Anda di halaman 1dari 7

1

TEORI SOSIOLOGI
TEORI KONFLIK DAN TOKOH-TOKOH

Teori konflik ini sebenarnya dibangun dalam rangka untuk menentang secara

langsung terhadap teori fungsionalisme struktural. Karenanya tidak mengherankan

apabila proposisi yang dikemukakan oleh penganutnya bertentangan dengan proposisi

yang terdapat dalam teori fungsionalisme struktural.

Teori ini muncul dalam sosiologi Amerika Serikat pada tahun 1960-an yang

merupakan kebangkitan kembali berbagai gagasan yang diungkapkan sebelumnya

oleh Karl Marx dan Max Weber. Kedua tokoh ini adalah merupakan teoritis

konflik” tetapi teori mereka berbeda satu sama lain, karena itu teori konflik modern

pun terpecah menjadi dua tipe utama, yaitu teori konflik neo-Marxian dan teori

konflik neo-Weberian. Versi neo-Marxian lebih terkenal dan berpengaruh ketimbang

versi neo-Weberian.

Kedua teoritis konflik ini, Marx dan Weber, adalah penolakan terhadap

gagasan bahwa masyarakat cenderung kepada beberapa konsensus dasar atau

harmoni, dimana struktur masyarakat bekerja untuk kebaikan setiap orang. Para

teoritis konflik memandang konflik dan pertentangan kepentingan dan concern dari

berbagai individu dan kelompok yang saling bertentangan sebagai determinan utama

dalam pengorganisasian kehidupan sosial. Dengan kata lain, struktur dasar

masyarakat sangat ditentukan oleh upaya-upaya yang dilakukan berbagai individu

dan kelompok untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas yang akan memenuhi
2

berbagai kebutuhan dan keinginan mereka. Karena sumber-sumber daya ini dalam

kadar tertentu selalu terbatas, maka konflik untuk mendapatkannya selalu terjadi.

Mark dan Weber menerapkan gagasan umum ini dalam teori sosiologi mereka

dengan cara yang berbeda dan mereka pandang menguntungkan. Karl Marx (stephen

K.Sanderson, 1993: 12-13) berpendapat bahwa bentuk-bentuk konflik yang

tersetruktur antara berbagai individu dan kelompok muncul terutama melalui

terbentuknyaya hubungan-hubungan pribadi dalam produksi. Sampai titik tertentu

dalam evolusi kehidupan sosial manusia, hubungan pribadi dalam produksi mulai

menggantikan pemilihan komunal atas kekuatan-kekuatan produksi. Dengan

demikian masyarakat terpecah menjadi kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan-

kekuatan produksi menjadi kelas sosial. Dalam masyarakat yang telah terbagi

berdasarkan kelas, kelas sosial yang memiliki kekuatan-kekuatan produksi dapat

mensubordinasikan kelas sosial yang lain dan memaksa kelompok tersebut untuk

bekerja memenuhi kepentingan mereka mereka sendiri. Jadi kelas dominan menjalin

hubungan dengan kelas-kelas yang tersubordinasi dalam sebuah proses eksploitasi

ekonomi. Secara alamiah saja, kelas-kelas yang tersubordinasi ini akan marah karena

dieksploitasi dan terdorong untuk memberontak dari kelas bahwa menciptakan aparat

politik yang kuat-negara yang mampu menekan pemberontakan tersebut dengan

kekuatan.

Dengan demikian, teori marx di atas memandang eksistensi hubungan pribadi

dalam produksi dan kelas-kelas sosial sebagai elemen kunci dalam banyak

masyarakat. Ia kelihatan percaya bahwa hubungan-hubungan kelas sosial memainkan

peranan yang krusial dalam membentuk pola-pola sosial suatu masyarakat seperti
3

sistem politik dan agama. Ia juga berpendapat bahwa pertentangan antara kelas

dominan dan kelas yang tersubordinasi memainkan peranan sentral dalam

menciptakan bentuk-bentuk penting perubahan sosial. Sebenarnya sebagaimana yang

ia kumandangkan, sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga kini adalah sejarah

pertentang-pertentangan kelas. Dalam hal ini Stephen K. Sanderson (1993:12)

menyebutkan bahwa, bweberapa strategi konflik marxian-modern adalah sebagai

berikut :

1). Kehidupan sosial pada dasarnya merupakan arena konflik atau

pertentangan di antara dan di dalam kelompok-kelompok yang

bertentangan.

2). Sumbert-sumber daya ekonomi dan kekuasaan-kekuasaan politik

merupakan hal penting, yang berbagai kelompok berusaha merebutnya.

3). Akibat tipikal dari pertentangan ini adalah pembagian masyarakat

menjadi kelompok yang determinan secara ekonomi dan kelompok

yang tersubordinasi.

4). Pola-pola sosial dasar suatu masyarakat sangat ditentukan oleh pengaruh

sosial dari kelompok yang secara ekonomi merupakan kelompok yang

determinan.

5). Konflik dan pertentangan sosial dalam dan di anatara berbagai

masyarakat melahirkan keuatan-kekuatan yang menggerakkan

perubahan sosial.

