Anda di halaman 1dari 19

Perumusan Pancasila

Membangun negara atau mengembangkan kebudayaan suatu bangsa


bertitik tolak pada nilai-nilai yang diyakini benar oleh bangsa dan negara
yang bersangkutan. Jika tidak, maka pembangunan tidak memiliki arah.
Hasilnya bisa tidak sesuai dengan harapan. Strategi pembangunan dan
juga strategi kebudayaan tidak dapat mencontoh begitu saja kepada
keberhasilan bangsa lain. Walaupun kita belajar dari kegagalan dan
keberhasilan bangsa lain, kita harus mampu merumuskan strategi sendiri
berdasar kepada keyakinan diri sendiri. Pancasila adalah sistem nilai yang
diyakini benar oleh bangsa Indonesia. Sudah seharusnya ia dijadikan
pijakan untuk membangun negara Republik Indonesia.
Pancasila yang kita maksudkan adalah dasar negara Republik Indonesia.
Rumusan resminya terdapat pada Pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Bung Karno memberi nama Pancasila bagi lima prinsip yang
mendasari bangunan negara Republik Indonesia, sewaktu ia berpidato
tanggal 1 Juni 1945 di hadapan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Bung Karno juga mengartikan
Pancasila secara harfiah. Panca berarti lima. Dan sila berarti dasar atau
prinsip. Hal yang dijadikan dasar negara pasti merupakan sesuatu yang
bernilai bagi kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila
berarti juga lima nilai (values).
Makalah ini menjelaskan tentang sejarah perumusan Pancasila dan
kedudukan utama Pancasila dalam tatanan bangsa dan negara Republik
Indonesia. Perumusan Pancasila diklasifikasi atas masa penggalian,
pengusulan, dan peresmian. Dan kedudukan Pancasila yang utama
difokuskan pada Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia. Kedua kedudukan Pancasila dalam kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara Republik Indonesia ini tercermin pada
proses perumusan tersebut.
Permusan Pancasila
Perumusan Pancasila secara resmi tercermin pada sidang BPUPKI dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang berlangsung antara
bulan Mei hingga Agustus 1945, tetapi proses penggalian telah terjadi
sejak awal abad dua puluh. Selama setengah abad para pemikir Indonesia
melakukan diskusi (lisan dan tulisan di media massa) tentang nilai-nilai
apakah yang patut dijadikan dasar dalam pengembangan kebudayaan
Indonesia, dan dalam bahasa lainnya, nilai-nilai apakah yang seharusnya
dijadikan dasar negara. Masa panjang ini patut kita sebut sebagai masa

penggalian nilai.

Masa Penggalian
Begitu banyak peristiwa diskusi lisan dan tulisan yang membentang mulai
berdirinya Boedi Oetomo tahun 1908 hingga tahun 1945. Setidak-tidaknya
terdapat dua peristiwa monumental yang patut diingat dalam penggalian
nilai-nilai, yakni polemik kebudayaan 1935-1939 dan tulisan-tulisan Bung
Karno 1926-1941.
Polemik kebudayaan berdebat tentang nilai-nilai yang seharusnya
mendasari kebudayaan Indonesia. Bung Karno mencari nilai-nilai atau
prinsip yang seharusnya mendasari negara yang akan didirikan, jika suatu
ketika bangsa Indonesia merdeka. Kedua peristiwa ini seakan terpisah,
karena polemik kebudayaan berada dalam kawasan budaya, khususnya
kesusastraan. Pelaku polemik juga kebanyakan budayawan. Sedangkan
Bung Karno dan teman-teman pergerakannya berada di kawasan politik.
Mereka bergerak dengan kendaraan partai politik. Apakah budaya dan
politik berhubungan?
Hubungannya terletak pada nilai-nilai. Jika kita sepakat tentang
kebudayaan sebagai sistem yang terintegrasi tentang proses dan hasil
budi manusia, maka integrasi kebudayaan dicapai dengan dasar nilai
tertentu. Politik atau negara sebenarnya merupakan suatu kawasan dari
kebudayaan. Dan sastra adalah kawasan kebudayaan lainnya. Keduanya
berangkat dari dasar nilai yang sama sebagai suatu kebulatan
kebudayaan Indonesia.
Polemik kebudayaan dipicu oleh tulisan Sutan Takdir Alisjahbana (STA)
pada tahun 1935 yang berpendapat bahwa kebudayaan Indonesia baru
harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai kebudayaan Barat yang sudah
terbukti unggul (Tim Strabud, 1993/1994). Kebudayaan progresif Barat
berdasar pada nilai matrial, nilai individual, dan nilai intelektual. Kontan
saja banyak pemikir Indonesia yang protes, sebab pada waktu itu bangsa
Barat (Belanda) sedang menjajah dengan beringas terutama terhadap
bangsa-bangsa Timur.
Sanusi Pane misalnya, tidak setuju terhadap gagasan STA. Tidak ada
kebudayaan yang dapat dikembangkan dengan cara melepaskan diri dari
dasar kebudayaan yang pernah dikembangkannya. Kebudayaan Indonesia
pada masa lalu didasarkan atas nilai-nilai yang sebaliknya, yakni nilai
spiritual, nilai komunal, dan nilai emosional. Gagasan Sanusi Pane ini
ditengahi oleh Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara sebagai budayawan dan tokoh pergerakan politik

