Anda di halaman 1dari 20

Tugas Mata Kuliah :

PEDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Penegakan Hukum Dalam Mengatasi Tindak
Pelanggaran HAM Dan Korupsi
:Dosen Pembimbng
Prihatin Sulystiowati, M.Pd

:Ditulis Oleh
Dyah Rahma F
Danial A. Futaki
Tanzizal Afuw
Wildan Arif
Dio Fathurrahman
Miharti Heni Vita
Sandika

Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Malang
1438/2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Yang kedua kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing kami dalam pengerjaan tugas ini dan teman-teman yang selalu memberikan
dukungan kepada kami.
Semoga makalah ini bisa memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca,walaupun makalah ini mempunyai banyak kekurangan. Penyusun mohon saran dan
kritiknya.
Terima kasih.

Malang, 24 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Bab II Pembahasan
2.1

Hak Asasi Manusia dan Korupsi

2.2

Penegakan Hukum dalam Mengatasi Tindak Pelanggaran HAM

2.3

Penegakan Hukum dalam Mengatasi Tindak Korupsi

Bab III Penutup


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait
dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang
harus diperoleh. Masalah Hak yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia adalah sesuatu hal
yang sering kali dibicarakan dan dibahas di Indonesia dalam era reformasi ini. Masih banyak
masalah yang menyangkut pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia.
Bahkan penegakan hukumnya juga belum sepenuhnya baik.
Bukan hanya HAM, korupsi juga masalah yang sangat viral bahkan dipandang sudah
menjadi kebiasaan yang membudaya di negeri kita ini. Mayoritas yang terlibat justru
orang-orang yang seharusnya membela dan memperjuangkan rakyat. Penegakan hukum
dalam mengatasi tindak korupsi pun banyak menimbulkan pertanyaan bagi rakyat, karena
putusan-putusan yang dianggap kurang sesuai. Oleh karena itu untuk membahas kedua
masalah ini, dibuat makalah yang berjudul Penegakan Hukum dalam Mengatasi Tindak
Pelanggaran HAM dan Korupsi
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apa itu HAM dan Korupsi ?
1.2.2. Bagaimana penegakan hukum dalam mengatasi tindak pelanggaran HAM
di Indonesia?
1.2.3. Bagaimana penegakan hukum dalam mengatasi tindak korupsi di Indonesia?
1.2.4. Apakah hambatan dalam penegakan HAM dan pemberantasan korupsi?

1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan korupsi
1.3.2. Mengetahui tentang potret penegakan hukum di Indonesia dalam penanganan
HAM
1.3.3. Mengetahui tentang potret penegakan hukum dalam mengatasi tindak korupsi
1.3.4. Mengetahui hambatan dalam penegakan HAM dan pemberantasan korupsi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hak Asasi Manusia dan Korupsi
2.1.1

Hak Asasi Manusia (HAM)

HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia,tanpa hak-hak itu manusia
tidak dapat hidup layak sebagai manusia.Menurut John Locke HAM adalah hak-hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Ruang lingkup HAM meliputi:
a. Hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain-lain;
b. Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada;
c. Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan; serta
d. Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan
eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan
dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu,
pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer),dan negara.

Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan
tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama,
etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
2.1.2. Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris yaitu corrupt. Kata ini adalah perpaduan
dari dua kata dalam bahasa latin yakni com berarti bersama-sama dan rumpere yang
berarti jebol atau pecah. Istilah "korupsi" dapat juga dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang
tidak jujur atau tindakan penyelewengan yang dilakukan akibat adanya suatu pemberian.
Sementara dalam praktek keseharian kita, korupsi seringkali diketahui dengan pemahaman
menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya.
Dari segi hukum, pengertian korupsi dipahami sebagai tindak pidana sebagaimana yang
dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi. Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 yang mengatur tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi yakni: setiap tindakan
yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris yaitu corrupt. Kata ini adalah perpaduan
dari dua kata dalam bahasa latin yakni com berarti bersama-sama dan rumpere yang
berarti jebol atau pecah. Istilah "korupsi" dapat juga dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang
tidak jujur atau tindakan penyelewengan yang dilakukan akibat adanya suatu pemberian.
Sementara dalam praktek keseharian kita, korupsi seringkali diketahui dengan pemahaman
menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan administrasinya.

