemerosotan legitimasi politik penguasa, maka semakin besar
kecenderungan timbulnya konflik antara kelas atas dan bawah.
2. Semakin karismatik pimpinan kelompok bawah, semakin besar kemampuan kelompok
ini memobilisasi kekuatan dalam suatu sistem, maka semakin besar tekanan kepada
penguasa.
D. Teori Konflik Perspektif Mikro Rendhall Collins
Coliins berpendapat bahwa kekuasaan, otoritas atau pengaruh merupakan sifat dari suatu
proses interaksional, bukan merupakan sifat dari kepribadian dan individu. Poin yang terpenting
adalah teori konflik tidak menganalisis cita-cita dan moral sebagai kesucian sekama memberkan
hasil dari analisis sosiologi. Teori konflik Collins lebih sintesis dan integratif, karena arus
orientasinya cenderung ke mikro. Dia memulai dari prinsip Marxian dengan alasan ingin mencoba
memodifikasi kasus sebagai dasar untuk pengembangan sebuah teori konfliknya. Collins
mengembangkan lima prinsip analisis konflik, yatu:
1. Teori konflik harus memfokuskan pada kehidupan nyata daripada kehidupan abstrak.
2. Teori konflik dari stratifikasi harus menentukan faktor yang memengaruhi interaksi.
3. Dalam sebuah grup yang mempunyai banyak sumber akan memeras grup lain
bersumber sedikit. Variabel pokok penyebab konflik adalah perbedaan sumber
material yang dimiliki oleh para pelaku
4. Semua grup dengan sumber dan tenaganya bisa memaksakan sistem ide mereka
kepada seluruh masyarakat.
5. Collins menyarankan agar para ahli sosiologi semestinya tidak berteori secara
sederhana dengan stratifikasi, tetapi harus mempelajari itu secara keseluruhan.
Fungsi konflik ada tiga, yaitu:
1. Sebagai alat untuk memelihara solidaritas.
2. Membantu menciptakan ikatan aliansi dengan kelompok lain.
3. Mengaktifkan peran individu yang semuala terisolasi
Semakin intens suatu konflik terjadi, maka semakin cepat pembentukan kelompok yang
lebih kuat dari masing-masing kelompok konlik, sebab di dalam konflik yang intens dengan
diferensiasi yang kompleks akan semakin sukar solidaritas internal diciptakan.
E. Teori Konflik Perspektif George Simmel
Menurut perspektif George Simmel dalam teori konflik, terdpat dua jenis teori konflk,
yaitu:
1. Konflik daat di lihat dalam dinamika kelompok dalam (in-group) dengan hubungan
kelompokluar (out-group). Dengan pengertian bahwa solidaritas dan integrasi
kelompok dalam semakin bertambah tinggi jika konflik dengan pihak luar makin
bertambah. Sebab sesungguhnya menurut Simmel ketegangan atau konflik dengan
pihak luar akan meningkatkan dan mempertahankan solidaritas.
2. George mengemukakan bahwa konflik internal juga sama halnya dengan konflik luar
yang memiliki dampak positif dan negatif. Negatif karena hasil dari keinginan individu
untuk meningkatkan kesejahteraan, kekuasaan, dukungan sosial dan penghargaan
lainnya. Apapun alasannya konflik internal ini selalu dihindari karena dianggap
negatif.
Jadi dapat disimpulkan bahwa meurut Simmel sebuah konflik internal tercipta bisa saja
berdampak negatif karena dapat terjadi perpecahan dalam kelompok karena perbedaan yang
menciptakan sikap antagonistik. Dan sisi positifnya adalah tidak ada sesuatu yang terpendam lebih
lama dan tidak ada permusuhan sehingga dan dampaknya tidak begitu parah.
F. Teori Konflik Perspektif Lewis Coser
Coser tidak terlalu banyak menaruh perhatian pada hubungan timbal balik yang kompleks
dan tidak kentara antara bentuk-bentuk konflik dan interaksi lainnya pada tingkat antar pribadi,
tetapi lebih menyoroti pada konsekuensi-konsekuensi yang timbul bagi sistem sosial yang lebih
lebih dimana konflik tersebut terjadi.