berpendapat bahwa kebudayaan Barat memiliki kelebihan dan juga


kekurangan. Kebudayaan tradisional Indonesia juga memiliki kelebihan
dan kekurangan. Kita seharusnya memilih kelebihan-kelebihannnya dan
mengintegrasikannya menjadi satu sistem nilai Indonesia baru. Gagasan
Ki Hajar Dewantara ini dikenal dengan prinsip Trikon, yakni konvergensi,
kontinuitas, dan konsentris.
Apa yang dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara ini dilakukan juga oleh Bung
Karno (Soekarno). Tulisan Soekarno (1926) yang berjudul Nasionalisme,
Islamisme, dan Marxisme misalnya, tidak menerima ajaran marxisme
mentah-mental. Atheisme ditolaknya, tetapi perjuangan untuk kaum
miskin dan keadilan sosial diterima. Ketidakpedulian kaum marxis
terhadap nasionalisme ditolak, tetapi internasionalisme yang mengarah
kepada penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia diterima.
Soekarno kemudian melakukan integrasi (sintesis) dalam bentuk faham
marhenisme.
Tulisan Soekarno (1932) yang berjudul Swadesi dan Massa-aksi di
Indonesia juga mencerminkan kemampuannya untuk belajar dari diri
sendiri dan bangsa-bangsa lain. Ia menilai secara kritis konsep Gandhi
tentang swadesi dan kemungkinannya untuk diterapkan dalam politik
Indonesia. Dengan memakai literatur dari berbagai negara, Soekarno
sampai pada kesimpulan bahwa swadesi tidak akan efektif untuk
mencapai Indonesia merdeka, karena sifat imperialisme Inggris di India
tidak sama dengan sifat imperialisme Belanda di Indonesia. Kala itu,
Indonesia membutuhkan aksi massa daripada gerakan nasionalisme
ekonomi semacam swadesi.
Tulisan Soekarno (1941) yang berjudul Demokrasi Politik dengan
Demokrasi Ekonomi=Demokrasi Sosial mempertegas sintesis tentang nilai
kerakyatan dan keadilan sosial. Kerakyatan atau demokrasi yang
diarahkan untuk mencapai kesejahteraan bersama (keadilan sosial)
disebut sebagai demokrasi sosial. Kita tidak akan melakukan demokrasi
yang hanya akan menyengsarakan buruh dan petani. Pemerataan
pendapatan harus mampu dicapai.
Tampaknya, kita tidak akan dapat memahami isi pidato Soekarno pada
sidang BPUPKI 1 Juni 1945 tanpa mempelajari tulisan-tulisannya selama
tiga puluh tahun sebelumnya. Dalam tulisannya tampak, Soekarno telah
berdiskusi dengan pemikir Indonesia dan pemikir dunia. Soekarno
melakukan penggalian sebelum menggajukan usul kepada BPUPKI.

Masa Pengusulan
Pengusulan nilai-nilai yang seharusnya dijadikan dasar negara dilakukan

secara resmi pada sidang BPUPKI. Usul tidak hanya diajukan oleh
Soekarno, tetapi juga oleh anggota yang berjumlah 66 orang (Bahar, dkk.,
1995). Usul yang sistematis dan matang memang disampaikan oleh
Soekarno. Ia tampaknya menjadi bintang pada sidang tersebut. Hal itu
wajar mengingat Soekarno telah puluhan tahun memikirkannya.
BPUPKI bersidang dua kali. Sidang pertama yang berlangsung tanggal 28
Mei1 Juni 1945 secara khusus membahas dasar negara. Hari pertama
dipakai untuk acara pembukaan sidang. Hari kedua 29 Mei 1945
Muhammad Yamin berpidato. Ia mengusulkan lima prinsip yang menjadi
dasar negara, yaitu peri-kebangsaan, peri-kemanusiaan, peri-ke-Tuhanan,
peri-kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Pada esensinya usulan Yamin sama dengan usulan Soekarno pada harihari berikutnya. Pada sidang ini beberapa anggota juga berbicara tetapi
tidak terekam. Termasuk sidang tanggal 30 Mei 1945 juga tidak
terdokumentasi, sehingga usul-usul lainnya tidak dapat dinilai.
Dokumentasi berikutnya yang bisa dipelajari adalah pidato Soepomo pada
tanggal 31 Mei 1945.
Pidato Soepomo tidak secara sistematis mengemukakan nilai-nilai yang
dijadikan dasar negara. Bahkan Soepomo lebih banyak bertanya daripada
menjawab. Jawaban Soepomo tidak terlalu jauh dari usul Yamin. Pada
intinya, Soepomo mengusulkan penggunaan pengertian negara
integralistik yang cocok dengan budaya tradisional Indonesia tentang
manunggaling kawulo gusti, negara mengatasi golongan agama tetapi
mengindahkan setiap golongan agama, memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur, sistem badan permusyawaratan, dan sosialisme
negara. Hal yang menarik adalah bunyi pasal 33 UUD 1945 ternyata
berasal dari kata-kata Soepomo tentang sosialisme negara tersebut.
Pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno berpidato. Tanggal ini kemudian
dikenal dengan hari lahirnya Pancasila. Soekarno memberi nama Pancasila
untuk dasar negara kita. Sebagai bangsa, kita memerlukan simbol untuk
mengingat salah satu momen penting tentang dasar negara kita, terlepas
dari siapa yang paling diuntungkan atau siapa yang paling dirugikan
dalam penggunaan simbol kelahiran Pancasila ini.
Pada pidatonya tersebut, Soekarno dengan lantang berbicara tentang lima
prinsip yang harus dijadikan dasar negara. Soekarno menyebut
kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat
atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Ia menyatakan bahwa kebangsaan Indonesia dan kemanusiaan
dapat disebut sebagai socio-nationalisme. Mufakat dan kesejahteraan
sosial disebut dengan socio-democratie. Keduanya ditambah dengan
ketuhanan menyebabkan Indonesia dapat disebut sebagai negara gotong

royong, semua untuk semua.