Dari segi hukum, pengertian korupsi dipahami sebagai tindak pidana sebagaimana yang
dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi. Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 yang mengatur tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi yakni: setiap tindakan
yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Definisi atau pengertian korupsi secara jelas diuraikan dalam 13 buah pasal dalam UU
No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi
dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara
karena korupsi. Untuk memudahkan dalam mengenal, ketigapuluh bentuk tindak pidana
korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara (pasal 2 dan pasal 3).
2. Suap-menyuap (Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 13, Pasal 5
ayat (2), Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 11, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6
ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf c, dan Pasal 12 huruf d).
3. Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, dan
Pasal 10 huruf c.
4. Pemerasan (Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf g, dan Pasal 12 huruf f).
5. Perbuatan curang (Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1)
huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 12 huruf h).
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan (Pasal 12 huruf i).
7. Gratifikasi (Pasal 12 B jo. Pasal 12 C).

2.2 Penegakan Hukum dalam Mengatasi Tindak Pelanggaran HAM

Upaya Pemerintah

Pemerintah Indonesia telah berupaya memajukan, menghormati, dan menegakkan


hak asasi manusia, meskipun sampai saat ini masih terjadi banyak pelanggaran terhadap hakhak asasi manusia di Indonesia. Upaya pemerintah Indonesia ini diwujudkan dalam berbagai
bentuk. Dua di antaranya sebagai berikut :
a. Membentuk Peraturan Perundang-undangan tentang HAM
Pemikiran tentang pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak-hak asasi manusia
telah dimiliki bangsa Indonesia sejak dahulu. Hal ini dapat kita buktikan dengan telah
dirumuskannya ketentuan tentang penghormatan hak asasi manusia dalam Pembukaan UUD
1945 alinea IIV yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
1). Alinea I yang berbunyi: . . . kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa . . .. Alinea ini
menunjukkan pengakuan hak asasi manusia berupa hak kebebasan atau hak kemerdekaan dari
segala bentuk penjajahan atau penindasan dari bangsa lain.
2). Alinea II yang berbunyi: . . . mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Alinea ini
menunjukkan adanya pengakuan atas hak asasi di bidang politik berupa kedaulatan dan
ekonomi.
3). Alinea III yang berbunyi: Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas . . .. Alinea
ini menunjukkanadanya pengakuan bahwa kemerdekaan itu berkat anugerah Tuhan Yang
Maha Esa.
4). Alinea IV yang berbunyi: . . . melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia . . .. Alinea ini merumuskan dasar filsafat
negara (Pancasila) yang maknanya mengandung pengakuan akan hak-hak asasi yang bersifat
universal.

Selanjutnya, dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum amendemen juga sudah dimuat
tentang jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dalam berbagai bidang seperti berikut.
Secara garis besar hak-hak asasi manusia tercantum dalam pasal 27 sampai 34 dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1). Hak dalam Bidang Politik
(a) Hak persamaan di depan hukum. Hak ini dimuat dalam pasal 27 ayat (1).
(b) Hak mengeluarkan pendapat, berkumpul, dan berserikat. Hak ini dimuat dalam pasal 28.
2). Hak dalam Bidang Ekonomi
(a) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Hak ini dimuat dalam pasal 27 ayat (2).
(b) Hak atas kekayaan alam. Hak ini dimuat dalam pasal 33.
(c) Hak fakir miskin dan anak telantar. Hak ini dimuat dalam pasal 34.
3). Hak dalam Bidang Sosial dan Budaya
(a) Hak kebebasan beragama. Hak ini dimuat dalam pasal 29 ayat (2).
(b) Hak mendapatkan pendidikan. Hak ini dimuat dalam pasal 31 ayat (1).
4). Hak dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan
Hak untuk membela negara. Hak ini dimuat dalam pasal 30. Dalam perkembangan
selanjutnya, pemerintah Indonesia membuat peraturan pelaksana dari UUD 1945 yang
mengatur tentang hak asasi manusia. Peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan
seperti berikut:
1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Setelah melalui berbagai perdebatan yang seru, pemerintah Indonesia berhasil


