Anda di halaman 1dari 3

Konsep dasar teori konflik

Esensi teori konflik adalah pengakuannya bahwa realitas social


diorganisasikan berdasarkan ketimpangan distribusi nilai dan sumber
daya,seperti kesejahteaan material,kekuasaan dan prestise dan ketimpangan-
ketimpangan lain yan secara sistematik meningkatkan tegangan diantara
kelompok-kelompok masyarakat.kondisi-kondisi khusus seperti itu
meningkatkan eskalasi berbagai bentuk konflik antara orang yang memiliki
nilai dan sumber daya dengan orang yang tidak memilikinya.

Secara umum,teori konflik menekankan ciri-ciri dinamika internal


masyarakat distribusi penduduk pada masing-masing strata social yang
merefleksikan perbedaan akses sumber daya,kepentingan-kepentingan yang
saling bertentangan antara kelompok dan kelas social,kemampuan kelompok
dominan mempertahankan dominasinya baik melalui persuasi maupun
paksaaan terhadap kelompok lain agar mematuhi aturan dan memenuhi
kewajiban-kewajibannya,serta perjuangan subordinat sebagai stimulus
perubahan social.

Konfllik dipandang sebagai suatu proses sosial, proses perubahan dari


tatanan sosial yang lama ke tatanan sosial yang baru yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Perspektif konflik dianggap
sebagai “the new sociology” sebagai kritik terhadap teori struktural
fungsional yang berkaitan dengan sistem sosial yang terstruktur dan adanya
perbedaan fungsi dan diferensiasi peran (division of labor). Sosiologi konflik
mempunyai asumsi bahwa masyarakat selalu dalam kondisi bertentangan,
pertikaian, dan perubahan. Semua itu adalah sebagai bagian dari terlibatnya
kekuatan-kekuatan masyarakat dalam saling berebut sumberdaya langka
dengan menggunakan nilai-nilai dan ide (ideologi) sebagai alat untuk
meraihnya (Wallace dan Wolf 1986).

Asumsi dasar yang melandasi Teori Konflik Sosial (Klein dan White 1996)
adalah: (1) Manusia tidak mau tunduk pada konsensus, (2) Manusia adalah
individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri tanpa harus tunduk
kepada norma dan nilai; Manusia secara garis besar dimotivasi oleh
keinginannya sendiri. (3) Konflik adalah endemik dalam grup sosial, (4)
Tingkatan masyarakat yang normal lebih cenderung mempunyai konflik
daripada harmoni, (5) Konflik merupakan suatu proses konfrontasi antara
individu, grup atas sumberdaya yang langka, konfrontasi suatu pegangan
hidup yang sangat berarti. Oleh karena itu konsensus dan negosiasi adalah
tehnik yang masih ampuh untuk digunakan sebagai alat mengelola konflik.
Paradigma sosial konflik yang dikembangkan oleh Karl Marx didasarkan
pada dua asumsi, yaitu: (1) Kegiatan ekonomi sebagai faktor penentu utama
semua kegiatan masyarakat, dan (2) Melihat masyarakat manusia dari sudut
konflik di sepanjang sejarahnya. Marx, dalam Materialisme Historis-nya
memasukkan determinisme ekonomi sebagai basis struktur yang dalam
proses relasi sosial dalam tubuh masyarakat akan menimbulkan konflik
antara kelas atas dan kelas bawah. Ringkasnya, ada sedikitnya empat hal
yang penting dalam memahami teori konflik sosial, antara lain: 1. Kompetisi
(atas kelangkaan sumberdaya seperti makanan, kesenangan, partner seksual,
dan sebagainya. Dasar interaksi manusia bukanlah konsensus seperti yang
ditawarkan fungsionalisme, namun lebih kepada kompetisi. 2.Terdapat
ketidaksamaan struktural dalam hal kekuasaan. 3. Individu dan kelompok
yang ingin mendapatkan keuntungan maksimal. 4. Perubahan sosial terjadi
sebagai hasil dari konflik antara keinginan (interest) yang saling
berkompetisi dan bukan sekadar adaptasi. Perubahan sosial sering terjadi
secara cepat dan revolusioner daripada evolusioner.

Dalam keluarga teori konflik social lebih dijadikan pengangan bagi keluarga
kotemporer. Menurut perspektif Teori konflik sosial, hubungan yang penuh
konflik terjadi juga dalam keluarga. Peran yang dilembagakan oleh institusi
keluarga, menurut persepsi konflik sosial telah menciptakan pola relasi yang
opresif. Menurut teori ini, situasi konflik dalam kehidupan sosial tidak
dianggap sebagai sesuatu yang abnormal atau disfungsional, tetapi bahkan
dianggap sesuatu yang alami dalam setiap proses sosial.
Adanya konflik bersumber dari struktur dan fungsi keluarga itu sendiri.
Seorang suami dengan kedudukannya sebagai kepala keluarga akan
menimbulkan konflik terbuka dengan istrinya yang mempunyai kedudukan
ibu rumahtangga. Teori sosial konflik menawarkan keluarga sebagai wahana
alternatif efektif untuk pengembangan sumberdaya manusia tanpa resiko
penolakan dan tantangan. Pendukung teori dan ideologi konflik justru
menganggap keluarga sebagai sumber malapetaka, kesengsaraan dan
ketidakadilan, terutama bagi perempuan.Berikut merupakan contoh konflik
yang terjadi dalam keluarga :

1. Konflik peran suami dan istri di dalam keluarga.


2. Konflik komunikasi antara suami dan istri atau antara orangtua dan
anak.
3. Konflik kelas dalam masyarakat (kelas borjuis vrsus proletar; kelas
gender; kelas sosial ekonomi)
4. Konflik antara keluarga inti dan keluarga luasnya.

Daftar pustaka

Haryanto,sindung,2016.spektrum teori social.Jogjakarta:Ar-ruzzmedia

Puspitawati,herein.2013.Konsep dan Teori Keluarga.Bogor:FEMAIPB

Anda mungkin juga menyukai