Setelah sidang pertama ini, tampaknya BPUPKI membentuk panitiapanitia. Salah satunya adalah Panitia Perancang Undang-undang Dasar.
Panitia ini menyiapkan draf pernyataan kemerdekaan (naskah proklamasi
kemerdekaan), pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD), dan pasal-pasal
UUD. Hasil kerja panitia ini ini dibahas pada sidang BPUPKI kedua yang
berlangsung pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945. Sidang kedua ini juga
merupakan momen penting bagi perumusan Pancasila sebagai dasar
negara.
Pada tanggal 14 Juli 1945 giliran Soekarno sebagai ketua Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar menyampaikan hasil kerja tentang draf
pernyataan kemerdekaan dan pembukaan UUD. Ia tidak lagi berbicara
atas nama dirinya sendiri. Hal yang menarik adalah draf naskah
pembukaan UUD memuat dasar negara yang berisi kata-kata,
....berdasar kepada ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya.... Tampaknya draf yang berisi
pernyataan kemerdekaan dan pembukaan UUD menjadi satu kesatuan ini
telah disetujui oleh semua anggota Panitia Kecil pada tanggal 22 Juni
1945. Draf ini disebut oleh Yamin sebagai Djakarta Charter (atau populer
dengan istilah Piagam Jakarta), atau disebut juga gentlement agreement
oleh Soekiman.
Ketika itu, setidaknya terekam seorang anggota BPUPKI yang menyatakan
tidak setuju. Setelah Soekarno selesai berbicara, Ketua BPUPKI Radjiman
Wedyodiningrat mempersilahkan anggota yang akan menanggapi tentang
dasar negara. Hadikoesoemo menggunakan kesempatan itu dengan
mengatakan ....Saya harap supaya 'bagi pemeluk-pemeluknya' itu
dihilangkan saja. Saya masih ragu-ragu, bahwa di Indonesia banyak
perpecahan-perpecahan dan pada praktiknya maksudnya sama saja.
Itulah pendapat saya yang menguatkan permintaan Kiyai Sanoesi.
Sekianlah (Bahar, dkk., 1995:241).
Siapakah Hadikoesoemo dan Kiyai Sanoesi? Ada dua anggota bernama
Hadikoesoemo, yaitu Margono Djojohadikoesoemo, pakar ekonomi
koperasi; dan Ki Bagoes Hadikoesoemo, pengurus besar Muhammadiyah.
Besar kemungkinan yang berbicara tersebut adalah Ki Bagus, sebab ia
menggunakan assalamu'alaikum, sensitif terhadap masalah agama, dan
penulisan namanya terpisah. Kiyai Sanusi adalah ketua pengurus
perkumpulan Alttihadijatul Islamiah berasal dari Sukabumi. Ia banyak
menulis buku-buku tentang agama Islam. Ia menuntut ilmu di pesantrenpesantren di Jawa dan Mekkah.
Ketua BPUPKI meminta Soekarno menanggapi. Soekarno mengatakan
sebagai berikut.

Paduka Tuan Ketua, kami Panitia Perancang mengetahui, bahwa anggota


yang terhormat Sanoesi minta perkataan bagi pemeluk-pemeluknya
dicoret, sakarang ternyata, anggota yang terhormat Hadikoesoemo minta
juga dicoretnya. Tetapi kami berpendapat, bahwa kalimat-kalimat ini
seluruhnya berdasar kepada ke-Tuhanan. Sudahlah hasil kompromis di
antara dua pihak, sehingga dengan adanya kompromis itu, perselisihan di
antara kedua pihak hilang. Setiap kompromis berdasar kepada memberi
dan mengambil....sebagai tuan-tuan yang terhormat mengetahui, dengan
Tuan Wachid Hasjim dan Agoes Salim di antara anggota panitia. Keduaduanya pemuka Islam. Pendek kata inilah kompromi yang sebaikbaiknya.... Saya mengharap paduka Tuan yang mulia, rapat besar suka
membenarkan sikap panitia itu (Bahar, dkk., 1995:241).
Tampaknya anggota BPUPKI kala itu setuju terhadap permintaan Ketua
Perancang Undang-Undang Dasar. Sidang tanggal 16 Juli 1945 menyetujui
rancangan tersebut. Radjiman (dalam Bahar, dkk., 1995:361) sebagai
ketua sidang mengatakan ....saya minta dengan hormat supaya yang
setuju, yang menerima, berdiri . Tampaknya Yamin belum berdiri.
Selanjutnya Radjiman mengatakan Saya lihat Tuan Yamin belum berdiri.
Yamin berdiri. Radjiman melanjutkan Dengan suara bulat diterima
Undang-undang Dasar ini. Terima kasih tuan-tuan. Semua anggota
bertepuk tangan.

Masa Peresmian
Sidang BPUPKI telah usai. Bom atom dijatuhkan oleh Amerika Serikat di
Nagasaki dan Hiroshima. Indonesia memanfaatkan kekalahan Jepang pada
perang dunia kedua dengan memproklamasikan kemerdekaannya pada
tanggal 17 Agustus 1945. Itu pertanda bahwa Indonesia tidak
dimerdekakan oleh Jepang. Dengan kecerdikannya, bangsa Indonesia
memerdekakan dirinya sendiri. Besoknya, tanggal 18 Agustus 1945 PPKI
bersidang. Dasar negara Pancasila diresmikan, bersamaan dengan
peresmian penggunaan UUD 1945.
Soekarno sebagai ketua PPKI membuka sidang dan meminta wakil ketua
PPKI, Hatta untuk memberitahukan perubahan-perubahan kata-kata yang
diusulkan dan disetujui oleh beberapa anggota, mengenau pembukaan
undang-undang dasar dan pasal-pasalnya. Hatta memberitahukan sebagai
berikut.
Tuan ketua yang termulia, sidang yang terhormat! Di antara berbagaibagai usul yang masuk...ialah....dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan
Yang Maha Esa, ....supaya dalam masa yang genting ini kita mewujudkan
persatuan yang ulat, maka pasal-pasal yang bertentangan dikeluarkan

dari undang-undang dasar....,misalnya pasal 6 alenia satu menjadi


'Presiden ialah orang Indonesia asli'...'yang beragama Islam'
dicoret....karena...agak menyinggung perasaan dan pun tidak
berguna....dengan adanya orang Islam 95% jumlahnya di Indonesia ini
dengan sendirinya barangkali orang Islam yang menjadi presiden, dengan
membuang ini maka seluruh hukum undang-undang dasar dapat diterima
oleh daerah-daerah Indonesia yang tidak beragama Islam....Pasal 29 ayat
1 menjadi begini 'negara berdasar atas ke-Tuhanan Yang Maha
Esa....kalimat di belakang itu...dicoret saja (Bahar, dkk., 1995:415).
Soekarno membacakan kesepakatan tentang teks pembukaan UUD.
Kemudian bertanya setuju, tuan-tuan?. Anggota PPKI berteriak setuju.
Soekarno melanjutkan Dengan ini sahlah pembukaan Undang-undang
Dasar Negara Indonesia (Bahar, dkk., 1995:420).