6). Karena konflik dan pertentangan merupakan ciri dasar kehidupan sosial,

maka perubahan sosial, dua hal yang umum dan sering terjadi.
4

Jika kita urut perbedaan anatar Marx Weber dan Karl Marx dalam hal

menyangkut kemungkinan untuk memecahkan konflik dasar dalam masyarakat masa

depan, dengan teori mmereka di atas, maka terlihat sebagai berkut :

1). Marx berpendapat bahwa karena konflik pada dasarnya muncul dalam

upaya memperoleh akses terhadap kekuatan-kekuatan produksi, sekali

kekutan-kekuatan ini dikembalikan kepada kontrol seluruh masyarakat,

maka konflik dasar tersebut akan dapat dihapuskan. Jadi sekali kapitalis

digantikan sosialisme, maka kelas-kelas akan terhapuskan dan

pertentangan kelas akan berhenti.

2). Weber memiliki pandangan yang jauh pesimistik. Ia percaya bahwa

pertentangan merupakan salah satu prinsip kehidupan sosial yang

sangat kukuh dan tak dapat dihilangkan. Dalam suatu tipe masyarakat

masa depan, baik kapitalis, sosialis atau tipe lainnya orang-orang akan

tetap selalu bertarung memperebutkan berbagai sumber daya. Karena

itu Weber menduga bahwa pembagian atau pembelaan sosial adalah ciri

permanen dari semua masyarakat yang sudah kompleks, walaupun tentu

saja akan mengambil-mengambil bentuk-bentuk dan juga tingkat

kekerasan yang secara substansial sangat variasi.

Tokoh utama teori konflik ini setelah era Karl Marx dan Marx Weber yang

ternama adalah Ralp Dahrendorf di samping Lewis A. Coser. Berbeda dari

beberapa ahli sosiologi yang menegaskan eksistensi dua perspektif yang berbeda

yaitu teori kaum fungsional struktur versus teori konflik, Coser mengemukakan

komitmennya pada kemungkinan menyatukan pendekatan tersebut.


5

Lewis A. Coser (Marga M. Poloma, 1992: 103) mengakui beberapa susunan

struktural merupakan hasuil persetujuan dan konsensus, yang menunjukkan pada

proses lain yairtu konflik sosial. Dalam membahas berbagai situasi konflik, Coser

membedakan konflik yang realistis dari yang tidak relaistis.

Dalam hal lain, Lewis A. Coser (Margaret M.Poloma, 1992: 113-117)

mengemukakan teori konflik dengan membahas tentang, permusuhan dalam

hubungan-hubungan sosial yang intim, fungsionalitas konflik dan kondisi-kondisi

yang mempengaruhi konflik dengan kelompok luar dan struktur kelompok sosial.

Seperti Coser, Dahrendorf mula-mula melihat teori konflik sebagai teori

parsial, meng-gap teori itu merupakan perspektif yang dpat digunakan menganalisa

fenomena sosial. Dahrendorf (Margaret M.Poloma, 1992: 145) menggunakan teori

perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan kelasnya

dalam masuarakat industri kontemporer. Kelas tidak berarti pemilikan kekuasaan

yang mencakup hak absah untuk menguasai orang lain. Perjuagan kelas dalam

masyarakat modern baik dalam perekonomia kapitalis maupun komunis, dalam

pemerintahan bebas dan totaliter berada diseputar pengendalian kekuasaan.

Dahrendorf melihat kelompok-kelompok pertentangan sebagai kelompok

yang lahir dari kepentingan-kepentingan bersama para individu yang mampu

berorganisasi. Proses ini ditempuh melalui perubahan kelompok semua menjadi

kelompok kepentingan yang mampu memberi dampak pada struktur lembaga-

lembaga yang terbentuk sebagai hasil dari kepentingan-kepentingan itu dan kemudia

merupakan jembatan di atas mana perubahan sosial itu terjadi. Berbagai usaha harus
6

diarahkan untuk mengatur pertentangan sosial melalui institusionalisasi yang efektif

dari pada melalui penekanan pertentangan itu.

Berikutnya Dahrendorf mengemukakan teori konfliknya melalui pembahasan

tentang wewenang dan posisi yang merupakan fakta sosial. Menurutnya, distribusi

kekuasaan dan wewenang secara tidak merata tanpa kecuali menjadi faktor yang

menentukan konflik secara sosial sistematis. Perbedaan wewenang adalah suatu tanda

dari adanya berbagai posisi dalam masyarakat. Perbedaan posisi serta perbedaan

wewenang diantara individu itulah yang harus menjadi perhatian utama para

sosiolog. Struktur yang sebenarnya dan konflik-konflik harus diperhatikan dalam

susunan peranan sosial yang dibantu oleh harapan-harapan terhadap kemungkinan

mendapakan nominasi. Tugas utama menganalisis konflik adalah mengidentifikasi

sebagai peranan kekuasaan dalam masyarakat.

Sumber buku : Prof.Dr.C.Dewi Wulansari,SH.,MH.,SE.,MM.


7

Anda mungkin juga menyukai