mengamendemen UUD 1945 yang salah satu inti perubahannya adalah menambahkan
beberapa pasal khusus mengenai hak asasi manusia. Beberapa pasal tambahan yang khusus
mengatur tentang hak asasi manusia adalah pasal 28A28J hasil perubahan kedua. Itulah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia dalam upaya
pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM.
Peraturan perundang-undangan tersebut sering disebut sebagai instrumen nasional
HAM. Instrumen nasional HAM adalah dasar hukum yang dijadikan acuan hukum dalam
menegakkan hukum. Contoh instrumen nasional HAM yang lain seperti Keppres Nomor 50
Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Keppres Nomor 53 Tahun 2001
tentang Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc pada PN Jakarta Pusat, dan ketetapan MPR,
yaitu TAP MPR Nomor 17 Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia.
b. Membentuk Kelembagaan HAM di Indonesia
Ada beberapa lembaga HAM yang dibentuk oleh pemerintah. Berikut ini beberapa
contohnya:
1). Komnas HAM
Pada tanggal 7 Juni 1993 Presiden Republik Indonesia saat itu, yaitu Soeharto,
melalui Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 membentuk sebuah lembaga HAM di
Indonesia. Lembaga HAM yang dimaksud adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM). Kedudukan Komnas HAM kemudian mempunyai kekuatan hukum yang
lebih kuat dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Komnas HAM merupakan suatu
lembaga yang mandiri. Komnas HAM mempunyai kedudukan yang setingkat dengan
lembaga negara lainnya. Komnas HAM mempunyai fungsi untuk melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Selain itu, mengenai
Komnas HAM juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia. Komnas HAM merupakan suatu lembaga yang mempunyai
wewenang untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

2). Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan


Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan ini dibentuk berdasarkan Kepres
Nomor 181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan komisi ini adalah upaya
mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Apa
tujuan dibentuknya Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan ini? Komisi
Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan ini bersifat independen dan mempunyai tujuan
sebagai berikut:
a). Menyebarluaskan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan.
b). Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap
perempuan.
c). Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan hak asasi perempuan.
3) Lembaga Bantuan Hukum
Bagi warga negara yang tidak mampu membayar dan tidak memiliki biaya untuk
melakukan tuntutan hukum, dapat memanfaatkan jasa lembaga bantuan hukum. Bantuan
hukum bersifat membela kepentingan masyarakat tanpa memandang latar belakang suku,
keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, harta kekayaan, agama, atau kelompok
orang yang membelanya. Tujuan Lembaga Bantuan Hukum adalah mencegah adanya ledakan
gejolak sosial dan keresahan masyarakat. Keberhasilan gerakan bantuan hukum akan dapat
mengembalikan wibawa hukum dan wibawa pengadilan yang selama ini terpuruk di negara
kita.
4) Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum
Dalam rangka pengabdian perguruan tinggi kepada masyarakat, beberapa fakultas hukum
mengadakan biro konsultasi dan bantuan hukum. Biro ini ditangani oleh dosen-dosen muda
yang masih dalam proses belajar untuk menjadi advokat profesional.

5) Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia


Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam UUD
1945 dan PBB tentang hak-hak anak. Meskipun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, dalam
pelaksanaannya masih memerlukan undang-undang sebagai landasan yuridis bagi
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan
negara. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan anak,
dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen. Hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.

Upaya Masyarakat

Bisa berupa perorangan, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga


swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan yang lain. Wujud partisipasi masyarakat
dalam upaya mewujudkan penegakan HAM dapat berwujudkan:
1. Menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran HAM ke Komnas HAM.
2. Mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi
manusia

kepada

Komnas

HAM

atau

lembaga

lainnya.