Nilai-nilai Juang dalam Perumusan Pancasila


Nilai-nilai juang apakah yang dapat kita petik dari pragmen perumusan
Pacasila tersebut? Nilai-nilai juang yang dapat kita petik adalah
pengorbanan, keterbukaan, keberanian, kepentingan bersama, cerdas,
dan sopan-santun. Bung Karno dan Bung Hatta secara eksplisit
mengemukakan perlunya berkorban dalam perumusan dasar negara. Kita
harus berkorban untuk kepentingan bersama, bangsa dan negara. Sikap
berkorban berarti ia tidak hanya mau menerima, tetapi juga memberi.
Pada sidang BPUPKI golongan kebangsaan memberi sesuatu kepada
golongan Islam, yaitu kata-kata kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya. Sebaliknya, pada sidang PPKI golongan Islam
berkorban untuk menghilangkan kata-kata tersebut.
Pengorbanan perlu diberikan untuk mencapai kepentingan yang lebih
besar, yakni kepentingan bersama sebagai bangsa. Hatta menyebutkan
perlunya pengorbanan untuk mencapai persatuan Indonesia.
Para perumus juga bersikap terbuka. Anggota menyampaikan
pendapatnya disertai alasan-alasan yang jelas. Mereka berani
mengemukakan pendapat tersebut, sekalipun berbeda dengan pendapat
sebagian anggota. Wachid Hasyim berani mengusulkan agar Presiden
Indonesia harus beragama Islam. Dan Agus Salim, Sanusi, dan
Hadikoesoemo berani menolaknya dengan alasan yang jelas. Masalah
sensitif ini tidak disembunyikan, tetapi disampaikan dengan sopan-santun
dan pengormatan kepada orang yang berbeda pendapat.
Para perumus Pancasila memberi contoh kesopanan dalam perbedaan.
Mereka tidak baku-hantam. Mereka tidak berkelahi dan berbicara kasar.
Mereka mengikuti aturan sidang dan disiplin. Yamin diperingatkan oleh
ketua sidang, agar berbicara sesuai dengan tema sidang. Yamin

mengikutinya.
Hal yang menggembirakan lagi adalah mereka adalah orang-orang yang
cerdas, cerdik, dan berpengatahuan luas. Literatur dunia tentang agama,
filsafat, ilmu politik, ilmu ekonomi, ilmu hukum, dan sebagainya dikuasai
dengan baik. Mereka tidak hanya mengikuti literatur tersebut, tetapi juga
mengolahnya menjadi pendapat sendiri. Mereka adalah kumpulan orangorang yang memiliki pendirian untuk membangun negeri ini.
Belajar dari mereka, kita dapat berbesar hati, bahwa bangsa kita pernah
sukses mengantarkan kepada kemerdekaan negara Republik Indonesia di
tengah kecamuk perang dunia kedua. Jika kita sekarang menghadapi
krisis, maka kita tidak boleh kehilangan kepercayaan diri untuk dapat
keluar dari krisis ini. Kita pernah besar dan akan mengulangi kebesaran
itu setara dengan bangsa-bangsa lain. Kita harus kembali membangun
negeri ini berdasar pada Pancasila, seperti yang telah dipikirkan oleh para
perumus Pancasila.

Tokoh Perumus Pancasila


Semua orang yang ikut andil dalam menggali, mengusulkan, dan
meresmikan Pancasila dapat disebut sebagai tokoh perumus Pancasila.
Memang ada tokoh sentralnya, seperti Soekarno. Ia telah memberi nama
bagi dasar negara Republik Indonesia. Ia juga secara serius selama
puluhan tahun pada awal abad dua puluh menggali nilai-nilai tersebut.
Tetapi bukan berarti ia satu-satunya pelaku. Ia telah mengajak diskusi
banyak orang, baik secara langsung atau tidak langsung, di Indonesia
atau di luar negeri.
Tokoh berpengaruh lainnya adalah Yamin dan Soepomo. Yamin juga
mengemukakan lima prinsip yang sama dengan Soekarno. Ia juga secara
patriotik mendeskripsikan batas-batas wilayah negara Indonesia.
Sedangkan Soepomo lebih banyak memberi andil dalam menyusun
instrumen ketata negaraan. Selain itu, ia juga meletakkan dasar
perekonomian negara yang bersifat sosialistik.
Sebagai tokoh umat Islam terbesar, Wachid Hasyim dan Ki Bagus
Hadikoesoemo telah memberi andil besar bagi sikap politik umat Islam
Indonesia. Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama menjadi organisasi umat
Islam terbesar yang nasionalistik. Penyebutan nama-nama ini hanya
sekedar contoh untuk menunjukkan kebesaran perumus Pancasila, bukan
untuk mengecilkan peranan tokoh-tokoh lainnya.

Peranan Utama Pancasila

Pada masa pengusulan dan peresmian, kita tahu bahwa Pancasila


dirumuskan untuk keperluan dasar negara Indonesia. Kedudukan dan
peranan utama Pancasila adalah sebagai dasar negara. Pada perumusan
itu, kita juga melihat bahwa dasar negara itu harus berangkat dari
pandangan hidup bangsa Indonesia. Dengan demikian, selain sebagai
dasar negara, Pancasila itu juga berperan sebagai pandangan hidup.

Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia


Pandangan hidup adalah bagaimana hidup ini dipandang, dinilai, dan
ditafsirkan secara sendiri-sendiri oleh orang Indonesia, atau bersamasama oleh bangsa Indonesia. Hal ini bukan sekedar hasil, tetapi juga
proses yang tak pernah berhenti. Pancasila sebagai hasil penilaian akan
menjadikannya pedoman tatkala orang Indonesia harus menyikapi
masalah kehidupan. Hasil biasanya produk kemaren atau masa lalu.
Sebagai proses, Pancasila sebagai pandangan hidup itu selalu ditafsirkan
ulang sesuai dengan konteks kehidupan yang kadang baru dan sulit.
Katakanlah, bagaimana kita menafsirkan kedaulatan rakyat dan
kedaulatan Tuhan (Ketuhanan), tatkala presiden harus dipilih secara
langsung oleh rakyat. Dulu kita menafsirkannya menurut cara Soepomo
tentang negara kekeluargaan (integralistik) sehingga presiden dipilih oleh
MPR. Kini kita percaya bahwa setiap orang diberi kekuasaan (kemampuan)
oleh Tuhan untuk memilih siapa yang menjadi pemimpin (presiden). Tuhan
tidak menunjuk langsung (memberi wahyu keprabon) kepada seseorang
untuk memimpin.
Pancasila sebagai pandangan hidup yang dinamis akan mampu
menghadapi masalah masa depan yang tidak menentu. Penafsiran ulang
dapat dilakukan dengan belajar dari kegagalan dan keberhasilan bangsa
Indonesia sendiri dan bangsa-bangsa lain. Dengan demikian, bangsa
Indonesia akan tetap menjadi bangsa yang terus belajar dan terbuka.
Pancasila sebagai pandangan hidup dijalankan sebagai pedoman tingkah
laku perorangan dan juga tingkah laku bangsa Indonesia secara bersamasama. Keberlakuannya lebih pada standar moral dan sosial, sehingga
sanksi terhadap pelanggaran standar ini berupa sanksi moral atau sanksi
sosial.
Peranan Pancasila sebagai pandangan hidup dipengaruhi oleh agama
yang dianut oleh orang Indonesia. Nilai ketuhanan misalnya, berarti orang
Indonesia mempercayai Tuhan menurut konsep agamanya, dan sekaligus
taat kepada aturan agama yang dianutnya. Di samping itu, kebebasan
menjalankan ajaran agama juga dihormati.
Kegigihan orang Indonesia dalam berpegang pada nilai-nilai Pancasila
sangat menentukan cara orang Indonesia menafsirkan Pancasila sebagai
dasar negaranya. Pancasila dasar negara hanya tinggal semboyan jika
dalam keseharian orang Indonesia berpegang pada nilai-nilai lainnya.

Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia


Ada konsekuensi hukum pada penerapan Pancasila sebagai dasar negara.
Indonesia adalah negara hukum. Penjabaran Pancasila dapat dilihat pada
seluruh produk perundang-undangan dan penegakan hukum di Indonesia.
Penjabaran tersebut dapat dinilai konsisten, atau juga tidak. Dengan
demikian, harus ada penilaian terhadap konsistensi seluruh produk hukum
dengan prinsip-prinsip Pancasila. Siapakah yang berhak menilai?
Bagaimana cara menilainya?
Pihak yang berhak menilai adalah seluruh rakyat Indonesia. Partai politik
mengartikulasikan penilaian tersebut. Dan setiap lima tahun sekali
(pemilihan umum), penilaian tersebut diakumulasikan untuk memilih
pemerintahan baru yang kebijakannya lebih mendekati cita-cita Pancasila.
Pemerintahan terpilih akan membuat kebijakan publik yang diformalkan
dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi merupakan dua lembaga
hukum yang secara formal diberi kewenangan menguji peraturan
perundang-undangan. Mahkamah Konstitusi menguji ketaatan undangundang terhadap undang-undang dasar. Sedangkan Mahkamah Agung
bertugas menguji ketaatan peraturan perundang-undangan di bawahnya
terhadap undang-undang. Lembaga apa yang menguji ketaatan undangundang dasar (pasal-pasal) dengan dasar negara Pancasila?
MPR memiliki hak untuk merubah pasal-pasal undang-undang dasar.
Lembaga ini mestinya melakukan amandemen dengan cara menguji
konsistensi pasal itu dengan dasar negara Pancasila, tidak hanya sekedar
menilai akurasi pasal untuk menjawab problem masyarakat semata.
Pekerjaan ini harus dilakukan oleh MPR yang seluruh anggotanya pilihan
rakyat.

Informasi tentang nilai-nilai Pancasila bisa kita temukan diberbagai media, baik itu dari
buku-buku sekolah maupun dari media-media sosial nan jumlahnya mencapai ribuan. Dalam
hal ini aku akan coba menjelaskan tentang nilai-nilai pancasila dalam perspektif aku sebagai
warga negara Republik Indonesia.
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dijelaskan
bahwa, "Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah negara nan berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, humanisme yg adil dan beradap, persatuan
Indonesia dan kerakyatan nan di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawatan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia."
Dalam perkembangannya sejak proklamasi 17 Agustus sampai dengan dipenghujung abad ke20 ini, Rakyat Indonesia telah mengalami berbagai macam peristiwa nan mengancam
keutuhan negara.

Untuk itulah diperlukan pemahaman nan mendalam dan komitmen nan kuat dari segenap
warga Indonesia nan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara nan telah diatur secara tegas dan terperinci dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa, Pancasila merupakan dasar masyarakat Indonesia
dalam berpikir dan bertindak, serta dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan
bangsa secara utuh.
Perlu kiranya kita semua sebagai bagian dari bangsa Indonesia buat merefresh kembali
pengayoman terhadap nilai-nilai Pancasila nan telah dikemukakan oleh para pendiri negara
ini diawal kemerdekaan.

Pengertian Pancasila
Ada beberapa aspek pengertian nan dapat kita ambil buat memaknai nilai-nilai dalam setiap
sila dari Pancasila sebagai dasar negara. Berikut ini beberapa aspek pengertian Pancasila,
yaitu:
Pengertian Pancasila dari aspek ajaran agama eksklusif (dalam hal ini ajaran agama Budha).
Kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dalam Agama Budha nan artinya buat
mencapai Nirwana diperlukan 5 dasar atau ajaran, yaitu:
1. Jangan mencabut nyawa makhluk hayati nan berarti kita sebagai manusia dilarang
membunuh.
2. Jangan mengambil barang orang lain nan bearti kita sebagai manusia dilarang
mencuri atau mengambil nan bukan hak kita.
3. Jangan berhubungan kelamin nan berarti menyangkut moral kita sebagai manusia nan
dilarang berjinah atau bersetubuh badan dengan nan bukan istri.
4. Jangan berkata palsu nan berarti kita sebagai manusia dilarang berbohong atau
berdusta dan diharuskan selalu berkata jujur dan amanah.
5. Jangan meminum minuman nan menghilangkan pikiran nan berarti kita sebagai
manusia dilarang meminum minuman keras nan dapat menyebabkan mabuk sehingga
terganggu akal dan juga pikiran.
Pengertian Pancasila dari aspek etimologis. Pada awalnya perkataan Pancasila bisa
ditemukan dalam kamus perpustakaan Agama Buddha yaitu tepatnya dalam Kitab Tripitaka.
Dimana dalam ajaran buddha tersebut dijelaskan bahwa agama Budha menyimpan suatu
ajaran moral buat mencapai nirwana atau surga melalui Pancasila nan isinya 5 dasar atau
ajaran seperti nan telah ditulis di atas tadi.
Pengertian Pancasila dari aspek Historis. Hal ini dapat kita lihat bahwa sebelum merdeka pun
Pancasila sudah diucapkan oleh Presiden Soekarno.Tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945. Ir.