Coser menggambarkan konflik sebagai perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-
tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber-sumber kekayaan yang persediannya
tidak mencukupi. Lowis Coser mengemukakan teori konflik dengan membahas tentang,
permusuhan dalam hubungan-hubungan sosial yang intim, fungsionalitas konflik dan kondisi-
kondisi yang mempengaruhi konflik dengan kelompok luar dan struktur kelompok sosial adalah
sebagai berikut:
1. Permusuhan dengan kelompok sosial intim. Bila konflik berkembang dalam
hubungan-hubungan sosial yang intim, maka pemisahan antarr konflik realistis dan
non realistis lebih sulit untuk dipertahankan.
2. Fungsionalitas konflik. Jika tidak mempertanyakan dasar dasar hubungan dan
fungsional negatif jika menyerang suatu nilai inti.
3. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi konflik dengan kelompok luar dan struktur
kelompok menurut coser, konflik dengan kelompok luar akan memabntu
memantapkan batas-batas struktural. Namun jika sebaliknya konflik dengan luar juga
dapat mempertinggi integrasi di dalam kelompok.
G. Fungsi Positif Konflik Menurut Lewis Coser
Fungsi positif dari konflik menurut Lewis A.Coser (1964) merupakan cara atau alat untuk
mempertahankan, mempersatukan, dan bahkan untuk mempertegas sistem sosial yang ada.
Proposisi yang dikemukakan oleh Lewis Coser yaitu:
1. Kekuatan solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam (in group) akan
bertambah tinggi apabila tingkat permusuhan atau suatu konflik dengan kelompok
luar bertambah besar.
2. Integritas yang semakin tinggi dari kelompok yang terlibat dalam konflik dapat
membantu memperkuat batas antar kelompok itu dan kelompok-kelompok lainnya
dalam lingkungan itu, khususnya kelompok yang bermusuhan atau secara potensial
dapat menimbulkan permusuhan.
3. Di dalam kelompok itu ada kemungkinan berkurangnya toleransi akan perpecahan
atau pengatokan, dan semakin tingginya tekanan pada consensus dan konformitas.
4. Orang-orang yang menyimpang dalam kelompok itu tidak lagi ditoleransi, kalau
mereka tidak dapat dibujuk masuk ke jalan yang benar, mereka kemungkinan diusir
atau dimasukan dalam pengawasan yang ketat.
5. Dan sebaliknya, apabila kelompok itu tidak terancam konflik dengan kelompok
luar yang bermusuhan, tekanan yang kuat pada kekompakan, konformitas, dan
komitmen terhadap kelompok itu kemungkinan sangat berkurang.
Ketidaksepakatan internal mungkin dapat muncul kepermukaan dan dibicarakan, dan
para penyimpang mungkin lebih ditoleransi, umumnya individu akan memperoleh
ruang gerak yang lebih besar untuk mengejar kepentingan pribadinya.
H. Teori Konflik Perspektif Dahrendorf
Ralf Dahrendorf, (1959:163-180) merupakan ahli sosiologi yang melihat teori konflik
sebagai teori parsial yang dapat juga digunakan dalam menganalisis fenomena sosial yang ada,
dengan pengertian bahwa disamping penggunaan teori strukturalisme fungsional, dimana dalam
hal ini Dahrendorf, (1959) merupakan penentang teori fungsional yang mengabaikan keberadaan
potensi konflik dalam masyarakat. Dahrendorf, (1959:173) menganggap masyarakat bersisi ganda,
memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama (kemudian ia menyempurnakan posisi ini dengan
menyatakan bahwa segala sesuatu yang dapat dianalisa dengan fungsionalisme struktural dapat
pula dianalisa dengan teori konflik dengan lebih baik).
Konflik merupakan suatu bentuk interaksi sosial ketika dua individu mempunyai
kepentingan yang berbeda dan kehilangan keharmonisan di antara mereka. Menurut Dahrendorf
(1959), pada dasarnya konflik merupakan hal yang alamiah dan sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam penulisan ini beberapa teori konflik yang akan digunakan adalah teori konflik
Ralf Dahrendorf (1959), pemikiran dari tokoh tersebut mengenai teori konflik akan dijadikan
sebagai bahan dalam landasan teori dalam penulisan ini.