3. Secara sendiri-sendiri atau bekerja sama dengan Komnas HAM dapat melakukan
penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia.

Sikap positif sebagai warga negara Indonesia yang baik terhadap upaya penegakan HAM
yaitu:
1. Sikap tegas tidak membenarkan dan tidak menolerir setiap pelanggaran HAM
Alasan bangsa kita bersikap tegas tidak membenarkan dan tidak mentolerir setiap
pelanggaran HAM, dapat dilihat dari Dukungan terhadap upaya penegakan HAM dapat
berupa:
a. Mendukung upaya lembaga yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku
pelanggaran HAM. Misalnya: mendukung upaya negara menindak tegas para pelakunya

dengan menggelar peradilan HAM, mendukung upaya menyelesaikan melalui lembaga


peradilan HAM nasional, mendukung peradilan HAM internasional untuk mengambil alih,
apabila

peradilan

HAM

nasional

mengalami

jalan

buntu.

b. Mendukung dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk
memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa berwujud makanan,
pakaian,

obat-obatan

dan

tenaga

medis.

c. Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi para
korban. Restitusi merupakan ganti rugi yang dibebankan pada para pelaku baik untuk korban
atau keluarganya. Jika restitusi dianggap tidak mencukupi, maka harus diberikan kompensasi
yaitu kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi pada korban atau keluarganya. Di
samping restitusi dan kompensasi, korban juga berhak mendapat rehabilitasi. Rehabilitasi
bisa bersifat psikologis, medis, dan fisik. Rehabilitasi psikologis misalnya berupa pembinaan
kesehatan mental untuk terbebas dari trauma, stres, dan gangguan mental yang lain.
Rehabilitasi medis, yaitu berupa jaminan pelayanan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi fisik
dapat berupa pembangunan kembali sarana dan prasarana, seperti perumahan, air minum,
perbaikan

jalan,

dan

lain-lain.

2.3 Penegakan Hukum dalam Mengatasi Tindak Korupsi


Tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Dimana
penegakan hukum korupsi tujuannya adalah untuk memulihkan kerugian negara,
menstabilkan ekonomi publik dan memberikan efek jera kepada para koruptor. Sangat ironis
sekali penegakan hukum di indonesia, masyarakat sudah hampir putus asa dengan kinerja dan
loyalitas pemerintahan. Bebasnya banyak koruptor dipengadilan disebabkan tidak efektif dan
lemahnya integritas penegak hukum dalam memberikan kontribusi. Selain itu hal lain yang
menjadi keprihatinan bangsa terhadap penegak hukum bahwa ketika para koruptor
mendekam dipenjara, banyak di antara mereka yang mudah keluar masuk dengan sangat
bebas, mendapatkan fasilitas dengan pelayanan hotel berbintang, serta hasil dari jarahan
korupsi pun bahkan tidak masuk ke dalam kas negara tetapi di manipulsai dengan dilarikan
keluar negeri melalui politik yang canggih. Dalam hal ini negara seperti tidak berdaya

menghadapinya, peristiwa ini semakin menambah hilangnya rasa kepercayaan masyarakat


terhadap hukum yang ditegakkan di indonesia.