Soekarno pada saat itu berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar
Negara.
Hingga pada tanggal 17 Agustus 1945, saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya,
barulah kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk
Pembukaannya dimana didalamnya telah terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara
nan diberi nama Pancasila.Maka sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia nan
umum.
Jadi kendati pun pada alinea empat Pembukaan UUD 1945 tak termuat secara inplisit istilah
Pancasila, namun nan dimaksud dengan Dasar Negara Republik Indonesia ialah Pancasila itu
sendiri. Hal ini didadasarkan atas interprestasi atau penjabaran historis terutama dalam rangka
pembentukan rumusan dasar negara.
Pengertian Pancasila dari aspek Termitologis. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara Republik Indonesia. Untuk
melengkapi alat-alat perlengkapan negara, PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus
1945 dan sukses mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan nan terdiri dari
empat alinea tersebut didalamnya tercantum rumusan Pancasila.
Rumusan Pancasila tersebut secara klandasan konstitusional absah dan sahih sebagai dasar
negara Republik Indonesia nan disahkan oleh PPKI nan mewakili seluruh Rakyat Indonesia.

Nilai-Nilai nan Terkandung dalam Pancasila


Secara sederhana nilai-nilai Pancasilanan terkandung dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 bila ditinjau secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara nan
fundamental.
Nah dalam hal ini aku mencoba menyimpulkan secara sederhana dari kacamata sebagai
warga negara mengenai pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 nan di dalamnya memuat
nilai-nilai Pancasila.
Ada sedikitnya empat pokok pikiran nan bilamana kita analisis makna nan terkandung di
dalamnya tak lain ialah merupakan proses pembentukan kata nan menghasilkan kerangka
berpikir nan baru disebut juga afiksasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Keempat pokok pikiran itu meliputi:
1. Pokok pikiran pertama menyatakan: "bahwa negara Indonesia ialah negara persatuan,
yaitu sebuah negara nan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, serta mengatasi segala paham golongan maupun indivualitas nan sempit".
Dalam hal ini merupakan penjabaran sila ketiga dari Pancasila.
1. Pokok pikiran kedua menyatakan: "bahwa Negara Indonesia mempunyai tujuan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti
negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan generik bagi seluruh warga negara
tanpa terkecuali.

1. Disamping itu, negara juga punya tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban global nan berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial". Dalam hal ini merupakan penjabaran sila kelima dari Pancasila.
1. Pokok Ppikiran ketiga menyatakan: "bahwa Negara Indonesia berkedaulatan rakyat
dengan berdasarkan atas kerakyatan dalam permusyawaratan/perwakilan.Hal ini
menunjukkan bahwa Negara Indonesia ialah negara nan berazaskan paham demokrasi
dimana kedaulatan paling tinggi dalam setiap keputusan negara berada di tangan
rakyat". Dalam hal ini sebagai penjabaran sila keempat dari Pancasila.
1. Pokok pikiran keempat menyatakan: "bahwa negara Indonesia berdasarkan atas
ketuhanan nan Maha Esa menurut dasar humanisme nan adil dan beradab. Hal ini
mengandung pengertian bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaban
semua agama beserta pengikut-pengikutnya dalam pergaulan hayati bernegara".
Dalam hal ini merupakan penjabaram sila pertama dan kedua dari Pancasila.

Penjabaran Nilai-nilai Dalam Setiap Sila dari Pancasila


Dan pada pembahasan kita nan terakhir aku akan jabarkan secara rinci dari berbagai sumber
nan ada tentang nilai-nilai nan terkandung dalam Pancasila.
A. Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai atau makna nan terkandung dalam sila pertama ini adalah:
1. Nilai kepercaya dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sinkron dengan agama
dan kepercayaan masing-masing .
2. Nilai saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sinkron dengan agama dan
kepercayaan masing-masing
3. Nilai buat tak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada orang lain
B. Humanisme Yang Adil Dan Beradab
Nilai atau makna nan terkandung dalam sila kedua ini adalah:
1. Bangsa Indonesia mempunyai nilai buat mengembangkan sikap tenggang rasa.
2. Bangsa Indoensia mempunya nilai buat menjunjung tinggi azas kemanusiaaan.
3. Bangsa Indonesia mempunyai nilai buat berani membela kebenaran serta keadilan.
4. Bangsa Indonesia mempunyai nilai buat selalu Getol melakukan kegiatan humanisme
(kegiatan sosial,saling membantu sesama).
C. Persatuan Indonesia

Nilai atau makna nan terkandung dalam sila ketiga ini adalah:
1. Nilai rasa cinta tanah air dan bangsa
2. Nilai sikap rela berkorban demi negara dan bangsa
3. Nilai keutuhan berbangsa sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
D. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusywaratan /Perwakilan.
Nilai atau makna nan terkandung dari sila keempat ini adalah:
1. Bangsa Indoensia selalu Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.
2. Bangsa Indonesia tak akan pernah memaksa kehendak kepada orang lain.
3. Bangsa Indonesia akan selalu mengutamakan budaya musyawarah dalam mengambil
keputusan demi keperluan atau kepentingan bersama.
E. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai atau makna nan terkandung dalam sila kelima ini adalah:
1. Nilai menolong sesama.
2. Nilai menghargai orang lain.
3. Nilai menghormati hak-hak orang lain .
4. Nilai melakukan pekerjaan nan brguna bagi kepentingan generik dan bersama.
5. Nilai bersikap adil terhadap sesama.
Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Pengertian Ideologi - Ideologi berasal dari kata yunani yaitu iden yang berarti
melihat, atau idea yang berarti raut muka, perawakan, gagasan buah pikiran dan
kata logi yang berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu
tentang gagasan dan buah pikiran atau science des ideas (AL-Marsudi, 2001:57).
Puspowardoyo (1992 menyebutkan bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai
komplek pengetahuan dan nilai secara keseluruhan menjadi landasan seseorang
atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan
sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan pemahaman yang dihayatinya
seseorang dapat menangkap apa yang dilihat benar dan tidak benar, serta apa yang
dinilai baik dan tidak baik.