Dengan demikian yang menjadi tugas sosiologi ialah melihat hubungan konflik dengan
struktur sosial tertentu dan menganggapnya berhubungan dengan bentuk psikologi sifat-sifat
agresif atau bentuk historis deskriptif. Teori konflik berorientasi ke studi struktur dan institusi
sosial. Dahrendorf, (1959) teoritisi konflik lainnya, setiap masyarakat tunduk pada proses
perubahan. Teoritisi konflik juga melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial, Teoritisi
konflik juga melihat berbagai elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan
perubahan, (Ritzer dan Goodman, 2003:153).
I. Perbedaan dan Persamaan Struktural Fungsional dan Teori Konflik
Perbedaan kedua pradigma teori ini terletak pada asumsi yang digunakan dalam oleh-oleh
masing teori, berikut ini perbedaan antara teori struktural fungsional dan teori konflik:
Teori Struktural Fungsional Teori Konflik
Masyarakat berada dalam kondisi statis atau tepatnya Masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan
bergerak dalam kondisi keseimbangan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus
diantara unsur- unsurnya
Setiap elemen atau setiap instuisi memberikan Menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu
sumbangan terhadap disintegrasi sosial hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau
pemaksaan kekuasaan dari atas oleh golongan yang
berkuasa
Penganut Tteori Fungsional Strukural melihat anggota Mata rantai antara konflik dan perubahan sosial. Konflik
masyarakat terikat secara informal oleh norma norma menurutnya memimpin kearah perubahan dan
, nilai nilai dan moralitas umum pembangunan
Persamaan fungsional struktural dan teori konflik adalah:
1. Memiliki Konsep yang sama seperti wewenang dan posisi.
2. Keduanya juga merupakan fakta sosial.
J. Cara Menyelesaikan Konflik
Menurut Wirawan dalam bukunya Konflik dan Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi dan
Penelitian, terdapat tiga cara untuk menyelesaikan suatu konflik yang ada di sebuah negara. Cara-
cara tersebut adalah:
1. Intervensi pihak ketiga
Merupakan penyelesaian konflik dengan cara paksaan. Dilakukan dengan mengambil
pihak ketiga untuk memutuskan masalah yang terjadi, dan keputusan pihak ketiga harus
dipatuhi oleh masing-masing pihak, bersifat final dan mengikat.
2. Mediasi
Mediasi juga menyelesaikan konflik dengan pihak ketiga yang disebut dengan mediator.
Mediator dapat menengahi konflik dengan cara asimilasi maupun akomodasi. Asimilasi
dilakukan dengan mengajak pihak yang mengalami konflik untuk memberikan reaksi
tertentu terhadap pengaruh lingkungan sosial dengan mengadopsi kebudayaan yang baru
masuk. Sementara, dalam proses akomodasi, pihak yang mengalami konflik harus sepakat
untuk menerima perbedaan, yang dilakukan melalui penyatuan penciptaan kepentingan
bersama.
3. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi atau kompromi adalah salah satu cara paling umum yang terbaik dan paling
cepat dalam mengakhiri konflik. Kedua pihak yang berkonflik dituntut untuk mengetahui
sumber-sumber konflik. Setelah itu, kedua pihak berkompromi untuk menyelesaikan
konflik. Setiap sumber konflik memiliki jalan keluar masing-masing, sehingga menurut
metode rekonsiliasi, tidak ada cara penyelesaian konflik yang tunggal.
Daftar Pustaka
Chotimah, Chusnul. (2015) Respon Masyarakat Tentang Keberadaan Kandang Ayam dalam
Tinjauan Teori Konflik Lewis Coser di Dusun Sumuralas Desa Gajah Kecamatan Baureno
Kabupaten Bojonegoro. Undergraduate thesis, Uin Sunan Ampel Surabaya.
Ian, Craib. 1992. Teori-teori Sosial Modern. Jakarta: CV. Rajawali
George Ritzer dan Douglas J. Goodman. (2004). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media
George, Ritzer. (2010). Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Syahroni, Achmad Anam. (2015). Peta Stereotype dan Integrasi Agama: Studi Kasus Pemahaman
Agama Antar Warga NU dan Warga Muhammadiyah di Desa Madulegi Kecamatan Sukodadi
Kabupaten Lamongan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: UIN Sunan Ampel Surabaya.
Wirawan, I. D. (2012). Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Prenada Media.

Anda mungkin juga menyukai