Kejaksaan dan pengadilan keadaannya tidak jauh berbeda dalam pemberantasan


korupsi, seakan-akan tidak berdaya dan tidak mampu menghadapi tekanan suap yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang terjerat kasus korupsi, sehingga proses peradilannya pun
tidak efektif dan tersangka koruptor dapat divonis bebas.
KPK tidak akan bisa melaksanakan perannya secara optimal bilamana tidak didukung
oleh keinginan dan tindakan nyata pemerintah dalam penegakan hukum, terutama perang
terhadap korupsi. Sanksi yang dikenakan kepada para koruptor di rasa tidak efektif dan
efisien, karena perlu kita ketahui banyaknya celah yang dilakukan koruptor untuk terbebas
dari jeratan hukum.
Sebaiknya pemerintah harus memberikan sanksi yang benar-benar membuat jera dan
takut untuk melakukan korupsi. Mungkin seperti halnya dengan cara menyita seluruh harta
kekayaan koruptor baik harta atas namanya sendiri, istri ataupun anak-anaknya alias
dimiskinkan. Sehingga koruptor tidak dapat bergerak tanpa adanya uang. Sanksi dengan
memiskinkan koruptor dengan semiskin-miskinnya atau menyita seluruh harta kekayaannya
dirasa lebih efisien dan efektif. Karena koruptor dapat bergerak hanya karena masih adanya
uang yang dimilikinya, akan tetapi apabila koruptor tidak memiliki harta maka mereka tidak
dapat bertindak semaunya. Sanksi ini tidak hanya memberikan rasa jera dan takut tetapi dapat
memberi sanksi sosial dan sanksi moral. Apabila ini dapat diterapkan dengan adil maka
tujuan negara berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
akan tercapai dan terlaksana sehingga kehidupan bangsa yang sejahtera, adil, dan makmur
dapat dirasakan seluruh masyarakat indonesia sesuai dengan apa yang diharapkan dan dicitacitakan.
2.3.1

KPK

KPK diberikan kewenangan yang luar biasa seperti yang diatur dalam Pasal 6 butir b, c, d
dan e UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa
lembaga ini dapat bertindak mulai dari:
1. Mensupervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan tindak pidana korupsi;

2. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;


3. Melakukan tindakan pencegahan korupsi;
4. Memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam menangani kasus KPK diberi kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan
proses dalam penuntutan. Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan yaitu tugas Kepolisian
dan Kejaksaan yang selama ini tidak berdaya dalam memerangi korupsi.
Disamping itu dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK
diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap
instansi yang menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan
korupsi dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. Selanjutnya KPK
mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani kepolisian atau kejaksaan apabila :
1. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditinjaklanjuti;
2. Proses penanganan tindak pidana korupsi tidak ada kemajuan/berlarut-larut/ tetunda
tanpa alasan yang bisa dipertanggung jawabkan;
3. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku korupsi yang
sesungguhnya;
4. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
5. Adanya hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari
eksekutif, yudikatif atau legislatif; atau
6. Keadaan lain yang menurut pertimbangnan kepolisian atau kejaksaan, penanganan
tindak

pidana

korupsi

sulit

dilaksanakan

secara

baik

dan

dapat

dipertanggungjawabkan.
Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK juga diberi kerwenangan
untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :

1. Melibatkan aparat pengak hukum, penyelengara negara dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat pengak hukum
dan penyelengara negara;
2. Mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat; dan/atau
3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah)

Untuk memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana luar
biasa (extra ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan yang tidak dimiliki
instititusi lain yaitu:
1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
2. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian
keluar negeri;
3. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
4. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain
yang terkait;
5. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi
terkait;
6. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan
perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang
dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti
awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang
diperiksa;

7. Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk
melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti diluar negeri;
8. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana
korupsi yang sedang ditangani.
2.4 Hambatan dalam Penegakan HAM dan Pemberantasan Korupsi
a. Hambatan-Hambatan Penegakan HAM :
1. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintah dan lembaga
penegak hukum;
2. Masih ada pihak-pihak yang berusaha menghidupkan kekerasan dan diskriminasi
sistematis terhadap kaum perempuan ataupun kelompok masyarakat yang dianggap
minoritas;
3. Budaya kekerasan seringkali masih menjadi pilihan berbagai kelompok masyarakat
dalam menyelesaikan persoalan yang ada di antara mereka;
4. Belum adanya komitmen pemerintah yang kuat terhadap upaya penegakan HAM dan
kemampuan melaksanakan kebijakan HAM secara efektif sebagaimana diamanatkan oleh
konstitusi;
5. Masih lemahnya kekuatan masyarakat yang mampu menekan pemerintah secara
demokratis sehingga bersedia bersikap lebih peduli dan serius dalam menjalankan agenda
penegakan HAM;
6. Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian masyarakat dan media massa lebih terarah
pada persoalan korupsi, terorisme, dan pemulihan ekonomi daripada penanganan kasuskasus HAM;
7. Ada sebagian warga masyarakat dan aparat pemerintah yang masih berpandangan
bahwa HAM merupakan produk budaya Barat yang individualistik dan tidak sesuai
dengan budaya Indonesia;
8. Berbagai ketidakadilan pada masa lalu telah menyebabkan luka batin dan dendam antar
kelompok masyarakat tanpa terjadi rekonsiliasi sejati.
b. Hambatan Pemberantasan Korupsi
1.Penegakan