Menurut pendapat Harol H. Titus. Definisi dari ideologi adalah: Aterm used for any
group of ideas concerning various political and aconomic issues and social
philosophies often applied to a systematic scheme of ideas held by groups or
classes, artinya suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai
bebagai macam masalah politik ekonomi filsafat sosial yang sering dilaksanakan
bagi suatu rencana yang sistematis tentang suatu cita-cita yang dijalankan oleh
kelompok atau lapisan masyarakat.
Bila kita terapkan rumusan ini pada Pancasila dengan definisi-definisi filsafat dapat
kita simpulkan, maka Pancasila itu ialah usaha pemikiran manusia Indonesia untuk
mencari kebenaran, kemudian sampai mendekati atau menanggap sebagai suatu
kesanggupan yang digenggamnya seirama dengan ruang dan waktu.
Hasil pemikiran manusia yang sungguh-sungguh secara sistematis radikal itu
kemuduian dituangkan dalam suatu rumusan rangkaian kalimat yang mengandung
suatu pemikiran yang bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas,
pedoman atau norma hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu
negara Indonesia merdeka, yang diberi nama Pancasila.
Kemudian isi rumusan filsafat yang dinami Pancasila itu kemudian diberi status atau
kedudukan yang tegas dan jelas serta sistematis dan memenuhi persyaratan
sebagai suatu sistem filsafat. Termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 alinea ke empat maka filsafat Pancasila itu berfungsi sebagai Dasar Negara
Republik Indonesia yang diterima dan didukung oleh seluruh bangsa atau warga
Negara Indonesia.
Demikian isi rumusan sila-sila dari Pancasila sebagai satu rangkaian kesatuan yang
bulat dan utuh merupakan dasar hukum, dasar moral, kaidah fundamental bagi peri
kehidupan bernegara dan masyarakat Indonesia dari pusat sampai ke daerahdaerah
Pancasila sebagai dasar Negara, maka mengamalkan dan mengamankan
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai sifat imperatif dan memaksa, artinya
setiap warga Negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya. Siapa saja yang
melangggar Pancasila sebagai dasar Negara, harus ditindak menurut hukum yakni
hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain pengamalan Pancasila sebagai
dasar Negara disertai sanksi-sanksi hukum. Sedangkan pengamalan Pancasila
sebagai weltanschuung, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam hidup sehari-hari tidak
disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai sifat mengikat, artinya setiap
manusia Indonesia terikat dengan cita-cita yang terkandung di dalamnya untuk
mewujudkan dalam hidup dan kehidupanya, sepanjang tidak melanggar peraturan
perundang-undangan yang barlaku di Indonesia.
Jadi, jelaslah bagi kita bahwa mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai
dasar Negara Republik Indonesia mempunyai sifat imperatif memaksa. Sedangkan
pengamalan atau pelaksanaan Pancasila sebagai pandangan hidup dalam hidup
sehari-hari tidak disertai sanksi-sanksi hukum tetapi mempunyai sifat mengikat.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan Negara dihubungkan fungsinya sebagai dasar
Negara, yang merupakan landasan idiil bangsa Indonesia dan Negara Republik
Indonesia dapatlah disebut pula sebagai ideologi nasional atau ideologi Negara.

Artinya pancasila merupakan satu ideologi yang dianut oleh Negara atau
pemerintah dan rakyat Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau monopoli
seseorang
ataupun
sesuatu
golongan
tertentu.
Sebagai filsafat atau dasar kerohanian Negara, yang meruapakn cita-cita bangsa,
Pancasila harus dilaksanakan atau diamalkan, yang mewujudkan kenyataan dalam
penyelenggaraan hidup kenegaraan kebangsaan dan kemasyarakatan kita.
Bila terjadi kesenjangan dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan, kita
harus kembali kepada filsafat Negara Republik Indonesia untuk mencari jalan
keluarnya atau untuk meluruskan kembali.
Pancasila
Update
I.

Sebagai
10

November
Pengertian

2011

Ideologi
Pancasila

Sebagai

dan

Fungsi

Negara
Ideologi

Negara
Ideologi

Nama ideologi berasal dari kata ideas dan logos. Idea berarti gagasan,konsep,
sedangkan logos berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan
ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam
bidang
politik,
ekonomi,
sosial,
budaya
dan
keagamaan.
Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan.
2. Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandanagn dunia,
pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara
diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan
dipertahankan dengan kesediaan berkorban.

Fungsi ideologi menurut beberapa pakar di bidangnya :


1. Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia
secara individual. (Cahyono, 1986)
2. Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (founding
fathers) dengan generasi muda. (Setiardja, 2001)
3. Sebagai kekuatan yang mampu member semangat dan motivasi individu,
masyarakat, dan bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan.
(Hidayat, 2001)

II.

Pancasila

sebagai

Ideologi

Bangsa

Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah Pancasila sebagai cita-cita negara atau

cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh
rakyat dan bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara
Indonesia.
Berdasarkan Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR
tentang P4, ditegaskan bahwa Pancasila adalah dasar NKRI yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
III.

Pancasila

sebagai

Ideologi

Terbuka

Makna dari ideologi terbuka adalah sebagai suatu sistem pemikiran terbuka.
Ciri-ciri

ideologi

terbuka

dan

ideologi

tertutup

adalah

Ideologi Terbuk
1. merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
2. Berupa nilai-nilai dan cita-cita yang berasal dari dalam masyarakat sendiri.
3. Hasil musyawarah dan konsensus masyarakat.
4. Bersifat dinamis dan reformis.
Ideologi Tetutup
1. Bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
2. Bukan berupa nilai dan cita-cita.
3. Kepercayaan dan kesetiaan ideologis yang kaku.
4. Terdiri atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak.
Menurut Kaelan, nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai
ideologi terbuka adalah sebagai berikut
1. Nilai dasar, yaitu hakekat kelima sila Pancasila.
2. Nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan strategi, sasaran serta
lembaga pelaksanaanya.
3. Nilai praktis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu
realisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat, berbangsa dan bernegara.

PERTANYAAN :
1. Mengapa Indonesia menggunakan ideologi terbuka?
2. Bagaimana cara menumbuhkan kadar dan idealism yang terkandung
Pancasila sehingga mampu memberikan harapan optimisme dan motivasi
untuk mewujudkan cita-cita?

JAWABAN :
1. Karena Indonesia adalah sebuah negara dan sebuah negara memerlukan
sebuah ideologi untuk menjalankan sistem pemerintahan yang ada pada
negara tersebut, dan masing-masing negara berhak menentukan ideologi apa
yang paling tepat untuk digunakan, dan di Indonesia yang paling tepat adalah
digunakan adalah ideologi terbuka karena di Indonesia menganut sistem
pemerintahan demokratis yang di dalamnya membebaskan setiap
masyarakat untuk berpendapat dan melaksanakan sesuatu sesuai dengan
keinginannya masing-masing. Maka dari itu, ideologi Pancasila sebagai
ideologi terbuka adalah yang paling tepat untuk digunakan oleh Indonesia.
2. Kita harus menempatkan Pancasila dalam pengertian sebagai moral, jiwa,
dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
keberadaanya/lahirnya bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia. Selain
itu,Pancasila juga berfungsi sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Artinya,
jiwa bangsa Indonesia mempunyai arti statis dan dinamis. Jiwa ini keluar
diwujudkan dalam sikap mental, tingkah laku, dan amal perbuatan bangsa
Indonesia yang pada akhirnya mempunyai cirri khas. Sehingga akan muncul
dengan sendirinya harapan optimisme dan motivasi yang sangat berguna
dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
3. AnsorNews.com, JOMBANG Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di
Jombang, Jawa Timur, akan membahas berbagai isu terkini yang selanjutnya
akan direkomendasikan ke pemerintah.
4. Nanti bahtsul masail akan berkaitan dengan kontemporer, tematik, dan
undang-undang, kata Panitia Muktamar NU Slamet Effendi Yusuf di
Jombang, Jumat (31/7/2015).
5. Ia mengatakan dalam pembahasan di muktamar nantinya muktamirin akan
dibagi menjadi beberapa komisi. Selain bahtsul masail, ada komisi organisasi,
sampai rekomendasi.
6. Slamet juga membantah terkait dengan sejumlah isu yang menyebutkan jika
akan ada perubahan dalam lembaga, yaitu pengurus wilayah, pengurus
cabang yang diisukan akan diubah menjadi konsul.
7. Ia menegaskan, isu tersebut tidak benar. Dalam komisi nantinya juga akan
dibahas tentang anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) dan
akan dilakukan perbaikan. Namun, ia meyakinkan jika perbaikan itu tidak
akan mengubah tentang struktur cabang ataupun wilayah.
8. Lebih lanjut, ia juga mengatakan dalam waktu 12 tahun lagi, NU akan
mencapai usia 100 tahun, sehingga dalam membahas berbagai macam
program nantinya juga akan melihat posisi NU ke depan.
9. Kegiatan Muktamar NU yang ke-33 digelar di Jombang, pada 1-5 Agustus
2015. Kegiatan itu dihadiri seluruh pengurus cabang maupun wilayah se-

Indonesia, termasuk dari pimpinan cabang internasional. Kegiatan itu


rencananya dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada Sabtu (1/8) malam di
alun-alun Jombang.
10. Muktamirin dari berbagai daerah di Indonesia juga sudah berdatangan,
termasuk dari luar negeri. Mereka juga sudah melakukan registrasi
pendaftaran peserta muktamar.
11. Dalam kegiatan itu, muncul konsep ahlul halli wal aqdi (Ahwa). Hal itu
sampai saat ini masih menjadi polemik. Sejumlah kalangan menolak konsep
tersebut, sebab ada indikasi kepentingan tertentu.
12. Namun, konsep Ahwa justru diterima oleh keluarga almarhum Gus Dur. Hal
itu disampaikan putrinya, Yeni Wahid. Ia yakin jika keluarnya konsep Ahwa
tersebut tidak akan membuat tubuh NU pecah. Saya kok yakin NU tidak
mudah pecah dengan itu. Ahwa mekanismenya mencapai mufakat, memilih
pemimpin dengan musyawarah dan tidak ada yang negatif dari Ahwa,
katanya.
13. Dia juga mengatakan, perbedaan memang bisa saja terjadi dalam muktamar
ini, namun ia berharap perbedaan pandangan itu bisa disampaikan dengan
cara yang lebih bijak dan tidak perlu ada pertengkaran. Kalau ada
perbedaan, sampaikan dengan baik, tidak perlu bertengkar. Jika niatnya
untuk mat, pasti ada mekanisme lebih baik, katanya.
14. Ia mengingatkan tantangan NU ke depan akan semakin kompleks, sebab
bukan hanya mengurusi masalah internal dalam negeri, tapi juga luar negeri.
Saat ini, berbagai masalah terjadi, salah satunya kekerasan yang
mengatasnamakan agama.
15. Untuk itu, ia berharap NU nantinya juga bisa mengawal peradaban dunia dan
bukan hanya masalah internal bangsa. Berbagai macam gagasan dari NU
diharapkan menjadi jawaban bagi berbagai macam persolana kekerasan di
dunia yang mengatasnamakan agama. (Antara)

Anda mungkin juga menyukai