hukum

yang

tidak

konsisten

dan

cenderung

setengah-setengah.

2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung
terjebak

perbaikan

renumerasi

tanpa

membenahi

struktur

3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol.

dan

kultur.

4. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh


kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan
jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang
canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka kesimpulan yang dapat disampiakan adalah:
Korupsi di Indonesia sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary
crimes). Dan apabila dihubungkan dengan Hak Asasi Manusia, khususnya pemenuhan Hakhak Ekonomi Sosial, dan Budaya, maka jika terjadi Tindak Pidana Korupsi, dapat dikatakan
telah terjadi Perlsnggaran Hak Asasi Manusia. Keran dana yang disediakan oleh Pemerintah
untuk Pemenuhan Hak-hak tersebut telah dikorupsi.
Untuk itu dibutuhkan pengaturan yang luar biasa dalam ketentuan perundangundangan yang mengatur tentang Tindak Pidana Korupsi merupakan Pelanggaran HAM
dalam ketegori HAM Berat (gross violation of human rights). Karena Tindak Pidana
Korupsi dapat menyengsarakan masyarakat banyak diseluruh Insdonesia. Selain peraturan
maka kelembagaan yang kuat, sumber daya manusia yang tidak korup dan didukung oleh
semua lapisan masyarakat harus dibentuk.
3.2 Saran

Keadilan hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, hukum yang tidak memihak (tanpa
pandang bulu). Lembaga hukum harus menjunjung tinggi hukum, dengan mengambil

suatu tindakan atau keputusan dengan seadil-adilnya tanpa adanya kecurangan atau

keberpihakkan kepada salah satu pihak yang akan menguntungkan bagi dirinya.
Mensinkronkan antara sistem, pembuat hukum dan pelaksana penegakan hukum agar
hukum dapat berjalan dengan baik. Dan bagi para koruptor harus ada hukuman yang

memiskinkan koruptor, sehingga ada efek jera bagi para koruptor.


Harus adanya sanksi hukum yang tegas, dalam proses penyelesaian perkara hukum
harus diselidiki pihak-pihak yang bersangkutan dengan sejelas-jelasnya agar perkara
hukum dapat diselesaikan dengan adil.

Daftar Pustaka
Idjehar, Muhammad Budairi, HAM versus Kapitalisme, Yogyakarta: INSIST Press,
2003.
Ubaidillah Ahmad dkk, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah, 2000.
Affandi Hernadi, Konsepsi, Korelasi, dan Implementasi Hak Asasi Manusia dan Good
Governance, tulisan dalam Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia (Kajian Multi
Perspektif), PUSHAM-UII, Yogyakarta, 2005.
Upaya Pemerintah dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia. Diakses pada 25
Oktober 2016. http://www.siswamaster.com/2016/01/upaya-pemerintah-dalammenegakkan-ham.html#ixzz4NKrIxa7c.
KORUPSI DAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA. Diakses pada 25
Oktober 2016. http://fhukum.unpatti.ac.id/korupsi/254-korupsi-dan-pelanggaran-hakasasi-manusia.
Faktor dan Solusi Penegakan Hukum di Indonesia Belum Dapat Berjalan
Sebagaimana Mestinya. Diakses pada 25 Oktober 2016.
http://anbfisipunpad13.blogspot.co.id/2014/11/faktor-dan-solusi-penegakan-hukumdi.html.

Anda mungkin juga menyukai